You are on page 1of 9

ANALISIS DESKRIPTIF PENILAIAN TINGKAT RISIKO DAN POTENSI BAHAYA PADA PENGERJAAN STRUKTUR BERTINGKAT (TAHAP PENGECORAN) PEKERJA

KONSTRUKSI PT. PP PERSERO, TBK (Proyek Pembangunan Condotel dan Apartemen Mataram City, Yogyakarta)

Nilamsari Gobano Putri Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang

ABSTRACT Hazard is a condition, object, activity or phenomenome which potentially cause ilness or injury to worker, either in the form of damage to tools or structure, and the loss of material. Risk is discribe dimensions of hazard potential to become an incident or injury on human, which it determined by likehood and consequence or severity. According to Jamsostek on 2007 recorded 65.474 accidents which caused 1.451 peoples died, 5.326 peoples permanent defective and 58.697 peoples got injury. The purpose of this eksperiment is making analysis of hazard potential and risk grade on moulding step of work on structure of multy-story PT. PP Persero, Tbk (Development Project of Condotel dan Apartemen Mataram City, Yogyakarta). This eksperiment use the qualitative eksperiment type, with observational participative pasive approach method with Checklist Hazard Identification and Risk Assesment (HIRA), and also indepth interview procedure. The population in this eksperiment are all construction workers in project location and the sample in this eksperiment are construction workers work at moulding step who they take use purposif sampling method. Analysis of data in this eksperiment used analysis of data with interactive model. From this eksperiment can take conclusion that hazard potentially on moulding step which have extreme category are crushes the pieces of construction material, fallen from height, risk of Tower Crane broken when work process have been held, crushed of column formwork, carpal tunnel syndrome, up or acute respiratory infection, and asthma. Key Word : hazard, risk, hazard identification and risk assesment. Namun dibalik kemajuan tersebut ada harga yang harus dibayar masyarakat Indonesia, yaitu: dampak negatif yang ditimbulkan. Salah satu diantaranya masalah bencana, seperti: kecelakaan, pencemaran, dan penyakit akibat kerja yang mengakibatkan ribuan orang cedera setiap tahunnya. Proses pembangunan belum diimbangi dengan peningkatan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga bahaya dan risikonya terus meningkat.2 Laporan tahunan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja tahun 2002 yang diterbitkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan bahwa sektor usaha 1

PENDAHULUAN Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum, K3 adalah pemberian perlindungan kepada setiap orang yang berada di tempat kerja, yang berhubungan dengan pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan kerja konstruksi, proses produksi, dan 1 lingkungan disekitar tempat kerja. Program pembangunan di Indonesia telah membawa kemajuan pesat di segala bidang kehidupan, seperti: sektor industri, jasa (termasuk konstruksi), properti, pertambangan, transportasi, dan lainnya.

bangunan atau konstruksi menduduki peringkat ke 4 yang mempunyai kasus kecelakaan tertinggi (5,67%) dimana data diperoleh dari data kecelakaan 1995-1999 dengan jumlah kecelakaan kerja 412.652 kasus dengan nilai kerugian Rp. 340 milyar dan pembayaran santunan dan ganti rugi sebesar Rp. 329 milyar. 3 Menurut OSHA, Industri Jasa Konstruksi adalah sektor industri yang memiliki potensi bahaya yang tinggi yang terdiri dari berbagai kegiatan yang berkaitan dengan konstruki baik itu berupa perbaikan maupun perubahan, misal pembangunan perumahan, pembangunan jembatan, pemavingan jalan, penggalian, penghancuran, dan pekerjaan dengan skala yang besar. Pekerja Kontruksi melakukan banyak pekerjaan yang mungkin membuat pekerja terpapar bahaya yang serius yang berakibat fatal seperti jatuh dari atap, terjepit mesin, tertabrak alat berat, tersengat listrik/ kesetrum, paparan debu/ silika dan asbestosis.4 Pengerjaan Struktur (Work on Structure) merupakan salah satu tahapan pengerjaan dalam pembangunan gedung /bangunan. Pada tahapan ini prinsip pengerjaannya adalah pengecoran untuk mencegah runtuhnya struktur baru atau lama dalam proses pembangunan. Setiap tahunnya pengerjaan struktur ini berpotensi untuk menyebabkan kecelakaan yang serius/ fatal, sehingga perlu adanya pengawasan langsung dari orang yang berkompeten.5 Oleh karena itu, upaya untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja perlu adanya identifikasi potensi bahaya yang terdapat di lingkungan tempat kerja yang kemudian dilakukan penilaian tingkat risiko, evaluasi, serta tindakan/ upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan kecelakaan kerja pada proyek konstruksi selanjutnya. 2

METODE PENELITIAN Pada pelaksanaan penelitian ini, peneliti mengambil penelitian kualitatif. Rancangan penelitian yang digunakan peneliti adalah metode penelitian deskriptif yang dipergunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang ada secara mendalam.6 Peneliti menggunakan pendekatan observasional partisipatif pasif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Pendekatan observasional partisipatif pasif merupakan pendekatan dimana peneliti turun langsung kelapangan dan mengamati langsung aktifitas pada tahap pengecoran kolom dan lantai, potensi bahaya dan risiko yang kemungkinan terjadi pada tiap tahapan aktivitas pengecoran kolom dan lantai dilokasi proyek dengan menggunakan metode HIRA (Hazard Identification Risk Assesment) yang bertujuan untuk mendapatkan data penilaian potensi bahaya dan tingkat risiko pengerjaan struktur bangunan pada tahap pengecoran yang dilakukan oleh pekerja konstruksi PT. PP Persero, Tbk (Proyek Pembangunan Condotel dan Apartemen Mataram City, Yogyakarta). Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pekerja konstruksi PT. PP Persero, Tbk yang bekerja pada tahap pengecoran, dan objek penelitian dalam penelitian ini adalah Aktifitas/ kegiatan pada tiap tahapan pengecoran pengerjaan bangunan bertingkat oleh PT. PP Persero, Tbk pada Proyek Pembangunan Condotel dan Apartemen Mataram City, Yogyakarta. Peneliti melakukan pengambilan sampel secara purposif yaitu menggunakan sampel yang sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian dimana dipandang dapat memberikan data secara maksimal.6,7 Subjek penelitian diambil dari pekerja konstruksi yang bekerja pada pengerjaan struktur bangunan bertingkat tahap pengecoran dan informan yang

diambil untuk pengambilan data triangulasi dalam penelitian ini adalah pihak manajemen PT. PP Persero, Tbk yang diwakili dari bagian SHE Pelaksana karena berkaitan dan bertanggung jawab atas segala permasalahan K3 di lokasi proyek PT. PP Persero, Tbk tersebut, pelaksana kegiatan langsung pada tahapan pengecoran pengerjaan struktur bangunan yang diwakili oleh mandor atau wakil/ asisten mandor yang mengerti dan paham tahapan pengecoran pengerjaan struktur bangunan. sehingga diharapkan peneliti mendapatkan kelengkapan data yang dibutuhkan pada penelitian ini. Pada penelitian kali ini peneliti melakukan observasi dengan turun langsung ke lapangan dan membawa instrumen checklist HIRA dan alat tulis untuk mengidentifikasi potensi bahaya pada tahap pengecoran, dan melakukan wawancara mendalam dengan pedoman wawancara mendalam, serta melakukan pengambilan dokumentasi penelitian dengan menggunakan kamera, dan alat perekam digital. Pada penelitian ini, peneliti melakukan pendekatan analisis data dengan metode data model interaktif yang dimulai dengan melakukan pengumpulan data, yang kemudian dilakukan reduksi data dan display data. Sedangkan, untuk uji keabsahan data, peneliti menggunakan uji kredibilitas dengan menggunkan teknik triangulasi sumber dan triangulasi teknik. HASIL PENELITIAN Mataram City adalah sebuah komplek mixed use development, berupa bangunan dua menara dengan berisikan 18 lantai sebagai bangunan Condotel dan apartemen. Letaknya strategis yaitu di jalan Palagan Tentara Pelajar KM 7 Yogyakarta, dibagian wilayah Jogja Utara. Mataram City dibangun diatas tanah seluas 2,5 Ha, terdiri atas 2 bangunan tower 18 lantai yang berada di tengah site, untuk bangunan apartemen disebelah 3

utara dan condotel disebelah selatan, yang disatukan dengan bangunan penghubung dengan fungsi city walk, loby, dan kolam renang. Sedangkan di sisi utara site adalah bangunan convention hall dan di sisi selatan site berupa bangunan city walk dgn mengambil tema "Kampung Jogja". Berdasarkan hasil penelitian identifikasi bahaya dan penilaian risiko pada tahap pengecoran pengerjaan struktur bangunan bertingkat dengan menggunakan dasar AS/NZS 4360; 2004 tentang risk management untuk risiko yang memiliki kategori tingkat risiko ekstrim, antara lain risiko tertimpa material dari lantai atas, terjatuh dari ketinggian, TC rusak saat proses kerja berlangsung, tertimpa bekisting kolom carpal tunnel syndrom, ISPA dan asma pada proses pembersihan lokasi cor ,emggunkan kompresor. Sedangkan untuk risiko dengan kategori tingkat risiko tinggi, yaitu risiko tertimpa scaffolding, terjatuh dari scafolding, hilang keseimbangan, penurunan kemampuan melihat, tergelincir, terperosok, terbakar sinar matahari, dehidrasi, kanker kulit, tuli sementara, dan penyempitan pembuluh darah. Risiko dengan kategori tingkat risiko medium antara lain ISPA, asma, musculoskeletal disorders, low back pain, tertimpa, terjepit di reruntuhan, conjungtivitis, pingsan/ syncope tertusuk besi atau kawat, tertimpa balok pengganjal, tersengat listrik, tertimpa material dari TC/ lantai atas, menurunkan kemampuan indera peraba, dan iritasi mata. Risiko dengan kategori tingkat risiko rendah antara lain risiko terbentur, tersandung, iritasi kulit, kesemutan, tergores besi, strain otot leher, tangan, bahu, serta kaki. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan subjek penelitian dan informan triangulan didapatkan bahwa ketiga subjek dan informan triangulan telah mengetahui tahapan kerja pada

tahapan pengecoran namun tidak secara mendetail. Ketiga subjek dan informan triangulan juga telah mengetahui apa saja alat dan material yang digunkan pada proses pengecoran. alat yang digunakan antara lain cangkul, sekop, cetok, alat lepa/ alat gosok, garukan, kompresor, palu, linggis, magnet, vibrator. Sedangkan material yang digunakan pada pekerjaan pengecoran adalah adonan beton basah yang terbuat dari komposisi semen portland, agregat kasar (kerikil), agregat halus (pasir), dan air. Pada hasil penelitian ini, target kerja pada pekerjaan pengecoran tidak dapat dpastikan setiap harinya. Namun, dapat diperkirakan pekerja mampu 3 3 menyelesaikan 70m 80m untuk pengecoran lantai, dan 15 m3 - 20 m3 untuk pengecoran kolom (maksimal 18 kolom dalam satu malam). Dalam satu kali melakukan cor pekerja membutuhkan adonan beton basah sebanyak 3 truck mixer. Berdasarkan hasil dari observasi lapangan dan wawancara mendalam oleh peneliti didapatkan jam kerja pekerja konstruksi tidak dapat disamakan dengan pekerjaan lainnya karena dipengaruhi oleh banyaknya target cor yang harus dilaksanakan dan ketepatan waktu tahap persiapan selesai. Dari segi lembur kerja pekerja pengecoran, para pekerja tidak mengetahui sistem lembur dilokasi proyek atau dengan kata lain tidak ada jadwal pasti kapan harus melakukan lembur tergantung banyak jumlah target cor yang harus dikerjakan. Apabila diharuskan untuk melakukan lembur maka para pekerja akan melakukan sistem lembur full time setiap hari, namun harus ditunjang dengan kondisi fisik yang prima. Ditinjau dari segi peralatan yang digunakan, peralatan yang digunakan dalam kondisi yang baik dan selalu dilakukan pengecekan peralatan sebelum digunakan, namun apabila terjadi kerusakan alat, mandor cor segera 4

menghubungi pihak peralatan untuk menangani hal tersebut lebih lanjut. Pada penelitian ini, kondisi lingkungan kerja mamang terpapar panas dan bising, namun tidak menyurutkan tekat para pekerja untuk melakukan kewajiban tuntutan kerja, dan hubungan rekan kerja ditempat kerja yang harmonis, sehingga para pekerja merasa betah bekerja di lokasi proyek. Selain itu, keluhan yang dirasakan oleh pekerja pengecoran antara lain gatal-gatal kulit, pegal-pegal, iritasi mata, pusing akibat kurang tidur, kelelahan, keram pada telapak tangan dan sering kesemutan. Penggunaaan APD dilokasi proyek, para pekerja dan mandor telah mengetahui pentingnya penggunaan APD, namun mereka belum memliliki kesadaran sepenuhnya untuk selalu menggunakan APD dilokasi proyek. Untuk program K3 yang telah dilaksanakan di lokasi proyek, SHE Officer telah melaksanakan program rutin mingguan yaitu berupa program safety talk, dan safety meeting . Safety talk dilaksanakan satu minggu sekali secara rutin setiap hari kamis pagi sebelum jam kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek penelitian, dua dari tiga subjek tidak pernah mengikuti program safety talk dikarenakan para pekerja masih melakukan lembur ketika safety talk dilaksanakan dan pekerja juga mengetahui adanya safety meeting setiap hari jumat, namun para pekerja tidak mengikuti secara rutin, sehingga pengetahuan akan keselamatan dan Kesehatan Kerja para pekerja minim. Program K3 lain di lokasi proyek adalah safety induction, berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga subjek penelitaian dan kedua triangulan, setip pekerja maupun pengunjung mendapatkan safety induction secara langsung oleh SHE Officer di lokasi proyek mengenai peraturan keselamatan di lokasi proyek. Sedangkan untuk program harian K3, SHE Officer selalu

melakukan safety patrol minimal dua kali dalam satu hari untuk mengontrol para pekerja tetap melakukan tindakan yang aman ketika bekerja. Hasil penelitian untuk upaya pengendalian yang telah dilakukan dilokasi proyek, SHE Officer melakukan pengendalian short term gain yang bersifat temporary/ sementara yaitu mewajibkan setiap pekerja untuk menggunkan APD dilokasi proyek yaitu berupa helm, sepatu boot, full body harness untuk pekerjaan diketinggian, masker, dan sarung tangan. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penilaian risiko dengan menggunakan Matrik Peringkat Risiko dengan standar AS/NZS 4360 3,24,26, diperoleh beberapa potensi bahaya yang memiliki dengan kategori tingkat risiko ekstrim, dan tinggi. Berikut ini adalah hasil analisa tingkat risiko yakni merupakan hasil perkalian antara tingkat kemungkinan (likehood) dan tingkat keparahan (consequence) disetiap tahapan pengecoran pada pengerjaan struktur bangunan bertingkat Risiko tertimpa material konstruksi yang berasal dari lantai atas lokasi pengecoran ini, mendapatkan skor likehood B, karena kejadian tersebut kemungkinan sering dapat terjadi dan dialami oleh karyawan PT. PP Persero, Tbk, dan pekerja konstruksi saat melakukan pekerjaaan tersebut, sedangkan pada tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 4 dimana dapat terjadi cedera berat yang dialami oleh karyawan PT. PP Persero, Tbk, dan pekerja konstruksi lebih dari satu orang, kerugian yang ditanggung oleh perusahaan relatif besar, serta terjadi gangguan saat pekerjaan berlangsung. Sehingga, risiko tertimpa material konstruksi yang berasal dari lantai atas termasuk dalam kategori risiko ekstrim. 5

Risiko jatuh dari ketinggian mendapatkan skor likehood A, karena kejadian terjatuh dari ketinggian dapat terjadi setiap saat, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 4 (mayor) dimana kemungkinan terjadinya cedera berat dapat terjadi, dan menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan maupun pekerja konstruksi, serta kemungkinan terjadinya gangguan proses pembangunan dapat terjadi. Setelah dimasukkan dalam matrik peringkat risiko dan mendapatkan kategori tingkat risiko extreme, serta ada kemungkinan proses kerja pembangunan dapat terganggu. Risiko rusaknya TC saat proses kinerja berlangsung mendapatkan skor likehood C, karena risiko tersebut terjadi sesekali, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 4 (mayor) dimana kemungkinan terjadinya cedera berat dapat terjadi, dan menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan maupun pekerja konstruksi, serta kemungkinan terjadinya gangguan proses kerja pembangunan. Setelah dimasukkan dalam matrik peringkat risiko dan mendapatkan kategori tingkat risiko extreme, karena proses kerja pembangunan harus dihentikan. Risiko tertimpa bekisting kolom mendapatkan skor likehood D, karena kemungkinan kejadian tertimpa bekisting kolom jarang terjadi, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 5 dimana tingkat keparahan yang ditimbulkan fatal lebih dari satu orang (catastrophic), dan terjadi kerugian finansial yang sangat besar bagi perusahaan maupun pekerja, serta berdampak panjang yang mengakibatkan berhentinya seluruh kegiatan pembangunan. Risiko tertimpa bekisting kolom termasuk dalam kategori tingkatrisiko extreme, karena risiko tertimpa bekisting kolom ini dapat berisiko menimbulkan kejadian yang fatal

(kematian) apabila terjadi dan proses kerja pembangunan harus dihentikan. Risiko ISPAdan asma saat mengoperasikan mesin kompresor mendapatkan skor likehood A, karena risiko asma dan ISPA dapat terjadi setiap saat ketika pekerjaan pembersihan lokasi pengecoran dengan menggunakan mesin berlangsung, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 3 (moderate) dimana tingkat keparahan yang ditimbulkan merupakan cedera sedang, dan memerlukan penenaganan medis apabila terjadi ISPA maupun asma, dan mengakibatkan kerugian finansial yang besar bagi perusahaaan. Risiko ISPA dan asma mendapatkan kategori tingkat risiko ekstrim karena potensi bahaya paparan debu yang dihasilkan oleh mesin kompresor ini dapat menimbulkan risiko ekstrim, yang dapat menyebabkan terhentinya proses kerja pembangunan karena salah satu tahapan pengecoran mengalami hambatan. Risiko carpal tunnel syndrom mendapatkan skor likehood A, karena kejadian hand arm vibration dapat terjadi setiap saat ketika pekerjaan pengecoran berlangsung, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 3 (moderate) dimana tingkat keparahan yang ditimbulkan merupakan cedera sedang, dan memerlukan penenanganan medis apabila terjadi carpal tunnel syndrome, dan mengakibatkan kerugian finansial yang besar bagi perusahaaan. Setelah dimasukkan dalam matrik peringkat risiko dan mendapatkan kategori tingkat risiko extreme, karena risiko carpal tunnel syndrom dapat menimbulkan risiko sangat tinggi, yang dapat menyebabkan terhentinya proses kerja pembangunan karena salah satu tahapan pengecoran mengalami hambatan. Risiko tertimpa scaffolding mendapatkan skor likehood C, karena 6

dapat terjadi sesekali ketika pekerjaan checklist elevasi bodeman berlangsung, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 4 dimana tingkat keparahan yang ditimbulkan merupakan cedera berat yang dapat dialami lebih dari satu orang pekerja, sehingga kerugian yang dihasillkan besar dan terjadi gangguan proses kerja pembangunan. Risiko tertimpa scaffolding termasuk kategori tingkat risiko tinggi (high risk). Risiko terjatuh dari scaffolding mendapatkan skor likehood E, karena kemungkinan kejadian terjatuh dari scaffolding jarang sekali terjadi, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 4 dimana tingkat keparahan yang ditimbulkan merupakan cedera berat yang dapat dialami lebih dari satu orang pekerja, sehingga kerugian yang dihasillkan besar dan terjadi gangguan proses kerja pembangunan, sehingga termasuk dalam tingkat risiko tinggi. Risiko hilangnya keseimbangan ketika bekerja di scaffolding pada tahapan checklist perkuatan perancah mendapatkan skor likehood E, karena kemungkinan kejadian hilang keseimbangan jarang sekali terjadi, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 4 (major) dimana tingkat keparahan yang ditimbulkan merupakan cedera berat yang dapat dialami lebih dari satu orang pekerja, sehingga kerugian yang dihasillkan besar dan terjadi gangguan proses kerja pembangunan. Setelah dimasukkan dalam matrik peringkat risiko dan mendapatkan kategori tingkat high risk (Risiko Tinggi). Risiko terperosok pada tahapan checklist perkuatan perancah, dan checklist bekisting lantai mendapatkan skor likehood D, karena kemungkinan

terjadinya risiko terperosok ini jarang terjadi, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 4 (mayor) dimana tingkat keparahan yang ditimbulkan merupakan cedera berat yang dapat dialami lebih dari satu orang pekerja, sehingga kerugian yang dihasillkan besar dan terjadi gangguan proses kerja pembangunan. Setelah dimasukkan dalam matrik peringkat risiko dan mendapatkan kategori tingkat high risk (Risiko Tinggi). Risiko penurunan kemampuan melihat mendapatkan skor likehood B, karena kejadian kurangnya pencahayaan di lokasi proyek kemungkinan sering dapat terjadi ketika bekerja pada malam hari, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 2 (minor) dimana tingkat keparahan yang ditimbulkan berupa cedera ringan yakni penurunan kemapuan melihat, dengan kerugian finansial yang kecil namun pekerja konstruksi cenderung mengabaikan gangguan pengelihatan mereka. Setelah dimasukkan dalam matrik peringkat risiko dan mendapatkan kategori tingkat risiko tinggi (high risk). Risiko dehidrasi mendapatkan skor likehood A, karena kejadian paparan panas dari sinar matahari dapat terjadi setiap saat ketika pekerjaan berlangsung, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 1 (insignifant) dimana tingkat keparahan yang ditimbulkan tidak terjadi cedera atau kerugian finansial yang ditimbulkan kecil. Setelah dimasukkan dalam matrik peringkat risiko dan mendapatkan kategori tingkat risiko tinggi (high) karena potensi bahaya dehidrasi pada iklim kerja panas ini dapat menimbulkan risiko tinggi, karena terjadi secara terus menerus dan pekerja dapat terjadi kelelahan pada pekerja.

Risiko tuli sementara mendapatkan skor likehood C, karena kemungkinan kejadian tuli sementara dapat terjadi sesekali pada tahap-tahap yang berkaitan dengan pengoperasian congcrete pump, truck mixer, dan kompresor, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 3 (moderate) dimana tingkat keparahan yang ditimbulkan merupakan cedera sedang, dan memerlukan penaganan medis, serta pemeriksaan secara berkala pada pekerja yang terpapar kebisingan dari mesin tersebut, dan mengakibatkan kerugian finansial yang beasr bagi perusahaaan. Setelah dimasukkan dalam matrik peringkat risiko dan mendapatkan kategori tingkat risiko tinggi (high risk). Risiko penyempitan pembuluh darah mendapatkan skor likehood C, karena kemungkinan kejadian penyempitan pembuluh darah dapat terjadi sesekali pada tahap-tahap yang berkaitan dengan pengoperasian congcrete pump, dan truck mixer, sedangkan tingkat keparahan (consequence) yang ditimbulkan mendapatkan skor 3 (moderate) dimana tingkat keparahan yang ditimbulkan merupakan cedera sedang, dan memerlukan penaganan medis, serta pemeriksaan secara berkala pada pekerja yang terpapar getaran seluruh tubuh (whole body vibration)dari mesin tersebut, dan mengakibatkan kerugian finansial yang besar bagi perusahaaan. Setelah dimasukkan dalam matrik peringkat risiko termasuk dalam kategori tingkat risiko tinggi (high risk). KESIMPULAN 1. Pada Pekerjaan pengecoran ini terdapat beberapa tahapan-tahapan kerja, antara lain: a. Tahapan checklist/ persiapan. b. Pembersihan area pengecoran. c. Pengadukan beton. d. Pengangkutan adukan dan penuangan beton. 7

Perataan dan penghalusan adonan beton. f. Pemadatan beton 2. Pembobokan/ perapian.Proses kerja/ alur kerja pada tahapan pengecoran ini ini dimulai: a. Checklist elevasi bodeman menggunakan alat autolevel. b. Pengecekan perkuatan perancah dengan menggunakan pipa suppod. c. Cheklist pembesian dan bekisting lantai. d. Cheklist pembesian kolom, sepatu kolom, dan bekisting kolom. e. Setting congcrete pump dan bucket, serta truck mixer . f. Pembersihan lokasi cor dengan kompresor dan magnet. g. Pada pengecoran kolom, adonan beton siap pakai diangkut dengan bucket menggunakan TC h. Pengecoran lantai adonan beton diangkut dengan mengarahkan pipa congcrete pump ke lokasi cor. i. Pemadatan adonan beton dengan menggunakan vibrator. j. Perataan adonan beton dengan sekop, cetok, pacul dan papan penghalus. k. Pembobokan dengan alat bobok dan palu. 3. Hasil identifikasi potensi bahaya yang ada pada tahap pengecoran, yaitu potensi bahaya scaffolding tidak tersusun rapi, potensi bahaya jatuhnya material konstruksi dari lantai atas, paparan debu konstruksi, sikap kerja jongkok dan membungkuk, bekerja di scaffolding, sikap kerja kepala menghadap keatas, kurang pencahayaan, bekisting lantai tidak kuat, potensi bahaya pemasangan kawat tulangan besi kolom dan sepatu kolom, pembersihan kawat dengan menggunakan magnet, paparan bahan kmia dari adonan beton basah, iklim kerja panas, dan radiasi sinar UV, 8

e.

bahaya mekanik dari mesin, tidak menggunkan safety helmet, hand arm vibration dan whole body vibration dari mesin, tidak ada railing pengaman, bahaya mekanik (rusaknya mesin TC) saat proses kerja berlangsung, pengangkatan bekisting kolom dengan TC. 4. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yang termasuk dalam kategori tingkat risiko ekstrim yaitu risiko tertimpa material konstruksi yang berasal dari lantai atas, terjatuh dari ketinggian, rusaknya TC ketika proses kerja berlangsung, risiko tertimpa bekisting kolom, dan risiko Carpal Tunnel Syndrom, serta risiko ISPA, maupun asma. Sedangkan, untuk tingkat risiko tinggi adalah risiko terjatuh, hilangnya keseimbangan, tergelincir, terperosok, risiko penurunan kemampuan melihat, risiko terbakar sinar matahari, kanker kulit dan dehidrasi, risiko tuli sementara serta risiko penyempitan pembuluh darah. SARAN 1. Harus dilakukan pemasangan papan penutup dari kayu pada lantai bagian atas atau memasang safety net, serta safety railing di area sering ditemukannya material konstruksi jatuh. 2. Harus memasang safety sign Awas Kejatuhan Material Dari Lantai Atas! untuk mengurangi risiko tertimpa material dari lantai atas. 3. Harus dilakukan pemasangan safety railing dari besi sebagai tempat untuk mengaitkan pengaman dari full body harness.dan menggunakan metode akses tali (rope acces), memasang safety sign Awas Jatuh Dari Ketinggian!. 4. Harus dilakukan perawatan mesin TC yang baru secara kontinyu, pengecekan mesin sebelum mesin digunakan, dan melakukan pemasangan safety sign Awas

Kejatuhan Material!, serta mewajibkan pekerja konstruksi untuk mengenakan pakaian lengan panjang dilokasi proyek. 5. Dalam pengoperasian alat perlu adanya standar operating prosedur (SOP). 6. Perlu dilakukan pengukuran faktor fisik dilokasi proyek untuk dapat mengontrol kondisi lingkungan kerja, dan perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala pada pekerja konstruksi. 7. Mengoptimalkan program safety talk dan safety meeting pada seluruh pekerja khususnya pada pekerja pengecoran yang tidak dapat mengikuti safety talk dan safety meeting secara rutin DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: O9/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.Jakarta, 2008.(Online) (http://www.sumbarprov.go.id/, diakses 6 Januari 2013). 2. Waluyo, Prihadi.Analisis Penerapan Program K3/5R di PT. X Dengan Pendekatan Standar Oshas 18001 dan Statistik Tes U Mann-Whitney Serta Pengaruhnya Pada Produktivitas Karyawan.Pusat Audit Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.Jurnal Standarisasi Vol. 13, No.3, 2011: pp 192-200. 3. Abduh, Muhammad; Rizky Jatnika Sahputra; dan Bobby Bobby Boris. Pengelolaan Faktor Non-Personil Untuk Pencegahan Kecelakaan Kerja Konstruksi. Makalah disajikan dalam Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur, Bali, 2010. 4. OSHA. Construction Industry.U.S Departement of Labour, 200 Constitution Ave., NW, Washington, DC, 2013.(Online) (http://www.osha.gov/doc/index.html, diakses 6 Januari 2013). 9

5. CHSW Regulation. A Guide To The Construction (Health, Safety, and Welfare) Regulation. 1996.(Online) (http://staffcentral.brighton.ac.uk/safety/ , diakses 6 Januari 2013) 6. Saebani, Beni Ahmad.Metode Penelitian.CV. Pustaka Setia, Bandung, 2008. ISBN 978-979-730952-7 7. Moleong, Lexy J.Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, 2010; ISBN 979-514051-5.

You might also like