You are on page 1of 19

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu komuditi buah buahan penting yang
mendapat prioritas utama untuk dikembangkan secara nasional. Hal ini
disebabkan antara lain, usahataninya dapat memberikan sumbangan besar dalam
meningkatkan pendapatan petani, disukai oleh konsumen karena kandungan gizi
yang tinggi, dan permintaan pasar (domestk dan luar negri) yang makin
meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Abuhaerah (1987}, dengan pengelolaan
yang baik,usaha tani jeruk memberikan nilai hasil diatas Rp. 10 juta per Ha per
tahun (Warda, 2005).
Salah satu gangguan yang mengakibatkan kehilangan hasil cukup
tinggi pada tanaman jeruk adalah serangan organisme pengganggu tanaman
(OPT).Lebih 50 jenis penyakit dan 10 jenis hama diketahui dapat menimbulkan
kerusakan pada tanaman jeruk, diantaranya adalah lalat Buah, Kutu Daun, Ulat
peliang daun, sedangkan penyakit utama adalah, CVPD, Diplodia dan busuk
pangkal batang. Cara pengendalian hama yang umum dilakukan petani adalah
secara kimiawi dengan pestisida, yang penerapannya kadang kadang tidak
memperdulikan kaidah kaidah sumber daya alam dan lingkungan hidup
(Agus dan Najamuddin, 2008).
Hama yang sangat potensi menimbulkan kerugian pada usaha tani
tanaman holtikultura di Dunia adalah lalat buah. Lebih dari seratus jenis tanaman
holtikultura diduga menjadi sasaran serangan lalat buah. Seranagn hama tersebut
dapat menyebabkan buah jeruk menjadi rusak dan busuk karena perilaku lalat
buah betina meletakkan telur pada buah, kemudian telur menetas menjadi larva
2

dan memakan daging buah, kemudian buah jeruk akan gugur sebelum waktunya.
Pada umumnya populasi yang tinggi intensitas serangnya juga tinggi. Lalat buah
betina meletakkan telur pada kulit buahyang sudah matang atau setengah matang.
Seekor imago lalat buah betina meletakkan tel ur antara 1-10 butir di satu buah
dan dalam sehari mampu meletakkan telur sampai 40 butir (Herlinda dkk, 2007).
Kerusakan kuantitatif buah jeruk terjadi karena adanya penurunan
jumlah hasil panen buah. Akibatnya terjadi penurunan produksi buah yang
berkualitas. Oleh karena itu lalat buah sebagai hama utama yang sangat ditakuti
petani khususnya di daerah tropis seperti Indonesia. Lalat buah Bactrocera
dorsalis (famili Tepritidae) merupakan salah satu hama penting pada buah
buahan. Serangga ini hidup bersimbiose mutualistis dengan satu bakteri, sehingga
apabila lalat meletakkan telur pada buah, maka akan selalu disertai bakteri dan
mungkin disusul jamur yang Pada akhirnya mengakibatkan buah busuk
(Wahyono dan Tarigan, 2004).
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah untuk
mengetahui dampak kerusakan yang ditimbulkan hama lalat buah (Bractocera
dorsalis Hendel. ) pada tanaman jeruk (Citrus sinensis L.)
Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan penulisan laporan ini adalah sebagai berikut.
sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan ,
dan sebagai syarat masuk praktikal test Laboratorium Dasar Perlindungan
Tanaman Sub-Hama, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3

TINJAUAN PUSTAKA
Hama Bactrocera dorsalis (Hendel)
Sistematika dan klasifikasi Bactrocera dorsalis (Hendel) menurut
Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera
Suku : Tephritidae
Marga : Bactrocera
Jenis : Bactrocera dorsalis (Hendel)
Biologi Hama
Telur berwarna putih, berbentuk lonjong dan elips, mempunyai ukuran
1.17 x 0,21 mm diletakkan dalam botol yang telah dilubangi. Seekor betina
mampu meletakkan telur pada buah sebanyak 1 10 butir dan dalam sehari
mampu meletakkan telur sampai 40 butir. Sepanjang hidupnya seekor betina
mampu bertelur sampai 800 butir (Putra, 2011). Dalam perkembangbiakannya,
induk lalat akan menempatkan telur telurnya pada jaringan buah dalam posisi
agak miring, kedua helai benang halusnya itu tetap menjulur keluar. Telur
menetas dalam 2 atau 3 hari, larva langsung merusak dan memakan jaringan buah.
Siklus hidupnya dapat dikatakan demikian singkat, sekitar 14 sampai 21 hari
(Ganeshan and Rajabalee, 1997).
Telur menetas + 6 hari sejak telur diletakkan, larva instar satu
berwarna putih. Perkembangan larva berakhir pada instar akhir yaitu pada insar
4

tiga dengan ciri tubuh berwarna putih cream dan mempunyai panjang tubuh 10
mm. Selama dalam kurungan larva diberikan makanan pengganti (Putra, 2011).
Bentuk pupa bulat lonjong, berwarna putih cream sampai cokelat
muda, besarnya pupa tergantung besarnya larva. Perkembangan larva ke pupa
berkisar antara 6 7 hari tergantung jenis makanan yang diberikan. Pupa
mempunyai ukuran panjang sekitar 9,4 mm. Stadia pupa menjadi Imago sekitar
7 9 hari (Soeroto dkk., 1995).
Serangga dewasa hidup diberbagai habitat, biasanya ditemukan dekat
dengan larva dan sering dijumpai pada bunga bungaan (Jumar, 2000). Imago lebih
besar dari lalat rumah, mempunyai warna yang sangat bervariasi yaitu kuning,
coklat tua sampai hitam pada torax. Ukuran panjang tubuhnya berkisar 8 mm,
panjang sayap 7,3 mm (Putra, 2011).
Pada betina mempunyai Ovipositor yang sangat jelas dan berguna
untuk meletakkan telur, sedangkan pada jantan biasanya mempunyai ukuran tubuh
lebih kecil dibanding dengan betina dan tanpa ovipositor (Putra, 2011).

Gambar 1. Lalat buah (Bactrocera dorsalis (Hendel))
Sumber : http://www.agroatlas.ru/

5

Daur Hidup
Dalam siklus hidupnya lalat buah mempunyai 4 stadium hidup yaitu
telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur kedalam kulit
buah jeruk atau di dalam luka atau cacat buah secara berkelompok. Lalat buah
betina bertelur sekitar 15 butir. Telur berwarna putih transparan berbentuk bulat
panjang dengan salah satu ujungnya runcing (Soeroto dkk., 1995).
Larva lalat buah hidup dan berkembang di dalam daging buah selama
6-9 hari. Larva mengorek daging buah sambil mengeluarkan enzim perusak atau
pencerna yang berfungsi melunakkan daging buah sehingga mudah diisap dan
dicerna. Enzim tersebut diketahui yang mempercepat pembusukan, selain bakteri
pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan buah. Jika aktivitas
pembusukan sudah mencapai tahap lanjut, buah akan jatuh ke tanah, bersamaan
dengan masaknya buah, larva lalat buah siap memasuki tahap pupa, larva masuk
dalam tanah dan menjadi pupa (Herlinda, 2007).
Pupa berwarna kecoklatan berbentuk oval dengan panjang 5 mm.
Lalat dewasa berwarna merah kecoklatan, dada berwarna gelap dengan 2 garis
kuning membujur dan pada bagian perut terdapat garis melintang. Lalat betina
ujung perutnya lebih runcing dibandingkan lalat jantan. Siklus hidup dari telur
menjadi dewasa berlangsung selama 16 hari. Fase kritis tanaman yaitu pada saat
tanaman mulai berbuah terutama pada saat buah menjelang masak.
Lalat buah yang mempunyai ukuran tubuh relatif kecil dan siklus
hidup yang pendek peka terhadap lingkungan yang kurang baik. Suhu optimal
untuk perkembangan lalat buah ? 26?C, sedangkan kelembaban relatif sekitar
70%. Kelembaban tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan pupa.
6

Kelembaban tanah yang sesuai untuk stadia pupa adalah 0-9%. Cahaya
mempunyai pengaruh langsung terhadap perkembangan lalat buah. Lalat buah
betina akan meletakkan telur lebih cepat dalam kondisi yang terang, sebaliknya
pupa lalat buah tidak akan menetas apabila terkena sinar. Lalat buah paling
banyak menyerang pada pamelo (Citrus grandis) dan sedikit yang
menyerang jeruk manis (C. sinensis) maupun keprok (C. reticulata). Pada pamelo
diidentifikasi sebagai B. carambolae dan B. papayae. Pada pamelo serangan lalat
buah kadang-kadang bersamaan dengan serangan penggerek buah Citripestis
sagitiferella, sehingga agak sulit membedakan serangga tersebut. Hama ini
banyak ditemukan di sentra-sentra produksi jeruk seperti di Sumatera Utara dan
Jawa Timur (Soeroto dkk., 1995).

Gambar 2. Daur Hidup Lalat buah (Bactrocera dorsalis (Hendel))
Sumber : http://www.agroatlas.ru/
7

Gejala Serangan
Gejala awal serangan Bactrocera doralis (Hendel) ditunjukkan oleh
adanya noda hitam berukuran kecil pada buah jeruk. Bintik hitam yang berwarna
hitam tersebut merupakan bekas tusukan Ovipositor. Larva yang baru menetas
langsung memakan daging buah, akibat dari aktifitas larva ini menyebabkan
bagian buah yang ada disekitarnya menjadi bercak luas dan basah yang
bertambah. Selanjutnya larva akan memakan daging buah hingga buah menjadi
busuk dan gugur sebelum waktunya (Easwakamoorthy et.al., 1990).
Tingkat kerusakan pada buah jeruk yang matang lebih tinggi dari buah
mengkal. Hal ini terjadi oleh pengaruh buah jeruk matang yang teksturnya lebih
lunak sehingga kerusakannya lebih mudah telihat. Sedangkan pada muah mentah
dan mengkal sebenarnya sudah ada lalat buahnya. Karena buahnya masih keras
maka kerusakannya tidak nyata terlihat. Kerusakan yang terjadi pada buah jeruk
akibat serangan B.dorsalis berfluktuasi. Serangan tertinggi terjadi pada umur
tanaman 17 mst (13,15 %). Hal ini dipengaruhi oleh jumlah telur yang diletakkan
lalat buah betina. Pada umumnya satu ekor imago lalat buah dapat meletakkan
1 10 telur. Populasi lalat buah tinggi menyebabkan jumlah telur yang diletakkan
meningkat dan akibatnya kerusakan pada buah jeruk juga meningkat. Kerusakan
buah jeruk pada saat tanaman 17 mst tersebut diduga ada kaitannya dengan
jumlah buah jeruk dan populasi lalat buah. Ketersediaan buah yang banyak dan
populasi lalat buah yang tinggi menyebabkan tingkat kerusakan buah jeruk pada
saat ini tinggi (Herlinda, 2007).
Kerusakan pada buah jeruk yang diserang oleh imago lalat buah
sanagt dipengaruhi oleh umur buah. Kriteria kematangan buah jeruk yang diamati
8

memberikan impormasi yang jelas mengenai tingkat kerusakan pada buah.
Serangan B.dorsalis tidak hanya menyerang buah yang sudah matang saja tetapi
juga menyerang buah yang masih mengkal. Oleh karena itu bila ingin melakukan
pengendalian lalat buah sebaiknya dilakukan pada saat buah jeruk masih mentah
atau menjelang mengkal. B.dorsalis umumnya menyerang buah jeruk yang
matang atau setengah matang. Buah jeruk yang matang atau menjelang matang
mengeluarkan aroma ekstraksi ester dan asam organik yang semerbak sehingga
mengundang B.dorsalis untuk datang dan meletakkan telur (Kalshoven, 1981).
Pengendalian
Pengendalian lalat buah tergolong sulit. Hal ini disebabkan oleh
rendahnya kepedulian masyarakat terhadap fakta fakta biologis bahwa lalat buah
mempunyai inang yang cukup luas. Namun kerusakan pada tumbuhan yang
mempunyai nilai rendah jarang diperhatikan, sehingga menguntungkan lalat buah
karena inang tersedia terus menerus.
Pada tanaman berwujud pohon, pengendalian biologi dilakukan
dengan pengolahan (pembalikan) tanah merupakan cara yang cukup efektif untuk
membunuh calon calon pupa lalat buah yang ada dibawah permukaan tanah.
Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh
alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan (Untung, 1993).
Musuh alami lalat buah yang paling penting adalah parasitoid, misalnya tawon
dari family Braconidae. Contoh predator lalat buah adalah semut O. Smaragdina
(Putra, 2011).
Pengendalian secara teknis yang dilakukan pada umumnya adalah
dengan pembungkusan buah buahan ataupun pemberonjongan pohonnya dengan
9

kasa, pengasapan untuk mengusir lalat buah, penyemprotan dengan insektisida,
pemadatan tanah dibawah pohon untuk memutus siklus hidup serta penggunaan
atraktan (zat pemikat) yang salah satunya berbahan methyl eugenol. Namun
demikian, cara cara pengendalian ini dirasa masi kurang efektif, karena tidak
dilakukan secara serentak dan kontiniu, sehingga daedarah yang tidak
dikendalikan menjadi sumber infeksi dimasa mendatang. Selain hal tehnis, juga
masalah mahalnya zat pengendali, khusnya antraktan lalat buah, sehingga
petani/pengguna belim semuanya mampu memperoleh bahan ini. Sebagai contoh,
antraktan komersil yang ada dipasaran saat ini harganya berkisar antara
Rp 1.000.000 hingga Rp.1.500.000/liternya (Kardinan, 2009).
Pada tanaman sayuran, misalnya cabai, pemakaian mulsa menjadi
alternatif yang cukup menjanjikan. Mulsa yang dipasang dibawah tanaman akan
menghalangi larva instar terakhir untuk berpupa didalam tanah. Jenis mulsa yang
dapat digunakan adalah plastik, atau potongan jerami kering. Petani mencoba
menggunakan mulsa jerami, meskipun efektifitasnya dalam membunuh larva
larva lalat buah tidak setinggi mulsa plastik (Putra, 2011).
Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dngan satu tekhnik
pengendalian lalat buah di Hawai yaitu dengan penggunaan aktran (pemikat lalat
buah dengan bahan aktif metil eugenol (C
12
H
24
O
2
) yang dapat mengurangi
penggunaan pestisida sebesar 75 sampai 95 %. Antraktan berperan untuk
memonitor populasi lalat, memerangkap dan membunuh lalat, serta mengganggu
perkawinan lalat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan penggunaan
antraktan metil eugenol dapat menurunkan intensitas serangan lalat buah pada
10

mangga sebesar 70% dan selasih efektif memerangkap hama lalat buah pada jeruk
dan daya tahannya berlangsung hingga 57 hari (Manner, et.al.,2006).
Tekhnik steril dan methode genetik lainnya adalah spesifik dan tidak
mempunyai efek negatif terhadap lingkungan. Tetapi konpleksitasnya diliar
jangkauan seorang petani dan programnya harus direncanakan, diorganisir dan
diterapkan oleh badan pemerintah. Kemungkinan musimnya ini tiba dengan keras
beberapa tekhnik steril harus dikerjakan di negara asia dimana sangat kecil dan
dan skala luas, pusat strategi pengontrolan hama yang sulit diterapkan. Hanya
pengecualian untuk lalat buah, program pemberantasan harus dilaksanakan Dacus
cucurbiate (Coquilett) di Jepang dari tahun 1972 sampai sekarang dan program
penindasa Bactrocera dorsalis (Hendel) di Taiwan sejak tahun 1975 sampai
sekarang (Dhaliwal, 1998).

11

PERMASALAHAN
Lalat buah merupakan lalat yang sangat merugikan di bidang
holtikultura, karena sering membuat produk holtikultura seperti mangga, cabai,
jambu biji, belimbing, nangka, jeruk dan buah buahan lainnya menjadi busuk dan
berbelatung. Hama ini juga dapat menjadi penghambat perdagangan
(Trade barrier) antar Negara, karena apabila pada komoditas ekspor suatu eksport
terdapat telur lalat buah, maka prodak tersebut akan ditolak. Hal ini pernah terjadi
terhadap Indonesia pada komoditas paprika yang akan di eksport ke Taiwan
(Kardinan, 2009).
Saat ini, usaha yang banyak dilakukan untuk menekan serangan
organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah dengan menggunakan pestisida.
Keuntungan cara ini adalah cepat memberikan hasil berupa kematian OPT, mudah
cara aplikasinya, sementara itu efek penggunaan pestisida yang membahayakan
seperti pencemaran lingkungan, keamanan bagi konsumen, terbunuhnya
organisme yang bukan sasaran, dan terjadinya resistensi dari organisme target
tidak atau kurang menjadi pertimbangan (Istianto,2009).
Penanganan OPT sebagai paktor pembatas dalam meningkatkan
produksi dan mutu buah jeruk perlu dilakukan secara serius mengingat akan
tuntutan pasar international. Dibutuhkan persyaratan mutu termasuk daftar OPT
serta penangannya dengan residu pestisida minimum. Pada era perdagangan bebas
ini, orientasi utama adalah peningkatan daya saing global termasuk penyelamatan
produksi pertanian dari serangan OPT sebagai persyaratan untuk perlindungan
kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu,
12

penggunaan pestisida di pertanian jeruk perlu dikurangi dan sebagai alternatif
pengendalian yang aman terhadap lingkungan (Dinata dan Suryani,2012).
Salah satu langkah penting yang harus dilakukan dalam rangka
monitoring dan pengendalian lalat buah yang menyerang tanaman jeruk
adalahmemahami bioekologi dari lalat buah tersebut. Sejumlah hasil penelitian
tentang bioekologi lalat buah Bactrocera sp, telah dilaporkan oleh beberapa
peneliti. Misalnya, tentang biologi perkembangannya ; tentang fluktuasi
populasinya, perihal migrasi dan perubahan populasinya; dan tentang biologi
molekularnya (Manurung dkk,2012)
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) mencakup
kegiatan yang dapat menyebabkan penurunan produksi dan mutu buah dengan
memperhatikan aspek keamanan produk dan kelestarian lingkungan serta sumber
daya alam. Pengendalian OPT dilakukan dengan penerapan prinsip pengendalian
Hama Penyakit Terpadu (PHT). PHT dapat dilakukan dengan cara : Fisik, yaitu
mengendalikan organisme pengganggu secara manual; Biologi, dengan
memanfaatkan peranan agensia hayati seperti predator dan potogen; Kultur
teknis, dengan penanaman varietas toleran, pengaturan jarak tanam, pengaturan
drainase, pemupukan berimbang, penjarangan buah; kimiawi; dengan pestisida.
Cara ini merupakan alternatif terahir dengan mempertimbangkan ambang
ekonomi.
Kebun jeruk harus bersih dari unsur unsur yang dapat menjadi tumbuh
kembangnya berbagai hama, penyakit, dan gulma. Kegiatan sanitasi meliputi
penyiangan. Penyiangan harus lebih insentif dilakukan pada musim penghujan.
Biasanya kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan pemberian pupuk dan
13

pembumbunan. Upaya menjaga kebersihan kebun juga harus dilakukan terhadap
ranting ranting sisa pemangkasan dan bagian bagian tanaman yang mengandung
penyakit. Ranting ranting dan sisa sisa bagian tanaman ini diangkut keluar areal
kebun dan dimasukkan dalam lubang kemudian dibakar
(Poerwanto dan Solichah, 2010).








14

PEMBAHASAN
Dari uraian berbagai masalah yang sering terjadi seperti yang telah
dijelaskan maka dapat diambil sebuah penyelesaian berupa di intensifkannya
penyuluhan lapangan terhadap cara-cara pengendalian hama ini dengan baik dan
benar selain itu pihak-pihak yang bertanggung jawab juga ikut serta dalam
membantu atau mengkontribusikan jasa dalam bidang masing-masing seperti :
Pemuka masyarakat setempat yang memberikan pengarahan dan
pengertian kepada para petani setempat bagaimana seharusnya cara pengendalian
hama ini dengan baik dan benar, karena kalau diperhatikan masalah sosial juga
mempengaruhi proses pengendalian dan cara pengendalian yang dilakukan oleh
para petani
Ahli kultur jaringan atau pembiakan varietas baru terus berusaha
menemukan varietas-varietas baru yang lebih tahan terhadap serangan hama ini
serta menemukan cara-cara pengendalian yang lebih efektive dan efesien juga
mengurangi resiko dampak yang ditimbulkan oleh kelebihan residu penyemprotan
pestisida sehingga dampak kerusakan yang di timbulkan oleh hama lalat buah ini
bisa diminimalisir.
Selanjutnya yaitu pengintensifikasian penyuluhan oleh lembaga
penyuluhan lapangan pertanian oleh dinas pertanian setempat tentang cara-cara
pengendalian yang lebih baik dan benar. Dalam hal ini peran pemerintah setempat
juga dibutuhkan dalam proses sosialisasi agar masyarakat lebih termotivasi untuk
melakukan cara-cara pengendalian yang di anjurkan.
Apabila hal-hal diatas bisa dilaksanakan dengan baik mudah-mudahan
akan memperlihatkan pengaruh yang baik terhadap kualitas komoditi dan
15

menurunnya presentase jumlah hama ulat tritip pada komoditi-komoditi yang
terserang khususnya komoditi tanaman jeruk.


16

KESIMPULAN
1. Hama lalat buah (Bactrocera dorsalis Hendel.) sering menyerang atau
mengganggu tanaman budidaya dan mengakibatkan kerusakan dan
kerugian yang tidak sedikit, yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.
2. Hama lalat buah hidup pada buah yakni daging buah ketika pada fase
larva, larva tersebut memakan daging buah.
3. Pada buah yang telah rusak terdapat adanya noda noda berupa bintik
bintik hitam seperti bekas tusukan namun berukuran kecil.
4. Pengelolaan hama terpadu pada tanaman jeruk dapat berupa penyuluhan
secara intensif dan berkelanjutan, penggunaan benih/bibit bermutu dari
varietas unggul, dan bercocok tanam yang tepat.
5. Pengelolaan terpadu pada hama lalat buah adalah dengan cara
pengendalian hayati.











17

DAFTAR PUSTAKA
Agus, N. dan Najamuddin.2008. Inventarisasi Keberadaan Hama dan Predatornya
Pada Pertanaman Jeruk Besar (Citrus Grandis L.). Di Kabupaten
Pangkep. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI
XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 5 Nopember 2008.
Dhaliwal, G.S, dan R. Arora. 1998. Principles Of Insect Pest Management.
Kalyani Publisher : New Delhi
Dinata,K. dan Suryani, S.M.R., 2012. Identifikasi dan Status Serangan Opt
Utama Pada Pertanian Jeruk Rgl di Kabupaten Lebong.
Easwakamoorthy,S., H. David, G. Santhalakshmi, M. Shanmudasundaram,V.
Nandagopal and N.K. Kurup. 1990. Toxicity Of Certain Insecticides To
Sturmiopsis inferns, A Larva Parasite Of Sugarcane Month Borers.
Sugarcane Breeding Institute, India.
Ganeshan,S. And A. Rajabalee. 1997. Parasitoid of The Sugarcane Spotted Borer,
Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae), in Mauritius. Mauritius Sugar
Industry Reasearch Institute, Riduit, Mauritius.
Kalshoven, L.G.E. 1981 The Pest of Crop in Indonesia. Revised and Translated
by PA. Vander Lean. PT. Ichtiar Baru Van Hoove. Jakarta.
Herlinda,S, R.Mayasari, T.Adam, Y.Pujiastuti. 2007. Populasi dan Serangan Lalat
Buah Bactrocera Dorsalis (HENDEL) (Diptera: Tephritidae) serta Potensi
Parasitoidnya pada Pertanaman Cabai (Capsium Annuum L). Seminar
Nasional dan Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah Barat, Palembang :
Palembang.
18

Istianto,M. 2009. Pemanfaatan minyak Atsiri Pengendali Organisme Pengganggu
Tanaman Buah. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Sumatera
Barat.
Jayanto, A.D. 2009. Jeruk (Citrus sp). Balai Penelitian dan Pengembangan,
Jakarta.
Kardinan,A. 2009. Tanaman Aromatik Pengendali Hama Lalat Buah. Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), Jakarta.
Manner, H.I, R.S.Buker, V.E.Smith, D.Ward and C.R.Elevitch.2006. Citrus and
Fortunella (Kumquat). Species Profiles For Pasific Island Agroforestry.
Amerika.
Manurung, B, P. Prastowo, dan E.E. Tarigan, Pola Aktivitas Harian dan
Dinamika Populasi Lalat Buah Bactrocera Dorsalis Complex Pada
Pertanaman Jeruk di Dataran Tinggi Kabupaten Karo Provinsi Sumatera
Utara.
Prihatman,K., 2000. Jeruk (Citrus sp). Kantor Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Jakarta.
Poerwanto, M.E. dan Solichah,S. Kajian Prefensi Ovip Osisi D Iaph O Rin A.
Citri Ku Wayama Pada Tanaman Jeruk Yang Terinfeksi Cvpd dan Jeruk
Sehat. Universitas Pembangunan Nasional. Yogyakarta.
Putra, N.S. 2011. Majalah Serangga Online.
http : // majalah serangga.wordpress.com diakses pada tanggal 08 Oktober
2013.
Reo, R.. 2010. Budidaya Jeruk.
19

http; // dragonball.student.umm.ac.id/2010/08/24/budidaya-jeruk diakses
pada tanggal 08 Oktober 2013.
Ristek, 2013. Jeruk (Citrus sp). Kantor Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340.
Telp. 021 316 9166 -69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Sarjan, M., H.Yulistiono dan H.Haryanto 2010. Kelimpahan dan komposisi
species lalat buah pada lahan kering di Kabupaten Lombok Barat.
http://fp.unram.ac.id/data/2012/02/5Sarjan.pdf diakses pada tanggal 08
Oktober 2013.
Soeroto, A., W. Nadra, dan L. Chalid. 1995. Petunjuk Praktis Pengendalian Lalat
buah. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Dan Holtikultura Direktorat
Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. 35 hal.
Untung,K. 1993 Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University
Prees:Yogyakarta.
Wahyono,T.E., N.Tarigan 2004. Perbanyakan Lalat Buah (Bactrocera Dorsalis) di
Laboratorium. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional
Pertanian : Bogor.
Warda, 2005. Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk Siem di Luwu Utara. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. ISBN 979-95025-6-7

You might also like