You are on page 1of 38

PRESENTASI KASUS GENERAL ANESTESI PADA MAKROSEFALI ET CAUSA SDH BILATERAL KRONIK, HIDROSEFALUS DAN DISGENESIS CEREBRI PRO

BURHOLE DRAINAGE

Pembimbing: dr. Hermin Prihartini, Sp. An-KIC Disusun oleh Yusi Nurmalisa Shella Ayu Vidada Dwi Putra Haliim

G1A211067 G1A211069 G1A211070

BAB 1. PENDAHULUAN

Latar Belakang Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia pada tahun 1997, angka kematian bayi (AKB ) di Indonesia tertinggi di ASEAN ( USU, 2007) Hydrocephalus adalah suatu kondisi patologis berupa ketidakseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan cerebrospinal yang menyebabkan terkumpulnya cairan tersebut dalam jumlah berlebih di dalam ventrikel serebri Hydrocephalus adalah suatu kondisi patologis berupa ketidakseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan cerebrospinal yang menyebabkan terkumpulnya cairan tersebut dalam jumlah berlebih di dalam ventrikel serebri ( Valleria et al, 2005)

Secara keseluruhan insiden hydrocephalus infantile di dunia tahun 2002 adalah sekitar 1-2 per 1000 kelahiran. Insiden hydrocephalus pada orang dewasa tidak diketahui karena terjadi sebagai akibat dari cedera, penyakit atau faktor lingkungan. Hydrocephalus pada orang dewasa dapat terjadi pada 1 per 1000 orang ( USU, 2007). Di Inggris tahun 2005 hydrocephalus terjadi 6,46 pada 10000 kelahiran, 1 kematian janin akibat hydrocephalus dan 5 kasus aborsi diinduksi terjadi setelah diagnosis pralahir hydrocephalus (USU, 2007).

Insiden hydrocephalus kongenital di Amerika serikat pada tahun 2008 adalah 3 per 1000 kelahiran hidup, kasus spina bifida disertakan bawaan hydrocephalus terjadi 2-5 per 1000 kelahiran. Sedangkan insidens hydrocephalus akuisita tidak diketahui persis karena berbagai gangguan yang menyebabkan itu (USU, 2007). Prevalensi hydrocephalus pada tahun 2008di Belanda dilaporkan terjadi sekitar 6,5 per 10000 kelahiran per tahun dan di Amerika sekitar 2 per 1000 kelahiran per tahun. Pada tahun 1996 kasus hydrocephalus di Indonesia mencapai 26 per 10000 kelahiran.

Sementara itu berdasarkan penelitian Thanman (2006) melaporkan bahwa insidens hydrocephalus antara 2-40 per 10000 kelahiran. Dari hasil survey di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2005-2009 di peroleh jumlah penderita hydrocephalus sebanyak 141 orang, dengan rincian tahun 2005 sebanyak 33 orang, 2006 sebanyak 36 orang, 2007 sebanyak 39 orang, tahun 2008 sebanyak 21 orang dan tahun 2009 sebanyak 12 orang (USU, 2007). Tingginya prevalensi hydrocephalus menunjukkan penanganan yang lebih adekuat diperlukan.

Tujuan memaparkan mengenai kasus operasi pada pasien Makrosefali et causa SDH bilateral kronik, hidrosefalus dan disgenesis cerebri pro burhole drainase dengan general anestesi mulai dari saat preoperatif hingga postoperatif. Manfaat membuat pembaca mengerti manajemen anestesi pada kasus hydrosersefalus serta penanganannya saat preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


HIDROSEFALUS Definisi Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi dari CSS. (Sjamuhidayat&Jong, 2004).

Epidemiologi Angka kejadian hidrosefalus secara pasti blum diketahui, namun angka kejadian hidrosefalus kongenital adalah 2-5 bayi setiap 1000 kelahiran. Angka kejadian hidrosefalus yang di dapat belum diktahui secara pasti (Engelhard, 2012). Klasifikasi Hidrosefalus dapat diklasifikasikan atas beberapa hal, antara lain (Sjamuhidayat&Jong, 2004; Engelhard, 2012): 1. Berdasarkan Anatomi / tempat obstruksi CSS Hidrosefalus tipe obstruksi / non komunikan

Hidrosefalus tipe komunikans Perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu menimbulkan blokade villi arachnoid. Radang meningeal Kongenital :

Berdasarkan Etiologinya : Tipe obstruksi, tipe didapat (acquired)


Berdasarkan Usia Hidrosefalus tipe kongenital / infantil ( bayi ) Hidrosefalus tipe juvenile / adult ( anak-anak / dewasa )

Patofisiologi Kecepatan pembentukan CSS 0,3-0,4 cc/menit atau antara 0,2- 0,5% volume total per menit dan ada yang menyebut antara 14-38 cc/jam. Sekresi total CSS dalam 24 jam adalah sekitar 500-600cc, sedangkan jumblah total CSS adalah 150 cc, berarti dalam 1 hari terjadi pertukaran atau pembaharuan dari CSS sebanyak 4-5 kali/hari. Pada neonatus jumblah total CSS berkisar 20-50 cc dan akan meningkat sesuai usia sampai mencapai 150 cc pada orang dewasa. Hidrosefalus timbul akibat terjadi ketidak seimbangan antara produksi dengan absorpsi dan gangguan sirkulasi CSS (Sjamuhidayat&Jong, 2004; Engelhard, 2012):.

Gejala Klinis Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul oleh gangguan neurologik akibat tekanan likuor yang meningkat yang menyebabkan hipotrofi otak. Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1 tahun) didapatkan gambaran : Kepala membesar Sutura melebar Fontanella kepala prominen Mata kearah bawah (sunset phenomena) Nistagmus horizontal Perkusi kepala : cracked pot sign atau seperti semangka masak.

Gejala pada anak-anak dan dewasa: Sakit kepala Kesadaran menurun Gelisah Mual, muntah Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak Gangguan perkembangan fisik dan mental Papil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II.

Penatalaksanaan Terapi medikamentosa Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya. Obat yang sering digunakan adalah: Asetasolamid per oral 2-3 x 125 mg/hari, dosis ini dapat ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari, Furosemid per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari. Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan untuk operasi.

Lumbal pungsi berulang (serial lumbar puncture) Pada pungsi lumbal berulang akan terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah. Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama pada hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikularintraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga pada hidrosefalus komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau kemungkinan akan terjadi herniasi (impending herniation)

Terapi Operasi Pada penderita gawat yang menunggu operasi : Mannitol per infus 0,5-2 g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit. 1.Third Ventrikulostomi/Ventrikel III Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum, dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari ventrikel III dapat mengalir keluar. 2. Operasi pintas/Shunting Ada 2 macam : - Eksternal CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara.

-Internal CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain. Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor- Kjeldsen) Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan. Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga

3.Lumbo Peritoneal Shunt CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan. Komplikasi pembesaran ukuran kepala yang cepaat merupakan permasalahan pada bayi

PEDIATRIK ANESTESI Perkembangan Anatomi Dan Fisiologi neonatus dan bayi memiliki efisien ventilasi yang lebih sedikit karena lemahnya otot-otot interkostal dan diafragma, tulang rusuk yang lebih fleksibel, dan abdomen yang cembung. Frekuensi nafas meningkat

Volume tidal dan dead space per kilogram tetap konstan selama pertumbuhan. Jalan nafas kecil yang relative kaku meningkatkan resistensi jalan nafas. Maturasi alveoli tidak lengkap sampai akhir masa kanak-kanak (sekitar umur 8 tahun). Kerja pernafasan meningkat dan otot-otot pernafasan mudah lelah. Alveoli yang jumlah sedikit dan kecil pada neonatus dan bayi mengurangi kemampuan paru; Dilain pihak, tulang rusuk mereka membuat dinding dada menjadi lebih fleksibel. Kombinasi kedua karakteristik ini membuat dinding dada kolaps selama inspirasi dan relative volume residual paru rendah pada ekspirasi. Hasil dari berkurangnya kapasitas fungsional residual (FRC) adalah penting karena dapat membatasi cadangan oksigen selama periode apneu (contoh : intubasi) dan merupakan predisposisi atelektasis dan hipoksemia pada neonatus dan bayi. Ini bisa terjadi karena konsumsi oksigen mereka yang relative tinggi. Lebih lanjut, hipoksia dan ventilasi hiperkapnia tidak berkembang pada neonatus dan bayi. Bahkan, hipoksia dan hiperkapnia mendepresi pernafasan pada pasien ini, tidak seperti orang dewasa (Morgan, 2006).

Neonatus dan bayi secara proporsional memiliki kepala dan lidah yang besar, pasase nasal yang dangkal, laring yang anterior dan cephalad (pada level vertebral C4 sedangkan C6 pada orang dewasa), epiglottis yang panjang, dan trachea dan leher yang pendek. Tampilan anatomi ini membuat neonatus dan sebagian bayi muda obligat bernafas melaui nasal sampai kira-kira umur 5 bulan. Kartilago krikoid merupakan titik tersempit pada jalan nafas pada anak kurang dari 5 tahun. Pada dewasa titik tersempit adalah glottis. Satu millimeter edema memiliki efek yang lebih pada anak-anak karena diameter trakea mereka yang lebih kecil (Morgan, 2006).

Perbedaan-Perbedaan Farmakologi Dosis obat pediatric terutama tergantung rekomendasi per kilo gram. Berat anak dapat diukur secara kasar berdasarkan umur: 50th percentile weight (kg) = (umur x 2) + 9 Neonatus dan bayi memiliki proporsi untuk total cairan (70-75%) dari orang dewasa (50-60%) (Morgan. 2006). Anestesi Inhalasi Anestesi Nonvolatile

Pelemah Otot Anak-anak lebih rentan daripada dewasa terhadap aritmia jantung, hiperkalemi, rabdomiolisis, mioglobinemia, spasme maseter, dan malignan hipertermi seterlah pemberian succinylcholine.

Pertimbangan-pertimbangan Preoperative Anamnesis Tergantung pada usia, pengalaman-pengalaman yang berhubngan dg pembedahan yang lampau, dan kedewasaan, anak-anak menderita penyakit bermacammacam derajat tingkat dari teror ketika berhadapan dengan prospek dari perawatan Infeksi/peradangan Bidang Berhubung Pernapasan Bagian Atas Terbaru Anak-anak sering menyajikan untuk perawatan dengan hidung, basah dengan demam, batuk, (amat sangat/ sakit) suatu infeksi/peradangan bidang berhubung pernapasan bagian atas karena virus kebetulan (URTI). ( Morgan, 2006).

Pemeriksaan laboratorium Preoperative Puasa Premedication Ada variasi besar di dalam pujian; rekomendasi untuk premedication pasien-pasien ilmu kedokteran anak. Premedication sedatif adalah secara umum dihilangkan untuk neonatal-neonatal dan bayi-bayi sakit. Anak-anak yang muncul mungkin untuk memperlihatkan ketertarikan pemisahan yang tak dapat dikendalikan dapat diberi suatu obat penenang, seperti midazolam (0.30.5 mg/kg, 15 maksimum mg). Monitoring

BAB III LAPORAN KASUS


Identitas Pasien Nama : An. I Jenis Kelamin : Laki - laki Usia : 7 bulan Berat badan : 31 Kg No. RM : 760172

Primary Survey Airway Clear, Mallampati sulit dinilai, terdapat gigi ompong dan tidak terdapat gigi palsu. Breathing Napas spontan, gerakan dada simetris, RR 40x per menit, reguler, suara dasar bronkovesikuler, tidak terdengar suara tambahan. Circulation Heart rate 136x per menit, S1 > S2, regular, tidak terdapat murmur dan gallop. Disability Keadaan umum aktif, kesadaran menangis kuat, Suhu 36,3 0C, Berat Badan 31 kg.

Pemeriksaan Fisik KU / Kesadaran: aktif / menangis kuat Vital Sign TD : tidak diperiksa Nadi : HR = 136 x . menit, reguler Suhu : 36,3 oC RR : 40 x/menit Status Generalis Kulit Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.

Mata Tidak terdapat konjungtiva anemis dan sklera ikterik Hidung Tidak terdapat deviasi septum. Tidak terdapat discharge Mulut/gigi Tidak terdapat bibir sianosis Telinga Simetris dan tidak didapatkan discharge (darah atau cairan). Thorax Jantung : S1 > S2 reguler, tidak ditemukan gallop dan murmur Paru : Tidak terdapat ketertinggalan gerak, SD bronkoves , ST Abdomen Datar, BU + Normal, timpani, supel Ekstremitas Inspeksi: Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis Palpasi : Turgor kulit cukup, Tidak terdapat edema, Akral hangat

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan 20-6-2012 Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit 11,5 16.320 35 () 3,9x106 11,3-14,1 g/dL 6.000-17.500/L 33-41% 4,1-5,3x106/ Nilai normal

Trombosit
PT APTT Kimia Klinik Natrium Kalium Klorida Kalsium

() 720.000
12,8 29,2

150.000-450.000/L
11,5-15,5 detik 25-35 detik

135 5,0 112 9,0

136-145 mmol/L 3,5-5,1 mmol/L 98-107 mmol/L 8,4-10,2 mmol/L

Diagnosis Makrosefali et causa SDH bilateral kronik, hidrosefalus dan disgenesis cerebri; pro burhole drainage Kesimpulan ASA ASA III dengan General Anestesi Tindakan Informed consent Puasa 4-6 jam pre-operasi Pasang IV line Kaen IB 20 tpm (makro) Premedikasi di ruang operasi

Laporan Anestesi Diagnosis pra bedah Makrosefali et causa SDH bilateral kronik, hidrosefalus dan disgenesis cerebri Penatalaksanaan Durante Operasi Jenis pembedahan : Burhole drainage Jenis anestesi : General Anestesi Teknik anestesi : Intubasi dengan ETT no. 3 Mulai anestesi : 08.50 Mulai operasi : 09.30 Respirasi : Spontan Posisi : Terlentang

BAB IV PEMBAHASAN

Preoperatif Pasien di rawat di ruang Cempaka, pasien dalam keadaan stabil, bergeak aktif dan menangis kuat. Saat di ruang cempaka pasien diberikan infus KAEN 1B. Pasien yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang untuk menentukan ASA. Kondisi pasien yang akan di operasi dalam kasus ini adalah ASA III yaitu pasien dengan penyakit sistemik berat, tetapi belum mengancam jiwa. Selanjutnya ditentukan rencana jenis anestesi yang akan digunakan yaitu general anestesi. Persiapan yang dilakukan pada pasien ini sebelum operasi :

Informed consent, puasa, Lab


Intraoperatif Pasien pada kasus menjalani operasi dengan General Anestesi. General Anestesi yang dilakukan menggunakan savofluran sebagai agen induksi. savofluran merupakan obat anestesi inhalasi yang mekanismenya menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan tranmisi sinaptik tidak bekerja. Selain itu, anestesi inhalasi dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan aktivitas aliran K+ sehingga meningkatkan ambang rangsang. Pasien ini juga diberikan fentanyl yang merupakan analgetik opioid yang dapat memberikan efek analgesi dan sedasi dalam onset yang cepat (10 menit) (Katzung, 1997)

Kebutuhan cairan selama operasi harus dijaga agar pasien tetap dalam keadaan optimal dalam menjalani operasi. Kebutuhan cairan pasien adalah sebagai berikut. Maintenance (2 x BB) = 20 cc Stress operasi (8 x BB) = 80 cc Pengganti puasa (6 x maintenance) = 120 cc EBV (70 x BB) = 700 cc ABL (20% x EBV) = 140 cc Kebutuhan cairan pasien pada jam pertama operasi adalah Maintenance + Stress operasi + 50% Pengganti puasa yaitu 160 cc. Selama operasi, 10% EBV pasien harus diganti dengan cairan kristaloid (70 cc kristaloid). Pasien tidak mengalami perdarahan melebihi Allowed Blood Loss (ABL) sehingga tidak harus mendapatkan transfusi darah selama operasi berlangsung. Manajemen cairan selama operasi berjalan dengan baik. Operasi berlangsung 1 jam, pasien mendapatkan 500 cc KAEN 1B.

Postoperatif Keadaan pasien post operasi harus diawasi dengan ketat hingga pasien sadar dan stabil kondisinya. Keadaan pasien pada kasus ini cukup stabil pada saat postoperatif sehingga pasien langsung d rawat di bangssal cempaka dan mendapat pengawasan disana. Selama di Ruang Cempaka, jalan nafas dalam keadaaan baik, pernapasan spontan dan adekuat serta kesadaran composmentis. Setelah 3 hari perawatan di ruang Cempaka, pasien diperbolehkan pulang.

BAB V KESIMPULAN

An. I pada kasus ini mengalami Makrosefali et causa SDH bilateral kronik, hidrosefalus dan disgenesis cerebri dan menjalani burhole drainage. Operasi dilakukan dengan General Anestesi, medikasi yang diberikan adalah fentanil 10 g, sulfas atropine 0,125 mg, dexamethasone 2,5 mg, ketorolac 1 ampul, maintenance menggunakan isoflurane. Cairan yang diberikan selama operasi adalah 70 cc kristaloid, 500 cc koloid, Pasien tidak mengalami perdarahan melebihi Allowed Blood Loss (ABL) sehingga tidak harus mendapatkan transfusi darah selama operasi berlangsung. Operasi berjalan selama 1 jam. Keadaan pasien pada kasus ini cukup stabil pada saat postoperatif sehingga pasien langsung di rawat di bangssal cempaka, selama di Ruang Cempaka, jalan nafas dalam keadaaan baik, pernapasan spontan dan adekuat serta kesadaran composmentis. Setelah 3 hari perawatan di ruang Cempaka, pasien diperbolehkan pulang.

DAFTAR PUSTAKA

Latief, 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi II. Jakarta: FK UI. Listiono, L. Djoko. 1998. Ilmu Beda Saraf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mangku, G., dan Senapathi, T. G. A. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks Jakarta. Katzung, Betram G. Farmkologi Dasar dan Klinik. Edisi VI Jakarta: EGC. USU, 2005. Hydrocephalus. Available from: www.respiratoryusu.ac.id Vallery et al. 2007. Hydrochepalus. . Available from :isjd.pdii.lipi.go.id

TERIMAKASIH

You might also like