You are on page 1of 7

Iriany / Jurnal Teknologi Proses 5(2) Juli 2006: 151 155

159
J urnal
Teknologi Proses

Media Publikasi Karya Ilmiah
Teknik Kimia



5(2) Juli 2006: 156 162
ISSN 1412-7814


Konservasi Energi di Kilang Gas Alam Cair/LNG
Melalui Peningkatan Efisiensi Pembakaran pada Boiler


Darmansyah Dalimunthe
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan 20155


Abstrak
Kilang Liquid Natural Gas (LNG) adalah salah satu industri pengilangan yang banyak menggunakan
energi dalam proses produksinya. Salah satu peralatan pada kilang LNG yang banyak menggunakan
energi adalah boiler. Efisiensi peralatan ini selalu berubah sesuai bahan operasi. Inefisiensi terjadi
karena banyaknya kemungkinan kehilangan panas pembakaran, padahal apabila efisiensi pembakaran
ini bisa ditingkatkan, dapat menurunkan konsumsi energi yang pada akhirnya akan menurunkan pula
biaya produksi sehingga akan meningkatkan laba perusahaan. Sesuai dengan kebijakan pemerintah di
bidang energi bahwa secara bertahap harga energi baik harga bahan bakar minyak maupun harga listrik
pada saatnya akan mencapai pada harga ekonominya dalam arti bahwa pemerintah tidak akan
memberikan subsidi lagi kepada harga energi. Oleh karena itu sudah saatnyalah industri yang pada
proses produksinya banyak menggunakan energi mulai menjalankan konservasi energi, salah satunya
adalah kilang LNG dengan melakukan peningkatan efisiensi pembakaran kepada boiler melalui
penurunan ekses udara dan pemanfaatan panas buangan. Penelitian tentang peningkatan efisiensi
pembakaran pada boiler dilakukan pada salah satu kilang LNG. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada potensi penghematan energi melalui penurunan ekses udara hingga menjadi 15%, yang bisa
meningkatkan efisiensi boiler hingga 85%, serta pemanfaatan panas buangan.

Kata kunci: konservasi energi, LNG,boiler


Pendahuluan

Salah satu kebijakan pemerintah dalam
bidang energi adalah konservasi energi yang
telah dituangkan dalam KEPPRES No. 41
Tahun 1991 di mana semua pengguna energi
hendaknya melakukan konservasi.

Konservasi energi merupakan salah satu
langkah kebijakan energi yang perlu
mendapatkan prioritas dalam upaya
mengatasi masalah keterbatasan sumbar daya
energi dengan memanfaatkan energi secara
lebih efisien. Dari segi kemudahan
pelaksanaannya, dibanding dengan langkah-
langkah yang lain, maka konservasi energi
relatif memerlukan waktu yang lebih singkat
dalam memperoleh hasil, dan memiliki nilai
ekonomis dalam penghematan biaya energi,
sehingga konservasi energi dipandang sangat
bermanfaat.

Menurut US Department of Energy,
konservasi energi adalah penggunaan
sumber-sumber energi secara efisien.
Sedangkan menurut United Environmental
Protection, konservasi energi adalah
langkah-langkah atau upaya yang ditujukan
untuk memperoleh keuntungan sosio-
ekonomi per setiap unit energi yang
dikonsumsi. Sementara menurut sumber lain,
konservasi energi adalah penggunaan
sumber-sumber energi secara lebih efisien.
Walaupun didefinisikan secara berbeda-beda,
tetapi makna dan tujuan konservasi pada
dasarnya adalah sama.
Darmansyah Dalimunthe / Jurnal Teknologi Proses 5(2) Juli 2006: 156 162

160
Kebijakan konservasi bertujuan
memelihara kelestarian sumber daya energi
di mana penggunaannya harus secara
bijaksana bagi tercapainya keseimbangan
antara pembangunan, pemerataan dengan
mempertimbangkan lingkungan hidup.

Sejalan dengan peningkatan usaha
industrialisasi di Indonesia, permintaan
energi terus meningkat dengan pesat. Sektor
industri merupakan sektor pemakai energi
terbesar, yaitu kurang lebih 40% dari total
konsumsi energi komersial di Indonesia.
Akan tetapi peningkatan permintaan energi
ini tidak diimbangi dengan peningkatan
efisiensi pemakaian energi. Hal inilah yang
menjadi problema energi nasional yang perlu
segera dicarikan solusinya. Sementara itu,
data menunjukkan bahwa adanya indikasi
potensi penghematan yang cukup besar yaitu
antara 5 10% tanpa investasi, dan 10 30%
dengan investasi.

Tujuan studi ini adalah melakukan
penelitian tentang peningkatan efisiensi
pembakaran pada boiler di salah satu kilang
LNG. Di Indonesia, gas bumi yang
diproduksi selain langsung dipergunakan
sebagai bahan bakar dan diinjeksikan
kembali sebagai fluida pembantu untuk
mengangkat minyak ke permukaan setelah
melalui pemurnian, juga diolah melalui
proses kompresi menjadi bahan bakar gas
seperti Liquid Petroleum Gas (LPG) maupun
LNG.

Di kilang gas proses kompresi tersebut
mayoritas menggunakan energi gas dan
sebagian minyak solar. Konsumsi gas
sebagai energi berkisar antara 16 sampai
dengan 18 persen volume terhadap bahan
baku.

Untuk melihat besarnya tingkat konsumsi
energi dalam menghasilkan setiap unit
produk maka digunakan perhitungan
intensitas energi. Apabila diperoleh suatu
nilai intensitas energi yang cukup tinggi
maka perlu dikaji potensi/ peluang
konservasi energi dengan melakukan survai
lapangan untuk mendapatkan parameter
konservasi. Dari hasil penelitian di kilang
LNG ini diperoleh intensitas energi cukup
tinggi dan setelah dilakukan analisis ternyata
potensi penghematan energi yang cukup
besar diperoleh dari boiler.


Peningkatan Efisiensi Energi pada Boiler

Jenis boiler

Boiler adalah salah satu peralatan yang
menggunakan energi paling intensif di suatu
industri. Efisiensi peralatan ini selalu
berubah sesuai beban operasi.

Pada dasarnya ada dua jenis boiler yaitu:

a. Boiler pipa api (Fire/shell tube boiler)
Pada boiler ini air mengalir melalui shell
dan menerima panas dari gas pembakaran
yang mengalir melalui susunan pipa api.
Tekanan operasi standar dari boiler tipe
ini maksimum 250 psi (16 bar) pada
umumnya berkapasitas kurang dari 7
ton/jam. Konstruksinya relatif sederhana
dan kokoh, harganya relatif murah.
Keuntungan menggunakan boiler ini
adalah fleksibel terhadap perubahan
beban secara cepat, dan kekurangannya
adalah lambat dalam mencapai tekanan
operasi pada awal operasi.

b. Boiler pipa air (Water tube boiler)
Pada boiler jenis ini air mengalir di dalam
susunan pipa dan menerima panas dari
luar pipa. Tekanan operasi bila lebih besar
dari 24 bar atau kapasitas bisa lebih besar
dari 20 MW. Cocok untuk produksi uap
dalam jumlah besar dengan uap
superheated. Konstruksinya utnuk beban
besar, oleh karena itu harganya relatif
mahal. Keuntungannya adalah pada
kapasitas 10 20 MW bereaksi cepat
terhadap perubahan beban, di samping
kelembapan termal relatif lebih kecil.

Inefisiensi pada boiler

Inefisiensi terjadi karena banyaknya
kemungkinan kehilangan panas pembakaran
seperti:
a. Panas yang terbawa keluar oleh gas
buang tanpa uap air (dry flue gas loss)
b. Panas yang terbawa keluar oleh uap air
panas, termasuk panas sensible dan
latent.
Darmansyah Dalimunthe / Jurnal Teknologi Proses 5(2) Juli 2006: 156 162

161
c. Komponen bahan bakar yang tak
terbakar dan produk pembakaran tak
sempurna termasuk solid ash
combustible dan CO dalam gas buang.
d. Kehilangan panas dari dinding boiler
melalui isolasi (radiasi dan konveksi).
e. Panas yang terbawa keluar bersama
blowdown.

Kehilangan panas pembakaran tersebut
yang disebut dengan rugi-rugi panas (heat
losses).

Prinsip pembakaran

Proses pembakaran adalah reaksi kimia
antara bahan bakar dengan oksigen (O
2
) dari
udara. Hasil pembakaran yang utama adalah
karbondioksida (CO
2
), uap air (H
2
O), dan
disertai energi panas. Sedangkan hasil
pembakaran yang lain adalah
karbonmonoksida (CO), abu (ash), NO
x
atau
SO
x
, tergantung pada jenis bahan bakarnya.
Reaksi kimia dari proses pembakaran adalah
sebagai berikut:

C + O
2
CO
2
+
panas
dari bahan bakar dari udara

2H
2
+ O
2
2H
2
O +
panas
dari bahan bakar dari udara

Bahan bakar + Jumlah udara teoretis
Karbondioksida + Uap air + Nitrogen dan
gas-gas lainnya (kecuali oksigen)

Beberapa hal yang terjadi pada proses
pembakaran:
a. Pembakaran dengan udara kurang
Pada proses ini terjadi perpindahan panas
berkurang dan panas hilang karena bahan
bakar berlebih serta ada bahan bakar yang
tak terbakar di samping terdapat hasil
pembakaran, seperti CO, CO
2
, uap air, O
2
,
dan N
2
.
b. Pembakaran dengan udara berlebih
Pada proses ini terjadi perpindahan panas
berkurang dan panas hilang karena udara
berlebih serta hasil pembakaran, seperti
CO
2
, uap air, O
2
, dan N
2
.
c. Pembakaran dengan udara optimum
Pada proses ini terjadi perpindahan panas
yang maksimum dan panas yang hilang
minimum, serta terdapatnya hasil
pembakaran, seperti CO
2
, uap air, dan N
2
.
Rasio udara (air ratio) dan udara berlebih/
ekses udara (excess air)

Untuk menilai suatu pembakaran
berlangsung efisien atau tidak, dapat
diketahui melalui angka perbandingan antara
jumlah udara aktual dengan jumlah udara
teoretisnya yang diperlukan dalam
pembakaran atau dengan melihat seberapa
besar kelebihan udara aktual dari kebutuhan
udara teoretisnya (dalam persen).
Untuk mengetahui jumlah udara aktual
harus diketahui kandungan O
2
atau CO
2

dalam gas buang (persen volume basis
kering) melalui pengukuran., sedangkan
udara teoretis dihitung dari stokiometrik.

Rasio udara =
teoritis) pembakaran udara jumlah (
aktual) pembakaran udara jumlah (


=
) O % 21 (
) 21 (
2

...
(1)

Jumlah udara aktual tergantung pada faktor-
faktor berikut:
a. Jenis bahan bakar dan komposisinya
b. Desain ruang bakar (furnace)
c. Kapasitas pembakaran atau firing rate
(optimum 70 90 %)
d. Desain dan pengaturan burner

Hal-hal yang terjadi pada pembakaran
yang tidak sempurna dapat dilihat pada Tabel
1.

Menghitung efisiensi boiler

Efisiensi boiler dapat dihitung dengan 3 cara,
yaitu:
a. Metode langsung:
bakar bahan dalam total Energi
100 uap dalam berguna Panas
(%) Efisiensi

=
...(2)

b. Metode tak langsung
= (%) rugi) - (Rugi - % 100 (%) Efisiensi
...(3)

Sedangkan formula untuk menghitung
efisiensi boiler dengan metode tak langsung
dapat dilihat pada Tabel 2.
Darmansyah Dalimunthe / Jurnal Teknologi Proses 5(2) Juli 2006: 156 162

162
c. Metode dengan menggunakan grafik
Secara praktis efisiensi boiler dapat
dihitung dengan menggunakan grafik
rugi-rugi panas dan ekses udara.
Metodologi Penelitian

Pengumpulan data

1. Data primer dikumpulkan dengan
melakukan survai ke lapangan, yaitu ke
kilang LNG, terutama pada peralatan
boiler untuk mendapatkan parameter
panas yang hilang maupun parameter
pembakaran.
2. Data sekunder yang digunakan sebagai
data pendukung diperoleh dari laporan-
laporan yang berasal dari instansi yang
terkait dan informasi lain.

Analisis

Analisis peningkatan efisiensi
penggunaan energi di boiler menggunakan
perhitungan-perhitungan sebagai berikut:

1. Efisiensi boiler = 100 % - % rugi-rugi
panas
2. Rugi-rugi panas = panas yang hilang oleh
gas


Hasil dan Pembahasan

Hasil survai

Survai dilakukan pada 8 boiler di salah
satu kilang gas di Indonesia
Masing-masing boiler tersebut
menghasilkan uap sebesar 182.5 ton per
jam
Boiler bertekanan rendah 10.5 kg/cm
2

Siklus yang digunakan adalah siklus
tertutup, sehingga kondensat dari uap
dapat dikembalikan sebanyak mungkin
(80%)
Blowdown ( 5 %)
Temperatur gas buang boiler rata-rata
260
0
C
O
2
meter terpasang di masing-masing
furnace boiler, O
2
meter menunjukkan
5%, artinya ekses udara di atas 20%
Konsumsi gas alam untuk energi
18.639,374.000 Cuft atau 21.808,067 MM
Btu
Konsumsi bahan bakar disel per tahun
adalah 21,385,000 kkal
Pemakaian bahan bakar total adalah setara
dengan 108,516 MMCF
Produksi LNG adalah setara dengan
525,495 MMCF
Intensitas energi (rasio energi yang
digunakan terhadap bahan baku untuk
proses produksi) sebesar 20.6%
Boiler feed water = 28.476 m
3
/hari atau
1200 M
3
/jam, sedangkan make up water
sebesar 16,471 m
3
per hari atau 685
m
3
/jam.

TABEL 1: Problema yang timbul pada pembakaran dan penyebabnya
Sistem Problema Kemungkinan Penyebab
Pembakaran
1. Excess air / ekses udara
tinggi (O
2
tinggi)
a. Pengoperasian sistem kontrol tidak tepat
b. Tekanan suplai bahan bakar rendah
c. Heating value bahan bakar berubah
d. Viskositas bahan bahan bakar berubah
2. Excess rendah (O
2

rendah)
a. Pengoperasian sistem kontrol tidak tepat
b. Keterbatasan fan blower
c. Temperatur udara ambien bertambah
3. Tingginya CO dan emisi
dari gas combustible (O
2

memuaskan atau tinggi)
a. Setting pengatur udara tidak tepat
b. minyak burner rusak
c. Distribusi udara tidak sesuai
d. Penyumbatan pada burner gas
e. Distribusi udara/bahan bakar tidak seimbang
pada boiler multi burner
f. Kerusakan pada refraktori throat burner
g. Sistem udara overfire tidak sesuai
h. Kisi-kisi pada penyala api (stoker)
i. Orientasi distribusi bahan bakar pada penyala
api
Perpindahan Panas Temperatur gas buang tinggi
a. Timbulnya deposit pada saluran air atau gas
b. Prosedur pengolahan air yang kurang baik
c. Pengoperasian sootblower yang kurang baik
Darmansyah Dalimunthe / Jurnal Teknologi Proses 5(2) Juli 2006: 156 162

163

TABEL 2: Formula untuk menghitung efisiensi boiler dengan metode tak langsung
NO Hilang panas Formula Nilai
1.


1a


1b

L
DG
Dry fuel gas

2
A FG
CO
) T K(T

( )
maks 2
2
2
) CO (
21
O
1 CO

=
K dari tabel atau
( )
3
G
N
CV
) CV C 69.7
fuel

%

2


2a
L
O H
2

Uap air dalam gas

) CV (
) T 5 . 0 T 588 ( ) H 9 O H (
1
G
FG A 2
+ +
fuel fuel

CV
1
G
= CV
G
untuk gas
CV
1
G
= CV
G
(T
fuel
T
A
) 0.47
(untuk minyak dengan preheat)
%
3
L
CO
CO tak terbakar
) (CO (CO)
K(CO)
2
+

%
4
L
RC
Radiasi & konveksi
100 / (CAP) dihitung dari temperatur permukaan
%
5
L
L
DG
+ L
O H
2
+ L
CO
+ L
RC %
6
L
BD
Rugi blowdown
) T - (660 BD) - (100 BD ) T T (
L) - (100 BD ) T T (
O H O H BD
O H BD
2 2
2
+


%
7
L
Total
Hilang panas total (Rugi-rugi)
L +BD
%
8 Efisiensi E = 100 L
Total
%
9

Excess Air / Ekses udara
) CV (
) T 5 . 0 T 588 ( ) H 9 O H (
1
G
FG A 2
+ +
fuel fuel

%

Keterangan:
L
DG
= % panas hilang dalam gas buang kering,
T
FG
= Temperatur gas buang (
0
C),
L
O H
2

= % panas hilang uap air dalam gas buang,
T
A
= Temperatur udara ambient (
0
C),
L
CO
= % panas hilang dari CO tak terbakar,
L
BD
= Temperatur air blowdown (
0
C),
L
RC
= % panas hilang dari radiasi/konveksi,
L
O H
2

= Temperatur air umpan (
0
C),
L
BD
= % panas hilang dari air blowdown,
T
fuel
= Temperatur awal bahan (
0
C),
(O
2
) = oksigen dalam gas buang (% volume kering),
(CO
2
) = jumlah karbondioksida (% volume kering),
CAP = % kapasitas output boiler,
K = konstanta,
CV = konstanta panas yang hilang dalam gas buang kering untuk berbagai bahan bakar,
CV
G
= konstanta panas yang hilang dalam gas buang untuk bahan bakar gas.






Pembahasan

Dilihat dari besarnya intensitas energi, yaitu 20.6% merupakan suatu nilai intensitas yang
cukup besar untuk industri gas alam cair. Sebagai gambaran, kilang minyak yang dioperasikan
di Indonesia rata-rata mempunyai intensitas antara 5 7% refinery fuel per crude intake.
Memang hal ini tidak bisa dibandingkan secara langsung begitu saja karena berbagai faktor dan
kondisi setempat yang berbeda, tetapi setidaknya dapat dipakai sebagai gambaran.

Melihat tingginya intensitas menunjukkan bahwa terdapat ketidakefisienan pemakaian energi,
dengan demikian terdapat potensi penghematan energi yang cukup besar bila dapat menurunkan
intensitas energinya.

Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat adanya ekses udara yang cukup besar, yaitu di atas
20%, serta konsumsi energi yang cukup besar, yaitu sebesar 108,516 MMCF dibandingkan
produksi yang dihasilkan, yaitu sebesar 525,495 MMCF.

Salah satu penyebabnya mungkin banyaknya panas yang hilang pada saat proses pembakaran
untuk menghasilkan uap. Untuk itu, perlu dilihat proses pembakaran pada boilernya.

Melalui perhitungan efisiensi boiler dapat diperkirakan besarnya ekses udara, panas yang
terbuang, dan tingkat efisiensi boilernya.

Perhitungan efisiensi boiler dilakukan dengan menggunakan metode tak langsung sebagai
berikut:

Efisiensi boiler = 100 % - rugi-rugi panas

Rugi-rugi panas dicari dengan menggunakan grafik rugi-rugi panas dan ekses udara untuk
bahan bakar gas alam.

Data yang digunakan untuk menghitung adalah sebagai berikut:
a. Bahan bakar yang digunakan: gas alam
b. Temperatur gas buang: 260
0
C
c. Temperatur ambien: 30
0
C
d. Kandungan oksigen: 5%
e. Hilang panas radiasi blowdown dan CO tak terbakar: 5 %

Dengan mengacu pada nilai kalor dari gas alam dan temperatur ambien 20
0
C, dengan nilai
kandungan O
2
sebesar 5%, diperoleh nilai ekses udara sebesar 29% dan nilai kandungan CO
2

sebesar 9%. Berdasarkan teori untuk bahan bakar gas ekses udara cukup 1015%. Oleh karena
itu, ekses udara sebesar 29% termasuk besar.

Oleh karena temperatur ambien sebesar 30
0
C, maka beda temperatur gas buang 260
0
C
30
0
C = 230
0
C. Beda temperatur ini sama untuk temperatur gas buang 250
0
C dengan ambien
20
0
C.

Oleh karena itu, hilang panas oleh gas buang sesuai dengan garis temperatur 250
0
C adalah
sebesar 24%, dengan demikian:

Efisiensi boiler = 100 % - (24 % + 5 %) = 71 %.
Dibandingkan dengan tingkat efisiensi boiler di atas 80%, maka boiler tersebut termasuk kurang
efisien.


Kesimpulan

Berdasarkan perhitungan dan analisis data, diperoleh hasil sebagai berikut:


Konsumsi energi cukup besar, yaitu setara 108,516.15 MMCF dibandingkan total produksi,
yaitu setara 525,495 MMCF atau intensitas energi cukup besar 20.6%
Ekses udara cukup besar, yaitu 29%
Kehilangan panas oleh gas buang sebesar 24%
Efisiensi boiler sebesar 71% termasuk kurang efisien
Ketidakefisienan boiler, kemungkinan disebabkan oleh akses udara yang cukup besar serta
kehilangan panas oleh gas buang, untuk itu efisiensi boiler perlu ditingkatkan lagi hingga
mencapai tingkat efisiensinya.


Saran

Karena ketidakefisienan boiler tersebut, kemungkinan disebabkan oleh ekses udara yang
cukup besar, serta hilangnya panas pada gas buang, maka ekses udara harus ditekan sampai
menjadi 15% (untuk bahan bakar gas akses udara cukup 1015%). Hal ini dapat dikendalikan
dari ruang kontrol dengan mengatur O
2
sebesar 3 %. Sedangkan panas yang terbuang disarankan
untuk ditingkatkan efisiensinya dengan memanfaatkan panas buangan tersebut, misalnya untuk
cogeneration.


Daftar Pustaka

Albert Thumann, PE, C.E.M. & Paul Mehta, D. Handbook of Energi Engineering. 1995. The
Fairmont Press, Inc. Linburn, GA 30247. USA.
Annonimous. 1987. Combustion of Gas, Gas Engineers Handbook, Industrial Pers Inc.
Conforth, J.R. 1992. Combustion Engineering and Gas Utilisation. E & FN Spon, an imprint of
Chapman & Hall. London, UK.
Sirait J.K. 2001. Konservasi Energi pada Boiler, Konsep dan Teori. Jakarta.

You might also like