You are on page 1of 11

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Aritmia adalah kelainan irama jantung di mana irama sinus menjadi lebih cepat pada
waktu inspirasi dan menjadi lebih lambat pada waktu ekspirasi. Keadaan ini menjadi
lebih nyata ketika pasien disuruh menarik nafas dalam (Trisnohadi, 2009).
B. Etiologi
Aritmia dapat terjadi karena hal-hal yang mempengaruhi kelompok sel-sel yang
mempunyai automatisitas dan sistem penghantarannya (Rahman, 2009) :
1. Persarafan autonom dan obat-obatan yang mempengaruhinya.
2. Lingkungan sekitarnya seperti beratnya iskemia, PH dan berbagai elektrolit
dalam serum, obat-obatan.
3. Kelainan jantung seperti fibrosis dan sikatriks, inflamasi, metabolit-metabolit dan
jaringan abnormal/degeneratif dalam jantung seperti amiloidosis, kalsifikasi dan
lain-lain.
4. Rangsangan dari luar jantung seperti pace maker .
C. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya aritmia (Rahman, 2009) :
1. Pengaruh persarafan autonom (simpatis dan parasimpatis) yang mempengaruhi
HR).
2. Nodus SA mengalami depresi sehingga fokus irama jantung diambil alih yang
lain.
3. Fokus yang lain lebih aktif dari nodus SA dan mengontrol irama jantung.
4. Nodus SA membentuk impuls, akan tetapi tidak dapat keluar (Sinus arrest) atau
mengalami hambatan dalam perjalanannya keluar nodus SA (SA block).
5. Terjadi hambatan dalam impuls sesudah keluar nodus SA, misalnya di daerah
atrium, berkas His, ventrikel dan lain-lain.
D. Klasifikasi
1. Supraventrikular Takikardi
Takikardi ventrikel adalah ekstrasistol ventrikel yang timbul berturut-turut 4 kali
atau lebih (Trisnohadi, 2009). Supraventrikuler takikardi berarti berasal dari atas
ventrikel. Pada episode SVT, irama jantung tidak diatur oleh nodus SA, pencetus
impuls pada SVT berada di atas ventrikel. Jantung kemudian berkontraksi lebih
cepat dan regular. Kondisi lain yang menyebabkan irama jantung cepat tetapi
tidak teratur yang disebabkan oleh impuls yang abnormal dari atrium disebut
atrial fibrilasi (Aliance, 2006). Takikardi supraventrikel timbul dari atrium atau
sambungan atrioventrikel. Kompleks QRS normal kecuali bila terdapat pula
cabang serabut (Rubenstein, et.al., 2007).
SVT dikelompokkan berdasar tempat sinyal elektrik dari atrium. Tipe pertama
SVT adalah AVNRT / AV Nodal Reentran Takikardia yang terjadi Karena impuls
elektrik berjalan pada lingkaran ekstra fiber pada sekeliling AV nodal. Tipe yang
lain terjadi karena konduksi elektrikal melalui ekstra fiber antara atrium dan
ventrikel. Impuls elektrik berjalan turun ke ventrikel dari nodus AV dan kembali ke
atrium melalui ekstra fiber, menghasilkan SVT yang disebut Reentran Takikardi
atau AVRT (Wang and Estes, 2002).
Terapi yang digunakan adalah:
a. -blocker, biasa digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan
masalah jantung lain seperti angina. Pada SVT digunakan terutama untunk
mengurangi konduksi melalui nodus AV, untuk menghentikan konduksi
selama takikardi.
b. CCB, juga digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi da masalah
jantung. Seperti -blocker, CCB digunakan juga untuk menurunkan konduksi
melalui nodus AV, misalnya verapamil atau diltiazem.
c. Agen anti aritmia, agen ini digunakan untuk mengobati bermacam-macam
aritmia dan berakibat langsung ke jaringan atrium atau ventrikel. Berguna
untuk SVT yang terjadi atrial takikardi.
d. Radio frequency ablation (RFA) sudah berkembang menjadi terapi alternative
untuk mengobati beberapa pasien SVT. Pada prosedur ini kateter khusus
dimasukkan pada vena di atas lengan menuju jantung dengan fluoroskop.
Kateter tersebut digunakan untuk merekam sinyal elektrik dari dalam jantung
dan dapat mendeteksi lokasi SVT (Wang and Estes, 2002)

2. Ventrikel Ekstra Sistole
Ventrikel ekstra sistole ialah gangguan irama di mana timbul denyut jantung
prematur yang berasal dari fokus yang terletak di ventrikel. Ekstrasistol ventrikel
dapat berasal dari satu fokus atau lebih (multifokal). Ekstrasistol ventrikel
merupakan kelainan irama jantung yang paling sering ditemukan dan dapat
timbul pada jantung yang normal. Biasanya frekuensinya bertambah dengan
bertambahnya usia, terlebih bila banyak minum kopi, merokok atau emosi
(Trisnohadi, 2009).
Etiologi VES ini biasanya terjadi akibat cetusan dini dari suatu fokus yang
otomatis atau melalui mekanisme reentri. Penatalaksanaan VES ini adalah
mengoreksi gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan
lipoksia. Pada pasien yang tanpa atau tidak dicurigai mempunyai kelainan
jantung organiktidak perlu diobati. Perlu pengobatan bila terjadi iskemia miokard
akut, bigemini, trigemini, atau multifokal alvo ventrikel. Obat yang digunakan
adalah L. xilokain intravena, dengan dosis 1-2 mg/KgBB dilanjutkan infuse 2-4
menit. Obat alternative: prokainamid, disopiramid, amiodaron, meksiletin.
Komplikasi dari VES ini dapat terjadi ventrikel takikardi/ ventrikel fibrilasi,
kematian mendadak. Prognosisnya tergantung penyebab, beratnya gejala dan
respon terapi (Rani, dkk., 2006).
3. Atrial Fibrilasi
Pada Fibrilasi atrial terjadi eksitasi dan rekoveri yang sangat tidak teratur dari
atrium. Oleh karena itu impuls listrik yang timbul dari atrium juga sangat cepat
dan sama sekali tidak teratur (Trisnohadi, 2009).
Manifestasi klinis AF dapat simptomatik, dapat juga asimptomatik. Gejala-gejala
AF sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya AF,
penyakit yang mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada
terutama saat beraktifitas, sesak nafas, cepat lelah, sinkop atau gejala
tromboemboli. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar
penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada AF
akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung
kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (Nasution dan Ranitya,
2009).
E. Manifestasi Klinis
1. Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi), nadi mungkin tidak teratur, defisit nadi,
bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun, kulit pucat,
sianosis, berkeringat, edema; haluaran urine menurun bila curah jantung
menurun berat.
2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat anti angina,
gelisah.
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan, bunyi nafas
tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi
pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
5. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis
siferfisial); kehilangan tonus otot/ kekuatan.

F. Penatalaksanaan
Periksa kadar kalium serum, ekokardiogram dan fungsi tiroid. Tujuannya adalah
mengembalikan irama sinus atau pengendalian kecepatan ventrikel untuk
meminimalkan resiko embolisasi. Kardioversi arus searah (DC cardioversion)
mengembalikan irama sinus pada 90% pasien, namun relaps sering timbul.
1. Terapi Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Antiaritmia Kelas 1 : Sodium Channel Blocker
Kelas 1 A
- Quinidin : adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan
untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flukter.
- Procainamide : untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmia
yang menyertai anestesi.
- Dyspiramide : untuk SVT akut dan berulang.
Kelas 1 B
- Lignocain : untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel
takikardia.
- Mexiletine : untuk aritmia ventrikel dan VT.
Kelas 1 C
- Flecainide : untuk ventrikel ektopik dan takikardi.
b. Antiaritmia Kelas 2 (Beta Adrenergik Blokade)
Atenol, Metroprolol, Propanolol : indikasi aritmia jantung, angina pektoris
dan hipertensi.
c. Antiaritmia Kelas 3 (Prolong Repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang.
d. Antiaritmia Kelas 4 (Calsium Channel Blocker)
- Verapamil, indikasi Supraventrikular aritmia.
2. Terapi Mekanis
a. Kardioversi : Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia
yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
b. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pda keadaan gawat
darurat.
c. Defibrilator Kardioverter Implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan
mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada
pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
d. Terapi Pacemaker : Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan
dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (dirumah/kerja).
Juga untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/ efek obat antidisritmia.
3. Foto Dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan
dengan disfungsi ventrikel atau katup.
4. Scan Pencitraan Miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan
dinding dan kemampuan pompa.
5. Tes Stress Latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
menyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan Obat : Dapat menyebabkan toksisitas obat jantung, adanya obat
jalanan atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan meningkatnya disritmia.
9. Laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut.
10. Contoh, endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
11. GDA/Nadi Oksimetri : Hipokalsemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.

H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan (Smeltzer Bare, 2002)
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
b. Faktor resiko keluarga, contoh ; penyakit jantung, stroke, hipertensi.
c. Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit jantung,
hipertensi.
d. Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat antiaritmia lainnya kemungkinan
untuk terjadinya intoksikasi.
e. Kondisi psikososial.
f. Pengkajian Fisik
- Aktivitas : Kelelahan umum..
- Sirkulasi : Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi); nadi mungkin tidak
teratur, defisit nadi, bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun, warna kulit dan kelembaban berubah, missal; pucat sianosis,
berkeringat, edema, haluaran urine menurun bila curah jantung menurun
berat.
- Integritas Ego : Perasaan gugup, perasaan terancam, cemas,
takut, menolak, marah, gelisah, menangis.
- Makanan/Cairan : Hilang nafsu makan, anoreksia, tidak
toleran terhadap makanan, mual muntah, perubahan berat badan,
perubahan kelembaban kulit.
- Neurosensori : Pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi,bingung,
letargi, perubahan pupil.
- Nyeri/Ketidaknyamanan : Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang
atau tidak dengan obat antiangina, gelisah.
- Pernafasan : Penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan, bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,
mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal
jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal,
hemoptisis.

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrial , penurunan kontraktilitas miokardia.
Tujuan/Kriteria Hasil :
- Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan
oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba
sama, status mental biasa.
- Menunjukkan penurunan frekuensi/tak ada disritmia.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
1) Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.
Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2) Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.
3) Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin
cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4) Pantau TD.
Rasional : Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat, pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi
dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat
sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksia/iskemia.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi.
Tujuan/kriteria hasil :
- Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
- Memenuhi perawatan diri sendiri.
- Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek
obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi
jantung.
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dipsnea, berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan
segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.
3) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi).
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan.

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air.
Tujuan/kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
masukan dan pengeluaran.
- Bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima.
- Berat badan stabil dan tidak ada edema.
- Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis
terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal.
2) Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-
tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selam fase
akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kngesti paru, gagal
jantung.
5) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GGK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal.
6) Konsul dengan ahli gizi.
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
d. Nyeri akut b.d. iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
Tujuan :
Nyeri dada hilang/ terkontrol
Kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan teKriteria hasilnik relaksasi
- Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak
- TTV stabil
Intervensi :
1) Mandiri
- Pantau/ catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal,
dan respon hemodinamik
- Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien, termasuk lokasi,
intensitas, lamanya, kualitas, dan penyebaran
- Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau
nyeri infark miokard
- Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera
- Ajarkan pasien teKriteria hasilnik manajemen nyeri, relaksasi dan
distraksi
- Berikan lingkungan yang tenang, aktifitas perlahan dan tindakan nyaman
2) Kolaborasi
- Berikan O
2
tambahan dengan nasal kanule/ masker
- Berikan obat sesuai indikasi, misal :
Antiangina : Nitrogliserin
Beta blockers : Atenolol, propanolol
Analgesik : Morphin, Meperidin

e. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi
pengobatanberhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian
kondisimedis/kebutuhan terapi.
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
- Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping
obat
Intervensi :
1) Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal.
2) Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada
pasien/keluarga.
3) Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan,
perubahan mental, vertigo.
4) Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat
diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis
terlupakan.
5) Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan.
6) Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein.
7) Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa
pulang.
8) Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat.
9) Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung
dan gejala yang memerlukan intervensi medis.
10) Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan
karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu


DAFTAR PUSTAKA
Ganong F. William.2003.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC:Jakarta.
Hall.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Cetakan I.EGC:Jakarta.
Noer Sjaifoellah, M.H.1996.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I Edisi ketiga.Balai Penerbit
FKUI:Jakarta.
Smeltzer Bare.2002.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Studdarth.EGC:Jakarta.
Wilson.2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6Volume I.
EGC:Jakarta.

You might also like