You are on page 1of 21

EFEKTIVITAS PERAWATAN MENGGUNAKAN MADU NEKTAR FLORA

DIBANDINGKAN DENGAN SILVER SULFADIAZINE TERHADAP


PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II TERINFEKSI PADA MARMUT

Yulian Wiji Utami,S.Kp
Dr. dr. Setyawati Soeharto, M.Kes.
Ns. Dewi Kartikawati N, S. Kep.

Feriana Ira Handian


ABSTRAK


Handian, Feriana Ira. 2006. Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar
Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap
Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut. Tugas
Akhir, Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. Pembimbing: (1) Dr. dr. Setyawati Soeharto, M.Kes. (2) Ns.
Dewi Kartikawati N, S. Kep.


Luka bakar merupakan salah satu insiden tersering dalam masyarakat
khususnya rumah tangga. Proses penyembuhan luka bakar akan bertambah sulit
apabila terjadi infeksi karena luka bakar derajat II dapat berubah menjadi derajat
III.Berbagai penelitian dan metode mulai dikembangkan untuk melakukan
perawatan terhadap luka bakar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektivitas madu nektar flora dibandingkan dengan silver sulfadiazine
dalam mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi pada marmut.
Metode penelitian yang digunakan adalah true experimental laboratorium.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmut dengan kriteria pasti
adanya infeksi. Uji Komparasi menggunakan Parametric Test dengan One Way
Anova. Rata rata kecepatan proses penyembuhan pada kelompok madu nektar
flora =9,67 hari; kelompok silver sulfadiazine =10 hari; kelompok kontrol =19,17
hari dan hasil uji Anova menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada
ketiga kelompok. Tetapi dari uji BNT yang dilakukan disimpulkan bahwa
efektivitas penyembuhan luka antara kelompok yang menggunakan madu nektar
flora dengan kelompok silver sulfadiazine adalah sama. Keterbatasan dari
penelitian ini adalah sterilitas pada rawat luka dan batas pengamatan 21 hari.
Saran dari penelitian ini adalah untuk menggunakan madu pada perawatan luka
bakar derajat II terinfeksi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara
mikroskopis terhadap perubahan yang terjadi pada luka bakar derajat II
terinfeksi, komposisi dan variasi dosis madu serta efektivitas madu jenis lain
terhadap proses penyembuhan luka bakar derajat II terinfeksi.



Kata kunci: Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi, Madu Nektar
Flora, Silver sulfadiazine.


ABSTRACT


Handian, Feriana Ira. 2006. The Effectivity of Treatment by Nectar Flora
Honey Compare to Silver Sulfadiazine on Second Degree Burn
Wound Infected Healing to Marmot. Final Task. Nursing Science
Program Medical Faculty of Brawijaya University. Supervisors (1) Dr. dr.
Setyawati Soeharto, M.Kes. (2) Ns. Dewi Kartikawati N, S. Kep


Burn wound is one of the most rapid incident in population especially on
familyhood. The healing process would be more difficult when it got infected
because in the second degree of this could be change to third degree. Some
researchs and methods are start develop to find the treatment to burn wound.
The aim of this research is to find out the effectivity of nectar flora honey compare
to silver sulfadiazine to the healing on second degree burn wound infected
treatment. This research is true experimental laboratory. Sample on this research
are marmots with pus as certain criteria on infection .For comparation test it is
used Parametric Test with One Way Anova. The average of healing process for
nectar flora honey group =9,67 days, silver sulfadiazine =10 days, control group
= 19,17 days and the result of anova test show that there is a significant
difference on them. But BNT test concluded that the effectivity of wound healing
between nectar flora honey group to silver sulfadiazine group are equal. The
limitation of this research are the sterility in wound treatment and observation on
21 days. The suggestion of this research are to use honey for second burn
wound infected on the treatment, needs more research to observe the change
microscopically in second degree burn wound infected, the composition and
variations among the dossage of honey and efectivity the other kind of honey to
the healing process of the second degree burn wound infected.


Key words: The healing of second degree burn wound infected, nectar flora
honey, silver sulfadiazine.














PENDAHULUAN
Latar Belakang
Madu merupakan zat
mujarab yang dihasilkan oleh lebah
(Apis mallifera) . Orang Mesir,
Romawi, dan Yunani kuno
menggunakan madu untuk kue,
minuman, dan bumbu kue serta
daging. Di Eropa ada sistem
pengobatan dengan menggunakan
lebah dan madunya. Dalam Islam
juga dibahas tentang kegunaan
madu dari lebah dengan khasiatnya.
Madu itu adalah syifa' (penawar)
kepada manusia (Anonymous)
Berdasarkan observasi klinik
yang dilakukan oleh Molan (2002)
didapatkan bahwa pemberian madu
secara topikal dapat secara aktif
mencegah infeksi serta membantu
menyembuhkan luka bekas
pembedahan. Madu dapat
mengurangi inflamasi, edema dan
penumpukan eksudat serta memiliki
efek yang bagus apabila dipakai
untuk perawatan luka dan luka
bakar. Khasiat ini didapatkan dari
kandungan hydrogen peroxide yang
dikeluarkan oleh lebah
(Molan,2002).
Luka bakar merupakan
salah satu insiden yang paling sering
terjadi di masyarakat khususnya
rumah tangga. Berdasarkan salah
satu hasil penelitian menunjukkan
bahwa di unit pelayanan khusus
RSUPN Cipto Mangun Kusumo
J akarta, jumlah kasus luka bakar
yang dirawat selama tahun 1998
sebanyak 107 kasus atau 26,3 %
dari seluruh kasus bedah plastik
yang dirawat
(Moenadjat,2002). Mengingat luka
bakar merupakan salah satu jenis
trauma dengan angka morbiditas
dan mortalitas yang tinggi maka
diperlukan penanganan yang cepat
dan tepat serta perawatan secara
khusus sejak fase awal sampai fase
lanjut (Smeltzer,2002).

Pada perawatan luka bakar,
salah satu standar perawatan yang
digunakan adalah dengan
pemakaian silver sulfadiazine (SSD).
SSD dipakai atau dioleskan di kulit
untuk mencegah dan membunuh
bakteri atau infeksi jamur di kulit
atau area yang terkena luka bakar.
Obat ini biasanya digunakan dalam
perawatan luka bakar derajat dua
dan derajat tiga (Anonymous
Luka bakar dapat
diklasifikasikan menurut dalamnya
jaringan yang rusak, meliputi luka
bakar derajat satu, luka bakar
derajat dua, dan luka bakar derajat
tiga . Luka bakar yang dimaksud
dalam hal ini adalah luka bakar
derajat dua, meliputi destruksi
epidermis serta lapisan atas dermis
dan cedera pada bagian dermis
yang lebih dalam. Luka tersebut
terasa nyeri, tampak merah dan
mengalami eksudasi cairan.
Pemutihan jaringan yang terbakar
diikuti oleh pengisian kembali kapiler
, folikel rambut masih utuh
(Smeltzer,2002).
Beberapa faktor berperan
dalam penyembuhan luka bakar,
misalnya adalah luas area luka
bakar. Luka bakar akan semakin
sulit diatasi apabila terjadi infeksi,
bahkan luka bakar derajat dua akan
menjadi derajat tiga karena adanya
infeksi ini (Smeltzer,2002).
).
Namun demikian masyarakat masih
mengalami kesulitan untuk
menggunakan obat ini secara
maksimal karena harganya yang
relatif mahal terutama bagi
masyarakat dengan tingkat ekonomi
menengah ke bawah (Anonymous)
Beberapa penelitian pun
mulai dikembangkan untuk
pengobatan luka bakar terutama dari
bahan bahan alami. Pada
penelitian yang dilakukan
sebelumnya, terbukti bahwa madu
dapat digunakan sebagai obat luka
bakar yang diujikan langsung
terhadap 450 pasien di rumah sakit,
dan hasilnya, madu lebih efektif
menyembuhkan luka bakar
dibandingkan dengan cara
perawatan biasa dengan cairan
fisiologis(Namias,2005). Oleh
beberapa peneliti, efek anti bakteri
pada madu diujikan secara in vitro
dan belum diketahui secara in vivo .
Dari hasil penelitian yang dilakukan
di Selandia Baru didapatkan bahwa
tiap jenis madu yang berbeda
menghasilkan efek anti bakteri dan
khasiat yang berbeda pula
(Subrahmanyam,1994).
Berdasarkan hal diatas
peneliti mencoba untuk meneliti lebih
jauh bagaimanakah efektivitas madu
nektar flora yang banyak terdapat di
sebagian besar pulau J awa,
terhadap perawatan luka bakar
derajat II yang mengalami infeksi
dibandingkan dengan menggunakan
silver sulfadiazine pada marmut.
Rumusan Masalah
Apakah perawatan dengan
madu nektar flora lebih efektif jika
dibandingkan dengan silver
sulfadiazine terhadap penyembuhan
luka bakar derajat II terinfeksi pada
marmut ?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk membuktikan
efektivitas perawatan menggunakan
madu nektar flora terhadap
penyembuhan luka bakar derajat II
terinfeksi dibandingkan dengan
silver sulfadiazine pada marmut
dalam mempercepat proses
penyembuhan.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi
kecepatan proses
penyembuhan dengan
madu nektar flora pada luka
bakar derajat II terinfeksi
2. Untuk mengidentifikasi
kecepatan proses
penyembuhan dengan silver
sulfadiazine pada luka
bakar derajat II terinfeksi
3. Untuk menganalisa
kecepatan proses
penyembuhan madu nektar
flora pada luka bakar
derajat II terinfeksi
dibandingkan dengan silver
sulfadiazine
Manfaat
Bagi Masyarakat
1. Dapat memberikan
informasi kepada
masyarakat tentang
manfaat madu
dalam menyembuhkan luka
bakar derajat II.
2. Memberikan pemecahan
alternatif secara ekonomi
untuk pengobatan
luka bakar yang lebih bisa
dijangkau oleh masyarakat.
Bagi Peneliti
1. Sebagai landasan ilmiah
untuk penelitian selanjutnya
dalam skala yang
lebih luas yang
berhubungan dengan luka
bakar.
2. Untuk pengembangan
intervensi keperawatan

METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian true eksperimental
laboratorium untuk membandingkan
efektivitas penyembuhan Madu
Nektar Flora terhadap proses
penyembuhan luka bakar derajat II
terinfeksi dibandingkan dengan
silver sulfadiazine.
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di
laboratorium Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang pada bulan J uli - September
2006. Eksplorasi hewan coba
dilakukan selama 1 minggu
sementara pemberian perlakuan
akan dilakukan selama 3 minggu
berikutnya. Eksplorasi ini dilakukan
untuk menentukan metode
pembuatan luka bakar derajat II
terinfeksi dan waktu pemberian
terapi.
Sampel Dan Kriteria Sampel
Sampel yang ditentukan sebagai
subjek penelitian adalah semua
marmut yang dibuat luka bakar
derajat dua terinfeksi dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Marmut betina usia 3 4 bulan
b. Berat badan 200 350 gram
c. J enis lokal
d. Tidak sakit
e. Luas luka bakar sama, yaitu
dengan diameter 2 cm
f. Luka bakar derajat II dengan
tanda tanda luka terinfeksi,
dengan kriteria pasti adanya pus
g. Nutrisi sama, yaitu jenis dan
kuantitas yang sama pada tiap
marmut.
Marmut
Nutrisi Marmut
Menurut Smith,dkk (1988),
marmut memerlukan serat kasar 10
kali lebih
besar dibandingkan hewan coba
lain, bersih dan bergizi dan
mengandung vitamin C dalam
makanannya.
Makanan pokok marmut
adalah jagung sedangkan makanan
tambahan marmut diantaranya
adalah rumput gajah, kangkung,
bayam, pelepah jagung yang
dopotong potong, selada dan
wortel. Marmut diberikan makanan
dalam jumlah yang sama dalam tiap
kandang dengan menu yang
bervariasi setiap harinya
(Smith,1988).
Kandang Marmut
Kandang yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kandang
dari bahan bak plastik yang
dilakukan pembersihan setiap
harinya. Masing masing kandang
terdiri dari 1 marmut.
Cara Pemilihan Sampel
Pada penelitian ini digunakan
hewan coba marmut yang dilakukan
pembuatan luka bakar derajat II
dengan menggunakan benda panas.
Cara pemilihan sampel digunakan
cara simple random sampling,
dimana pada
penelitian ini diperlukan 3 kali
perlakuan, dengan perhitungan
sebagai berikut (Sudigdo dan
Sofyan, 1995)



P ( n-1) 15
3 ( n-1) 15
n 1 5
n 6
keterangan : P =jumlah perlakuan
n =banyaknya sampel
jadi tiap perlakuan diperlukan
sejumlah sampel minimal 6 marmut
untuk masing masing perlakuan
sehingga total sampel minimal
adalah 18 marmut.
Variabel Penelitian
Variabel Tergantung Penelitian
Lama penyembuhan luka bakar
derajat II yang terinfeksi
Variabel Bebas Penelitian
a. Perawatan dengan
menggunakan Madu Nektar
Flora terhadap luka bakar
derajat II terinfeksi
b. Perawatan dengan
menggunakan Silver
Sulfadiazine terhadap luka
bakar derajat II terinfeksi
c. Perawatan luka bakar
derajat II terinfeksi dengan
tidak menggunakan terapi
apapun

Definisi Operasional
Pada penelitian ini, yang
dimaksud dengan :
a. Madu Nektar Flora yang
digunakan adalah Madu
Nektar Flora murni yang
diperoleh langsung dari
petani lebah yang berasal
dari sari bunga randu,
dengan karakteristik warna
keruh sehingga dapat
diketahui kepastian jenis
dan keasliannya.
b. Silver Sulfadiazine adalah
silversulvadiazine dengan
nama dagang burnazin
yang beredar di pasaran
yang masih tersegel dan
tertutup dengan baik.
c. Luka bakar derajat II
terinfeksi adalah luka bakar
yang dibiarkan terinfeksi
oleh agen eksternal dalam
bentuk apapun pada masa
golden periode ( minimal 8
jam pertama setelah
pembuatan luka) dengan
tanda infeksi disertai pus.
d. Perawatan luka bakar
derajat II terinfeksi dengan
Madu Nektar Flora adalah
perawatan luka bakar
derajat II terinfeksi dengan
menggunakan Flora
dengan perawatan dua kali
per hari.
e. Perawatan luka bakar
derajat II terinfeksi dengan
Silver Sulfadiazine adalah
perawatan luka bakar
derajat II terinfeksi dengan
menggunakan Sulfadiazine
dengan perawatan dua kali
perhari.
f. Perawatan luka bakar
derajat II terinfeksi tanpa
menggunakan apapun
adalah perawatan luka
bakar derajat II terinfeksi
tanpa menggunakan bahan
apapun dalam proses
perawatannya dengan
perawatan dua kali perhari.
g. Lama penyembuhan luka
bakar derajat II terinfeksi
adalah lamanya
penyembuhan luka bakar
mulai dari waktu pemberian
terapi sampai terjadinya
penyembuhan yang dihitung
dalam hitungan hari selama
21 hari.
h. Luka sembuh adalalah
kondisi luka dengan kriteria
hilangnya pus, munculnya
granulasi, terangkatnya
jaringan nekrosis,
munculnya skar dan
hilangnya skar.

Bahan dan Instrumen Penelitian
Pembuatan Luka bakar Derajat II
Alat dan Bahan pembuatan
luka bakar:
a. Pisau cukur dan gagangnya
b. Marmut
c. Penggaris
d. Sarung tangan steril
e. Bengkok
f. Kom Steril
g. Perlak
h. Besi aluminium dengan
diameter 2 cm
i. Pemanas api
j. J as Lab
k. Gunting Plester
l. Pinset anatomis
m. Obat anastesi lidokain
n. Obat analgesic antalgin
o. Aquadest
p. Spuit +jarum
q. Kassa steril
r. Alkohol
s. Arloji
Cara kerja
a. Tentukan terlebih dahulu
daerah yang akan dibuat
luka bakar
b. Hilangkan bulu dengan
mencukur sesuai dengan
luas area luka bakar yang
diinginkan
c. Pasang perlak dan alasnya
di bawah marmut yang akan
dibuat luka bakar
d. Cuci tangan
e. Pakai sarung tangan
f. Lakukan pemberian antalgin
per oral dengan dosis 0.2
mg
g. Lakukan anestesi pada area
kulit yang akan dibuat luka
bakar dengan dosis 0,2 cc
lidokain dalam 2 cc
aquadest
h. Panaskan besi alumunium
pada api panas yang sudah
disiapkan selama 13 menit
i. Tempelkan besi pada kulit
marmut yang telah
disiapkan dengan
menggunakan korentang
selama 7 detik
j. Tunggu sampai terbentuk
bula ( 30 detik )
k. Lepas sarung tangan
l. Rapikan alat dan cuci
tangan
Rawat Luka
Alat dan bahan
a. Sarung tangan 2 pasang
b. Bak instrumen kecil 1 buah
c. Pinset anatomis 2 buah
d. Kom steril 2 buah
e. Kasa steril
f. Bengkok
g. Perlak dan alasnya
h. Plester
i. Gunting Plester
j. Madu Nektar Flora
k. Cream Silver Sulfadiazine
l. Korentang dan tempatnya
m. Tas plastik pembuang
sampah
Cara kerja
a. Cuci tangan
b. Tempatkan perlak yang
dilapisi kain di bawah luka
yang akan dirawat
c. Atur posisi marmut untuk
mempermudah tindakan
d. Dekatkan bengkok dan
plastik
e. Pakai sarung tangan steril
f. Siapkan kasa
g. Olesi bagian luka yang telah
terinfeksi dengan kasa yang
telah dibasahi dengan Madu
Nektar Flora setebal 2 mm
hingga menutup seluruh
permukaan luka untuk
kelompok perlakuan Madu
Nektar Flora .
h. Olesi bagian luka yang telah
terinfeksi dengan
menggunakan Silver
Sulfadiazine untuk
kelompok perlakuan dengan
Silver Sulfadiazine setebal 2
mm hingga menutup
seluruh permukaan luka
untuk kelompok perlakuan
Silver Sulfadiazine .
i. Tutup lukadengan kasa
steril
j. Untuk kelompok kontrol
balutan tanpa diberikan
apapun.
k. Fiksasi kasa dengan plester
l. Lepas sarung tangan dan
buang di plastik
m. Cuci tangan
Pembersihan luka
Untuk pembersihan luka dalam
perawatan yang dilakukan 2 kali
perhari, sebelum diberikan madu
nektar flora atau silver sulfadiazine
maka luka terlebih dahulu
dibersihkan dengan menggunakan
air aquades, setelah itu baru
dilakukan proses perawatan sesuai
dengan prosedur perawatannya.
Alat dan bahan Penilaian Luka
Sembuh
Lembar penilaian Luka
(terlampir )
Prosedur Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini
digunakan teknik observasi
eksperimen, dimana sampel dibagi
menjadi 3 kelompok kemudian
dilakukan pengamatan setiap hari
untuk melihat tanda tanda
penyembuhan secara macros.
Pengamatan ini dilakukan mulai
awal perlakuan mulai pemberian
terapi sampai hari terakhir
penyembuhan untuk mengetahui
perubahannya dengan batas waktu
penelitian selama 21 hari.
Prosedur Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan
setiap hari dalam jam dan waktu
yang sama ketika perawatan luka .
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada bagan kerangka kerja.
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini
digunakan metode single blind untuk
mengurangi hasil pengamatan yang
bias yang diberikan pelatihan
terlebih dahulu.

Pretest Postest Control Group Design


18 sampel marmut



Random (Simple random sampling)




























Analisa Data
Dari hasil penelitian
didapatkan data lama penyembuhan
dari luka bakar derajat II yang
terinfeksi. Untuk menilai tingkat
kemaknaan dan menguji hipotesa
Luka Sembuh
Group A
Kelompok Perlakuan
dengan Madu
Group B
Kelompok Perlakuan
dengan Silver
Sulfadiazine
Group C
Kelompok
Kontrol
Penilaian awal setelah luka terinfeksi
Perlakuan ( X ) Perlakuan ( X ) Tanpa Perlakuan
Penilaian Proses Penyembuhan
Luka Bakar Derajat II yang
terinfeksi ( single blind )
Keterangan :
Group A : Madu
Group B : Silver
Sulfadiazine
Group C : Kontrol
digunakan uji dengan Parametric
Test yaitu ONE WAY ANOVA
(Sugiyono,2003).
HASIL PENELITIAN DAN
ANALISIS DATA
Hasil Penelitian
Penelitian dengan judul
Efektivitas Perawatan
Menggunakan Madu Nektar Flora
Dibandingkan Dengan Silver
Sulfadiazine Terhadap Perawatan
Luka Bakar Derajat II Terinfeksi
Pada Marmut dilaksanakan pada
tanggal 19 Agustus sampai 9
September 2006. Besar sampel
dalam penelitian ini berjumlah 18
sampel marmut . Dari 18 sampel
marmut tersebut kemudian dibagi
menjadi 3 (tiga) kelompok
perlakuan. Kelompok 1 adalah
kelompok marmut yang diberikan
perawatan 2 kali sehari dengan
menggunakan madu nektar flora ,
kelompok 2 adalah kelompok
marmut yang yang diberikan
perawatan 2 kali sehari dengan
menggunakan krim silver
sulfadiazine, dan kelompok 3 adalah
kelompok kontrol tanpa
menggunakan bahan apapun dalam
proses perawatannya. Perawatan
luka dilakukan setiap hari dalam
waktu yang sama sesuai dengan
perlakuan yang diberikan.

Tabel 5.1.1 Rata rata Lamanya Proses Penyembuhan Luka Bakar
Derajat II Terinfeksi

Kriteria Kontrol
(x SD)
madu nektar
flora
(x SD)
SSD
(x SD)
P
Value
Lama
Sembuh
19,171,72440* 9,672,25093** 101,26491** >0,05
Hilangnya
Pus
3,51,22474** 2,671,36626** 2,830,98319** <0,05
Munculnya
Granulasi
13,834,83391* 30,63246** 4,172,04124** >0,05
Pengang-
katan
J aringan
Nekrosis
18,332,56255* 10,53,50714** 9,673,44480** >0,05
Munculnya
skar
19,171,72440* 9,672,25093** 101,26491** >0,05
Hilangnya
Skar
++ 12,831,47196* 15,671,86190** >0,05
42

Keterangan :
* - ** =ada beda, signifikan
** - ** =ada beda, tidak signifikan
++ =tidak hilang
Hasil Pengamatan Lamanya
Penyembuhan Luka Bakar Derajat
II Terinfeksi
Hasil penilaian kesembuhan
luka bakar derajat II terinfeksi dari
masing - masing kelompok dilihat
pada mulainya fase maturasi pada
proses penyembuhan luka.
Berdasarkan tabel hasil
penelitian, hasil dari penilaian lama
penyembuhan luka bakar derajat II
yang terinfeksi yang diberi
perawatan dengan menggunakan
madu nektar flora menunjukkan rata
rata lama sembuh yaitu 9,67.
Untuk kelompok silver sulfadiazine
menunjukkan rata rata lama
sembuh yaitu 10. Rata rata lama
sembuh pada kelompok kontrol yaitu
19,17. Berdasarkan data ini dapat
dikatakan bahwa kelompok madu
nektar flora menunjukkan rata rata
lama sembuh lebih cepat
dibandingkan dengan kelompok
silver sulfadiazine dan kelompok
kontrol.
Hasil Pengamatan Kriteria
Penyembuhan Luka
Dari observasi yang
dilakukan selama penelitian
terhadap tanda tanda kesembuhan
luka bakar derajat II yang terinfeksi
yang meliputi kondisi kulit, warna
luka,hilangnya pus, terjadinya
granulasi, pengangkatan jaringan
nekrosis, munculnya skar dan
hilangnya skar menunjukkan bahwa
untuk kriteria kondisi kulit, pada
kelompok perlakuan madu nektar
flora tampak kondisi kulit yang
lembab sejak hari pertama
pemberian perlakuan, begitu pula
dengan kelompok silver sulfadiazine.
Sedangkan pada kelompok kontrol
kondisi kulit dominan kering mulai
hari hari awal pemberian
perlakuan.
Warna luka yang berbeda
juga terjadi pada ketiga kelompok
perlakuan. Untuk kelompok madu
nektar flora dan silver sulfadiazine
bervariasi dari merah segar, merah
pucat, coklat / hitam dan warna kulit
normal. Sedangkan pada kelompok
kontrol dominan dengan warna luka
coklat / hitam.
a. Hilangnya Pus
Warna pus pada masing
masing kelompok berwarna kuning
sampai kuning kehijauan.
Sedangkan dari data rata rata
hilangnya pus dari hasil penelitian
dapat dikatakan bahwa perawatan
luka bakar derajat II terinfeksi
dengan madu nektar flora lebih
cepat dalam menghilangkan pus.
b. Granulasi.
Munculnya granulasi pada
proses penyembuhan luka ditandai
dengan adanya warna merah segar
pada luka. Dari data rata rata
munculnya granulasi pada hasil
penelitian menunjukkan bahwa
perawatan luka bakar derajat II
terinfeksi dengan menggunakan
madu nektar flora menunjukkan rata
rata terjadinya granulasi yang lebih
ccepat.
c. Nekrosis
Pengangkatan jaringan
nekrosis pada kelompok madu
nektar flora, silver sulfadiazine dan
kontrol dari hasil penelitian dapat
dikatakan bahwa perawatan luka
bakar derajat II terinfeksi dengan
silver sulfadiazine menunjukkan rata
rata pengangkatan jaringan
nekrosis yang lebih cepat.
d. Skar
Dari data hasil penelitian
dapat dikatakan bahwa perawatan
luka bakar derajat II terinfeksi
dengan madu nektar flora
menunjukkan rata rata munculnya
skar yang lebih cepat, begitu pula
dengan kecepatan hilangnya skar.
Analisa Data
Untuk menguji dan
mengetahui perbedaan efektivitas
perawatan luka bakar derajat II
terinfeksi dengan madu nektar flora
dan silver sulfadiazine dalam
mempercepat proses penyembuhan
dilakukan uji dengan One Way
Anova. Tujuan analisa ragam
tersebut ingin mengetahui apakah
secara rata-rata perlakuan dengan
madu nektar flora memberikan hasil
yang berbeda dibandingkan dengan
silver sulfadiazine. Berikut ini
disajikan hasil analisa data pada 3
kelompok perlakuan.

Uji Normalitas Data
Untuk pengujian kenormalan
data memakai metode analitik
Kolmogrov Smirnov dengan selang
kepercayaan 95% karena metode ini
dianggap lebih objektif daripada
metode deskriptif lainnya
(Dahlan,2004).
Dari hasil pengujian
normalitas data pada kelompok
perlakuan madu nektar flora, silver
sulfadiazine dan kontrol didapatkan
bahwa P- Value lebih daripada
(0,05) dengan kata lain terima Ho,
artinya data menyebar normal.
Uji Galat Percobaan saling bebas
Pada uji galat percobaan
saling bebas menunjukkan bahwa
data data dari masing masing
kelompok perlakuan setelah
dimasukkan dalam uji tersebut tidak
membentuk model yang jelas. Maka
dapat dikatakan bahwa data data
dari masing masing kelompok
tidak saling bergantungan atau tidak
saling mempengaruhi antara satu
dengan yang lain sehingga data
yang didapatkan bisa dikatakan
memenuhi uji galat percobaan saling
bebas.
One Way ANOVA SPSS
Hasil penelitian dianalisa
dengan one way Anova SPSS ver
11 for window dengan selang
kepercayaan 95 % atau taraf
kesalahan 5 %.
Uji One Way Anova Terhadap
Lamanya Proses Penyembuhan
Dari Analisa 18 data lamanya
proses penyembuhan luka bakar
derajat II diperoleh F hitung sebesar
54,308. Untuk menguji hipotesis
dapat dibandingkan dengan tabel,
dengan df1=2 dan df2=15 dengan
taraf kesalahan yang diambil adalah
0,05. Maka harga F tabel sebesar
3,68. Ketentuan yang digunakan
yaitu apabila F hitung lebih besar
dari F tabel, maka Ha diterima dan
Ho ditolak. J adi F Hitung =54,308 >
F Tabel =3,68, dengan demikian Ha
diterima. J adi terdapat perbedaan
yang signifikan perawatan luka
bakar derajat II terinfeksi dengan
menggunakan madu nektar flora
,silver sulfadiazine dan kontrol dalam
mempercepat proses penyembuhan.
Uji One Way Anova Terhadap
Kriteria Penyembuhan Luka
Untuk dapat mengetahui
keefektifan madu nektar flora dan
silver sulfadiazine dalam
mempercepat proses penyembuhan
kemudian dilakukan uji One Way
Anova (terlampir) terhadap
parameter penilaian luka sembuh
yaitu hilangnya pus, munculnya
granulasi, terjadinya pengangkatan
jaringan nekrosis munculnya skar
dan hilangnya skar.
Dari Analisa terhadap masing
masing kriteria penyembuhan luka
didapatkan untuk hilangnya pus F
hitung hilangnya pus sebesar 0,808,
F hitung untuk terjadinya granulasi
22,786, F hitung untuk hilangnya
jaringan nekrosis sebesar 14,981
dan F hitung untuk munculnya skar
sebesar 54,215. Untuk menguji
hipotesis dapat dibandingkan
dengan tabel, dengan df1= 2 dan
df2=15 dengan taraf kesalahan yang
diambil adalah 0,05. Maka harga F
tabel sebesar 3,68. Ketentuan yang
digunakan yaitu apabila F hitung
lebih besar dari F tabel, maka Ha
diterima dan Ho ditolak.
Untuk F Hitung hilangnya
pus sebesar 0,808 sehingga F
Hitung hilangnya pus < F Tabel =
3,68, dengan demikian Ha ditolak.
J adi tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada kriteria hilangnya pus
pada perawatan luka bakar derajat II
terinfeksi dengan menggunakan
madu nektar flora , silver
sulfadiazine dan kontrol dalam
mempercepat proses penyembuhan.
Untuk F Hitung terjadinya granulasi
sebesar 22,786 sehingga F Hitung
terjadinya granulasi > F Tabel =
3,68,dengan demikian Ha diterima.
J adi terdapat perbedaan yang
signifikan pada kriteria munculnya
granulasi pada perawatan luka bakar
derajat II terinfeksi dengan
menggunakan madu nektar flora
,silver sulfadiazine dan kontrol dalam
mempercepat proses penyembuhan.
Untuk F Hitung
pengangkatan atau hilangnya
jaringan nekrosis sebesar 14,891
sehingga F Hitung pengangkatan
jaringan nekrosis > F Tabel =
3,68,dengan demikian Ha diterima.
J adi terdapat perbedaan yang
signifikan pada kriteria
pengangkatan jaringan nekrosis
pada perawatan luka bakar derajat II
terinfeksi dengan menggunakan
madu nektar flora , silver
sulfadiazine dan kontrol dalam
mempercepat proses penyembuhan.
Untuk F Hitung munculnya
skar sebesar 54,215 sehingga F
Hitung hilangnya pus > F Tabel =
3,68,dengan demikian Ha diterima.
J adi terdapat perbedaan yang
signifikan pada kriteria munculnya
skar pada perawatan luka bakar
derajat II terinfeksi dengan
menggunakan madu nektar flora
Nektar Flora, silver sulfadiazine dan
kontrol dalam mempercepat proses
penyembuhan
Sedangkan untuk kriteria
hilangnya skar tidak bisa dilakukan
dengan uji anova karena hilangnya
skar hanya terjadi pada 2 variabel,
yaitu kelompok madu nektar flora
Nektar Flora dan silver sulfadiazine.
Uji BNT (Beda Nyata
Terkecil)/LSD(Least Sigificance
Difference)
Setelah diketahui data rata
rata masing masing perlakuan ,
maka untuk mengetahui perlakan
mana yang memiliki rata rata sama
atau berbeda dalam mempercepat
proses penyembuhan luka bakar
derajat II terinfeksi digunakan uji
BNT.
Uji BNT Terhadap Lamanya
Proses Penyembuhan.
Dari hasil uji BNT yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa
rata rata lama sembuh pada
perlakuan dengan menggunakan
madu nektar flora atau silver
sulfadiazine tidak berbeda nyata
dengan kelompok silver sulfadiazine
atau madu nektar flora tetapi
berbeda nyata dengan kelompok
kontrol.
Uji BNT terhadap Kriteria
Penyembuhan Luka
Untuk mengetahui perlakuan
mana yang lebih efektif dalam
mempercepat tanda tanda
kesembuhan selama waktu
pengamatan yang ditentukan,
kemudian dilakukan uji terhadap
parameter penilaian luka sembuh
yaitu hilangnya pus, terjadinya
granulasi, pengangkatan jaringan
nekrosis, timbulnya skar dan
hilangnya skar.
a. Hilangnya Pus
Rata rata hilangnya pus
pada kelompok madu nektar flora,
silver sulfadiazine maupun kelompok
kontrol tidak berbeda nyata terhadap
masing masing kelompok. J adi
efektivitas madu nektar flora, silver
sulfadiazine dan tanpa pemberian
apapun sama dalam mempercepat
hilangnya pus.
b.Terjadinya Granulasi
Rata rata terjadinya
granulasi pada kelompok madu
nektar flora tidak berbeda nyata
dengan kelompok silver sulfadiazine,
sedangkan kelompok madu nektar
flora dan silver sulfadiazine berbeda
nyata dengan kelompok kontrol.
c. Pengangkatan Jaringan
Nekrosis
Rata rata terjadinya
pengangkatan jaringan nekrosis
pada kelompok madu nektar flora
tidak berbeda nyata dengan
kelompok silver sulfadiazine tetapi
keduanya berbeda nyata dengan
kelompok kontrol. J adi madu nektar
flora dan silver sulfadiazine memiliki
efektifitas yang sama dalam
mempercepat pengangkatan
jaringan nekrosis.
d. Munculnya Skar
Rata rata timbulnya skar
pada kelompok madu nektar flora
tidak berbeda nyata dengan
kelompok silver sulfadiazine tetapi
keduanya berbeda nyata dengan
kelompok kontrol. J adi madu nektar
flora dan silver sulfadiazine memiliki
efektifitas yang sama dalam
mempercepat timbulnya skar.

e.Hilangnya Skar
Rata rata hilangnya skar
pada kelompok madu nektar flora
berbeda nyata dengan kelompok
silver sulfadiazine. Dengan demikian
madu nektar flora lebih efektif dalam
menghilangkan skar dibandingkan
dengan silver sulfadiazine.

PEMBAHASAN
Penelitian telah dilakukan
untuk mengetahui apakah madu
nektar flora lebih efektif terhadap
perawatan luka bakar derajat II
terinfeksi dibandingkan dengan
silver sulfadiazine dalam
mempercepat proses penyembuhan.
Dalam penelitian ini
digunakan madu karena dari
berbagai tinjauan pustaka madu
memiliki berbagai kelebihan,
diantaranya adalah madu dapat
menghentikan pertumbuhan semua
jenis mikroba,merangsang aktivitas
faktor imun, berperan dalam
debridemen dan merangsang
pertumbuhan jaringan (Molan,1998).
Sebagai bahan pembanding
digunakan krim silver sulfadiazine
atau yang lebih dikenal dengan
silvadene atau burnazin dalam
mempercepat proses penyembuhan
luka bakar derajat II terinfeksi.
Proses Penyembuhan Luka
Hasil penelitian didapatkan
lama penyembuhan luka bakar
derajat II dengan kriteria
penyembuhan luka yaitu kondisi
kulit, warna luka, hilangnya pus,
munculnya granulasi,munculnya
skar, pengangkatan jaringan
nekrosis dan hilangnya skar.
Pada pengamatan
didapatkan bahwa terdapat
perbedaan kondisi kulit antara madu,
Silver sulfadiazine dan kontrol.
Kelembaban madu lebih bertahan
lama secara berurutan mulai dari
kelompok madu ke Silver
sulfadiazine sedangkan pada kontrol
luka dominan kering. Hal ini
disebabkan pada madu dan silver
sulfadiazine lebih terjaga
kelembabannya disamping karena
bahan bahan tersebut berfungsi
untuk melembabkan daerah
permukaan luka. Perawatan dengan
kasa tertutup juga semakin
mendukung kondisi ini. Pada silver
sulfadiazine, kondisi kulit kering dan
muncul skar setelah terjadi
pengangkatan jaringan nekrosis
meski menggunakan balutan
tertutup karena sifat preparat silver
yang mampu menembus eschar
(Moenadjat,2003)
Warna luka pada kelompok
perlakuan madu dominan merah
segar dan terjadi penyembuhan
sempurna dengan hasil observasi
kembalinya kondisi kulit menjadi
normal seperti semula sedangkan
pada silver sulfadiazine,sampai akhir
penyembuhan tidak semua kondisi
kulit bisa seperti sebelumnya dan
masih ada jaringan parut yang
berwarna hitam. Untuk kelompok
kontrol, warna hitam pada luka
adalah akibat jaringan nekrosis yang
sulit untuk terangkat karena kondisi
kulit yang sangat kering sehingga
menyulitkan untuk proses
pengangkatan jaringan
(Morison,2004).
Pengaruh Madu Nektar Flora dan
silver sulfadiazine Terhadap
Proses Infeksi
Pengamatan makroskopis
pada tahap ini meliputi karakteristik
pus yang menunjukkan tanda
infeksi.
Berdasarkan hasil
penghitungan secara statistik
dengan one way anova perawatan
dengan madu nektar flora, silver
sulfadiazine dan kontrol didapatkan
tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada kriteria hilangnya pus
(F Hitung hilangnya pus =0,808 dan
F Tabel= 3,68), akan tetapi secara
rata rata, madu nektar flora lebih
cepat menghilangkan pus
dibandingkan dengan silver
sulfadiazine dan kontrol.
Rata rata hilangnya pus
yang lebih cepat didapat oleh madu
nektar flora yang ditunjukkan dengan
rata rata hilangnya pus paling
cepat (2,67) dibandingkan dengan
kelompok silver sulfadiazine (2,83)
dan kelompok kontrol (3,5). Hal ini
menunjukkan efek madu yang lebih
bakterisid daripada silver
sulfadiazine. Larutan dengan
osmolaritas yang tinggi seperti madu
nektar flora dapat menghambat
pertumbuhan mikroba, hal ini
dikarenakan molekul gula yang
terkandung di madu akan mengikat
molekul air yang ada di sekitarnya
(Molan,1999). Sehingga bakteri tidak
mempunyai air yang cukup untuk
mendukung proses tumbuh
kembangnya (Molan,1998).
Kemampuan tersebut juga termasuk
dalam salah satu cara kerja madu
nektar flora sebagai anti mikroba.

Kondisi pus tidak berbeda
nyata pada 3 kelompok perlakuan
antara madu, silver sulfadiazine dan
kontrol. Hal ini mungkin disebabkan
oleh faktor jenis balutan tertutup
yang digunakan yang ternyata
efektif untuk pengendalian infeksi
(Smeltzer,2002)
Madu memiliki sifat asam
dengan PH sekitar 3,2-4,5 yang
dapat menghambat pertumbuhan
kuman karena PH optimum
pertumbuhan kuman adalah 7,2
7,4(Soewedo,1980). Madu juga
memiliki efek anti bakteri yang
berasal dari kandungan peroksida
(Wilix et al.,1992). Walaupun jumlah
peroksida ini sedikit, namun sudah
berfungsi sebagai anti bakteri.
Tingkat osmolaritas yang tinggi
membuat madu dapat menghentikan
semua jenis mikroba. Glukosa yang
terkandung dalam madu berperan
terhadap makrofag untuk
pembentukan energi pada proses
glikolisis serta untuk menghasilkan
hidrogen peroksida (Molan,1998).
Kemampuan silver
sulfadiazine dalam menghambat
pertumbuhan bakteri didapatkan
dari kandungan sulfonamid yang
bekerja sebagai anti metabolit yang
mengsir PABA secara kompetitif
yang dibutuhkan oleh sintesa asam
folat bakteri. Hal inilah yang
menyebabkan silver sulfadiazine
lebih bersifat bakteriostatik karena
kekurangan PABA tidak akan
mematikan bakteri (Haake,et
al,1990). Efek anti bakteri ini juga
didapatkan dari preparat silver
(Ag+) yang terkandung dalam silver
sulfadiazine. Ag+dilepaskan secara
perlahan lahan sampai mencapai
kadar toksik yang selektif untuk
mikroba. Ag+hanya sedikit diserap
tetapi sulfadiazine dapat mencapai
kadar terapi bila permukaan yang
diolesi cukup luas (Gan, 1987)



Pengaruh Madu Nektar Flora dan
Silver sulfadiazine Terhadap Fase
Penyembuhan Luka
Fase Proliferatif
Pengamatan makroskopis
pada fase ini meliputi adanya warna
merah terang yang menunjukkan
adanya granulasi.
Berdasarkan uji statistik
dengan one way anova terdapat
perbedaan yang signifikan antara
perawatan dengan madu, silver
sulfadiazine dan kontrol dalam
mempercepat munculnya granulasi
(F Hitung granulasi=22,786, F tabel
=3,68 ).
Dari uji BNT yang dilakukan,
efektifitas madu nektar flora tidak
berbeda nyata secara statistik dalam
mempercepat munculnya granulasi
dibandingkan dengan silver
sulfadiazine, tetapi berbeda nyata
dengan kontrol. Meskipun demikian
rata rata kecepatan timbulnya
granulasi madu merupakan yang
paling cepat dibandingkan dengan
silver sulfadiazine dan kontrol.
Madu megandung vitamin C
yang berguna untuk sintesis
kolagen. Mineral berguna untuk
memberi ketahanan terhadap
penyakit, menjaga kesehatan dan
memberikan vitalitas serta
berinteraksi dengan vitamin dalam
mendukung fungsi tubuh. Asam
amino berguna untuk pertumbuhan
dan perbaikan (Molan,2002).
Adanya enzim katalase juga dapat
membantu proliferatif dalam
membentuk jaringan granulasi .
madu nektar flora memberikan
keuntungan pada proses granulasi
dan epitelisasi jaringan dengan
memberikan suasana yang lembab
di sekitar luka serta mempunyai efek
stimulator pada angiogenesis pada
pertumbuhan granulasi jaringan dan
sel epitel (Willix Dj,1999). Kelompok
kontrol lebih sulit untuk mencapai
granulasi dengan cepat karena
rangsanagn serabut kolagen yang
lebih lambat akibat tidak adanya
terapi apapun.
Efek preparat silver terhadap
luka dijelaskan menurut
pemeriksaan histopatologik sebagai
suatu zat yang mengurangi proses
inflamasi permukaan luka;
mengurangi efek negatif dari
metalloproteinase (MMP). MMP ini
mengikat Zn untuk aktifitasnya,
sementara Zn dibutuhkan untuk
proses penyembuhan jaringan.
Dengan diprosuksinya MMP proses
penyembuhan mengalami
gangguan. Preparat silver akan
meningkatkan kadar kalsium di
permukaan luka, sehingga
memungkinkan terjadinya proses re
epitelisasi ( Moenadjat,2003).
Fase Destruktif
Pengamatan makroskopis
pada fase ini meliputi pengangkatan
jaringan nekrosis selama proses
penyembuhan.
Berdasarkan uji statistik
dengan one way anova terdapat
perbedaan yang signifikan antara
perawatan dengan madu, silver
sulfadiazine dan kontrol dalam
mempercepat mempercepat
pengangkatan jaringan nekrosis ( F
Hitung pengangkatan jaringan
nekrosis =14,891, F tabel =3,68 ).
Dari uji BNT yang dilakukan,
efektifitas madu nektar flora tidak
berbeda nyata secara statistik dalam
mempercepat pengangkatan
jaringan nekrosis dibandingkan
dengan silver sulfadiazine, tetapi
berbeda nyata dengan kontrol.
Dari data rata rata
penyembuhan luka pada
pengangkatan jaringan nekrosis
ternyata silver sulfadiazine lebih
cepat dibandingkan dengan madu.
Hal ini dikarenakan kelebihan dari
preparat silver yang mampu
mengengkat jaringan nekrosis
(Moenadjat,2003). Madu hanya
membasahi jaringan sekitar luka dan
nekrosis tapi tidak baik dalam
mengangkat. Sifat hipertonis yang
dapat menyerap jaringan nekrotik
menjadikan luka lebih mudah
dibersihkan tanpa menimbulkan rasa
nyeri pada saat debridemen luka
(Wilix,1998). Sedangkan pada
kelompok kontrol, pengangkatan
jaringan nekrosis sangat sulit
dilakukan karena kondisi kulit yang
sangat kering dan kelembaban yang
tidak terjaga(Morison,2004)
Fase Maturasi
Munculnya Skar
Berdasarkan uji statistik
dengan one way anova terdapat
perbedaan yang signifikan antara
perawatan dengan madu, silver
sulfadiazine dan kontrol dalam
mempercepat timbulnya skar ( F
Hitung granulasi=54,215, F tabel =
3,68 ).
Dari uji BNT yang dilakukan,
efektifitas madu nektar flora tidak
berbeda nyata secara statistik dalam
mempercepat munculnya skar
dibandingkan dengan silver
sulfadiazine, tetapi berbeda nyata
dengan kontrol. Namun dari data
rata rata munculnya skar, madu
masih yang paling cepat jika
dibanding dengan silver sulfadiazine
dan kontrol.
Madu megandung vitamin C
yang berguna untuk sintesis
kolagen. Asam amino berguna untuk
pertumbuhan dan perbaikan. Mineral
berguna untuk memberi ketahanan
terhadap penyakit, menjaga
kesehatan dan memberikan vitalitas
serta berinteraksi dengan vitamin
dalam mendukung fungsi tubuh
(Molan,2002).
Preparat silver akan
meningkatkan kadar kalsium di
permukaan luka sehingga
memungkinkan terjadinya proses re
epitelisasi ( Moenadjat,2003).

Hilangnya Skar
Berdasarkan hasil penelitian,
terdapat perbedaan rata rata
hilangnya skar pada kelompok madu
nektar flora dan Silver sulfadiazine.
Kemampuan dalam menghilangkan
skar antara madu nektar flora lebih
cepat jika dibandingkan dengan
silver sulfadiazine.
Selain kelebihan khasiat
asam amino yang dimiliki madu,
kelembaban madu akan menjaga
permukaan jaringan dan kandungan
nutrisi dalam madu akan membantu
dalam proses pembentukan jaringan
untuk penyembuhan yang lebih
sempurna. Secara teori, kelebihan
dari silver sulfadiazine adalah dapat
menembus eschar dan lebih mudah
melepaskan eschar
(Moenadjat,2003), tetapi pada
penelitian ini hasilnya tidak lebih baik
daripada madu.
Tindakan Keperawatan
Pada pengamatan fase
penyembuhan luka pada penelitian
ini didapat data ada karakter luka
sembuh yang berbeda antara
kelompok madu, silver sulfadiazine
dan kontrol.
Perawatan luka yang
dilakukan pada penelitian ini meliputi
pembersihan luka dan debridemen,
pengolesan preparat (madu atau
silver sulfadiazine ) dan pembalutan.
Pembersihan luka dan debridemen
dilakukan sehari sekali pada daerah
luka. Tindakan debridemen lebih
sering dilakukan apabila eskar
sudah mulai memisahkan diri dari
jaringan viabel di bawahnya
(Smeltzer,2002).
Penggantian balutan
dilakukan setiap hari selama proses
perawatan. Dalam penelitian ini
dipakai 2 kasa steril dan kemudian di
plester. Balutan dalam yang kotor
dilepas dan dibuang dengan
mengikuti prosedur yang ditetapkan
untuk membuang bahan bahan
terkontaminasi. Balutan atau kasa
yang menempel pada luka dilepas
dengan sebelumnya dibasahi
dengan aquades untuk menghindari
rasa sakit. Peneliti sengaja
menghindari pemakaian cairan
normal salin untuk menghindari
terjadinya bias pada masing
masing perlakuan. Kemudian luka
dibersihkan dan didebridemen untuk
membersihkan debris, preparat
topikal yang tersisa , eksudat dan
kulit yang mati. Debridemen
dilakukan dengan tujuan untuk
menghilangkan jaringan yang
terkontaminasi oleh bakteri dan
benda asing, sehingga pasien
terlindungi terhadap kemungkinan
invasi bakteri, menghilangkan
jaringan yang sudah mati atau eskar
dalam persiapan bagi graft dan
kesembuhan luka ( Smeltzer,2002).
Perawatan luka bakar secara
tertutup belum menjamin terbebas
dari infeksi dibuktikan dengan masih
adanya pus pada kelompok
perlakuan baik dengan madu, silver
sulfadiazine maupun kontrol setelah
masa pemberian terapi. Akan tetapi,
data yang menunjukkan tidak
signifikannya antara kelompok madu
nektar flora, silver sulfadiazine dan
kontrol dalam kriteria hilangnya pus
menunjukkan bahwa asuhan
keperawatan yang dilakukan dengan
prosedur perawatan luka tertutup
memegang peranan penting dalam
penelitian ini.
Pembersihan jaringan
nekrotik adalah penting dalam
proses perawatan karena daerah
nekrotik dalam beberapa keadaan
dapat menjadi fokus infeksi,
merupakan medium pembiakan
yang baik sekali bagi pertumbuhan
organisme tertentu yang kemudian
dapat menyebar ke jaringan lain
dalam tubuh. J ika daerah yang
nekrotik tidak dibuang atau
dihancurkan, maka biasanya daerah
itu akan ditutup dengan kapsula
jaringan penghubung fibrosa dan
akhirnya akan diisi dengan garam
garam kalsium yang diendapkan dari
darah yang bersirkulasi di daerah
nekrosis. Proses kalsifikasi ini
mengakibatkan daerah nekrosis
mengeras seperti batu dan menetap
selama hidup individu itu
(Price.,et al, 1995).
Perawatan 2 kali per hari
lebih cepat dalam mempercepat
proses penyembuhan karena
balutan lebih tetap terjaga
kelembabannya sehingga terhindar
dari resiko infeksi, disamping itu
dapat mengurangi resiko cidera
selama mengganti balutan
(Dongoes,2000).
Dari proses perawatan yang
dilakukan pada ketiga sampel
tersebut didapatkan bahwa madu
memiliki kemampuan
menghilangkan skar paling cepat
dibandingkan dengan silver
sulfadiazine. Dengan semakin tidak
adanya skar yang tertinggal maka
kemungkinan untuk terjadinya
jaringan keloid atau jaringan parut
akan semakin kecil. Hal ini berkaitan
dengan asuhan keperawatan
komprehensif yang diberikan
manakala terjadi luka bakar adalah
penting untuk pencegahan
kecacatan ( Hudak dan Gallo,1996 ).
Secara makroskopis, tekstur kulit
madu dibandingkan dengan silver
sulfadiazine dan kontrol lebih halus
dan tidak meninggalkan bekas
apapun pada masa akhir
penyembuhan luka, hal ini
menunjukkan bahwa perawatan luka
dengan madu lebih menunjang
penyembuhan luka secara
sempurna sehingga dapat
meminimalisir efek timbulnya
jaringan keloid setelah luka sembuh.
Kelebihan perawatan dengan
madu juga terdapat pada percepatan
terjadinya granulasi pada luka.
Dengan semakin cepatnya granulasi
maka diharapkan proses
penyembuhan akan semakin cepat
dan ini akan membantu
meringankan beban perawatan bagi
pasien dan keluarga apabila kasus
seperti ini dialami oleh masyarakat.
Dengan demikian maka peneliti
tetap menekankan untuk memakai
madu nektar flora untuk perawatan
luka bakar derajat II terinfeksi karena
efek samping yang ditimbulkan pun
lebih sedikit.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa madu nektar flora
mampu mempercepat
penyembuhan luka bakar
derajat II terinfeksi
dibandingkan dengan
kelompok silver sulfadiazine
dan kontrol. Tetapi hasil uji
BNT yang dilakukan telah
memberi kesimpulan bahwa
efektifitas penyembuhan luka
antara kelompok yang
menggunakan madu nektar
flora dengan kelompok silver
sulfadiazine adalah sama.
2. Rata rata kecepatan proses
penyembuhan pada kelopok
madu nektar flora =9,67 hari;
kelompok silver sulfadiazine
=10 hari; kelompok kontrol =
19,17 hari.
3. Keefektifan madu nektar flora
dibandingkan dengan silver
sulfadiazine dipandang dari
kemampuannya untuk
menghilangkan pus,
mempercepat granulasi,
pengangkatan jaringan
nekrosis,mempercepat
timbulnya skar dan
penghilangan skar.
4. Efektivitas madu nektar flora
dibandingkan dengan silver
sulfadiazine sama pada
kriteria penghilangan pus,
mempercepat granulasi,
pengangkatan jaringan
nekrosis dan mempercepat
timbulnya skar tapi terbukti
lebih efektif dibandingkan
dengan silver sulfadiazine
dalam menghilangkan skar.
Saran
1. Untuk asuhan keperawatan
luka bakar derajat II
sebaiknya menggunakan
madu nektar flora daripada
menggunakan silver
sulfadiazine meskipun
efektivitasnya sama tetapi
silver sulfadiazine tetap
mempunyai efek negatif yang
lebih banyak yang masih
perlu dipertimbangkan dalam
pemakaiannya, selain hal
tersebut, kemampuan madu
yang lebih cepat dalam
proses penyembuhan luka
bakar derajat II terinfeksi
dapat mengurangi beban
biaya perawatan bagi pasien.
2. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut tentang
perubahan yang terjadi
secara mikroskopis pada
proses penyembuhan luka
bakar derajat II terinfeksi.
3. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai variasi
dan komposisi dosis
terhadap madu nektar flora
dalam mempercepat
penyembuhan luka bakar
derajat II terinfeksi.
4. Perlu dilakukan penelitian
dengan madu jenis yang lain
terhadap proses
penyembuhan luka bakar
derajat II terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Madu Sebagai
Obat,(online),
http//www.geocities.com/sum
bawa bee
honey/halamanutama.htl,
diakses 12 J uni 2005
2. Anonymous. Manfaat/khasiat
Madu, Bee Pollen dan Royal
Jelly,(online),
www.pramuka.or.id/manfaat.
htm, diakses 11 Mei 2005
3. Anonymous.Silver
Sulfadiazine,(online),
www.rxlist.com/cgi/generic3/s
ilversulfa.od.htm, diakses 12
J uni 2005
4. Anonymous.2003. Safety
(MSDS) Data for Siver
Sulfadiazine,(online),
http//www/nlm.nih.gov/medlin
eplus, diakses 12 J uni 2005
5. Carpenter,J ames.2002.Comp
osition of Honey. University
of Hawaii of Hilo.USA
6. Cavanagh, D,et al.
1997.Radical Operation for
Carcinoma of The Vulva. A
New Aproach to Wound
Healing.J ournal of Obstetric
and Ginecology of The British
Commenwealth,(online),http//
www.worldwidewounds.com,
diakses 10 Mei 2005
7. Chapman and
Hall.1991.Therapy for the
Burn Patient.Edisi 1.
Leveridge.London
8. Colier,Mark.2004.Recognitio
n and Management of
Wound Infections,(online),
http//www.worldwidewounds.
com, diakses 15 Desember
2005
9. Dahlan,Sopiyudin.2004.Statis
tika Untuk Kedokteran dan
Kesehatan.Arkans.J akarta
10. Dongoes,Moorhouse,Geissle
r.2000.Rencana Asuhan
Keperawatan, Monica
Ester,Yasmin Asih
(Penterjemah).2000.EGC.J ak
arta
11. Dudley.1992.Ilmu Bedah
Gawat Darurat.Edisi 1.UGM
Press.Yogyakarta
12. Effendi,Christantie.1999.Pera
watan Pasien Luka
Bakar.EGC.J akarta
13. Free,J B.1982.Bees And
Mandlind.Alden Press
Oxford.London
14. Gan,Sulistia.1987.Farmakolo
gi dan Terapi.Edisi 3.Balai
Penerbit FKUI.J akarta
15. Haake,Manfred, Walter
Schunk,Klaus
Mayer.1990.Senyawa Obat;
Buku Pelajaran Kimia
Farmasi,Dr.J oke R Watimena
dan dr.Sriewoelan Soebito
(Penterjemah).1990.Gadjah
Mada University
Press.Yogyakarta
16. Hadiwiyoto,S,Ir.1986.Mengen
al hasil Tawon Madu. PT
Pradnya Paramita.
Yogyakarta
17. Heritage,J ohn.2003. Wound
and other soft tissue
infections.
(online).www.worldwidewoun
d.htm,diakses 15 desember
2005
18. Hudak dan
Gallo.1996.Keperawatan
Kritis.Vol 2.EGC.J akarta
19. Kumar,Robin.1995.Patologi
1.EGC.J akarta
20. Marzoeki,Djohansjah.1991.P
engelolaan Luka
Bakar.Airlangga University
Press.Surabaya
21. Moenadjat,Yefta.2002.Kedar
uratan Bedah dan Non
Bedah.Balai Penerbit
FKUI.J akarta
22. Moenadjat,Yefta.2003.Luka
Bakar: Pengetahuan Klinik
Praktis.Edisi 2.balai Penerbit
FKUI.J akarta
23. Molan,PC.2002.Departement
of Biological
Sciences.University of
Waikato,Hamilton,New
Zealand.Honey As The
Management of
Infection,(online),http//www.
medscape.com, diakses 10
Mei 2005
24. Molan,PC.2002.Feature : Re
Introducing Honey in the
Management of Wound and
Ulcers:Theory and Practice,
(online),www.worldwidewoun
ds.com/2002/november/mola
n/honey-in-management-
wound, diakses 10 Mei 2005
25. Morison,Moya
J .2004.Manajemen Luka,
Tyasmono AF
(Penterjemah).2004.EGC.J ak
arta
26. Namias,Nicholas.Evidence
for The Antimicrobial
Properties of
Honey,(online),www.medsca
pe.com,diakses 10 Mei 2005
27. Oswari.2000.Bedah dan
Perawatannya.Balai Penerbit
FKUI.J akarta
28. Petri,William A,J r.2001. The
Pharmalogical basic of
Therapeutics; A textbook of
Pharmacology Toxicology
and Therapeutics for
Physhicians and medical
Students Goodman and
Gilman.Chapter 44.Mc Graw
Hill.North America
29. Price,Sylvia A, Lorraine M
Wilson.1995.Patofisiologi:Ko
nsep Klinis Proses Proses
Penyakit,Peter Anugerah
(Penterjemah).1994.EGC.J ak
arta
30. Samatan,Yuke
Eka.2002.Efek Madu
Sebagai Antimikroba
terhadap Pseudomonas
Aeruginosa Secara In Vitro.
Tidak diterbitkan,Fakultas
Kedokteran Universitas
Brawijaya,Malang
31. Sjamsuhidajat ,Wim de
J ong.1997.Buku Ajar Ilmu
Bedah.EGC.J akarta
32. Smeltzer,Bare..2002.Kepera
watan Medikal Bedah
Brunner and Suddarth. Vol
3,Agung Waluyo,et al
(Penterjemah).2001.Edisi
8.EGC.J akarta
33. Soewedo.1980.Pedoman
Pemeliharaan Tawon Madu.
PT Pradnya Paramita.
J akarta

34. Subrahmanyam.1994.Depart
ement of
Surgery,Dr.V.M.Medical
College,Solapur,Moharasthra
India.Honey Dressing for
Burns_an
Appraisal,(online)http//www.
medbc.com/annals/review/vol
9/ num 1/text/vol9n1p33.htm,
diakses 10 Mei 2005
35. Sudigdo,Sofyan
J .1995.Dasardasar
Metodologi Penelitian
Klinis.Bina Aksara.J akarta
36. Tim Metodologi FK
Unibraw.2004.Pedoman
Penulisan Tugas
Akhir.FKUB.Malang
37. Wilix,et al.1998.A
comparison of The Sensitivity
of Wound-Infecting species
of Bacteria to The
Antibacterial Activity of
Manuka Honey and Other
Honey.J ournal of Aplied
Bacteriology,
(online),http//www.worldwide
wounds.com, diakses 10 Mei
2005

38. Wilson dan
Gisvold.1982.Buku Teks
Komia Farmasi dan
Medisinal Organik.Edisi
VIII,Drs.Achmad Musthafa
Fatah (Penterjemah).1982.J B
Lippincot Company.
Philadelphia
39. Winarno,Dr.F.G.1982.Madu:
Teknologi, Khasiat dan
Analisa. Ghalia Indonesia.
J akarta Timur

You might also like