You are on page 1of 5

Definisi Forensik Kedokteran Gigi Ilmu kedokteran gigi forensik, atau dapat juga disebut dengan forensic dentistry

atau odontology forensic. Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan presentasi temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan. Pengertian ilmu kedokteran gigi forensik menurut beberapa ahli adalah(1): Arthur D. Golman, ilmu kedokteran gigi forensik adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan hukum alam penyelidikan melalui gigi geligi. Dr.Robert Bj. Dorion, ilmu kedokteran gigi forensik adalah suatu aplikasi semua ilmu pengantar tentang gigi yang terkait dalam memecahkan hukum pidana dan perdata. Djohansyah Lukman bahwa ilmu kedokteran gigi forensik adalah suatu terapan dari semua disiplin ilmu kedokteran gigi yang berkaitan erat dalam penyelidikan demi terapan hukum dan proses peradilan. Gigi-geligi memiliki beberapa keuntungan yang dapat digunakan sebagai objek pemeriksaan dalam ilmu forensik, yaitu(1): 1. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu. 2. Gigi merupakan jaringan keras yang sukar untuk membusuk. Pada umumnya, ketika terkubur sekalipun organ-organ tubuh lain biasanya telah hancur tetapi gigi tidak (masih utuh). 3. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi. 4. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi (dental record) dan data radiologis. 5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar. 6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400C. 7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur, sedangkan giginya masih utuh.

Sejarah Forensik Kedokteran Gigi(1)(2) 1. Aggripina the Younger Lollia Paulina (49 SM) Istri keempat dari Kaisar Claudius I memerintahkan pembunuh bayaran untuk membunuh Lollia Paulina. Sebagai bukti telah melaksanakan perintahnya, kepala Lollia dibawa dan ditunjukkan kepada Agrippina. Karena kepala tersebut telah rusak parah mukanya, maka Agrippina tidak dapat mengenalinya lagi dari bentuk mukanya. Untuk mengenalinya Agrippina kemudian menyingkap bibir mayat tersebut dan memeriksa giginya yang mempunyai ciri khas, yaitu gigi depan yang berwarna kehitaman. Adanya ciri tersebut pada gigi mayat membuat Agrippina yakin bahwa kepala tersebut adalah benar kepala Lollia. 2. Dr. Joseph Warren --- Paul Revere (1776) Di Boston, pada tahun 1776 terjadi perang Breeds Hill. Pada perang itu, Dr, Joseph Warren terbunuh. Wajahnya tidak dapat dikenali karena adanya luka fatal pada kepalanya. Ketika itu, jenazah Dr. Warren teridentifikasi oleh Paul Revere dari gigi tiruan Dr. Warren yang dibuat olehnya. Gigi tiruan tersebut terbuat dari gading yg disambung dengan kawat perak. 3. Guerin (1829) Tiga tahun setelah menghilangnya Mr. Guerin, ditemukan tulang-belulang manusia yang terkubur di basement. Tulang-belulang tersebut dapat teridentifikasi sebagai Mr. Guerin dari abrasi pada gigi anteriornya karena penggunaan pipa rokok. Bentuk abrasif gigi geliginya unik dan mirip dengan berbagai kesaksian orang-orang sekitar. 4. Dr. John Webster --- Dr. George Parkman (1849) Dr.Parkman, seorang profesor dari Universitas Harvard, dilaporkan tidak kembali kerumahnya setelah makan malam pada 23 November 1849. Pada saat itu, timbul kecurigaan bahwa Dr. Parkman dibunuh oleh Dr. Webster karena masalah hutang. Setelah dilakukan investigasi, ditemukan jenazah manusia di rak teh dengan 3 set gigi tiruan porselen. Jenazah tersebut diidentifikasi sebagai Dr. Park dari kesaksian seorang dokter gigi bernama Nathan Cooley Keep yang mengatakan bahwa gigi tiruan tersebut adalah buatannya. Hal tersebut dibuktikan hingga ke pengadilan dengan mencocokkan gigi tiruan tersebut ke model yang digunakan untuk membuat gigi tiruannya. 5. A.I Robinson&His Mistress Robinson, seorang warga yang cukup terpandang di daerahnya, dicurigai membunuh kekasihnya. Pada jenazah wanita tersebut ditemukan lima bekas gigitan yang jelas

pada tangannya. Seorang dokter gigi memerintahkan Robinson untuk menggigit tangannya dan memperhatikan pola gigitan di tangan jenazah dan tangannya sendiri. Ditemukan bahwa pola bitemark pada jenazah dan pada gigitan Robinson di tangan dokter gigi tersebut adalah sama. Namun, hasil pengadilan pada akhirnya memutuskan bahwa Robinson tidak bersalah. 6. Sekitar tahun 1960 ketika program instruksional formal kedokteran gigi forensik pertama dibuat oleh Armed Force Institute of Pathology, sejak saat itu banyak kasus penerapan forensik odontologi dilaporkan dalam literatur sehingga forensik odontologi mulai banyak dikenal bukan saja di kalangan dokter gigi, tetapi juga di kalangan penegak hukum dan ahli-ahli forensik. 7. Pada tahun 1969 oleh para pemrakarsa di Amerika telah didirikan American Academy Forensic Science, yang salah satunya adalah forensic dentistry. 8. Pada tahun 2000, di Indonesia diselenggarakan suatu kongres Asia Pasific tentang identifikasi korban massal (Mass Disaster Victim Identification) yang diselenggarakan di Ujung Pandang oleh Kapolda dan Interpol setempat. Pada tahun 2003, telah berdiri suatu ikatan peminat ilmu kedokteran gigi forensik di Jakarta yang kemudian diresmikan oleh Kongres PDGI di Ujung Pandang. Pada tahun 2004 hingga kini sering diadakan pelatihan identifikasi oleh Direktorat Pelayanan Gigi Medik Depkes RI.

SUMBER: (1) Lukman, Djohansyah. 2006. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik Jilid I. Jakarta: Sagung Seto (2) Senn,David,. Stimson, Paul. 2010. Forensic Dentistry 2nd ed. United States: Taylor and Francis Group

Pentingnya Ante Mortem dalam Proses Identifikasi Korban Bencana


11 May 2012 | 03:25

Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock) Peristiwa jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, merupakan peristiwa naas kesekian kali yang menimpa dunia penerbangan di Indonesia. Sebelumnya sudah ada beberapa kejadian serupa dengan jumlah korban puluhan bahkan ratusan orang. Setiap kali peristiwa serupa ini terjadi, proses evakuasi dilakukan oleh tim SAR guna mencari jejak korban yang hilang tercecer disekitar lokasi kejadian. Setelah berhasil di evakuasi, biasanya proses yang dilakukan kemudian adalah mengidentifikasi korban. Dalam proses identifikasi inilah, ada istilah yang disebut proses ante mortem dan post mortem. Identifikasi dalam kematian penting dilakukan, karena menyangkut masalah kemanusiaan. Selain itu juga dikuatkan berdasarkan Keputusan bersama Menkes dan Kapolri nomor 1087 / Menkes / SKB / IX / 2004 NO.POL.Kep / 40 / IX / 2004 tanggal 29 september 2004 disebutkan bahwa setiap korban mati pada bencana massal harus dilakukan identifikasi yang sesuai dengan kesepakatan bersama antara Depkes dengan Kepolisian. Secara harafiah istilah ante mortem memilki arti data jenazah sebelum kematian. Sedangkan istilah post mortem adalah data jenazah sesudah kematian. Tim

forensik biasa melakukan identifikasi dengan cara mencocokkan data ante mortem dan post mortem untuk mengenali jenazah.Pengumpulan data ante mortem biasanya meliputi dua metode. Metoda sederhana menyangkut visual, perhiasan, pakaian dan dokumentasi dan Metoda ilmiah menyangkut sidik jari, medik , serologi, odontologi, antropologi, biologi. Sidik jari bisa ditemukan pada surat pribadi semacam SIM, Ijasah, KTP. Sementara untuk DNA bisa dicocokkan dari keluarga sekandung korban semisal orangtua dan anak-anak. Dan tanda-tanda lainnya, seperti tanda lahir, biasanya dikenali secara detail oleh keluarga terdekat. Sementara susunan dan struktur gigi bisa didapatkan recordnya dari dokter gigi yang merawat gigi korban yang bersangkutan. Biasanya tim DVI (Disaster Victim Identification) memeriksa gigi saat korban yang ditemui jasadnya sudah hancur. Identifikasi melalui gigi, merupakan salah satu metode indentifikasi dasar ( primary indentifiers). Namun hanya akan berhasil bila ada data lengkapnya.Data yang dimaksud, yaitu berupa data gigi ante mortem serta dimilikinya standar pemeriksaan kedokteran gigi forensik yang baku. Sayangnya sebagian besar penduduk Indonesia belum berkesadaran memiliki catatan data gigi. Karena umumnya orang Indonesia jarang pergi ke dokter gigi. Kurang memahami pentingnya kontrol rutin ke dokter gigi. Entah karena praktek dokter gigi dikenakan biaya mahal, hingga kerap tak terjangkau oleh sebagian masyarakat, atau memang karena mitos berobat ke dokter gigi selama ini terkesan sakit dan menakutkan. Setelah proses antemortem ini lengkap, saat korban ditemukan maka akan dicocokkan data yang ada dengan korban yang ditemukan. Proses mencocokkan ini yang disebut post mortem. Bila sudah cocok, proses identifikasipun selesai. Sampai disini keluarga korban sudah bisa yakin, bahwa korban adalah keluarga mereka. Meskipun terkadang secara fisik jenazah agak sulit dikenali, karena misalnya hangus terbakar. Namun dari lengkapnya ante mortem, jenazah seperti ini biasanya masih bisa dikenali dari struktur giginya. Ini karena gigi adalah bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisi bahan airnya sedikit dan sebagian besar terdiri atas bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak. Karenanya tak ada salahnya kita menyimpan dengan baik file mengenai record kesehatan orang-orang terdekat kita. Karena mungkin saja suatu saat bisa berguna dan kita butuhkan. Meski ini bukan berarti saya mendoakan sesuatu yang buruk terjadi pada keluarga anda. Namun siapa bisa mengintip takdirNya?
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/05/11/pentingnya-ante-mortem-dalam-prosesidentifikasi-korban-bencana-456450.html

You might also like