You are on page 1of 24

Universitas Gadjah Mada

EMULSI

Definisi : Ada beberapa penulis yang mendefinikan emulsi, misalnya:
1. Alexander : Emulsi adalah suatu dispersi yang sangat halus dan suatu cairan
kedalam suatu cairan yang lain.
2. Clayton : Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri 2 fase cair, yang satu terdispersi
dalam yang lain sebagai globul (butir-butir kecil)
3. Mc. Bain : Emulsi adalah suatu tetes-tetes kecil cairan yang terdispersi dalam
cairan yang lain dan dapat dilihat dibawah mikroskop.
4. P. Becher: Emulsi adalah suatu sistem heterogen terdiri dari 2 cairan yang tidak
bercampur, yang satu terdispersi didalam yang lain dalam bentuk tetes-tetes kecil
yang mempunyai diameter pada umumnya> 0,1 um.

Pada umumnya dalam bidang farmasi, secara sederhana emulsi diartikan
sebagai campuran ogen dan 2 cairan yang dalam keadaan normal tidak dapat
bercampur (fase air dan fase yak), dengan pentolongan suatu bahan penolong yang
disebut emulgator.
Dalam sistem dispersi tersebut cairan yang terdispersi disebut fase dispers atau
fase em, sedangkan cairan dimana terdapat fase dispers disebut medium dispers atau
fase ekstem. iua fase tersebut yang berair dapat terdiri dan air atau campuran
sejumlah substansi hidrofil alkohol, glikol, gula, garam mineral, garam organik dll. Fase
yang lain adalah fase k pada umumnya berminyak, dapat terdiri dan substansi lipofil
seperti : asam ,alkohol asam lemak, him, zat-zat aktifliposolubel dll.

Tipe emulsi:
Dari hasil yang didapat, emulsi mempunyai tipe:
a. Tipe o/w.
b. Tipew/o.
c. Tipe w/o/w
d. Tipe o/w/o.
Tipe w/o/w adalah emulsi multiple (ganda) dimana fase air teremulsi didalam
fase minyak, sedangkan muisi yang terjadi teremulsi lagi didalam air. Demikian pula
hal yang sama untuk tipe o/wlo.


Universitas Gadjah Mada
Penggunaan emulsi:
Sediaan farmasi maupun kosmetika bentuk emulsi banyak sekali dijumpai baik
untuk pemakaian topikal maupun sistemik, misalnya:
Per-oral : Kebanyakan adalah tipe o/w. Bentuk ini mempunyai banyak keuntungan
selain mudah diabsorsi, homogenitas dosis mudah didapat, dll.
Per-injeksi : Pada sediaaninimemerlukan perhatian khusus karena menyangkut
preparat steril. Topikal : Dalam sediaan farmasi topikal maupun kosmetika, tipe emulsi
baik olw maupun w/o banyak sekali digunakan tergantung maksud penggunaannya.

STABILISASI BUTIR-BUTIR TETESAN
Dalam emulsi, butir-butir tetesan (fase dispers) dapat distabilkan dengan cara:
1. Penurunan tegangan antarmuka.
2. Terbentuknya lapisan ganda listrik.
3. Terbentuknya film antarmuka.

1. Penurunan tegangan antarmuka.
Bila dalam suatu tabung reaksi dengan luas penampang 1 cm2 kita
masukkan 1 ml air 1 ml minyak, maka kontak antara kedua cairan tersebut (yang
disebut antarmuka) adalah 1 cm
2
. Bila kita umpamakan, dengan suatu pengadukan
yang intensif/kuat minyak tersebut dapat ispersi dalam air dalam bentuk tetes-tetes
yang berdiameter 1 rim. Dalam keadaan demikian dispers tersebut akan terdiri dan
1,909 x 109 butir sferis. Maka permukaan total antarmuka minyak menjadi 6 x i04
cm2.
Penaikan yang sangat tinggi dan luas antarmuka air-minyak tersebut akan
menjadi yebab atau salah satu penyebab sehingga emulsi yang didapat menjadi
tidak stabil.
Kalau kita melihat gaya-gaya yang ada antara molekul-molekul dalam suatu
cairan, maka molekul walaupun dia mobile, mempunyai gaya tank antar molekul
yang serupa. Gaya ini disebut gaya kohesi. Gaya ini juga yang menyebabkan satu
cairan tetap berada dalam wadahnya, karena molekul-molekulnya berada dalam
keseimbangan.
Keadaan permukaannya berbeda (antara udara-cairan) karena molekul-
molekul dipermukaan tersebut tidak dikelilingi oleh molekul sejenisnya.
Universitas Gadjah Mada

Molekul-molekul air saling melakukan gaya tarik-menarik (gaya kohesif)
hanya dengan molekul sejenis saja dan tidak hanya sedikit dengan molekul fase
gas. Jadi gaya yang berada dipermukaan ini tidak seimbang. Hasil dari gaya
tersebut (resultante) adalah kearah dalam dan mempunyai tendensi menarik
molekul dipermukaan kedalam cairan, sehingga terjadi kontraksi permukaan.
Gaya yang harus dipergunakan secara paralel pada permukaan tersebut
untuk melawan dorongan kearah dalam, dinamakan tegangan muka dan cairan.ini
dinyatakan dalam:
Newton per meter (N/rn) atau Dyne/cm (dalam sistem cgs)
1 dyne/cm = 1 mN/rn
Secara fisika, tegangan muka dapat diterangkan sbb:

Umpamakan dalam suatu segiempat ABCD yang dibuat dan benang metal
yang tipis sisi CD yang panjangnya 1 dapat bergerak/mobile. Jika segiempat
tersebut kita rnasukkan kedalam larutan sabun lalu dikeluarkan, maka akan
terbentuk lapisan film yang sangat tipis pada segiempat ABCD tersebut.
Jika panjang AB = 1 dan panjang AD = d, maka luas lapisan film = 2.l.d
(dikalikan 2 karena mempunyai permukaan rangkap). Jika pada sisi CD (yang
mobil) digerakkan dengan suatu gaya F sepanjang Ad, sehingga segiempat
sekarang menjadi ABCD, mhka kerja yang dilaksanakan tuk
memindahkan/penggeseran sisi CD tersebut adalah:
W = F. d
Universitas Gadjah Mada
Jika adalah gaya yang ada tiap unit panjang, maka gaya:
F = 2. . 1 (kali 2 karena 2 muka)
sehingga persamaan 1) menjadi:
W = F. d
= 2. . 1. d
Jika pertambahan permukaan/surface = 2.1. d = s maka:
W = . d
Y =
s
W

2)
maka tegangan muka, , dapat diartikan sebagai kerja (dalam Joule) yang
diperlukan untuk mendapatkan 1 m
2
permukaan/surface.
Atau tegangan muka dapat juga diartikan sebagai perubahan energi bebas
permukaan tiap unit permukaan yang dihasilkan.
Situasi yang ada pada antarmuka cairan-cairan dalam suatu emulsi mirip
dengan yang ada pada antarmuka cairan-gas. Dalam hal emulsi maka molekul-
molekul yang ada pada permukaan cairan-cairan juga tidak seimbang.



Dengan demikian yang ada adalah tegangan antarmuka yang selalu
mempunyai tendensi mengurangi permukaan atau luas kontak antara 2 cairan
tersebut. Menurut Antonoff, tegangan muka 2 cairan tersebut.
AB = A- B
Dari persamaan sebelumnya = W/s menjadi AB = W/s atau
W = AB.s
Kerja emulsifikasi berbanding langsung dengan hasil tegangan antarmuka
dengan adanya penaikan permukaan kontak antara 2 cairan. Dengan kata lain
makin tinggi tegangan antarmuka maka makin besar juga kerja untuk menghasilkan
Universitas Gadjah Mada
suatu dispersi yang baik. Atau energi bebas permukaan (sama dengan kerja)
menjadi makin tinggi bila tegangan antarmuka kedua cairan juga tinggi.
W = AB.s atau
E = AB.s
Karena semua sistem yang membutuhkan energi yang tinggi secara
termodinamika tidak stabil dan secara spontan akan berusaha menernukan
keadaan energi yang minimum. Demikian juga sistem dispersi seperti emulsi
dimana tegangan antarmukanya tinggi akan berusaha menemukan keadaan energi
yang paling rendah dengan cara mengurangi permukaannya dengan cara berfusi
atau penggabungan antara tetes-tetes, sampai terjadinya pemisahan yang
sempurna dari fase-fasenya (keadaan energi minimum). Maka supaya sistem
emulsi mempunyai stabilitas yang cukup, harga tegangan antarmuka antara 2
cairan harus diturunkan atau harus rendah.
Dalam praktek, dapat digunakan sebagai patokan sbb:
AB> 10 mN/m : Emulsi sulit dibuat
AB = 5-10 mN/m : Emulsi mudah dibuat
AB << 1 mN/m : Emulsi terjadi searea spontan
untuk itu bila kita bisa menambahkan zat yang bisa mengurangi tegangan
antarmuka 2 cairan maka akan menambah kestabilan butir- butir tetes fase
dispers. E = AB.s, maka AB << akibatnya E <<.

Contoh :
Upaya mendispersikan 500 ml minyak zaitun di dalam air, diketahui S mula-mula
600 cm2; eter setelah dispersi 10 um; y minyak-air adlah 23 dyne/cm.
Maka :
1. Volume partikel =
6
d
3
=
3 3
) 10 (
6


ml = 5,236 x 10
-10
ml
2. Jumlah partikel =
10 -
10 x 5,236
ml 500
= 9,54 x 10
-11

3. Luas permukaan partikel = d
2
= (10
-3
)
2
= 3,14 x 10
-6
cm
2

4. Total luas permukaan = (9,54 x 10
-11
) x (3,14 x 10
-6
) cm
2
= 3 x 10
6
cm
2

W=. s
Semula: W=23{(3x10
6
)-(600)} = 6,9x10
7
erg
= 6,9 Joule
= 1,6 kalori
Universitas Gadjah Mada
Setelah ditambah surfaktan yang bisa menurunkan teg. Muka dari 23 menjadi 3
dyne/cm
W=. s
Menjadi: W = 3 ((3 x 106) (600)} = 9 x 10
6
erg
= 0,9 Joule
= 0,2 kalori

2. Terbentuknya lapisan ganda listrik.
Partikel-partikel cairan atau padatan dan sistem dispersi pada umumnya
pembawa muatan listrik pada permukaannya. Muatan listrik tersebut dapat
berbeda-beda asalnya:
Karena ionisasi pada permukaan dan zat yang terdispersi karena terdapat
dalam miliu air.
Adsorpsi pada permukaan ion-ion yang berasal dan miliu (misalnya adsorpsi
molekul SAA ionik)

Universitas Gadjah Mada
Contoh : R-COONa dalam air akan terhidrolisa menjadi R-COO
-
dan Na
+

Apapun asal dari muatan listrik, disekitar partikel dapat diskemakan sbb : (misalkan
partikel bermuatan negatif)


Dengan tidak adanya gerakan termik (gerakan Brown) ion-ion yang
berlawanan yang at pada larutan akan menetralkan segera muatan partikel dengan
cara penempelan. .gan adanya gerakan Brown, sebagian dan muatan saa yang dapat
langsung dinetralkan igan cara adsorpsi ion yang berlawanan (counter- ion).
Dalam lapisan difuse dan partikel, terdapat kelebihan ion-ion yang berlainan
dengan partikel, namun juga terdapat ion-ion yang bermuatan sama. Ini dikarenakan
adanya energi etik yang dihasilkan oleh gerakan Brown yang lebih besar dan pada
gaya tolah antara ion-ion ig bermuatan sama yang ada pada tempat tersebut.
Lapisan stern dan lapisan difuse bersama-sama membentuk lapisan difuse
rangkap. Dari gambar diatas, kalau dinyatakan dalam potensial listrik, dapat dibedakan
sbb:
1. Perbedaan potensial antara permukaan partikel dan titik penetralan (pada garis c-
c). Potensial ini disebut potensial Nernst, yaitu muatan total dan partikel.
Universitas Gadjah Mada
2. Penurunan agak tajam dan potensial dalam lapisan stern yang disebabkan adanya
penetralan sebagian dan counter-ion.
3. Penurunan secara progresif dan potensial dalam lapisan difuse sampai mencapai
penetralan (pada garis c-c). Perbedaan antara lapisan stern (b-b) dan titik
penetralan (c-c) disebut zeta potensial, atau potensial elektrokinetika dan partikel.

Teori lapisan ganda listrik atau baji terarahinimenjelaskan bagaimana butir-
butir tetes distabilkan sehingga tidak terjadi pengumpulan partikel karena saling tolak
menolak.


3. Terbentuknya film antarmuka.
Teori ini menjelaskan adanya lapisan film yang kaku dipermukaan antara
fase dispers dan medium dispers karena adanya bahan tambahan, sehingga
secara mekanis akan menghalangi itak antara partikel. Cara terbentuknya film
antarmuka bisa berlainan tergantung dan emulgator yang dipergunakan.

EMULGATOR
Dalam bidang farmasi, emulgator yang sering dipergunakan sebagai bahan
tambahan digolongkan dalam jenis sbb:
1. Surfaktan/SAA
2. Hidrokoloid.
3. Zat padat halus yang terdispersi.

1. Surfaktan/SAA
Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugusan hidrofil dan
gugusan lipofil sekaligus dalam molekulnya. Zat ini akan berada dipermukaan
cairan atau antarmuka 2 cairan dengan cara teradsorpsi. Gugus hidrofil akan
berada pada bagian air sedangkan gugus lipofil akan berada pada bagian
minyak.
Universitas Gadjah Mada
Berdasarkan atas muatan yang dihasilkan kalau atiniterhidrolisa dalam
air, maka surfaktan dapat dibagi dalam 4 grup:
1. Surfaktan anionik.
2. Surfaktan kationik.
3. Surfaktan amfoterik.
4. Surfaktan non-ionik.

1. Surfaktan anionik : surfaktan golonganiniinkompatibel dengan semua
substansi kationik.


Universitas Gadjah Mada
2. Surfaktan kationik: Surfaktan golonganiniinkompatibel dengan semua
substansi anionik. Surfaktan ini terutama dan garam- garam ammonium
kwarterner.

R1, R2, R3 dan R4 = radikal alkil yg. sama atau
berlainan.

X = C1, Br- atau J
Contoh: Cetrimide atau CTAB
(Cetil trimetil amoniurn bromida)

3. Surfaktan amfoterik: Surfaktan dapat bersifat sebagai anionik ataupun
kationik tergantung dari miliu nya.
CH2 - OOC - R Contoh : Lecithin.
|
CH - OOC - R
I +
CH2 - O - P - O - CH2 - CH2 - N - (CH3)3
|
O-
4. Surfaktan nonionik: Surfaktan ini tidak terionkan dalam air dan dapat
berampur/kompatible dengan substansi anionik maupun substansi kationik.
Surfaktan nonionik mempunyai karakteristik yaitu HLB (Hydrophile-
Lipophile Balance), suatu keseimbangan antara gugus hidrofil dan gugus
lipofil dalam molekulnya. Dalam nilai HLB angka 7 adalah harga dimana
molekul mempunyai afinitas yang sama terhadap air dan minyak. Angka
dibawah 7 menunjukkan bahwa surfaktan lebih bersifat lipofil, sedangkan
angka diatas 7 enunjukkan bahwa surfaktan lebih bersifat hidrofil.
Terbentuknya tipe emulsi sangat tentukan oleh harga HLB surfaktan yang
dipergunakan sebagai emulgatornya.
a) Ester gliserol.
R - COO - CH2 - CH - CH2 - OH
| Contoh: Gliserol monostearat
OH

Universitas Gadjah Mada
Span dan Tween diberi nomer yang menunjukkan jenis rantai asam
lemak yang meng-ester-kan sorbitan, misalnya:
20 Asam laurat (C 12)
40 Asam palmitat (C 16)
60 Asarn stearat (C 18)
80 Asam oleat (C 18=)
65 Tri stearat
85 Tri oleat
83 Sesqui oleat (2 inti sorbitan untuk 3 asam lemak)

HYDROPHILE-LYPOPHILE BALANCE (HLB)
HLB adalah suatu karakteristik spesifik yang dipunyai oleh surfaktan non-
ionik yang menunjukkan hidrofihisitas dari suatu surfaktan. Makin tinggi
harga HLB makin hidrofil suatu surfaktan dan makin rendah harga HLB
makin lipofil suatu surfaktan

PERHITUNGAN HLB
Ada beberapa peneliti yang membenikan rumus bagaimana cara
menghitung harga HLB, salan satu diantaranya adalah Griffin. Menurut
Griffin perhitungan HLB adalah:
HLB =20 (1 - S)
A
dimana S = Bilangan wster.
A = Bilangan asam dan asam bebas nya.

Contoh: Tween 20 harga S = 45,5 (harga rata-rata)
A = 276 (asam laurat perdagangan)
HLB Tween 20 =20 (1 45,5)
276
= 16,7
Untuk produk dimana bagian hidrofil terdiri dan PEO (poli-
etilenoksida) maka rumus untuk menghitung HLB adalah:
HLB = E
5
E = harga % berat EO
Universitas Gadjah Mada
dengan kata lain HLB = 1/5 dari % berat bagian hidrofil. Secara teoritis bila
suatu surfaktan non ionik terdiri dan 100% bagian hidrofil (dalam
kenyataannya tidak ada) sehanrusnya akan didapatkan 100. Namun supaya
nilainya tidak terlalu tinggi, dikalikan 1/5 supaya memudahkan
penggunaannya, sehingga menjadi 20.
Contoh : Tween 20 seperti tersebut diatas, kalau dihitung dengan
cara ini adalah:
Tween 20 (Lauril sorbitan PEO)
BM: Sorbitan : 164
Asam laurat : 200
20 EO : 880
----------- +
1.244
Air esterifikasi : 18
----------- +
1.226
BM bagian hidrofil :
Sorbitan : 164
20 EO : 880
----------- +
1.044
HLB Tween 20 = 1.044 x 100 x 1 = 17,0
1.226 5
jadi harga tersebut kira-kira sama dengan kalau dihitung dengan
rumus sebelumnya, yaitu 16,7.

KELARUTAN SURFAKTAN DALAM AIR
Tergantung hidrofili dari surfaktan, maka surfaktan mempunyai
kelarutan yang berlainan. Sifat kelarutan atau terdispersinya dalam air
dapat juga dipergunakan untuk memperkirakan harga HLB surfaktan, yaitu
bila:
HLB
1. Tak terdispersi dalam air 1 - 4
2. Terdispersi dengan kasar 3 - 6
3. Seperti susu dengan penggojogan kuat 6 - 8
4. Dispersi seperti susu dan stabil 8 - 10
5. Terjadi dispersi yang translusid 10 - 13
6. Terjadi larutanjernih > 13
Universitas Gadjah Mada
HLB CAMPURAN SURFAKTAN
Jika 2 surfaktan atau lebih dicampurkan maka HLB campuran dapat
diperhitungkan sbb:
Misal : Campuran surfaktan terdiri dan:
70 bagian Tween 80 (HLB = 15,0)
30 bagian Span 80 (HLB = 4,3)
HLB campuran kedua surfaktan tersebut adalah:
Tween 80 = 70/100 x 15,0 = 10,5
Span 80 = 30/100 x 4,3 = 1,3
--------- +
HLB campuran = 11,8
Selain HLB campuran surfktan dapat dihitung, surfaktan dapat saling
diganti dan nilai 13 nya merupakan aditif artinya berapapun nilai HLB dan
jenisnya HLB campuran merupakan jumlah dari masing-masing nilai HLB
nya.

PERBANDINGAN SURFAKTAN PADA SUATU HLB
Kadang-kadang dalam menggunakan campuran surfaktan kita tidak
selalu harus menghitung HLB dari surfaktan-surfaktan yang telah diketahui
perbandingannya, tetapi kita harus menggunakan campuran surfaktan pada
suatu nilai HLB tertentu. Untuk itu kita harus menghitung berapa
perbandingan surfaktan yang harus dipergunakan.
Contoh : Kita akan membuat emulsi pada HLB 12,0 dengan
menggunakan surfaktan campuran Tween-80 dan Span-80. Maka rumus
yang kita pergunakan untuk menghitung perbandingan tersebut adalah:
(X - HLB
span
80)
% Tween 80 = --------------------------------------- x 100
(HLB
tween
80 - HLB
span
80)
% Span 80= 100 - % Tween 80
Dimana X = nilai HLB yang diinginkan.
Bila diketahui HLB Tween 80 = 15,0 dan HLB span 80= 4,maka:

12,0 - 4,3 7,7
%Tween80 = ------------------- = ----------- =0,72 =72%
15,0 - 4,3 10,7

%Span 80 = (100 - 72) % = 28 %

Universitas Gadjah Mada
Kita membuat satu seri emulsi pada nilai HLB:
6,0 8,0 10,0 12,0 14,0
kemudian kita amati pada HLB yang mana emulsi paling stabil. Misal terlihat
bahwa emulsi paling stabil pada HLB 10,0 dan 12,0

Tahap II : Pemilihan HLB ideal.
Karena emulsi yang stabil pada tahap I adalah HLB 10,0 dan 12,0 maka
dapat diartikan bahwa emulsi yang paling stabil adalah antara 10,0 dan 12,0.
Pada tahap IIinikita lakukan perobaan seperti pada tahal I tetapi dengan jarak
nilai HLB yang lebih sempit, misalnya pada
HLB:
10,0 10,4 10,8 11,2 11,6 12,0
kemudian kita amati pada nilai HLB berapa emulsi paling stabil. Misal emulsi
ternyata paling stabil pada nilai HLB 10,8.inidapat dikatakan bahwa HLB ideal
dari emulsi tersebut adalah

Tahap III: Pemilihan surfaktan ideal.
Pada tahap ini kita buat lagi satu seri formulasi emulsi dengan beberapa
jenis surfaktan aunun campuran surfaktan, tetapi harus pada nilai HLB ideal
tersebut yaitu 10,8. Misalkan kita gunakan campuran:
Tween80 - Span 80
Tween60 - Span 60
Tween40 - Span 40
Tween 20 - Span 20 dsb. dsb.
kemudian kita amati emulsi yang mana yang paling stabil. Misalkan kita
dapatkan emulsi dengan surfaktan Tween 40 - Span 40 adalah emulsi yang
paling stabil, berarti surfaktan ideal untuk emulsi tersebut adalah campuran
Tween 40- Span 40.
Dari ketiga tahap tersebut dapat kita simpulkan bahwa : Emulsi dengan
menggunakan minyak dan fase air pada formula yang dicoba paling ideal kalau
dipergunakan surfaktan Tween 40 dan Span 40 pada nilai HLB 10,8. Tinggal
kita menghitung berapa bagian Tween 40 dan Span 40 yang diperlukan untuk
mendapatkan nilai HLB 10,8
Kita membuat satu sen emulsi pada nilai HLB:
6,0 8,0 10,0 12,0 14,0
Universitas Gadjah Mada
kemudian kita amati pada HLB yang mana emulsi paling stabil. Misal terlihat
bahwa emulsi paling stabil pada HLB 10,0 dan 12,0

Tahap II : Pemilihan HLB ideal.
Karena emulsi yang stabil pada tahap I adalah HLB 10,0 dan 12,0 maka
dapat diartikan bahwa emulsi yang paling stabil adalah antara 10,0 dan 12,0.
Pada tahap II ini kita lakukan perobaan seperti pada tahal I tetapi dengan jarak
nilai HLB yang lebih sempit, misalnya pada HLB:
10,0 10,4 10,8 11,2 11,6 12,0
kemudian kita amati pada nilai HLB berapa emulsi paling stabil. Misal emulsi
ternyata paling stabil pada nilai HLB 10,8. Ini dapat dikatakan bahwa HLB ideal
dari emulsi tersebut adalah 10,8

Tahap III : Pemilihan surfaktan ideal.
Pada tahap ini kita buat lagi satu seri formulasi emulsi dengan beberapa
jenis surfaktan maupun campuran surfaktan, tetapi harus pada nilai HLB ideal
tersebut yaitu 10,8. Misalkan kita gunakan campuran;
Tween 80 - Span 80
Tween60 - Span 60
Tween 40 - Span 40
Tween 20 - Span 20 dsb. dsb.
kemudian kita amati emulsi yang mana yang paling stabil. Misalkan kita
dapatkan emulsi dengan ampuran surfaktan Tween 40 - Span 40 adalah emulsi
yang paling stabil, berarti surfaktan ideal untuk emulsi tersebut adalah
campuran Tween 40 - Span 40.
Dari ketiga tahap tersebut dapat kita simpulkan bahwa : Emulsi dengan
menggunakan fase minyak dan fase air pada formula yang dicoba paling iea1
kalau dipergunakan surfaktan canipuran Tween 40 dan Span 40 pada nilai HLB
10,8. Tinggal kita menghitung berapa bagian Tween 40 dan Span 40 yang
diperlukan untuk mendapatkan nilai HLB 10,8

HLB optimum untuk campuran fase minyak.
Tabel diatas dapat dipergunakan sebagai prakiraan harga HLB untuk
menghasilkan emulsi o/w yang paling baik. Dari tabel tersebut dapat dihitung
HLB optimum untuk campuran fase minyaknya.
Universitas Gadjah Mada
Misal kita akan membuat emulsi tipe o/w dan fase minyak yang terdiri
dari campuran:
30 % esense mineral
50 % cotton oil
20 % kior parafin
yang diemulsikan dalam air. HLB optimum campuran adalah:
Esense mineral 30% x HLB opt. 14 = 4,2
Cotton oil 50% x HLB opt. 6 = 3,0
Klor parafin 20% x HLB opt. 8 = 1,6
--------------- +
Prakiraan HLB untuk emulsi = 8,8

Untuk itu dibuat emulsi pada range HLB 8-10. Tentunya hasil akan
didapat bahwa emulsi ing baik pada HLB 8,8 seperti pada perhitungan tersebut,
baik itu dengan mempergunakan surfaktan tunggal atau campuran.

Penentuan harga HLB Optimum emulsi o/w
HLB optimum emulsi o/w ditentukan dengan mengemulsikan fase
minyak sebanyak 20% kurang, kemudian dipergunakan emulgator surfaktan
sebanyak 2,5% - 5% sedemikian rupa sehingga diperoleh harga range HLB
antara 4-18 dengan interval 2. Minyak yang emulsikan bila pada cair dapat
dicampurkan dengan emulgator pada suhu kamar sedangkan minyak yang pa
padat dicampurkan pada suhu 10C diatas titik lebur . Air ditambahkan dengan
pengadukan, pada suhu kamar untuk fase minyak yang cair atau 15C lebih
tinggi dari suhu fase minyaknya. Setelah didapat emulsi, dibuat lagi seperti
diatas dengan interval HLB yang lebih
Tanda-tanda emulsi pada HLB optimum adalah:
1. Emulsi paling stabil.
2. Viskositasnya paling rendah.
3. Diameter rata-rata partikel paling kecil.
4. Ada reflek biru pada dinding botol, atau reflek kemerahan bila disinarkan
pada matahari.




Universitas Gadjah Mada
2. HIDROKOLOID.
Emulgator hidrokoloid dapat menstabilkan emulsi dengan cara
membentuk lapisan yang rigiclikaku, bersifat viskoelastik pada permukaan
minyak-air. Zat ini bersifat larut dalam air (menjadi koloid dengan adanya air),
dan akan membentuk emulsi tipe o/w.
Prinsip mekanisme penstabilan emulsi tersebut adalah:
1. Pembentukan lapisan kaku-viskoelastik pada permukaan minyak-air.
2. Penaikan viskositas miliu.
3. Pembentukan agregat dengan cara adsorpsi makromolekul yang sama
pada permukaan partikel dengan hubungan jembatan hidrokarbon.
Karena sifat tersebut, dapat terjadi misalnya emulsi parafin cair dengan
emulgator p.g.a. akan terflokulasi tergantung jumlah p.g.a. yang dipergunakan.
Yang termasuk emulgator hidrokoloid:
1. Gom : Gom arab; tragaanth.
2. Ganggang laut : Agar-agar; alginat; caragen.
3. Biji-bijian: Guar gum.
4. Selulosa: Karboksimetilselulosa (CMC); metilselulosa (MC).
5. Collagen : Gelatin.
6. Lain-lain : polimer sintetik,; protein; dll.

3. ZAT PADAT YANG TERDISPERSI.
Supaya zat ini dapat berfungsi sebagai emulgator maka padatan ini
harus mempunyai partikel yang jauh lebih kecil daripada ukuran partikel fase
dispers dan mempunyai sifat basahan pada permukaan 2 cairan.
Dalam sistem terner air-minyak-padatan maka bila:
1. Jika YPM> YAM + YPA ---> padatan tersuspensi dalam fase air.
2. Jika YPA> YPA + YPM ---> Padatan tersuspensi dalam fase minyak.
3. Jika YAM > YPA + YPM atau salah satu tidak lebih besar dari jumlah 2
lainnya ---> padatan terkonsentrasi di permukaan air-minyak.
Modifikasi persamaan Young dapat dipergunakan:
YPM - YPA YAM
cos0
0 = sudut kontak.

Universitas Gadjah Mada


Jika YPA < YPM, cos 0 positif ---> 0 < 90
o
padatan terbasahi air hingga
membentuk emulsi tipe
Jika YPM < YPA, cos 0 negatif ---> 0 > 90
o
padatan terbasahi minyak hingga
membentuk emulsi
Secara teoritis jika YPA = YPM ---> cos 0 = 0 0 = 90
o
maka
padatan terbasahi oleh air dan minyak.

Makin halus padatan, semakin naik sifat sebagai emulgator. Dari sini
dapat dijelaskan mengapa oksida-oksida atau hidroksida yang dibuat baru
(recente paratus) dan hidrat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
bentuk keringnya.
Contoh : - Mg, Al, Ca hidroksida.
- Mg trisilikat.
Clay/tanah seperti grup montmorillonit (bentonit,veegum, laponite), membentuk
emulsi tipe o/w.
Carbon hitam sebaliknya membentuk emulsi tipe w/o

PEMBUATAN EMULSI.
Cara pengampuran
1. Bila menggunakan surfaktan.
a) Surfaktan yang larut dalam minyak ----> larutkan dalam minyak.
Surfaktan yang larut dalam air ----> dilarutkan dalam air.
Kemudian fase minyak ditambahkan fase air. Carainidigunakan bila
diinginkan terbentuknya sabun hasil reaksi, sebagai emulgator.
b) Fase minyak ditambah surfaktan (misalnya Tween dan Span)
Dipanaskan kurang lebih 60-70 C kemudian fase air ditambah
kan porsi per porsi sambil diaduk hingga terbentuk emulsi, kemudian
didinginkan sampai temperatur kamar sambil dilakukan pengadukan.
Temperatur dinaikkan supaya viskositas masa turun, sehingga
Universitas Gadjah Mada
mempermudah Radukan. Dengan demikian akan mempermudah
terjadinya emulsifikasi. Cara ini biasa dilakukan untuk pembuatan
emulsi tipe o/w.
2. Bila menggunakan hidrokoloid atau padatan yang terdispersi.
Metode Anglosaxon
Dibuat musilago antara emulgator dengan sebagian air, kemudian
minyak dan air ditambahkan kit demi sedikit secara bergantian sambil
diaduk.
Metoda continental (4-2-1)
Minyak 4 bagian ditambah gom 1 bagian dihomogenkan dalarn
mortir kering, kemudian bahkan 2 bagian air, diaduk hingga terjadi korpus
emusi, kemudian ditambahkan sisa air sedikit-sedikit sampai habis sambil
diaduk.

Pengawetan emulsi.
Emulsi seperti juga suspensi karena sifat bahan yang digunakan sering
mudah ditumbuhi mikroba. Cara yang paling baik adalah dengan menggunakan
bahan yang sedikit terkontaminasi mikroba atau dengan menambahkan
preservative/pengawet.
Pengawet sebaiknya mempunyai sifat : toksisitas rendah, stabil (dalam
panas dan nanan, dapat campur dengan bahan lain, efektif sebagai
antimikroba.
Selain karena mikroba, emulsi dapat juga rusak karena oksidasi, maka
pengawet emulsi pula berupa antioksidan.

Alat untuk membuat emulsi
Semua alat pembuat emulsi mempunyai karakteristik sbb:
- Memperkecil ukuran partikel dan sekaligus menghomogenkan campuran.
- Hanya memperkecil ukuran partikel saja.

Dalam pelaksanaannya efektifitas memperkecil ukuran partikel atau efektifitas
penghomogenannya bisa berlainan tergantung jenis alat yang dipergunakan.
1. Pengaduk (mixer)
Jenis pengaduk ini bermacam ragamnya tergantung dan banyak
volume cairan, kekentalan, dsb. Alat ini mempunyai sifat meng-
Universitas Gadjah Mada
homogenkan dan sekaligus memperkecil ukuran partikel walaupun efek
menghomogenkan cairan lebih dominan.
Selain spesifikasi untuk tiap alatnya, harus dijaga sekali agar tidak
terlalu banyak udara yang ikut terdispersi kedalarn cairan dan menjadi buih.
Karena semua yang terdispersi akan mengkonsumsi/mempergunakan
sebagian surfaktan sehingga terjadi gelembung atau busa. Adanya busa ini
terutama akan mengganggu pembacaan volume bila dilakukan pemasukan
kedalam wadah.
Pengecilan ukuran partikel terjadi karena benturan antara partikel
dengan partikel yang lain serta antara partikel dengan dinding serta dengan
pengaduknya.
Untuk menghindari ini bisa dilakukan a.l.:
a. Dengan memasang 4 buffle dengan posisi 900 masing-masing
mempunyai lebar 1/12 diameter tempat pencampuran.
b. Dengan memasang sudip yang ditaruh didinding (untuk volume kecil).
c. Pengaduk ditempatkan ketepi atau dimiringkan.

2. Homogenizer.
Alat ini mempunyai karakteristik memperkecil ukuran partikel yang
sangat efektif namun tidak menghomogenkan campuran.
Pengecilan partikel terjadi karena cara kerja alat ini yaitu dengan
menekan cairan, dipaksa melalui suatu celah yang sempit yang kemudian
dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbukkan pada ti-peniti metal yang
ada dalam celah tersebut. Carainisangat efektif sehingga bisa didapatkan
diameter partikel rata-rata < 1 um.

3. Colloid mill.
Prinsip kerja alat ini adalah dengan menggilas partikel sehingga
didapatkan ukuran yang kecil. Kalau dan prinsip kerja tersebut alat ini tidak
efektif untuk menghomogenkan cairan, dalam prakteknya bagian rotor
alatinidilengkapi dengan sejenis baling-baling sehingga menghasilkan
efektifitas pengadukan cairannya.



Universitas Gadjah Mada
4. Ultra Turrax.
Prinsip kerja alat ini adalah dengan cara memberikan gelombang
ultrasonik melalui dengan frekwensi 20-50 kilocycles/ detik. Dengan adanya
gelombang tersebut akan mengakibatkan partikel pecah menjadi ukuran
yang lebih kecil. Alatinicocok untuk pembuatan emulsi yang cair atau
dengan viskositas menengah.

KETIDAK STABILAN EMULSI.
Ketidak stabilan emulsi yang dimaksud adalah suatu peristiwa
perubahan fisik dan emulsi yang terjadi sewaktu pembuatan atau setelah
penyimpanan. Karena perubahan fisik tersebut, dikatakan emulsi tidak stabil.
Peristiwa tersebut adalah:
1. Emulsi pecah/breaking.
Pecahnya emulsi ini karena terjadi penurunan luas antarmuka
antara fase dispers dan medium dispers yang relatif sangat cepat sampai
suatu luas antarmuka yang minimal, sehingga kelihatan terjadi 2 fase yang
memisah total (peristiwa koalesensi). Penurunan luas antarmuka ini sebagai
upaya menurunkan energi bebas permukaan karena tegangan antarmuka
yang sangat tinggi. Peristiwa ini kebanyakan bersifat irreversible.
2. Creaming.
Adalah suatu peristiwa dimana emulsi terbagi menjadi 2 bagian,
yang satu lebih banyak mengandung fase intern sedang yang lain
mengandung lebih banyak fase ekstem. Keadaan ini masih bersifat
reversible.
Peristiwa creaming ini merupakan peristiwa flokulasi, yang bilamana
proses berlanjut dapat terjadi peristiwa koalesensi (jecahnya emulsi).
Perbedaan peristiwainidapat digambarkan sbb:
Flokulasi : o o ---> oo
Koalesensi : o o ---> oo ---> 0
3. Inversi.
Adalah peristiwa dimana terjadi pembalikan tipe emulsi, yang
semula o/w menjadi w/o atau sebaliknya. Penyebab peristiwainidapat
bermacam-macam misalnya : suhu, komposisi bahan penyusun emulsi.
Pada umumnya peristiwainihanya terjadi pada emulsi yang
menggunakan surfaktan sebagai emulgatomya, dan pada suatu harga HLB
Universitas Gadjah Mada
yang dekat dengan perubahan sifat hidrofil dan lipofil. Pada emulsi dengan
emulgator hidrokoloid peristiwa ini hampir tidak pemah terjadi karena
hidrokoloid lebih bersifat hidrofil. .

KONTROL EMULSI.
Kontrol emulsi dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisika dari emulsi
dan dipergunakan untuk mengevaluasi kestabilan emulsi
Dalam bidang produksi keseragaman sifat fisika tersebut terutama dan
batch satu ke batch yang lain sangat penting. Pernakai tidak selalu
mempergunakan sediaan dengan nomer batch yang sama apalagi untuk
konsumen yang rutin mempergunakannya.
Kontrol emulsi ada beberapa cara:
1. Determinasi tipe emulsi.
a. Metoda pengenceran : dalam tabung reaksi yang benisi air ditambahkan
beberapa tetes emulsi. Bila terjadi campuran homogen atau emulsi
terencerkan oleh air maka emulsi bertipe o/w dan sebaliknya.
b. Metoda pewarnaan : emulsi tipe o/w akan terwarnai oleh zat wama yang
larut dalam air. Demikian sebaliknya untuk emulsi yang bertipe w/o
dapat diwarnai oleh zat wama yang larut dalam minyak.
c. Konduktibilitas elektnik : pada umumnya air merupakan konduktor yang
lebih baik dibanding minyak. Bila emulsi dapat menghantar aliran listrik
maka emulsi tersebut bertipe o/w. Sebaliknya bila tidak menghantar
listrik bertipe w/o. Jika suatu emulsi distabilkan dengan surfaktan
nonionik kemungkinan konduktabilitasnya lemah sekali. Untuk
mendeteksi dapat ditambahkan NaCl.

2. Distribusi granulometrik.
Dengan mengetahui distribusi granulometrik dan partikel fase
dispers dan diameter rata-rata nya, makainibisa untuk meng- evaluasi
kestabilan emulsi vs waktu. Bila terjadi peristiwa koalesensi, diameter rata-
rata partikel akan berubah menjadi lebih besar. Pada umumnya sediaan
emulsi berupa sediaan yang mempunyai konsentrasi yang tinggi, haliniakan
menyulitkan penghitungan distribusi granulometriknya. Untuk mengatasi hal
ini dilakukan pengenceran sediaan tsb.
Universitas Gadjah Mada
Ada beberapa cara untuk menetapkan distribusi granulometrik
partikel pada emulsi:
1. Mikroskopik: Dengan menggunakan mikrometer baik secara visual
dengan mata atau dengan bantuan komputer
2. Optik: dengan alat difraksi sinar
3. Elektronik: dengan Coulter Counter, namun ini sulit dilaksanakan untuk
emulsi tipe w/o
4. Sentrifugasi : carainiberdasarkan rumus Stokes, dengan menghitung
perbedaan bobot jenis tiap fraksi emulsi. Dengan cara ini dapat
diketahui distribusi ukuran partikel nya.

3. Determinasi sifat rheologi.
Kontrol sifat rheologi emulsi termasuk penting, karena perubahan
konsistensi dapat disebabkan karena proses : fabrikasi atau penyimpanan,
sehingga dapat mempengaruhi pamakaiannya. Misal : mudah tidaknya
penggunaan pada parenteral, ketepatan pengambilan dosis, kemudahan
dan regularitas pengi- sian, kemudahannya dalam penggunaan pada kulit
untuk produk kosmetika dsb.
Dalam hal stabilitas fisika, perubahan viskositas akan mempe-
ngaruhi pengendapan ataupun terjadinya creaming. Tidak hanya
viskositasnya saja namun setiap perubahan sifat rheologi akan
mempengaruhi kestabilan emulsi.
Banyak faktor yang mempengaruhi sifat alir dan emulsi a.1.:
1. Fase intern:
a. Fraksi volume.
b. Interaksi partikel : flokulasi, koalesensi.
c. Ukuran partikel.
d. Viskositas fase intern.
e. Jenis kimia.
2. Fase ekstern:
Viskositas yang tergantung pula pada susunan kimia, adanya
pengental, elektrolit, pH dll.
3. Emulgator.
a. Jenis kimia.
b. Konsentrasi.
Universitas Gadjah Mada
c. Ketebalan dan sifat rheologi dan film antarmuka kedua fase.

4. Test penyimpanan yang dipercepat.
Test ini dimaksudkan untuk memperpendek waktu pengamatan
suatu sediaan emulsi. Dalam prakteknya agar diperoleh gambaran yang
Iebih mendekati keadaan yang sesungguhnya perlu dicari korelasi antara
kondisi pengamatan yang dipercepat dengan pengamatan sesungguhnya
dalam kondisi normal.
Ada beberapa cara test pada penyimpanan yang dipercepat:
1. Temperatur 40 60
o
C : dengan penyimpanan pada suhu yang relatif
lebih tinggi, maka viskositasnya akan menurun tergantung sifat emulsi
tersebut. Penurunan viskositas akan mempengaruhi kestabilan fisika
emulsi.
2. Sentrifugasi dengan pengusingan pada kecepatan tertentu berarti akan
menaikkan harga g (gravitasi) pada rumus Stokes. Dengan demikian
terjadi pemisahan partikel yang lebih cepat pula.
3. Shock termik emulsi disimpan pada temperatur tinggi dan rendah
secara bergantian pada waktu tertentu. Misal pada suhu 60C selama 1
han kemudian dilanjutkan pada suhu 4C selama sehari.inidiulangi
sampai masing-masing 4 kali, kemudian didiamkan pada temperatur
kamar untuk kemudian dilakukan pembacaan hasil

You might also like