You are on page 1of 6

Embriogenesis somatik langsung pada tanaman cendana 1

Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 10, No. 1, 2005, pp. 1-6


ABSTRACT
Sandalwood (Santalum album L.) is a commercially important
commodity of Indonesia, particularly in West and East Nusa
Tenggara. However, the population has significantly de-
creased and the planting materials are difficult to be provided
through conventional methods. A study was conducted to
propagate sandalwood by using in vitro technology through
somatic embryogenesis. Primary somatic embryos were formed
on immature or mature zygotic embryos planted on MS basal
medium containing benzyl-aminopurine or thidiazuron. Pri-
mary somatic embryos then formed secondary embryos when
they were transferred to MS medium with or without indole-
acetic acid. Transferring somatic embryos onto MS medium
containing gibberrelic acid could not convert the embryos into
plantlets, but they regenerated forming shoot multiplication.
Culturing shoots from somatic embryo on MS induction
medium enriched with indole butyric acid produced a few
number of roots.
[Keywords: Santalum album, somatic embryogenesis, primary
somatic embryo, secondary somatic embryo]
ABSTRAK
Cendana (Santalum album L.) merupakan salah satu tanaman
yang bernilai ekonomi tinggi bagi Indonesia khususnya di
Nusa Tenggara Barat dan Timur. Namun, populasi tanaman
tersebut cenderung menurun dan penyediaan bahan tanaman
secara konvensional sulit dilakukan. Penelitian ini bertujuan
untuk memperbanyak tanaman cendana secara in vitro melalui
embriogenesis somatik secara langsung. Embrio somatik
primer diperoleh dengan cara menanam eksplan embrio
zigotik muda dan dewasa pada media dasar MS yang me-
ngandung bensil-aminopurin atau thidiazuron. Pada tahap
selanjutnya, embrio somatik primer akan membentuk embrio
somatik sekunder setelah disubkultur pada media dasar MS
dengan atau tanpa penambahan asam indolasetat. Pemindahan
embrio somatik pada media pendewasaan atau perkecambahan
MS yang mengandung asam giberelat tidak dapat mendorong
embrio menjadi plantlet, tetapi mengarah pada proses
regenerasi membentuk multiplikasi tunas. Induksi akar pada
tunas-tunas yang berasal dari embrio somatik pada media
dasar MS yang mengandung asam indol butirat hanya meng-
hasilkan akar dalam jumlah yang sedikit.
[Kata kunci: Santalum album, embriogenesis somatik, embrio
somatik primer, embrio somatik sekunder]
Embriogenesis somatik langsung pada tanaman cendana
Direct somatic embryogenesis on sandalwood
Deden Sukmadjaja
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111, Indonesia
PENDAHULUAN
Cendana (Santalum album L.) merupakan salah satu
komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini
banyak terdapat di Nusa Tenggara Timur, namun po-
pulasinya cenderung menurun akibat tidak seimbang-
nya antara eksploitasi dan upaya pelestariannya. Di
Pulau Sumba, misalnya, tanaman cendana telah punah,
sedangkan di Pulau Timor cendana akan mengalami
nasib serupa apabila tidak ada upaya penyelamatan-
nya. Eksploitasi kayu cendana terutama disebabkan
oleh permintaan pasar yang tinggi, baik di dalam
maupun luar negeri (Musakabe 2000). Oleh karena itu
perlu segera dilakukan upaya pengembangannya.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
pengembangan tanaman cendana adalah ketersediaan
bibit yang bermutu. Penyediaan bibit melalui per-
banyakan secara konvensional kurang memadai untuk
suatu tanaman yang akan dikembangkan secara luas.
Teknologi yang biasa digunakan dan memberikan
harapan dalam penyediaan bibit dalam jumlah besar
dan waktu singkat ialah kultur in vitro. Aplikasi bio-
teknologi dalam bidang pertanian bukan hanya untuk
perbanyakan, tetapi juga untuk perbaikan karakter
tanaman.
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan dapat
dilakukan melalui tiga cara, yaitu pembentukan tunas
adventif, proliferasi tunas lateral, dan embriogenesis
somatik. Penelitian perbanyakan tanaman cendana
melalui proliferasi tunas telah dilakukan oleh Kamil
dan Umboh (1990). Di masa mendatang, perbanyakan
klonal melalui embriogenesis somatik untuk produksi
benih sintetis tanaman kehutanan akan lebih banyak
mendapat perhatian dibandingkan cara lainnya (Attree
et al. 1990).
Embriogenesis somatik merupakan suatu proses di
mana sel-sel somatik (baik haploid maupun diploid)
berkembang membentuk tumbuhan baru melalui
tahapan perkembangan embrio yang spesifik tanpa
melalui fusi gamet (Williams dan Maheswara 1986).
Regenerasi melalui embriogenesis somatik memberikan
2 Deden Sukmadjaja
banyak keuntungan, antara lain: (1) waktu perbanyak-
an lebih cepat; (2) pencapaian hasil dalam mendukung
program perbaikan tanaman lebih cepat; dan (3) jumlah
bibit yang dihasilkan tidak terbatas jumlahnya
(Mariska 1996). Di samping itu, dengan strukturnya
yang bipolar dan kondisi fisiologis yang menyerupai
embrio zigotik maka perbanyakan melalui pembentuk-
an embrio somatik lebih menguntungkan daripada
pembentukan tunas adventif yang unipolar.
Embriogenesis somatik pada tanaman kehutanan
mempunyai beberapa tahapan perkembangan yang
spesifik, seperti induksi kalus embriogenik atau em-
brio somatik (pembentukan langsung), pemeliharaan,
pendewasaan, perkecambahan, dan aklimatisasi (Lelu
et al. 1993). Pembentukan embrio somatik secara
langsung lebih disukai karena dapat menekan masalah
sulitnya pembentukan benih somatik pada tahap per-
kecambahan (Rai dan McComb 2002).
Keberhasilan regenerasi melalui embriogenesis
somatik dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
formulasi media yang berbeda pada setiap tahap per-
kembangan embrio somatik serta jenis eksplan yang
digunakan. Pada tahap pembentukan struktur globular
dan hati sering digunakan zat pengatur tumbuh
sitokinin seperti benzyladenin (BA) atau yang mem-
punyai peran fisiologis yang sama yaitu thidiazuron
(Husni et al. 1997) atau 2,4-D, dan NAA apabila
embrio somatik melalui fase kalus (Hutami et al. 2002).
Untuk tahap pendewasaan, konsentrasi sitokinin
diturunkan dan untuk tahap perkecambahan sering
ditambahkan GA
3
(Mariska et al. 2001a; 2001b; Rai
dan McComb 2002). Sebagai eksplan umumnya digu-
nakan jaringan atau organ yang bersifat embriogenik
seperti embrio zigotik, kotiledon, mata tunas, dan
hipo/epikotil.
Di India, penelitian perbanyakan klonal pada tanam-
an cendana dikembangkan dengan menggunakan
bioreaktor dengan cara memanipulasi berbagai faktor
yang mempengaruhi proses produksi embrio somatik
pada setiap tahapannya, seperti komposisi sukrosa,
nitrogen, asam absisic (Das et al. 2001) atau ion
kalsium dalam media (Anil dan Rao 2000). Dengan
demikian, perbanyakan tanaman melalui embriogene-
sis somatik memerlukan beberapa tahapan dengan
formulasi media yang berbeda, bergantung pada
tahap perkembangan embrio somatik. Penelitian ini
bertujuan mempelajari sistem regenerasi dan per-
banyakan secara in vitro tanaman cendana melalui
pembentukan embrio somatik secara langsung.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di laboratorium kultur jaring-
an Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bio-
teknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian pada
bulan Februari sampai Desember 2003. Bahan tanaman
yang digunakan adalah embrio dari buah cendana
muda dan dewasa yang diperoleh dari Nusa Tenggara
Barat dan Yogyakarta.
Bagian luar kulit buah (pericarp) dibuka/dipecah,
kemudian benih dikeluarkan dan dikumpulkan. Benih
dikeringanginkan di atas cawan petri di dalam laminar
selama 5-10 menit. Embrio yang berada di bagian dalam
benih dikeluarkan dengan menggunakan pinset steril,
kemudian ditanam dalam media perlakuan yang sudah
disiapkan di dalam botol kultur.
Media yang digunakan sebagai perlakuan disesuai-
kan dengan tahapan percobaan yaitu:
Tahap induksi embrio somatik: MS + BA 0,5 mg/l;
MS + BA 1 mg/l; MS + BA 2 mg/l; MS + thidiazuron
0,5 mg/l; MS + thidiazuron 1 mg/l dan MS +
thidiazuron 2 mg/l.
Tahap pembentukan embrio somatik sekunder: MS
+ IAA 0,5 mg/l dan MS + IAA 1 mg/l.
Tahap perkecambahan/pembentukan plantlet: MS1/2
tanpa GA
3
; MS1/2 + GA
3
0,5 mg/l; MS1/2 + GA
3
1 mg/l; MS tanpa GA
3
; MS + GA
3
0,5 mg/l dan MS +
GA
3
1 mg/l.
Tahap perakaran: MS + IBA 5 mg/l dan MS + IBA
10 mg/l.
Medium dasar MS (Murashige dan Skoog 1962) di-
lengkapi dengan sukrosa 3% (w/v), serta dibuat padat
dengan menambahkan agar 0,2% (Phytagel/Gelrite).
Selanjutnya, pH media dibuat 5,8 dengan menambah-
kan 1 N NaOH atau 1 N HCl sebelum diotoklaf pada
suhu 121
o
C selama 15 menit. Biakan diinkubasi pada
suhu 25 + 2
o
C di bawah cahaya neon 1.000-2.000 lux
selama 16 jam.
Dalam media induksi, eksplan embrio somatik akan
membentuk sel-sel embriogenik yang kemudian ber-
kembang membentuk fase globular (fase embrio
somatik primer). Eksplan kemudian dipindahkan ke
dalam media pendewasaan untuk mengoptimalkan
pembentukan embrio somatik sekunder. Embrio so-
matik yang telah membentuk kotiledon dipindahkan ke
dalam media perkecambahan untuk pembentukan
plantlet. Kondisi penyimpanan biakan pada semua
tahap perlakuan adalah sama.
Embriogenesis somatik langsung pada tanaman cendana 3
Setelah plantlet cukup kuat untuk dipindahkan,
dilakukan aklimatisasi di kamar kaca. Media tanam
yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk
kandang atau kasting (1:1) dalam pot plastik. Di sam-
ping itu, pada pot tersebut disediakan bibit tanaman
cabai yang diharapkan berfungsi sebagai tanaman
inang.
Pengamatan dilakukan terhadap persentase eksplan
membentuk embrio primer, persentase embrio primer
membentuk embrio somatik sekunder, jumlah embrio
somatik yang berkecambah, dan persentase plantlet/
tanaman yang tumbuh. Data dianalisis menggunakan
uji Duncan pada p < 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan tanaman (buah) yang digunakan sebagai
eksplan berasal dari Yogyakarta untuk buah masak
(mature) dan dari NTT untuk buah masak dan muda
(immature). Embrio zigotik dari kedua tingkat ke-
masakan buah tersebut diisolasi dan ditanam pada
media perlakuan untuk induksi embrio somatik. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa setelah berumur 8
minggu, eksplan yang berasal dari Yogyakarta tidak
menunjukkan adanya pertumbuhan pada semua media
perlakuan yang dicobakan. Hal ini diduga karena
bahan tanaman (biji) sudah tidak mempunyai viabilitas
lagi akibat disimpan terlalu lama. Eksplan dari buah
yang berasal dari NTT memberikan respons yang
berbeda dalam membentuk embrio somatik pada be-
berapa perlakuan media yang diberikan.
Secara umum, media dasar MS yang diperkaya de-
ngan BAP menunjukkan respons yang lebih baik dalam
membentuk embrio somatik dibandingkan dengan MS
+ thidiazuron, baik untuk eksplan embrio muda mau-
pun embrio dewasa. Persentase pembentukan embrio
somatik dari eksplan embrio zigotik muda pada media
MS + BAP 2 mg/l menunjukkan nilai tertinggi (71,4%),
sedangkan untuk eksplan embrio zigotik dewasa, nilai
tertinggi (63,6%) diperoleh pada media MS + BAP
1 mg/l (Tabel 1).
Keberhasilan pembentukan embrio somatik sekun-
der dari embrio zigotik dewasa dengan perlakuan MS
+ IAA 0; 0,5; dan 1 mg/l tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata (Tabel 2). Namun demikian, media MS
tanpa IAA menunjukkan persentase keberhasilan
paling tinggi (87,5%) diikuti MS + IAA 0,5 mg/l se-
besar 73%. Pada embrio somatik muda, keberhasilan
regenerasi eksplan membentuk embrio somatik se-
kunder pada media MS + IAA 1 mg/l hanya 15% dan
tidak berbeda nyata dengan MS + IAA 0,5 mg/l sekitar
43,25%. Persentase embrio somatik sekunder tertinggi
(71,25%) diperoleh dari media MS tanpa penambahan
IAA.
Media MS tanpa zat pengatur tumbuh IAA tampak-
nya selalu memberikan hasil yang lebih tinggi, baik
untuk embrio zigotik muda maupun dewasa. Embrio
zigotik terdiri atas jaringan yang sangat muda dan
bersifat embrionik sehingga tanpa zat pengatur
tumbuh pun tetap dapat beregenerasi. Kandungan
garam-garam anorganik yang tinggi dalam media MS
serta adanya vitamin dan sukrosa cukup memadai
untuk mendukung proses pembentukan dan per-
kembangan sel-sel somatik dari embrio zigotik menjadi
Tabel 1. Pengaruh zat pengatur tumbuh dalam media
dasar MS terhadap pembentukan embrio somatik dari
eksplan embrio zigotik muda dan dewasa pada cendana
setelah 8 minggu.
Table 1. Effect of plant growth regulators in MS basal me-
dium on somatic embryo formation from mature and imma-
ture zygotic embryo explant of sandalwood after 8 weeks.
Zat pengatur tumbuh
Persentase embrio somatik
Plant growth regulator
Percentage of somatic embryo
(mg/l)
Dewasa/Mature Muda/Immature
MS + BAP 0,5 33, 3a 46, 1a
MS + BAP 1 63, 6a 53, 8a
MS + BAP 2 23, 1a 71, 4a
MS + thidiazuron 0,5 16, 7a 15, 0b
MS + thidiazuron 1 18, 7a 14, 8b
MS + thidiazuron 2 33, 3a 18, 7b
Keterangan/Notes:
Angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan.
Numbers at each column followed by the same letter are not
significantly different at 5% Duncan test.
Tabel 2. Pengaruh media terhadap persentase embrio primer
yang membentuk embrio sekunder dari eksplan embrio
zigotik muda dan dewasa cendana umur 7 minggu.
Table 2. Effect of media on percentage of primary embryos to
form secondary embryos from mature and immature zygotic
embryo explant of sandalwood after 7 weeks.
Persentase embrio somatik
Media
Percentage of somatic embryo
Medi a
Dewasa/Mature Muda/Immature
MS (kontrol) 87, 5a 71, 25a
MS + IAA 0,5 mg/l 73a 43, 25ab
MS + IAA 1 mg/l 52a 15b
Keterangan/Notes:
Angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan.
Numbers at each column followed by the same letters are not
significantly different at 5% Duncan test.
4 Deden Sukmadjaja
embrio somatik. Rai dan McComb (2002) pada tanam-
an cendana dengan menggunakan embrio zigotik
dewasa berhasil pula meregenerasikan eksplan mem-
bentuk embrio somatik dewasa. Namun, Becwor et al.
(1987) pada tanaman Picea abis dan Lelu et al. (1994)
pada tanaman hibrida antara Larix dan Leptoeuro-
paca menggunakan embrio zigotik muda. Berdasarkan
hasil penelitian ini, penggunaan kedua jenis eksplan,
yaitu embrio zigotik muda dan dewasa memberikan
persentase keberhasilan yang cukup tinggi, berturut-
turut 71,25% dan 87,5%. Dengan demikian, perbanyak-
an tanaman cendana melalui pembentukan embrio
somatik memberikan kemudahan dalam pengangkutan
biji sebagai sumber eksplan mengingat produksi biji
pada cendana relatif lama.
Gambar 1 menunjukkan embrio zigotik yang diguna-
kan sebagai eksplan serta pembentukan dan per-
kembangan embrio somatik tanaman cendana. Setelah
disubkultur pada media perkecambahan, embrio soma-
tik dewasa ternyata tidak langsung membentuk benih
somatik, tetapi bermultiplikasi membentuk tunas
(Tabel 3; Gambar 2). Multiplikasi paling tinggi (92%)
terdapat pada media MS1/2 + GA
3
namun tidak ber-
beda dengan perlakuan lainnya kecuali MS. Dengan
demikian media MS yang konsentrasi makronya di-
cairkan sampai setengahnya lebih baik dibandingkan
media MS konsentrasi penuh. Pengenceran media MS
sebagai media perkecambahan dilakukan pula oleh Rai
dan McComb (2002) pada tanaman cendana, serta Rout
et al. (1995) pada tanaman Acacia catechu. Tremblay
(1990) melakukan pengenceran garam makro media
Schenk dan Hilderbrandt sampai seperempatnya.
Menurut Rout et al. (1995), pengenceran media pada
tahap perkecambahan dimaksudkan untuk meng-
hindari pengkalusan kembali pada dasar tunas atau
struktur embrio somatik.
Kelompok tunas pada media perkecambahan me-
nunjukkan bentuk yang normal dan tidak normal.
Gambar 1. Pembentukan embrio somatik dari eksplan embrio zigotik pada tanaman cendana; a = embrio zigotik sebagai eksplan,
b = tahap globular, c = tahap bentuk hati, d = tahap torpil (torpedo), e dan f = konfigurasi kotiledon embrio somatik.
Fig. 1. Development of somatic embryos from zygotic embryo explant on sandalwood; a = zygotic embryo explant, b = globular
stage, c = heart shaped stage, d = torpil stage, e and f = configurations of somatic embryos cotyledon.
Embriogenesis somatik langsung pada tanaman cendana 5
Jumlah tunas normal paling banyak (rata-rata 9,2
tunas) diperoleh dari media MS1/2 + GA
3
1 mg/l namun
tidak berbeda nyata dengan MS1/2 + GA
3
0,5 mg/l
sebanyak 5,8 tunas, sedangkan tunas abnormal yang
paling banyak berasal dari media MS + GA
3
0,5 mg/l.
Tampaknya media MS konsentrasi penuh selalu mem-
berikan hasil yang lebih rendah dibandingkan media
MS yang diencerkan setengahnya. Hal ini kemungkin-
an disebabkan pengaruh nutrisi yang terlalu kaya
sehingga mengakibatkan induksi pertumbuhan yang
abnormal.
Pada media perkecambahan/pendewasaan, embrio
somatik dewasa tidak dapat membentuk akar seperti
yang diharapkan. Untuk itu pada tahap selanjutnya
tunas disubkultur pada media perakaran (Tabel 4;
Gambar 3). Sampai umur 3 minggu, akar hanya tumbuh
pada beberapa biakan yang diberi perlakuan IBA 5 mg/
l dengan rata-rata jumlah akar 0,6. Perlakuan IBA 5 dan
10 mg/l tidak menunjukkan perbedaan pada jumlah dan
tinggi tunas yang dihasilkan.
Tabel 3. Pengaruh komposisi media perkecambahan terhadap rata-rata persentase biakan berorganogenesis
serta jumlah tunas normal dan abnormal dari embrio somatik pada cendana.
Table 3. Effect of germinating media compositions on percentage of cultured organogenesis, number of normal
and abnormal shoots from somatic embryos of sandalwood.
Persentase biakan Jumlah Persentase
Media berorganogenesis tunas normal tunas abnormal
Medi a Percentage of Number of Percentage of

cultured organogenesis normal shoots abnormal shoots
MS1/2 48 ab 2, 8bc 0
MS1/2 + GA
3
0,5 mg/l 92 a 5, 8ab 9, 4
MS1/2 + GA
3
1 mg/l 88 a 9, 2a 0
MS 0 b 0c 0
MS + GA
3
0,5 mg/l 60 a 1, 6bc 33, 3
MS + GA
3
1 mg/l 48 ab 2, 4bc 25
Keterangan/Notes:
Angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan.
Numbers at each column followed by the same letters are not significantly different at 5% Duncan test.
Gambar 2. Pertumbuhan embrio somatik tanaman cendana pada media pendewasaan (a) dan perkecambahan (b).
Fig. 2. Somatic embryo growth of sandalwood on maturing media (a) and germination media (b).
Tabel 4. Rata-rata tinggi serta jumlah tunas dan akar dari
eksplan kecambah embrio somatik cendana pada media
induksi perakaran umur 4 minggu.
Table 4. Average of height and number of shoots and roots from
somatic embryo explant of sandalwood on root induction media
after 4 weeks.
Media
Jumlah tunas Tinggi tunas Jumlah akar
Medi a
Shoot Shoot Root
number height number
MS + IBA 5 mg/l 3, 75 1, 72 0, 6
MS + IBA 10 mg/l 4, 25 1, 55 0,0
KESIMPULAN
Pembentukan embrio somatik tanaman cendana secara
langsung dengan eksplan embrio zigotik dewasa men-
capai 63,6% dengan menggunakan media MS + BAP 1
mg/l dan untuk eksplan embrio zigotik muda 71,4%
pada media MS + BAP 2 mg/l. Pada media MS,
6 Deden Sukmadjaja
Becwor, M.R., T.L. Noland, and S.R. Wann. 1987. Somatic embryo
development and regeneration from embryogenic Norway
spruce callus. Tappi J. 70: 155-160.
Das, S., S. Ray, S. Dey, and S. Dasgupta. 2001. Optimation of
sucrose, inorganic nitrogen and absisic acid levels for Santalum
album L. somatic embryo production in suspension culture.
Process Biochem. 37(1): 51-56.
Husni, A., I. Mariska, dan M. Kosmiatin. 1997. Embriogenesis somatik
tanaman lada liar. Makalah Seminar Mingguan Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor, 5 September 1997.
Hutami, S., I. Mariska, R. Purnamaningsih, M. Herman, D.
Damayanti, and T.I. Utami. 2002. Regeneration of papaya
(Carica papaya) through somatic embryogenesis. Proc. the 2
nd
Indonesian Biotechnology Conference. Indonesian Biotechnol-
ogy Consortium, Jakarta.
Kamil, H. and M.I.J. Umboh. 1990. Root induction of Santalum
album by using IBA and NAA. Proc. The Symposium on
Biotechnology for Forest Tree Improvement. Bogor, 21-23
March 1990. Biotrop Special Publication No. 49.
Lelu, M.A., K.K. Klimaszewska, C. Jones, C. Ward, P. Van
Aderkas, and P.J. Charest. 1993. A laboratory guide to somatic
embryogenesis in spruce and larch. Information Report.
Petawawa National Forestry Institute, Canada.
Lelu, M.A., K.K. Klimaszewska, C. Jones, C. Ward, P. Van
Aderkas, and P.J. Charest. 1994. An improved method for
somatic plantlet production of hybrid larch (Lorix x
Leptoeuropaea) Part 2 Control of germination and plantlet
development. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 36: 117-127.
Mariska, I. 1996. Embriogenesis somatik tanaman kehutanan.
Prosiding Kursus Bioteknologi, 4-9 November 1996. Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Serpong. 13 hlm.
Mariska, I., S. Hutami, M. Kosmiatin, dan W.H. Adil. 2001a.
Regenerasi massa sel embriogenik kedelai setelah diseleksi
pada kondisi Al berbeda dan pH rendah. Berita Puslitbangtan
No. 20: 1-3.
Mariska, I., D. Sopandie, S. Hutami, E. Syamsudin, dan M.
Kosmiatin. 2001b. Peningkatan ketahanan terhadap Al pada
tanaman kedelai melalui kultur in vitro. Laporan Riset
Unggulan Terpadu VIII. Kantor Menristek dan LIPI, Jakarta.
Murashige, T. and F. Skoog. 1962. A revised medium for rapid
growth and bioassay with tobacco tissue culture. Physiol. Plant
15: 473-497.
Musakabe, H. 2000. Peluang dan kendala cendana dalam
perekonomian Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kumpulan
makalah Seminar Nasional Kajian terhadap Tanaman
Cendana (Santalum album L.) sebagai Komoditi Utama
Perekonomian Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Menuju
Otonomisasi. Pemda NTT dan LIPI, Jakarta. 26 Juni 2000.
Rai, V.R. and J. McComb. 2002. Direct somatic embryogenesis
from mature embryos of sandalwood. Plant Cell Tissue and
Organ Culture 69: 65-70.
Rout, G.R., S. Samantaray, and P. Das. 1995. Somatic embryo-
genesis and plant regeneration from callus culture of Acacia
catechu a multipurpose leguminous tree. Plant Cell Tissue and
Organ Culture 42: 283-285.
Tremblay, F.M. 1990. Somatic embryogenesis and plantlet
regeneration from embryos isolated from stored seeds of Picea
glauca. Can. J. Bot. 68: 236-242.
Williams, E.G. and Maheswara. 1986. Somatic embryogenesis
factors influencing coordinated behaviour of cells as on
embryogenic group. Ann. Bot. 57: 443-462.
persentase embrio somatik sekunder yang dihasilkan
relatif sama antara embrio zigotik muda dan dewasa.
Pada media perkecambahan, embrio somatik yang
paling banyak bermultiplikasi membentuk tunas
terdapat pada media MS1/2 + GA
3
0,5 mg/l. Umumnya
media MS yang diencerkan setengahnya menghasil-
kan jumlah tunas yang lebih tinggi dibandingkan
media MS penuh untuk setiap penambahan GA
3
.
Media MS + GA
3
0,5 dan 1 mg/l menghasilkan tunas
abnormal paling tinggi, yaitu masing-masing 33,3%
dan 25%. Induksi perakaran belum memberikan hasil
yang memuaskan, meskipun akar dapat terbentuk pada
media MS + IBA 5 mg/l dengan jumlah yang masih
sedikit.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur
SEAMEO-BIOTROP yang telah memberikan dukung-
an dana terhadap penelitian ini melalui Bagian Proyek
Pengembangan Biologi Tropika Indonesia Bogor TA
2003.
DAFTAR PUSTAKA
Anil, V.S. and K.S. Rao. 2000. Calcium-mediated signaling during
sandalwood somatic embryogenesis. Role for exogenous
calcium as second messenger. Plant Physiol. 123: 1301-1312.
Attree, S.M., S. Budimirand, and L.C. Fawke. 1990. Somatic
embryogenesis and plantlet regeneration from cultured shoots
and cotyledons of seedlings from stored seeds of black and
white spruce (Picea mavina and P. glauca). Can. J. Bot. 68:
30-34.
Gambar 3. Pertumbuhan biakan cendana pada media induksi
perakaran.
Fig. 3. Growth of sandalwood culture on root induction media.

You might also like