You are on page 1of 14

Konsepsi Kepemimpinan Islam dalam Negara

Tulisan ini sebenarnya adalah jawaban yang diberikan kepada saya dan beberapa teman sebagai syarat untuk suatu acara. Kebetulan saya jawabnya dalam bentuk ketikan komputer jadi saya putuskan untuk memuatnya dalam blog saya kali ini.

Pertanyaanya adalah bagaimana konsepsi kepemimpinan dalam negara yang tertuang dalam QS An Nisa 58-59. Berikut ini jawaban saya. Sebelum membacanya lebih jauh, bila ada masukan bisa memberi komentar dan masukan, karena jawaban ini jauh dari sempurna dan saya menyingkatnya sesingkat yang saya bisa. Dan mungkin sekali menghilangkan beberapa hal yang penting. Semoga bermanfaat. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS AnNisa:58-59) Imam Al Mawardi menyatakan bahwa dalam ayat tersebut Allah mewajibkan kita menaati ulil amri di antara kita dan ulil amri yang dimaksud adalah para imam yang memerintah kita. Seperti yang tertulis di QS Qn Nisa: 59. Ibnu Katsir menilai bahwa ayat tersebut teridentifikasi ke dalam pemerintahan. Menurutnya, dasar pemerintahan adalah penuaian amanah sebagaimana termaktub dalam ayat tersebut. Pemerintahan harus ditegakkan dengan adil. Keadilan dapat terpenuhi dengan mematuhi perintah Allah. Hasil interpretasi dan ide-ide atau wujud pemerintahan menurut Ibnu Katsir disimpulkan menjadi beberapa konsep; 1. konsep asas amanat, mengandung makna bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh suatu pemerintahan adalah amanat Allah dan juga amanat dari rakyat. Ide yang terkandung didalamnyan adalah adanya baiat untuk menerapkan sistem pemerintahan. Dengan baiat ini, pemerintahan akan melaksanakan tugas-tugasnya dengan hak-hak yang diatur dan dilindungi oleh hukum Allah. 2. konsep asas keadilan, mengandung makna bahwa pemerintahan berkewajiban mendatangkan rasa keadilan bagi masyarakatnya. Pemerintah membuat aturan-aturan yang adil berkenaan

dengan masalah yang tidak diatur dalam Quran dan Sunnah. Terkandung keselarasan, yakni pemerintahan dijalankan sesuai tuntunan agama dan masyarakatnya berkewajiban menjalankan aturan yang telah dibuat pemerintah. 3. konsep asas ketaatan, mengandung makna tentang kewajiban menaati hukum-hukum yang terkandung dalam Quran dan Sunnah. Disamping itu kewajiban mengikuti produk perundangan yang diterapkan oleh pemerintah. Terkandung ide kedisiplinan dalam menjalankan segala peraturan yang ditetapkan. 4. konsep asas referensi Al Quran dan Sunnah, mengandung makna agar perundangan dan kebijakan pemerintah diterapkan sesuai Quran dan Sunnah. Konsep ini memunculkan ide bagaimana pemerintah dapat mencari solusi permasalahan yang tidak tercantum dalam Quran dan Sunnah. Hubungan negara dan agama Ibnu taimiyah berpandangan bahwa negara dan agama sungguh saling berkelindan. Tanpa kekuasaan negara bersifat memaksa, agama berada dalam bahaya. Tanpa disiplin huku wahyu, negara akan menjadi sebuah organisasi tiranik. Meliaht tegaknya sebuah keadilan berarti melaksanakan perintah dan menghindar dari kejahatan dan memasyarakatkan tauhid serta mempersiapkan bagi munculnya sebuah masyarakat yang hanya mengabdi pada Allah.1) Pendirian sebuah pemerintahan dan negara bukan menjadi satu-satunya tujuan. Syariat tidak memberikan skema khusus tentang organisasi politik negara Islam. Namun, syariat telah mencakup garis-garis besar konstitusi Islam dalam bentuk prinsip dasar umum yang mampu menjawab segala keadaan dan waktu. Jadi, syariat dihargai karena kandungan dan isinya. Dan itu merupakan kebijaksanaan Allah agar tidak mengikat.2) 1) Jindan, Teori Politik Islam, hlm 57 2) Jindan, Teori Politik Islam, hlm 81 Sumber tulisan buku Al Mawardi. 2007. Al Ahkam As Sulthaniyah. Darul Falah: Jakarta Jindan, Khalid Ibrahim.1999. Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu Taimiyah tentang Pemerintahan Islam. Surabaya: Risalah Gusti blog http://www.artikelbagus.com/2011/04/konsep-pemerintahan-dalam-tafsir-ibn.html

Perjanjian Hudaibiyah dan Relevansinya dalam Konteks Kekinian dan Kedisinian Pengukuhan Perjanjian dan Klausul-klausul Hudaybiyah o Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam harus pulang pada tahun ini, dan tidak boleh memasuki Makkah kecuali tahun depan bersama orang-orang Muslim. Mereka diberi jangka waktu selain tiga hari berada di Makkah dan hanya boleh membawa senjata yang biasa dibawa musafir, yaitu pedang yang disarungkan. Sementara pihak Quraisy tidak boleh menghalangi dengan cara apa pun. o Gencatan senjata di antara kedua belah pihak selama sepuluh tahun, sehingga semua orang merasa aman dan sebagian tidak boleh memerangi sebagian yang lain. o Barangsiapa yang ingin bergabung dengan pihak Muhammad dan perjanjiannya, maka dia boleh melakukannya, dan siapa yang ingin bergabung dengan pihak Quraisy dan perjanjiannya, maka dia boleh melakukannya. Kabilah mana pun

yang bergabung dengan salah satu pihak, maka kabilah itu menjadi bagian dari pihak tersebut. Sehingga penyerangan yang ditujukan kepada kabilah tertentu, dianggap sebagai penyerangan terhadap pihak yang bersangkutan dengannya. Siapa pun orang Quraisy yang mendatangi Muhammad tanpa izin walinya (melarikan diri), maka dia harus dikembalikan kepada pihak Quraisy, dan siapa pun dari pihak Muhanunad yang mendatangi Quraisy (melarikan diri darinya), maka dia tidak boleh dikembalikan kepadanya.

Kemudian beliau memanggil Ali bin Abu Thalib untuk menulis isi perjanjian ini. Beliau mendiktekan kepada Ali: Bismillahir-rahnianir-rahim. o Suhail menyela, 'Tentang Ar-Rahman, demi Allah aku tidak tahu siapa dia? Tetapi tulislah: Bismika Allahumma. " o Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan Ali bin Abu Thalib untuk menulis seperti itu. Kemudian beliau mendiktekan lagi, "Ini adalah perjanjian yang ditetapkan Muhammad, Rasul Allah." o Suhail menyela, "Andaikan saja kami tahu bahwa engkau adalah Rasul Allah, tentunya kami tidak akan menghalangimu untuk memasuki Masjidil Haram, tidak pula memerangimu. Tetapi tulislah: Muhammad bin Abdullah. " o Beliau bersabda, "Bagaimanapun juga aku adalah Rasul Allah sekalipun kalian mendustakan aku. " Lalu beliau memerintahkan Ali bin Abu Thalib untuk menulis seperti usulan Suhail dan menghapus kata-kata Rasul Allah yang terlanjur ditulis. Namun Ali menolak untuk menghapusnya. o Akhirnya beliau yang menghapus tulisan itu dengan tangan beliau sendiri. Kerugian yang Dialami Kaum Muslimin dalam Perjanjian Hudaybiyah o Penghapusan Kalimat bismillahirrahmaanirrahim dan diganti menjadi bismika Allahumma. o Kalimat Muhammad Rasulullah dihapus dan diganti menjadi Muhammad Bin Abdullah. o Adanya ketimpangan dalam hal ekstradisi, sebagaimana diatur dalam klausul ke empat perjanjian Hudaibiyah. Hal ini menyebabkan tertolaknya beberapa sahabat yang menyusul dari Makkah kepada rombongan Nabi Muhammad SAW. o Terjadi keresahan dan krisis kepercayaan sejenak atas kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Pada dasarnya, perjanjian yang monumental ini sebelumnya tidak disukai sahahat-sahabat Nabi seperti Umar, Ali dan beberapa sahabat lain karena dianggap merugikan ummat Islam, karena dalam memutuskan isi perjanjian ini Rasulullah tidak mengajak berunding para sahabatnya dan sempat menimbulkan kegaduhan di antara sahabat Nabi sendiri, kecuali Abu Bakar AshShiddiq yang tetap mantap dengan segala isi perjanjian ini. Keuntungan Kaum Muslimin dalam Perjanjian Hudaybiyah o Pihak Quraisy mengakui eksistensi Madinah sebagai negara kaum Muslimin dan Rasulullah SAW sebagai pemimpinnya. Sebab sudah sekian lama pihak Quraisy tidak mau mengakui sedikit pun keberadaan orang-orang Muslim, dan bahkan mereka hendak memberantas hingga ke akar-akarnya. Mereka menunggu-nunggu babak akhir dari perjalanan orang-orang Muslim. Dengan mengerahkan seluruh kekuatan, mereka mencoba memasang penghalang antara dakwah Islam dan

manusia, sambil membual bahwa merekalah yang layak memegang kepemimpinan agama dan roda kehidupan di seluruh. jazirah Arab. Sekalipun hanya mengukuhkan perjanjian, namun ini sudah bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap kekuatan orang-orang Muslim, di samping orang-orang Quraisy merasa tidak sanggup lagi menghadapi kaum Muslimin. Kaum Muslimin dapat bebas berziarah ke Madinah kapanpun mereka menghendaki, kecuali pada tahun di mana perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, sebagaimana termaktub pada klausul pertama perjanjian ini. Klausul pertama merupakan pagar pembatas bagi Quraisy, sehingga mereka tidak bisa menghalangi seseorang untuk memasuki Masjidil Haram.

Gencatan Senjata yang terjadi di antara kedua belah pihak sebagaimana termaktub pada klausul kedua membuat Nabi Muhammad SAW beserta para shahabatnya lebih tenang dalam menyampaikan risalah dakwahnya. o Nabi Muhammad SAW beserta para shahabatnya dapat memantapkan posisi di madinah serta memperluas wilayah dawah ke manapun kecuali Makkah tanpa khwatir adanya rintangan atau tantangan dari kaum Quraisy, sebagaimana termaktub dalam klausul ke dua dan ke tiga perjanjian ini. Kenyataannya, setelah persetujuan perletakan senjata itu Islam memang tersebar luas, berlipat ganda lebih cepat daripada sebelumnya. Jumlah mereka yang datang ke Hudaibiyah ketika itu sebanyak 1400 orang. Tetapi dua tahun kemudian, tatkala Muhammad hendak membuka Mekah jumlah mereka yang datang sudah sepuluh ribu orang. o Orang yang masuk Islam dari Makkah, mereka mendirikan kantong-kantong perlawanan antara Makkah dan Madinah yang kemudian menyebabkan ketidakstabilan di antara penduduk Quraisy Makkah TURKI : Studi Kasus Perjanjian Hudaibiyah dalam konteks kekinian dan kedisinian o Partisipasi politik Islam di Turki tergolong masih belia karena secara riil memulai debutnya di era 1970-an. Ketika itu Prof Necmettin Erbakan memutuskan banting setir dari seorang arsitek perusahaan mesin diesel "Motor Perak" yang beroperasi mulai 1960 menjadi arsitek kebangkitan partai Islam. Dari tangannya pada tahun 1970 lahir National Order Party (NOP) sebagai kendaraan politik kaum Islamis. Karena dianggap melanggar konstitusi yang menganut sekularisme, NOP terus bermetamorfosis dan gonta-ganti baju menjadi National Salvation Party (1972-1981), Welfare Party (1983-1998), Virtue Party (1997-2001), dan akhirnya lahir Sa'adah Party (2001), dan Justice and Development Party (2001). Politik keteladanan dan prestasi o Ada beberapa faktor yang membuat popularitas Erdogan meroket : o Ia merupakan politisi pertama yang memelihara dan menyantuni orang-orang cacat di saat pemerintah tak memiliki kepedulian ( careless ). Ia berikan keistimewaan-keistimewaan bagi orang cacat berupa mobil-mobil khusus, pembagian kursi-kursi roda, dan ia menjadi ketua partai pertama dalam sejarah Turki yang mencalonkan orang cacat (Lukman Ayo) duduk di parlemen. o Erdogan orang yang paling sering memberi bantuan sosial berupa pakaian, makanan, dan uang kepada para fakir miskin saat menjadi walikota. Pemberian ini langsung dikontrol sendiri di lapangan dengan seragam pekerja guna memastikan sampainya pemberian dan memotivasi para pekerja.

Kota Istanbul menjadi kota yang bersih dan indah karena operasi bersih serius digalakkan dengan menaikkan gaji pembersih jalan, memberi mereka fasilitasfasilitas kesehatan dan sosial, serta menanam sejuta pohon yang benar-benar terbukti. o Erdogan sangat menghormati semua orang. Hampir dalam setiap pertemuan, ia berusaha menyalami para hadirin satu per satu, dan bahkan Erdogan tidak pernah absen melayat kematian siapa saja orang Turki yang ia dengar beritanya. o Erdogan adalah seorang yang jujur dan berkomitmen pada maslahat rakyat. Kota Istanbul yang saat ia menjabat memiliki hutang 2 miliar dolar AS dan hampir bangkrut dapat berubah meraih keuntungan besar dan melompat dengan investasi 12 miliar dolar AS. Dan lebih dari itu, Erdogan dapat mengubah Istanbul yang selama ini mengeluhkan sulitnya air bersih dengan membangun pipa-pipa air dari daerah-daerah sekitar yang dialirkan ke kota dan menyediakan penjualan air bersih di berbagai jalan dengan harga yang sangat murah. Kerugian Kaum Muslimin Turki Akibat dari Strategi Politik Ini o Erdogan berdamai dengan ideologi sekuler yang dianut oleh sebagian masyarakat dan politisi Turki dan mengakui Kemal Attaturk sebagai bapak pendiri Turki modern. o Akibat mengakui kebijakan sekuler yang dianut negara Turki, Istri Erdogan tidak dapat mengikuti acara-acara formal kenegaraan akibat pakaian Muslimah yang dikenakannya. Demikian halnya dengan kedua putri Erdogan yang tidak dapat bersekolah di sekolah-sekolah pemerintah akibat pakaian Muslimahnya. o Kaum Muslimah Turki harus rela tidak boleh mengenakan jilbab di institusiinstitusi pemerintah. Keuntungan Kaum Muslimin Turki Akibat dari Strategi Politik Ini o Politisi Muslim diakui keberadaanya dan berkesempatan mengikuti Pemilihan Parlemen Turki yang berujung pada kemenangan telak Justice and Development Party (JDP) pimpinan Erdogan. Walaupun JDP bukanlah partai berhaluan agama, namun secara historis, partai ini sangat kental dengan aroma Islam. o Erdogan dapat terpilih menjadi walikota Istanbul sehingga dapat memperlihatkan prestasinya di hadapan publik dengan langkah-langkah sebagai berikut : memelihara dan menyantuni orang cacat, memberi bantuan sosial kepada masyarakat yang membutuhkan, menjadikan Istanbul kota yang bersih dan indah, menghormati setiap orang, komitmen pada kejujuran dan kemaslahatan rakyat.
o

3. Hasil konkret yang diperlihatkan Erdogan semasa menjadi walikota menjadikan rakyat menaruh kepercayaan yang lebih besar kepadanya, terbukti dengan terpilihnya Erdogan menjadi Perdana Menteri Turki. Saat menjadi PM, Erdogan mampu menaikkan nilai mata uang Lira hingga 30 %, menurunkan suku bunga hingga 40 %, menaikkan nilai ekspor 34 %, menekan inflasi hingga 20 %. 4. Pada saat menjadi PM Turki, ia juga melakukan terobosan melelang ribuan mobil pemerintah, meminimalisasi jumlah kementrian, menjual vila-vila anggota parlemen, dan membentuk badan independen mengusut para koruptor-koruptor, serta mengaudit keuangan militer the untouchable bastion of secularism.

5. Politik non-konfrontatif yang diperlihatkan JDP menjadikan Erdogan dapat dengan tenang mengurus Turki (sebagai PM) dan memperlihatkan politik yang santun, peduli, dan profesional tanpa harus khawatir di usik jati diri ke Islamannya oleh sebagian kalangan politisi sekuler. o 6. Hal yang sama juga dilakukan JDP di Parlemen dengan sedikit demi sedikit mengeliminasi medan politik National Security Council (NSC) yang memberikan banyak privilege berlebihan kepada para militer. Penyebaran Kader Golongan Pendukung Gerakan An Nur, gerakan Sulaimaniyah, sejumlah kelompok sufi seperti Tarekat Nasyahbandi, Partai politik berbasis Islam (Partai Home Posts RSS Comments RSS Fb Twitter Daftar isi privacy-policy Download Driver About Us

Makalah Ilmu Pendidikan Islam Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia


Makalah Ilmu Pendidikan Islam Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian yang inhern dalam kehidupan manusia. Dan, manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan. Karena hal itulah, maka pendidikan merupakan sebuah proses yang sangat vital dalam kelangsungan hidup manusia. Tak terkecuali pendidikan Islam, yang dalam sejarah perjalanannya memiliki berbagai dinamika. Eksistensi pendidikan Islam senyatanya telah membuat kita terperangah dengan berbagai dinamika dan perubahan yang ada. Berbagai perubahan dan perkembangan dalam pendidikan Islam itu sepatutnya membuat kita senantiasa terpacu untuk mengkaji dan meningkatkan lagi kualitas diri, demi peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan Islam di Indonesia. Telah lazim diketahui, keberadaan pendidikan Islam di Indonesia banyak diwarnai perubahan, sejalan dengan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Sejak dari awal pendidikan Islam, yang masih berupa pesantren tradisional hingga modern, sejak madrasah hingga sekolah Islam bonafide, mulai Sekolah Tinggi Islam sampai Universitas Islam, semua tak luput dari dinamika dan perubahan demi mencapai perkembangan dan kemajuan yang maksimal. Pertanyaannya kemudian adalah sudahkah kita mencermati dan memahami bagaimana kemunculan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, untuk kemudian dapat bersama-sama meningkatkan kualitasnya, demi tercipta pendidikan Islam yang humanis, dinamis, berkarakter sekaligus juga tetap dalam koridor Alquran dan Assunah.

1.2. Rumusan Masalah Dalam makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dicoba untuk dikaji dan digali, sehingga diharapkan mampu menambah wawasan terkait pendidikan Islam dan eksistensinya di Indonesia. Beberapa rumusan masalah tersebut di antaranya: 1. Apa pengertian Pendidikan Islam ? 2. Bagaimana akar dan awal mula pendidikan Islam di Indonesia? 3. Apa saja jenis lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia? 4. Bagaimana perkembangan pendidikan Islam di Indonesia ? 1.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah wawasan mengenai Pendidikan Islam di Indonesia, serta bagaimana sistem Pendidikan Islam dapat menjamin kesejahteraan umat. 1.4. Metode Penulisan Metode penelitian dan pengumpulan data dalam makalah ini di lakukan dengan sistem dokumentatif, yaitu mengambil referensi bahan dari beberapa sumber yang telah di rangkum. http://pub.kliksaya.com?refid=210879 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Pendidikan Islam Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik kepada terdidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan manusia yang ideal. Manusia ideal adalah manusia yang sempurna akhlaqnya. Yang nampak dan sejalan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu menyempurnakan akhlaq yang mulia. Agama Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan baik kehidupan yang sifatnya duniawi maupun yang sifatnya ukhrawi. Salah satu ajaran Islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena dengan pendidikan manusia dapat memperoleh bekal kehidupan yang baik dan terarah. Adapun yang dimaksud dengan pendidikan Islam sangat beragam, hal ini terlihat dari definisi pendidikan Islam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan berikut ini: Prof. Dr. Omar Mohammad At-Toumi Asy-Syaibany mendefinisikan pendidikan islam sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat. (Asy-Syaibany, 1979: 399) Pengertian tersebut memfokuskan perubahan tingkah laku manusia yang konotasinya pada pendidikan etika. Selain itu, pengertian tersebut menekankan pada aspek-aspek produktivitas dan kreatifitas manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan masyarakat dan alam semesta. Dr. Muhammad Fadhil Al-Jamali memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan. 2.2. Pesantren; Akar Pendidikan Islam di Indonesia Terkait kemunculan dan masuknya Islam di Indonesia, sampai saat ini masih menjadi kontroversi di kalangan para ilmuwan dan sejarawan. Namun demikian, mayoritas dari mereka

menduga bahwa Islam telah diperkenalkan di Indonesia sekitar abad ke-7 M oleh para musafir dan pedagang muslim, melalui jalur perdagangan dari Teluk Parsi dan Tiongkok. Kemudian pada abad ke-11M sudah dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk di kepulauan Nusantara melalui kota-kota pantai di Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Maluku. Dan, pada abad itu pula muncul pusat-pusat kekuasaan serta pendalaman studi ke-Islaman. Dari pusat-pusat inilah kemudian akhirnya Islam dapat berkembang dan tersebar ke seluruh pelosok Nusantara. Perkembangan dan perluasan Islam itu tidak lain melalui para pedagang muslim, wali, muballigh dan ulama dengan cara pendirian masjid, pesantren atau dayah atau surau. Pada dasarnya, pendidikan Islam di Indonesia sudah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal, pendidikan Islam dimulai dari kontak-kontak pribadi maupun kolektif antara muballigh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas muslim daerah terbentuk di suatu daerah tersebut, mereka membangun tempat peribadatan dalam hal ini masjid. Masjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama muncul, di samping rumah tempat kediaman ulama atau muballigh. Setelah penggunaan masjid sudah cukup optimal, maka kemudian dirasa perlu untuk memiliki sebuah tempat yang benar-benar menjadi pusat pendidikan dan pembelajaran Islam. Untuk itu, muncullah lembaga pendidikan lainnya seperti pesantren, dayah ataupun surau. Namanama tersebut walaupun berbeda, tetapi hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan. Pesantren sebagai akar pendidikan Islam, yang menjadi pusat pembelajaran Islam setelah keberadaan masjid, senyatanya memiliki dinamika yang terus berkembang hingga sekarang. Menurut Prof. Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Pesantren sejatinya telah berkiprah di Indonesia sebagai pranata kependidikan Islam di tengahtengah masyarakat sejak abad ke-13 M, kemudian berlanjut dengan pasang surutnya hingga sekarang. Untuk itulah, tidak aneh jika pesantren telah menjadi akar pendidikan Islam di negeri ini. Karena senyatanya, dalam pesantren telah terjadi proses pembelajaran sekaligus proses pendidikan; yang tidak hanya memberikan seperangkat pengetahuan, melainkan juga nilai-nilai (value). Dalam pesantren, terjadi sebuah proses pembentukan tata nilai yang lengkap, yang merupakan proses pemberian ilmu secara aplikatif. Menurut Muhammad Tolhah Hasan dalam bukunya Dinamika Tentang Pendidikan Islam, disebutkan bahwa komponen-komponen yang ada dalam pesantren antara lain: a. Kyai, sebagai figur sentral dan dominan dalam pesantren, sebagai sumber ilmu pengetahuan sekaligus sumber tata nilai. b. Pengajian kitab-kitab agama (kitab kuning), yang disampaikan oleh Kyai dan diikuti para santri. c. Masjid, yang berfungsi sebagai tempat kegiatan pengajian, disamping menjadi pusat peribadatan. d. Santri, sebagai pencari ilmu (agama) dan pendamba bimbingan Kyai. e. Pondok, sebagai tempat tinggal santri yang menampung santri selama mereka menuntut ilmu dari Kyai. Sedangkan dalam proses pembelajaran dan proses pendidikan, di pesantren menggunakan dua sistem yang umum, yakni: a. Sistem sorongan yang sifatnya individual, yakni seorang santri mendatangi seorang guru yang akan mengajarkan kitab tertentu, yang umumnya berbahasa Arab.

b. Sistem bandongan yang sering disebut dengan sistem weton. Dalam sistem ini, sekelompok santri mendengarkan dan menyimak seorang guru yang membacakan, menerjemahkan dan mengulas kitab-kitab kuning. Setiap santri memperhatikan kitab masingmasing dan membuat catatan yang dirasa perlu. Kelompok bandongan ini jika jumlahnya tidak terlalu banyak, maka disebut dengan halaqoh yang arti asalnya adalah lingkaran. Di pesantren-pesantren besar, ada lagi sistem lain yang disebut musyawarah, yang diikuti santri-santri senior yang telah mampu membaca kitab kuning dengan baik. Hingga kini, keberadaan pesantren telah mengalami berbagai dinamika, sejak dari pesantren tradisional hingga pesantren modern. 2.3. Lembaga-lembaga pendidikan Islam setelah Pesantren Eksistensi pesantren senyatanya mendorong lahirnya lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya, antara lain: a. Madrasah Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam yang lebih modern dibanding pesantren, baik ditinjau dari sisi metodologi maupun kurikulum pengajarannya. Kendati demikian, kemunculan madrasah ini tidak lain diawali oleh keberadaan pesantren. Sebagian lulusan pesantren melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke beberapa pusat kajian Islam di beberapa negara Timur Tengah, khususnya Arab Saudi dan Mesir. Lulusan-lulusan Islam Timur Tengah itulah yang kemudian akhirnya menjadi pemrakarsa pendirian madrasah-madrasah di Indonesia. Dalam madrasah, sistem pembelajaran tidak lagi menggunakan sorogan ataupun bandongan, melainkan lebih modern lagi. Madrasah telah mengaplikasikan sistem kelas dalam proses pembelajarannya. Elemen yang ada dalam madrasah juga bukan lagi Kyai dan santri, tetapi murid dan guru (ustad/ustadzah). Dan metode yang digunakan juga beragam, bisa ceramah, atau drill dan lain-lain, tergantung pada ustad/ustadzah atau guru. b. Sekolah-sekolah Islam Di samping madrasah, lembaga pendidikan Islam yang berkembang hingga sekarang adalah sekolah-sekolah Islam. Pada dasarnya, kata sekolah merupakan terjemah dari madrasah, hanya saja madrasah adalah kosa kata bahasa Arab, sedangkan sekolah adalah bahasa Indonesia. Namun demikian, pada aplikasinya terdapat perbedaan antara madrasah dan sekolah Islam. Madrasah berada dalam naungan Kementrian Agama (Kemenag), sedangkan sekolah Islam pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Selain itu,dari segi bobot muatan materi keagamaannya, madrasah lebih banyak materi agama dibanding sekolah Islam. c. Pendidikan Tinggi Islam Pendidikan Tinggi Islam juga merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang modern. Dalam sejarah, pendidikan tinggi Islam yang tertua adalah Sekolah Tinggi Islam (STI), yang menjadi cikal bakal pendidikan tinggi Islam selanjutnya. STI didirikan pada 8 Juli 1945 di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta, dan pada tahun 1948 resmi berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Selanjutnya, UII merupakan bibit utama dari perguruan-perguruan tinggi swasta yang kemudian berkembang menjadi beberapa Universitas Islam yang populer di Indonesia, seperti misalnya Universitas Ibn Kholdun di Bogor, Universitas Muhammadiyah di Surakarta, Universitas Islam Sultan Agung di Semarang, Universitas Islam Malang (UNISMA) di Malang, Universitas Islam Sunan Giri (UNSURI) di Surabaya, Universitas Darul Ulum (UNDAR) di Jombang dan lain-lain. Menurut Tolhah Hasan, perkembangan dan kemajuan perguruan tinggi Islam di Indonesia banyak ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya: kredibilitas kepemimpinan, kreativitas

manajerial kelembagaan, pengembangan program akademik yang jelas dan kualitas dosen yang memiliki tradisi akademik. 2.4. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Tak dapat dipungkiri, bahwa seiring berjalannya waktu, lembaga-lembaga pendidikan Islam juga mengalami berbagai dinamika. Tak hanya pada pesantren, bahkan madrasah dan perguruan tinggi Islam pun tak luput dari dinamika yang ada. Pesantren yang dulunya masih tradisional senyatanya mengalami beberapa perubahan dan perkembangan, seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pesantren yang dulunya tradisional, dalam pola pembelajaran dan muatan materi serta kurikulumnya, kini telah mengalami perkembangan dengan mengadaptasi beberapa teori-teori pendidikan yang dirasa bisa diterapkan di lingkungan pesantren. Alhasil, kini semakin banyak bermunculan pesantren modern, yang dalam pola pembelajarannya tidak lagi konvensional, tapi lebih modern dengan berbagai sentuhan manajemen pendidikan yang dinamis. Mayoritas pesantren dewasa ini juga memberikan materi dan muatan pendidikan umum. Tidak sedikit pesantren yang sekaligus memiliki lembaga sekolah dan manajemennya mengacu pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan dinamika sistem pendidikan madrasah dapat dicatat dari beberapa perubahan, seperti dimasukkannya mata pelajaran umum dalam kurikulumnya, meningkatkan kualitas guru dengan memperhatikan syarat kelayakan mengajar, membenahi manajemen pendidikannya melalui akreditasi yang diselenggarakan pemerintah, mengikuti ujian negara menurut jenjangnya. Tak pelak, bahwa dinamika pendidikan Islam, di samping kemadrasahan, juga muncul persekolahan yang lebih banyak mengadopsi model sekolah barat. Dan, kemunculannya itu antara lain dipicu oleh kebutuhan masyarakat muslim yang berminat mendapatkan pendidikan yang memudahkan memasuki lapangan kerja dalam lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta yang mensyaratkan memiliki keterampilan tertentu, seperti teknik, perawat kesehatan, administrasi dan perbankan. Pada perguruan tinggi Islam pun sejatinya juga mengalami berbagai perubahan dan perkembangan. Dinamika dalam pendidikan tinggi Islam ini salah satunya dapat diraba dari perubahan status dari Sekolah Tinggi, menjadi Institut, hingga kini menjadi Universitas. Dengan demikian, materi dan bahan ajar yang ditawarkan di perguruan tinggi Islam yang kini mayoritas menjadi Universitas, tidak hanya disiplin ilmu agama Islam saja, melainkan juga berbagai disiplin ilmu umum.

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Berdasarkan pada paparan dan analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: a. Pengertian Pendidikan Islam adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik kepada terdidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan manusia yang ideal. Manusia ideal adalah manusia yang sempurna akhlaqnya. Yang nampak dan sejalan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu menyempurnakan akhlaq yang mulia.

b. Pendidikan Islam di Indonesia sejatinya berlangsung sejak masuknya Islam di Indonesia dengan masjid sebagai pusat peribadatan dan tempat belajar. Setelah penggunaan masjid cukup optimal, maka muncullah pesantren yang kemudian menjadi akar pendidikan Islam di Indonesia. c. Keberadaan pesantren senyatanya mendorong lahirnya lembaga-lembaga pendidikan Islam lain setelah pesantren, di antaranya madrasah, sekolah-sekolah Islam dan Perguruan Tinggi Islam. d. Dalam perjalanannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tak luput dari berbagai dinamika yang ada, seiring dengan perkembangan zaman. Pesantren, dari jenis pesantren tradisional ke pesantren modern. Madrasah yang semakin memperbaiki kualitasnya dengan berbagai upaya, salah satunya peningkatan kualitas guru. Dan, perguruan tinggi Islam yang dulunya masih berstatus Sekolah Tinggi, berkembang menjadi Institut hingga akhirnya menjadi Universitas.

3.2. Saran Sebagai manusia biasa yang tidak sempurna, tentulah tulisan-tulisan kami pun banyak terdapat kekurangan, untuk itu kami menyarankan kepada pembaca yang ingin lebih memahami Pendidikan Islam di Indonesia untuk tidak menjadi makalah ini sebagai satu-satunya rujukan, tetapi sebaiknya juga mencari tulisan-tulisan baik dari buku-buku maupun koran sebagai referensi. DAFTAR PUSTAKA Dhofier, Z. (1982). Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES. Hasan, M. T. 2006. Dinamika Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Lantabora Press. Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren . Jakarta: INIS. sumber http://ukhuwahislah.blogspot.com/ Baca Juga Ya...? :
Kepemimpinan adalah pangkal utama dan pertama penyebab dari timbulnya suatu kegiatan, proses atau kesediaan suatu kelompok orang atau masyarakat untuk melakukan perubahan baik sikap atau prilaku maupun pandangan hidup mereka. Kepemimpinan dalam Islam, berarti, bagaimana ajaran Islam dapat memberi sibghah (corak) dan wijhah (arah) kepada pemimpin itu, dan dengan kepemimpinannya mampu merubah pandangan atau sikap mental komunitas yang dipimpinnya kepada aturan yang telah ditetapkan al Quran dan al Sunnah, serta terapan-terapan yang diberlakukan semasa khulafaur rasyidin, dan sesudahnya. Kepemimpinan merupakan kenyataan yang penting dalam keberlangsungan dan kesinambungan hidup, lebih-lebih pada kehidupan manusia. Dapat dipastikan bahwa tidak ada satupun komunitas tanpa pemimpin, meski bentuk dan mekanisme pengangkatan dan penggantiannya sangat beragam. Dalam terminologi al Quran dan al Sunnah kepemimpinan sering diungkapkan dengan istilah-istilah : imam, malik, khalifah, amir. Dan gelarnya pun beragam serta berkembang, terutama dalam terminologi politik, kepemimpinan diartikan juga sebagai rois, syeikh, dan sulthon. Namun fungsi jabatannya tetap,

yaitu untuk melindungi masyarakat dengan menjaga agama dan mengatur kehidupan dunia/hirasatu al din wa siasat al dunia, menyuruh (rakyat) untuk berbuat kebaikan dan mencegah (rakyat) dalam berbuat kerusakan (al amru bil maruf wa al nahyi anil munkar). Mengingat betapa pentingnya fungsi tersebut maka kepemimpinan harus dijaga eksistensi (keberadaan) dan suksesi (kesinambungannya), meskipun mekanismenya bisa beragam dan berkembang sesuai situasi dan kondisi saat itu. Di kalangan intelektual muslim ada wacana (pemikiran) mengenai proses dan mekanisme suksesi kepemimpinan, tetapi setiap wacana yang ada tetap mengacu kepada ketentuan syari. Sesuai telaah sejarah, ragam wacana suksesi tersebut ada tiga cara yang dilakukan; pertama, melalui pemilihan langsung. Kedua, pemilihan tidak langsung. Ketiga, penunjukan langsung oleh pimpinan sebelumnya. Keragaman mekanisme suksesi ini telah terjadi semenjak masa khulafa al rasyidin dan sampai sekarang, dan di beberapa negara-negara Islam. Kenyataan ini menunjukkan bahwa mekanisme suksesi kepemimpinan bukan sesuatu yang baku. Dan ketidak bakuan mekanisme itu sendiri justru mencerminkan fleksibelitas tuntunan ajaran Islam. Karena kepemimpinan bukan tujuan. Kepemimpinan adalah sekedar alat dan jalan untuk melindungi masyarakat agar kehidupannya dapat mencapai maslahat (kebaikan) dan terhindar dari kemudharatan atau dalam istilah ushul fiqihnya dar al mafasid muqaddam ala jalib al mashalih. Islam menuntun umatnya agar memilih dan mengangkat pemimpin. Tidak hanya dalam suatu masyarakat bangsa yang luas dan menetap dalam satu wilayah. Dalam perjalanan di tengah padang pasir sekalipun, walau hanya bertiga-pengangkatan pemimpin diperlukan. Hal ini sesuai sabda Nabi SAW, Apabila kamu dalam perjalanan , walau dipadang pasir, maka hendaklah mereka memilih salah seorang sebagai pemimpin. H.R. Abu Daud. Dalam hadis yang lain sebagaimana diriwayatkan al Hakim, Nabi SAW memperingatkan, Barangsiapa yang memilih seseorang, sedang ia mengetahui bahwa ada orang yang lebih wajar dari yang dipilihnya, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul dan amanat kaum muslimin . Rasulullah SAW juga mengisyaratkan siapa yang harus dipilih, Sebagaimana keadaan kalian, demikian pula ditetapkan pemimpin atau penguasa atas kalian . Kalimat yang singkat dari Rasulullah di atas dapat mengandung beberapa makna, 1) seorang penguasa atau pemimpin adalah cerminan keadaan masyarakatnya. Pemimpin atau penguasa yang baik adalah yang dapat menangkap aspirasi masyarakatnya dan mewujudkannya. Sedang masyarakat yang baik adalah yang berusaha mengangkat pemimpin yang dapat menyalurkan aspirasi mereka. 2) tidak tergesagesa menyalahkan lebih awal pemimpin yang tidak perduli rakyat, pemimpin menyeleweng, durhaka atau membangkang. Sebab, pada dasarnya yang salah adalah masyarakat itu sendiri. Bukankah pemimpin atau penguasa adalah cerminan dari keadaan masyarakat nya secara umum? Al Quran dan al Hadis mengingatkan umat Islam dalam memilih pemimpin atau penguasa pada beberapa aspek normatif berikut ; 1). Pemimpin haruslah orang yang beriman dan yang mengutamakan keberimanannya (religius), bukan pemimpin yang lebih mencintai kekufuran (menjamurnya tempattempat maksiat, membiarkan korupsi merajalela, dsb) Q. S. Attaubah.A.23, 2). yang memiliki keluasan ilmu (faktor pendidikan) dan kuat perkasa /basthotan fi al lmi wa al jism Q.S. Al Baqarah ayat 247, serta

mampu memelihara harta negara dan berilmu pengetahuan./hafidzun alim, S.Yusuf.A.55, 3). orang yang kuat dan dipercaya/al qowiyu al amin. Q.S.al Qashash ayat 26. Kekuatan yang dimaksud, adalah kekuatan dalam berbagai bidang, tidak hanya kekuatan fisik, tapi juga mental. Selanjutnya kepercayaan yang dimaksud, adalah integritas pribadi yang menuntut adanya sifat amanah, sehingga tidak merasa bahwa apa yang ada dalam genggaman tangannya merupakan milik pribadi, yang bisa dibagi-bagi kepada kerabat dan famili, tetapi milik masyarakat yang harus dipelihara untuk kepentingan masyarakat, sekaligus rela mengembalikannya bila diminta kembali. Dalam sebuah hadis dari Maqal bin Yasar al Muzni, Rasulullah SAW bersabda, tidak ada seorang pemimpin yang mengurus urusan kaum muslimin lalu tidak sungguh-sungguh (mengurusnya) dan tidak jujur, melainkan Allah tidak akan memasukkannya ke dalam surga. H.R. Muslim. Memang tidak mudah menemukan orang yang dalam dirinya tergabung secara sempurna ke tiga sifat di atas. Umar bin Khattab ra semasa kepemimpinannya pernah mengeluh dan mengadu kepada Allah, Ya Allah, aku mengadu kepada Mu, kekuatan si fajir (orang yang suka berbuat dosa) dan kelemahan orangorang yang kupercaya. Karena itu, harus ada alternatif. Tuntutan normatif terhadap setiap fenomena politik yang dijalani umat Islam sepanjang masa, merupakan kenyataan dan keharusan dalam ajaran agama. Kepemimpinan adalah kekuasaan, dan kekuasaan adalah alat untuk menegakkan syariat (hukum). Akan tetapi perkembangan akan tuntutan itu sepanjang sejarahnya mengalami pasang surut. Dan kita terkadang dihadapkan pada satu situasi yang sulit dalam menjatuhkan pilihan. Di sini, sekali lagi Islam datang dengan tuntunannya. Yang utama, jika kita berhadapan antara kehendak pribadi dan kehendak Allah dan Rasul Nya, maka seperti bunyi ayat 36 surah al Ahzab, Allah berfirman, Tidaklah patut/wajar bagi orang yang beriman laki-laki maupun perempuan, apabila Allah dan Rasul Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka..... Jika menghadapi dua hal yang sulit, pilihlah yang termudah, selama tidak bertentangan dengan syara. Jika menghadapi dua hal yang keduanya buruk, pilihlah yang paling sedikit keburukannya. Yang demikian inilah yang selalu dilakukan Rasulullah SAW. Beliau juga mewanti-wanti umat Islam agar berhati-hati memilih pemimpin, apalagi calon pemimpin yang pandai bicara, membuat orang tajub dengan retorikanya, baik dibidang ekonomi, demokrasi, politik dll. padahal ia adalah perusaknya. Hal itu ditegaskan al Quran dalam surah al Baqarah ayat 204 Disamping itu, berhati-hatilah kepada mereka yang mengatasnamakan agama (ustadz/ustadzah, kiyai, dan yang mengaku ulama) untuk menarik-narik anda agar memilih salah satu calon Walikota dan Wakilnya, padahal tujuannya untuk menggelembungkan perutnya sendiri, kalaupun anda diberi, paling anda cuma dapat recehannya. Kasihan deh lu! Kita sudah tahu, bahwa 10 calon pimimpin kota Medan ini ada yang sudah pernah menjadi pejabat Walikota, dan ada yang pernah menjadi wakil walikota,, karenanya anda pasti bisa menilai.

Hanya tinggal menghitung hari untuk datang ke bilik-bilik TPS. Kitalah yang menentukan nasib kita dan kota ini lima tahun mendatang. Betapapun, dari sekian banyak keburukan, pilihan harus tetap dijatuhkan. Akhirnya, dalam hal ihwal penting, Rasulullah SAW mengajarkan kita, sebelum menjatuhkan pilihan, bermusyawarahlah dengan orang yang lebih banyak pengetahuannya tapi tidak terikat dengan salah satu kandidat, serta melaksanakan shalat istikharah-mohon petunjuk kepada Allah tentang pilihan terbaik, Rasulullah SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan imam Ahmad,: Ma khaba man istakhara wala nadima man istasyara/ Tidak kecewa orang yang melakukan shalat istikhara, dan tidak pula menyesal orang yang bermusyawarah. Wallohu alam.
(dat06)

Comments

You might also like