You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN HEMATOCOLPUS DAN HEMATOMETRA WITH HYMEN IMPERFORATA

A. HYMEN IMPERFORATA Pengertian Hymen Imperforata merupakan kelainan yang dijumpai pada wanita usia pubertas dengan keluhan perut membesar, teraba massa intraabdominal yang disertai rasa sakit di abdomen secara periodik setiap bulan atau secara progresif terus menerus akibat akumulasi dari darah menstruasi yang tertahan di dalam cavum uteri (hematometra) serta di dalam vagina (hematokolpos) yang tidak dapat keluar. (Gasim and Al-Ajma, 2013) Hymen imperforata/ Atresia hymen merupakan hymen dengan membrane yang solid tanpa lubang. Hymen imperforata merupakan salah satu dari penyebab Pseudoamenorrhea / Cryptomenorrhea (haid ada, tetapi darah haid tidak keluar) yang bersifat kongenital dan abnormalitas ini terjadi pada bagian distal saluran genitalia wanita. (Sailer, 1979) Terminologi hematokolpos berasal dari kata Yunani hemato dan colpos yang artinya darah dan vagina. Hematokolpus adalah suatu kondisi obstruksi pada aliran darah menstruasi pada vagina yang disebabkan oleh hymen imperforate. Sedangkan hematometra adalah suatu kondisi obstruksi pada aliran darah menstruasi sehingga tertahan di dalam cavum uteri. Tanda dan gejala dari kelainan ini dijumpai pada usia 11 13 tahun saat anak perempuan tersebut sudah mulai mengalami menarche. Adanya bendungan darah pada cavum vagina dan cavum uteri ini menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada bagian bawah abdomen. Nyeri ini akan berlangsung setiap bulan sesuai siklus menstruasinya akan tetapi darahnya tidak mengalir akibat adanya kelainan lubang di hymen dan keluhan nyeri saat BAK adalah tanda dan gejala utama dari kelainan ini. (Sailer, 1979) Etiologi Hymen imperforata merupakan suatu malformasi kongenital tetapi dapat juga terjadi akibat jaringan parut oklusif karena sebelumnya terjadi cedera atau infeksi. Secara embriologi, hymen merupakan sambungan antara bulbus sinovaginal dengan sinus urogenital, berbentuk membrane mukosa yang tipis. Hymen berasal dari 1

endoderm epitel sinus urogenital, dan bukan berasal dari duktus mullerian. Hymen mengalami perforasi selama masa embrional untuk mempertahankan hubungan antara lumen vagina dan vestibulum. Hymen merupakan lipatan membrane irregular dengan berbagai jenis ketebalan yang menutupi sebagian orifisium vagina, terletak mulai dari dinding bawah uretra sampai ke fossa navikularis (Verma, 2009).

Gambar 1. Embryologic origin of the hymenal membrane Hymen Imperforata terbentuk karena ada bagian yang persisten dari membran urogenital dan terjadi ketika mesoderm dari primitive streak yang abnormal terbagi menjadi bagian urogenital dari membran cloacal. Hymen Imperforata tanpa mukokolpos yang berasal dari jaringan fibrous dan jaringan lunak antara labium minora sulit dibedakan dengan tidak adanya vagina. Aplasia dan atresia vagina terjadi karena kegagalan perkembangan duktus mullerian, sehingga vagina tidak terbentuk dan lubang vagina hanya berupa lekukan kloaka. Pokorny & Kozinetz (1988) menerangkan bahwa secara anatomi, hymen pada wanita usia prepubertas (anakanak) dengan masalah organ genitalia, dijumpai konfigurasi berupa hymen fimbrae, sirkumferensial dan posterior ring. (Sailer, 1979) Insidensi Insiden terjadinya hymen imperforata adalah sebesar 0.1% dari seluruh wanita usia pubertas (Sailer, 1979 dan Verma, 2009).

Gejala Klinis Sebagian kelainan ini tidak dikenali sebelum menarche, setelah itu akan terjadi molimenia menstrualia (nyeri yang siklik tanpa haid), yang dialami setiap bulan. Sesekali hymen imperforata ditemukan pada neonatus atau anak kecil. Vagina terisi cairan (sekret) yang disebut hidrokolpos. Bila diketahui sebelum pubertas, dan segera diberi penanganan asimptomatik, serta dilakukan hymenektomi, maka dari vagina akan keluar cairan mukoid yang merupakan kumpulan dari sekresi serviks.

Kebanyakan pasien datang berobat pada usia 13-15 tahun, dimana gejala mulai tampak, tetapi menstruasi tidak terjadi. Darah menstruasi dari satu siklus menstruasi pertama atau kedua yang terkumpul di vagina belum menyebabkan peregangan vagina dan belum menimbulkan gejala. (Verma, 2009; Gasim and Al-Ajma, 2013; Sailer, 1979).

Gambar 2. Hymen Buldging Darah yang terkumpul di dalam vagina (hematokolpos) menyebabkan hymen tampak kebiru-biruan dan menonjol (hymen buldging) akibat meregangnya membran mukosa hymen. Keluahan yang timbul pada pasien adalah rasa nyeri, kram pada perut selama menstruasi dan haid tidak keluar. Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut maka darah haid akan mengakibatkan over distensi vagina dan kanalis servikalis, sehingga terjadi dilatasi dan darah haid akan mengisi kavum uteri (Hematometra). (Verma, 2009; Gasim and Al-Ajma, 2013; Sailer, 1979).

Gambar 3. Hematometra dan Hematokolpos dengan Ultrasonografi 3

Tekanan intra uterin mengakibatkan darah dari kavum uteri juga dapat memasuki tuba fallopi dan menyebabkan hemotosalfing karena terbentuknya adhesi (perlengketan) pada fimbriae dan ujung tuba, sehingga darah tidak masuk atau hanya sedikit yang dapat masuk ke kavum peritoneum membentuk hematoperitoneum. (Verma, 2009; Gasim and Al-Ajma, 2013; Sailer, 1979). Gejala yang paling sering terjadi akibat over distensi vagina, diantaranya rasa sakit perut bagian bawah, nyeri pelvis dan sakit di punggung bagian belakang. Gangguan buang air kecil terjadi karena penekanan dari vagina yang distensi ke uretra dan menghambat pengosongan kandung kemih. Rasa sakit pada daerah supra pubik bersamaan dengan gangguan air kecil menimbulkan disuria, urgensi, inkontinensia overflow, selain itu juga dapat disertai penekanan pada rectum yang menimbulkan gangguan defekasi. (Verma, 2009; Gasim and Al-Ajma, 2013; Sailer, 1979). Gejala teraba massa di daerah supra pubik karena terjadinya pembesaran uterus, hematometra, distensi kandung kemih, hematoperitoneum, bahkan dapat terjadi iritasi menyebabkan peritonitis(Verma, 2009; Gasim and Al-Ajma, 2013; Sailer, 1979). Rock dkk (1997), mengamati 13 pasien hymen imperforata, 10 pasien diantaranya mengalami distensi uterus dan vagina yang luas, setelah diamati sampai usia dewasa, seluruh pasien mengalami endometriosis pelvik, diduga akibat menstruasi retrograde yang terjadi ke dalam rongga abdolmen, saat hymen imperforata belum tertangani. (Verma, 2009).

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, dan urinalisa.

Pemeriksaan Imaging

Foto abdomen (BNO-IVP), USG abdomen serta MRI Abdominal dan pelvis dapat memberikan gambaran imaging untuk uterovaginal anomali.

Dengan

USG

dapat

segera

didiagnosis

hematokolpos

atau

hematometrokolpos, Selain itu, transrectal ultrasonography dalam membantu delineating complex anatomy. Apabila dengan USG tidak jelas, diperlukan pemeriksaan MRI.

USG dan MRI sebagai pemeriksaan penunjang untuk mengetahui apakah ada kongenital anomali traktus urinaria yang menyertai.

Pemeriksaan Tambahan Lain

Pemeriksaan Invasif tidak perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis sampai terapi definitif dilakukan, meningat pasien akan merasa

cemas (kebanyak pasien usia muda/usia pubertas).

Laparoskopi

direkomendasikan

pada

beberapa

kasus

tertentu

untuk

mengevakuasi menstruasi retrograde yang memasuki rongga pelvik dan intraabdominal. Prosedur ini diharapkan dapat meminimalisir potensi terjadinya

endometriosis sekunder pada usia dewasa.

Tindakan Pembedahan Neovaginasi/Hymenetomi Apabila hymen imperforata dijumpai sebelum pubertas, membran hymen dilakukan insisi/ neovaginasi/hymenotomi dengan cara sederhana dengan melakukan insisi silang (gambar 1) atau dilakukan pada posisi 2, 4, 8 dan 10 arah jarum jam disebut insisi stellate (gambar 2) (Kriplani, 2012). Pendapat lain mengatakan, bila dijumpai hymen imperforata pada anak kecil/ balita tanpa menimbulkan gejala, maka keadaan diawasi sampai anak lebih besar dan keadaan anatomi lebih jelas, dengan demikian dapat diketahui apakah yang terjadi hymen imperforata atau aplasia vagina. Pada insisi silang tidak dilakukan eksisi membrane hymen, sementara pada insisi stellate setelah insisi dilakukan eksisi pada kuadran hymen dan pinggir mukosa hymen di aproksimasi dengan jahitan mempergunakan benang delayed-absorbable. Tindakan insisi saja tanpa disertai eksisi dapat mengakibatkan membrane hymen menyatu kembali dan obstruksi membrane hymen terjadi kembali. (Gasim and Al-Ajma, 2013). Untuk mencegah terjadinya jaringan parut dan stenosis yang mengakibatkan dispareunia, eksisi jaringan jangan dilakukan terlalu dekat dengan mukosa vagina. Setelah dilakukan insisi akan keluar darah berwarna merah tua kehitaman yang kental. Sebaiknya posisi pasien dibaringkan dengan posisi fowler. Selama 2-3 hari darah tetap akan mengalir, disertai dengan pengecilan vagina dan uterus. Selain itu, pemberian antibiotik profilaksis juga diperlukan.

Evaluasi vagina dan uterus perlu dilakukan sampai 4-6 minggu paska pembedahan, bila uterus tidak mengecil, perlu dilakukan pemeriksaan inspeksi dan dilatasi serviks untuk memastikan drainase uterus berjalan dengan lancar. Bila hematokolpos belum keluar, instrumen intrauterine jangan dipergunakan karena bahya perforasi dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan. (Gasim and Al-Ajma, 2013).

Insisi Silang

Insisi Stellate

Insisi Stellate dilakukan pada posisi arah jam 2, 4, 8 dan 10 Tiap kuadran dieksisi ke arah lateral, tepi dari mukosa hymen dijahit dengan benang delayed absorbable.10

Beberapa Teknik Neovaginasi/Hymenektomi :

(1) The patient is placed in the dorsal lithotomy position. The perineum is prepped and draped. The labia are retracted.

(2) The hymenal tags are grasped by tissue forceps, and a small Metzenbaum scissors is inserted through the opening. Stellate incisions are made to open the vaginal canal. If mucus is present, it is gently irrigated away with saline solution.

(3) As each stellate tag is elevated with tissue forceps, it is excised at the introital level, and its base is sutured with interrupted 3-0 synthetic absorbable suture.

Atlas of Pelvic Surgery (online edition) Clifford R. Wheeless, Jr., M.D. and Marcella L. Roenneburg, M.D

B. ACUTE KIDNEY INJURY (GAGAL GINJAL AKUT)

Pengertian Sindrom klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia. (Loraine M. Wilson, 1982) Etiologi Sebab pre renal Hipovolemik : postpartum hemorragic, luka bakar, diare berat, panreatitis, pemakaian diuretik berlebih Terkumpulnya cairan intravaskular : pada syok septik, anavilaktif, cedera jar Penurunan curah jantung : Gagal jantung, MCI, tamponade jantung, emboli paru Peningkatan resistensi pembuluh darah ginjal : pembedahan, anastesia, sindroma hepatorenal Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral : emboli, trombosis Sebab Postrenal Obstruksi muara vesika urinaria : hipertropi prostat, karsinoma Obstruksi ductus collecting : asam urat, sulfa, protein Bence Jones Obstruksi Ureter bilateral : kalkuli, bekuan darah, tumor, fibrosis retroperitoneal, trauma pembedahan, papilitis necroticans Sebab Renal (Gagal Ginjal Intrinsik) Ischemia : Syock pasca bedah, kondisi prarenal Nefrotoksin : Carbon tetraclorida, etilen glikol, metanol Logam berat : mercuri biklorida, arsen, timbal, uranium Antibiotik : metisilin, aminoglikosida, tetrasiklin, amfoterisin, sefalosporin,

sulfonamida, fenitoin, fenilbutazon Media kontras radiografik (khusus pasien DM) Pigmen : hemolisis intravaskular akibat tranfusi tidak cocok, koagulopati intravaskular diseminata, mioglobinuria Penyakit glumerovaskular ginjal : Glumerulonefritis, Hipertensi maligna Nefritis interstitial akut : infeksi berat, induksi obat Keadaan akut dari GGKyang berkaitan dengan kurang garam/air : muntah, diare, infeksi

Tanda dan Gejala Oliguria (Urine < 400 ml/24 jam) Azotemia Dengan atau tanpa keluhan lain nonspesifik : nyeri, demam, reaksi syok, atau gejala dari penyakit yang ada sebelumnya (pre renal)

Patofisiologi Lima teori yang menggambarkan patofisiologi GGA : 1. Obstruksi tubulus 2. Kebocoran ccairan tubulus 3. Penurunan permeabilitas glomerulus 4. Disfungsi vasomotor 5. Glumerolus feedback Teori obstruksi glumerolus menyatakan bahwa NTA(necrosis tubular akut) menggakibatkan deskuamasi sel-sel tubulus yang nekrotik dan materi protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal, juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan tubulus meningkat, sehingga tekanan filtrasi glumerolus menurun. Teori ini sesuai untukkondisi iskemia berkepanjangan, keracunan logam berat dan etilen glikol. Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glumerolus terus berlangsung normal tetapi cairan tubulus bocor keluar melalui sel-sel tubulus yang rusak dan masuk dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan membrana basalis dapat terlihat pada NTA yang berat Pada ginjal normal, 90 % alian darah didistribusi ke korteks (tempat dimana terdapat glumerolus) dan 10 % pada medula. Denggan demikian, ginjal dapat memekatkan kemih dan menjalankan funggsinya. Sebaliknya pada GGA, perbandingan antara distribusi korteks dan medulla menjadi terbalik, sehingga terjadi iskemia relaif pada korteks ginjal. Kontriksi dari arteriol aferen merupakan dasar faskular penurunan laju filtrasi glumerolus (GFR). Iskemia ginjal akan mengaktivasi sistem renin angiotensin dan memperrberat iskemia corteks luar ginjal setelah hilangnya ranggsanggan awal. Kadar renin tertinggi pada korteks luar ginjal, tempat dimana terjadi iskemia paling berat selama berlangsunggnya GGA. Menurut teori Disfungsi Vasomotor, Prostaglandin dianggap bertanggungjawab terjadinya GGA, dimana dalam keadan normal, hipoksia merangsang ginjal mensintesis PGE dan PGA (vasodilator kuat) sehingga aliran darahginjal diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis. Agaknya iskemia akut yang beratt atau berkepanjangan dapat mengghambat ginjal untuk mensintesisi prostaglandin.

Penghambatan prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat menurunkan aliran darah renal pada orang normal dan menyebabkan NTA. Teori glumerolus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada tubulus proksimal. Tubulus proksimal yang menjadi rusak akibat nefrotoksin atau iskemia gagal untuk menyerap jumlah normal natrium yang terfiltrasi dan air. Akibatnya makula densa mendeteksi adanya peningkatan natrium pada cairan tubulus distal dan merangsang peninggkatan produksi renin dari sel jukstaglumerolus. Terjadi aktivasi angiotensin II yang menyebabkan vasokontriksi ateriol aferen, mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal dan laju aliran glumerolus.

ASUHAN KEPERAWATAN 1. Data dasar Pengkajian a. Identitas: Jenis kelamin : pada pria mungkin disebabkan hipertropi prostat b. Riwayat Penyakit Sekarang: Keluhan utama tidak bisa kending.kencing sedikit dengan atau tanpa keluhan lainnya c. Riwayat Penyakit Dahulu: Adanya penyakit infeksi, kronis atau penyakit predisposisi terjadinya GGA serta kondisi pasca akut 2. Pola kebutuhan a. Aktivitas dan istirahat b. Gejala : keletihan, kelemahan, malaise c. Tanda : Kelemahan otot, kehilanggan tonus 3. Sirkulasi Tanda : Hipotensi/hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensi orthostatik (hipovolemia), hipervolemia (nadi kuat), oedema jaringgan umum, pucat, kecenderungan perdarahan 4. Eliminasi Gejala : Perubahan pola kemih : peninggkatan frekuensi, poliuria (kegagalan dini) atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu berkemih, dorongan kurang, kemih tidak lampias, retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi), abdomen kembung, diare atau konstipasi, Riwayat Hipertropiprostat, batu/kalkuli Tanda : Perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap, merah, coklat, berawan, Oliguria ( bisanya 12-21 hari); poliuria (2-6 l/hari) 5. Makanan/cairan Gejala : Peningkatan berat badan (edema), penurunan ebrat badan (dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, riwayat penggunaan diuretic Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban, edema 6. Neurosensorik Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah Tanda : Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilanggan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbanggan elektrolit/asam/basa); kejang, aktivitas kejang

10

7. Nyeri/Kenyamanan Gejala : nyeri tubuh, sakit kepala Tanda : Pwrilaku berhati-hati, distraksi, gelisah 8. Pernafasan Gejala : Nafas pendek Tanda : Tachipnea, dispnea, peninggkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan (kussmaul), nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru) 9. Keamanan Gejala : ada reakti tranfusi Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi), ptechie, echimosis kulit, pruritus, kulit kering 10. Pemeriksaan Diagnostik Urine: Volume , 400 ml/24 jam, terjadi 24-48 jam setelah ginjal rusak, Warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, Myoglobin. Porfirin. Berat jenis < 1,020 menunjukkan penyakit ginjal, ccontoh Glumerulonefritis, pyelonefritis demham kehilangan kemampuan untuk memekatkan, BJ 1,020 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH Urine > 7,00 menunjukkan ISK, NTA dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine.serum sering 1 : 1 Creatinin clearance : mungkin seara bermakna menurun sebelum BUN dan cceatinin serum meningkat secara bermakna Natrium biasanya menurun, tetapi dapat lebih dari 40mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium Bikarbonat meningkat bila ada asidosis metabolik Darah Hb menurun/tetap, SDM sering menurun, pH kurang dari 7,2 (asidosis metabolik) dapat terjadi karenan penurunan fungsi ginjal untuk mengekstresikan hidrogen dan hasil akhir mtabolisme. BUN/Kreatini sering meningkat dnggan proporsi 10 : 1. Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine. Kalium meingkat sehubungan dnegan retensi seiring dengan perpindahan selular (asidosis) atau penggeluaran jaringan (hemolisis SDM). Natrium biasanya meninggkat. PH, Kalsium dan bicarbonat menurun. Clorida, Magnesium dan Fosfat meningkat. Retrograde Pyelografi menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter Arteriogram ginjal untuk menggklaji ekstravaskularitas dan massa sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

Sistouretrogram berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks, retensi.

11

UGS Ginjal untuk menentukan ukuan ginjal ddan massa kista, obstruksi sal kemih atas. MRI : memberikan informasi tentang jaringgan lunak EKG : mungkin asam/basa abnormalmenunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan

Diagnosa Keperawatan Perubahan Volume Cairan : Berlebih s.d Retensi air Tujuan : Keseimbangan cairan dqn elektrolit tercapai dengan nilai laboratorium dalam batas normal. Intervensi Awasi DJ, Td dan CVP Rasional Takikardia dan hipertensi dapat terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengelaurakan urine, pembatsan cairan ber;lebihan selama mengobati hipovoleia/hipotensi atau perubahan fase oliguria gagal ginjal dan atau perubahan sistem renin-angiotensin Perlu untuk mengetahui fungsi ginjal, kebutuhan pengantian cairan, dan penurunan resiko kelebihan caiaran Mengukur kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine. Pada gagal intrarenal, BJ biasanya < 1,010 menunjukkan kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine Edema terjadi terutama pada daerah yang menggantugn dari tubuh seperti tangan dan kaki, area lumbosakral.Edema periorbital menunjukkan tanda perpindahan cairan Kelebihan cairan dapat menimbulkan oedema paru dan bunyi jantung ekstra Untuk menngetahuai adanya perpindahan vairan, akumulasi toksin, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit atau adanya hipoksia

Catat Intake dan Output akurat, ukur kehilangan GI dan IWL Awasi BJ Urine

Kaji adanya oedema

Auskultasi bunyi paru/jantung Kaji tingkat kesadaran

Kolaborasi Pemeriksaan lab : BUN, Creat, Nartium dan Evaluasi laboratorik terhadap perkembangan/dampak penyakit terhadap tubuh

12

Cratinin Urine, Na serum, K serum, Hb/Ht Berikan/batasi c airan sesuai indikasi Berikan diuretik, manitol Manajemen cairan ditentukan dari seluruh keluaran cairan ditambah IWL Diberikan pada fase oliguri pada GGA pada upaya mengubah fase nonoliguria, untuk melenbrakan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia dan meningkatkan kelebihan volume sirkulasi Mencegah hipertensi sekunder yang mungkin menyertai GGA

Berikan obat antiihipertensi

Resiko tinggi untuk Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan b.d pembatasan diet, peningkatankebutuhan metabolik Tujuan : Mempertahankan berat-badan sepeti yang diindikasikan situasi individu, bebas oedema Intervensi Kaji/catat masukan diet Rasional Membantu mengindentiifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (contoh mual, anoreksia, ganngguan rasa) dan pembatasan diet multipel mempengaruhi pemasukan makanan Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dneggan status uremik/kpenurunan peristaltik Memberiikan pada pasien tindakan kontrol dan pembatasan diet. Makanan dari rumah dapat meningkatkan nafsu makan Meningkatkan kesegaran area mulut untuk meningkatkan nafsu makan. Pencucian denggan asam asetat membantu menetralkan amonia yang dibentuk oleh perubahan urea Pasien puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2-0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan

Berikan makanan sedikit dan sering Berikan daftar makanan yang diizinkan

Tawarkan perawatan mulut, berikan permen karet

Timbang BB tiap hari

Kolaborasi Awasi BUN, Albumin serum, Na & K Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan kebutuhan/efektifitas terapi

13

Konsul dengan ahli gizi

Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan dan mengidentifikasi rute paling efektif asupan nutrisi Jumlah protein yang dibutuhkan kurang darinormal kecuali pasien dialisis. Karbohidrat memenuhi kebutuhan energi dan membatasi katabolisme., mencegah pembentukan asam keto dari oksidasi protein dan lemak. Asam amino esensial untuk memperbaiki keseimbangan dan status nutrisi

Berikan tinggi kalori, rendah/sedang protein

HEMATOKOLPUS DAN HEMATOMETRA E.C HYMEN IMPERFORATA MENYEBABKAN HIDRONEFROSIS DAN AKUTE KIDNEY INJURY Hymen imperforata dengan insidensi 0,014 0,1 % biasanya asimptomatik hingga menarche. Akan tetapi, adanya stimulasi hormon estrogen, produksi secret pada mukosa uterovaginal dapat terakumulasi di uterus dan vagina yang dapat menyebabkan hydrocolpos sebelum pubertas. Hal ini dapat memberikan efek mekanik pada uretra dan bladder yang dapat menyebabkan obstructive urinary symptoms. Adanya massa di rongga pelvis ini akan menekan bladder dan ureter dalam jangka waktu yang lama sejak lahir yang dapat menyebabkan hydrouretronefrosis yang kemudian berlanjut pada hydronefrosis dan berujung pada gagal ginjal akut.

14

DAFTAR PUSTAKA 1. Abali, Remzi, et. al. Report of Surgical Correction of A Cervicovaginal Agenesis Case: Cervicovaginal Reconstruction with Pudendal This Flaps. Faculty of Medicine:Namik Kemal University. Departemen of Obstetric and Gynecology. 2. Gasim, Turki and Al-Ajma, Fathia E. 2013. Massive Hematometra due to Congenital Cervicovaginal Agenesis in an Adolescent Girl Treated by Histerectomy: A Case Report. Hindawi Publishing Corporation: Case Report in Obstetrics and Gynecology Volume 2013 Article ID 640214 3 pages. 3. Kloss, Brian T, et. al. 2010. Hematocolpus secondary to Imperforate Hymen. London: Int. Journal Emergency Medicine 2010- 3:481-482. 4. Kriplani, Alka, et.al., 2012. Laparoscopic-Assisted Uterovaginal Anastomosis in Atresia of Uterine Cervix: Follow-up Study. Elesivier: Journl of Minimally Invasive Gynecology Vol 19 No.4 July-August. 5. Sailer, Joachim F. 1979. Hematometra and Hematocolpos: Ultrasound Findings. AJR 132:1010-1011 Jume 1979: American Rontgen X-Ray Society 6. Verma, Sachit et.al.. 2009. Hematocolpos Secondary to Acquired Vagina; Scarring After Radiation Therapy for Colorectal Carcinoma. American Institute of Ultrasound in Medicine: 28:949-953.

15

You might also like