You are on page 1of 16

HEMATOLOGI I

Oleh:
Nama : Muhammad Rivaldi
NIM : B0A013046
Rombongan : I
Kelompok : 4






LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II







KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Darah adalah matrik cairan dan merupakan jaringan pengikat terspesialisasi yang
dibentuk dari sel-sel bebas. Darah terdiri dari komponen cair yang disebut plasma dan
berbagai unsur yang dibawa dalam plasma yaitu sel-sel darah. Sel-sel darah terdiri dari
eritrosit atau sel darah merah, yaitu sel yang mengangkut oksigen, leukosit atau sel darah
putih yaitu sel yang berperan dalam kekebalan dan pertahanan tubuh dan trombosit yaitu
sel yang berperan dalam homeostasis. Plasma darah tersusun atas 90% air, 7-8 % protein
(albumin, globulin), 1 % elektrolit dan sisanya 1-2% berbagai zat makanan seperti glukosa,
asam amino, lipid dan vitamin, intermediet metabolit seperti piruvat dan laktat, limbah
nitrogen seperti urea dan asam urat, gas-gas seperti CO
2
dan O
2,
garam-garam mineral dan
hormon (Frandson, 1986).
Pada kondisi lingkungan yang berbeda, sel darah merah akan menunjukkan respon
sel berupa pengerutan atau pembengkakkan. Pengamatan konsentrasi sel darah dapat
digunakan untuk memahami respon fisiologis sel darah merahpada hewan hidup dalam
berbagai tingkatan konsentrasi osmotis media yang berbeda. Pengamatan terhadap
struktur sel darah merah dapat digunakan untuk memahami bentuk dan struktur sel darah
pada berbagai jenis hewan. Sementara waktu beku darah dapat diamati untuk memonitor
proses pembekuan darah dan lamanya waktu beku darah pada hewan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memahami respon sel darah merah
terhadap berbagai macam media yang mempunyai konsentrasi osmotis yang berbeda dan
mengetahui konsentrasi internal sel darah merah, memahami bentuk dan struktur sel dan
membandingkan bentuk dan struktur sel darah katak dan manusia serta untuk memahami
proses pembekuan darah dan menentukan lamanya waktu pembekuan darah pada
manuisa .




II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Bahan yang diperlukan untuk melakukan percobaan ini meliputi akuades, darah
segar manusia/hewan uji; Katak (Fejervarya cancrivora), larutan NaCl (0,2%; 0,4%; 0,6%;
0,9%; dan 1,0%), kloroform atau eter, alkohol 70%, antikoagulan berupa EDTA.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi lancet, pipet isap, komparator,
batang pengaduk, pembuluh kaca kapiler, mikroskop, objek gelas dan kaca penutup, kapas,
dan syring.

2.2 Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum pengamatan konsentrasi, struktur sel
dan waktu beku darah adalah sebagai berikut :
1. Konsentrasi Darah
a. Seekor katak dimatikan dengan merusak bagian otaknya dengan gunting atau pinset.
b. Katak dilakukan diseksi di bagian ventral, agar jantungnya dapat diisolasi.
c. Dibuat insisi dengan gunting pada bagian ventral sisi kiri atau kanan, selanjutnya
melintang di bagian posterior jantung. Kulit dan otot ventral diangkat agar tampak
jantung. Selanjutnya, insisi diteruskan hingga rongga dada terbuka.
d. Setelah jantung katak diisolasi, kemudian syringe yang telah dibilas larutan koagulan
ditusukksn ke bagian ventrikel.
e. Darah dihisap sebanyak yang diperlukan dengan jalan menarik pompa syringe secara
perlahan. Bila tarikan syringe terasa berat, berarti ujung syringe tidak berada di
tengah ruang ventrikel atau karena tusukan tadi terlalu dalam.
f. Dalam posisi baik maka denyut jantung akan terasa membantu tarikan syring. Syring
dicabut dan segera diputar-putar agar darah tercampur seluruhnya dengan senyawa
anti beku.
g. Darah katak diteteskan pada gelas objek, kemudian ditambahkan beberapa tetes
larutan NaCl 0,2%, keduanya dicampurkan dengan pengaduk gelas atau tusuk gigi,
selanjutnya campuran cairan tersebut segera ditutup dengan kaca penutup. Bila tidak
segera ditutup akan terjadi penguapan hingga mengubah konsentrasi larutan NaCl.
h. Diamati campuran tersebut di bawah mikroskop.
i. Dilakukan langkah kerja diatas untuk tetesan darah berikutnya, dengan
menggunakan NaCl 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9% dan 1,0%. Setiap campuran darah pada
konsentrasi tertentu harus segera diamati di bawah mikroskop.
j. Ditentukan konsentrasi NaCl yang mana sel darah merah tidak mengalami perubahan
bentuk.

2. Stuktur Sel Darah Merah
a. Sediaan katak diperoleh dengan cara yang sama pada percobaan sebelumnya, diisap
lansung dari jantung.
b. Percobaan ini dibandingkan antara struktur sel darah merah katak dan manusia. Pada
gelas objek yang bersih dan kering, diteteskan darah katak, kemudian ditambahkan
beberapa tetes larutan NaCl 0,6%.
c. Setelah keduanya dicampur kemudian ditutup dengan gelas penutup dan diamati di
bawah mikroskop.
d. Untuk sediaan darah manusia diperoleh dengan jalan menusuk ujung jari dengan
lancet yang steril, dan darah yang keluar dapat lansung digunakan untuk percobaan.
Langkah percobaan pengerjaan seperti pada percobaan sebelumnya.
e. Dilakukan prosedur di atas terhadap darah anda sendiri dengan menggunakan NaCl
0,9%.
f. Perbedaan antara kedua sel darah yang diamati diperhatikan dan dibuat gambar dari
masing-masing sel tadi.
g. Jari bekas tusukan tadi dibersihkan dengan kapas beralkohol, kapas dapat terus
ditekan agar luka dapat segera menutup dengan terbentuknya bekuan darah.
3. Waktu Beku Darah
a. Jari dibersihkan dengan alkohol 70%, setelah alkohol mongering jari ditusuk dengan
lancet steril atau lancet sekali pakai.
b. Pipa kapiler ditempelkan ke tetesan darah yang keluar dari jari.
c. Dengan interval waktu 1 menit pembuluh kaca kapiler dipotong sedikit-demi sedikit
sampai terlihat fibrin yang terbentuk ditandai dengan potongan kapiler yang tetap
menempel atau menggantung setelah dipatahkan.
d. Waktu diperlukan darah untuk membeku dicatat, yaitu waktu sejak jari dilukai hingga
kapiler yang dipatahkan tetap menggantung.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Konsentrasi Sel Darah Katak
Hewan Uji
Sel
darah
Diameter Sel Darah Pada berbagai Konsentrasi NaCl
Tanpa
Nacl
0,2% 0,4% 0,6% 0,9% 1,0%
Katak
(Fejervarya
cancrivora)
1
24,5 m 134,2 m 85,4 m 39,2 m 24,5 m 19,6 m
2
19,6 m 122 m 122 m 53,9 m 24,5 m 24,5 m
3
14,7 m 146,4 m 97,6 m 39,2 m 19,6 m 19,6 m


Tabel 2. Hasil Pengamatan Struktur Sel Darah Merah
Kelompok
Bentuk dan Struktur Sel Darah
Ikan Nilem
(Osteochilus hasselti)
Manusia
(Homo sapiens)
3. Bentuk : Oval Terdapat Inti Bentuk : Bulat Tidak terdapat Inti
4. Bentuk : Oval Terdapat Inti
Bentuk :
Biconcave disk
Tidak terdapat inti


Tabel 3. Data pengamatan waktu beku darah
Kelompok Waktu Beku Darah
1 3 menit
2 3 menit, 20 detik
3 4 menit, 1 detik
4 7 menit, 45 millidetik



Perhitungan
Diameter darah katak pada kelompok kami menggunakan kalibrasi 100X yang artinya hasil
dari pertambahan panjang dan lebar sel darah merah katak akan dikalikan oleh 9,8.

Diameter sel darah katak sebelum diberi larutan NaCl:
SDM
1
: P=3, L=2 :


SDM
2
: P=2, L=2 :


SDM
3
: P=2, L=1 :



Diameter sel darah katak setelah di tambahkan 0,6% larutan NaCl:
SDM
1
: P=4, L=4 :


SDM
2
: P=5, L=6 :


SDM
3
: P=5, L=3 :



Diameter sel darah katak setelah ditambahkan 0,9% larutan NaCl:
SDM
1
: P=2, L=3 :


SDM
2
: P=3, L=2 :


SDM
3
: P=2, L=2 :



Diameter sel darah katak setelah ditambah 1,0% larutan NaCl:
SDM
1
: P=2, L=2 :


SDM
2
: P=3, L=2 :


SDM
3
: P=2, L=2 :





Gambar Sel Darah katak pada konsentrasi NaCl 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9% dan 1%




































Gambar bentuk dan Struktur Sel Darah pada manusia dan ikan



Gambar 1. Tanpa pemberian NaCl Gambar 2. Dengan NaCl 0,2%
Gambar 3. Dengan Nacl 0,4% Gambar 4. Dengan 0,6% NaCl
Gambar 5. Dengan 0,9% NaCl Gambar 6. Dengan 1,0% NaCl
Gambar 7. Sel darah Manusia
Gambar 1. Sel darah Ikan
3.2 Pembahasan
Berdasarkah hasil pengamatan rombongan kami di dapatkan hasil sebagai berikut,
pada perhitungan diameter sel darah merah katak dilakukan perbesaran 100x sehingga
hasil yang di dapat dengan menjumlahkan panjang dan lebar sel darah katak akan dikalikan
dengan 9,8, dan konsentrasi yang diamati hanya NaCl 0,6%, 0,9% dan 1,0% serta sel darah
merah yang diamati tanpa penambahan larutan NaCl. Pada perhitungannya hanya diamati
3 butir sel darah merah pada tiap-tiap konsentrasinya.
Pada percobaan sel darah katak tanpa penambahan NaCl didapatkan SDM
1
: 24,5
m, SDM
2
: 19,6 m, SDM
3
: 14,7 m. Percobaan sel darah katak dengan penambahan
0,6% NaCl didapatkan hasil sebagai berikut; SDM
1
: 39,2 m, SDM
2
: 53,9 m, SDM
3
: 39,2
m. Padas el darah katak dengan penambahan 0,9% NaCl didapatkan hasil yakni : SDM
1
:
24,5 m, SDM
2
: 24,5 m, SDM
3
: 19,6 m. sedangkan pada percobaan dengan
penambahan 1% NaCl didapatkan hasil SDM
1
: 19,5 m, SDM
2
: 24,5 m, SDM
3
: 19,6 m.
Darah merupakan jaringan pengikat yang umumnya mempunyai komposisi plasma
darah dan sel-sel darah. Plasma terdiri dari 0,10% gas, 90% air; 7-8% protein, 1% elektrolit
dan sisanya (1-2%) adalah zat lain. Sel-sel darah berbeda-beda, korpuler berkembang dalam
jaringan retikuler organ-organ pembentukan darah dan masuk ke dalam aliran darah
sebagai sel-sel matang. Sel-sel darah dapat dibedakan menjadi eritrosit (sel darah merah),
leukosit (sel darah putih) dan trombosit (keping darah). Eritrosit merupakan tipe sel darah
yang jumlahnya paling banyak, berbentuk lonjong dan berinti kecuali pada mammalia.
Ukuran eritrosit berbeda pada setiap spesies. Eritrosit berbentuk oval dengan diameter 7-
20 m (Lagler et al., 1977).
Sel darah manusia berbentuk bulat cekung ditengah atau bikonkaf. Sedangkan sel
darah katak berbentuk lonjong atau bulat panjang, pipih, dan memiliki inti. Eritrosit yang
dimiliki katak termasuk eritrosit yang terbesar dibandingkan hewan vertebrata lainnya.
Dengan adanya inti yang terdapat pada eritrosit katak maka memperkecil ruang bagi
hemoglobin yang terdapat di dalam ertitrosit katak. Ini dikarenakan oksigen yang
dibutuhkan oleh katak tidak hanya diikat oleh sel darah merah di paru-paru, melainkan juga
dari oksigen yang berdifusi melewati kulit mereka. (Tobin, 1994)
Eritrosit mamalia berbentuk cakram bikonkaf, bagian tengahnya lebih tipis
dibandingkan bagian tepi. Semua sel darah merah tidak memiliki mitokondria dan
menghasilkan ATP-nya secara eksklusif melalui metabolisme anaerobik. Fungsi utama
eritrosit adalah mengangkut oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh
tubuh.Supaya dapat diangkut, oksigen harus berdifusi melewati membran plasma sel darah
merah.Semakin kecil sel darah merah semakin besar pula total luas permukaan membran
plasma dalam suatu volume darah.Bentuk bikonkaf eritrosit juga turut menambah luas
permukaannya. Struktur dan fungsi eritrosit menyebabkannya lebih rentan terhadap
perubahan media lingkungan (Campbell, et al., 2004).
Pada pengamatan struktur sel darah merah pada katak dan manusia seperti pada
foto diatas dapat terlihat adanya perbedaan pada bentuk dan strukturnya. Struktur sel
darah merah pada Katak (Fejervarya cancrivora) berbentuk lonjong, pipih ukurannya besar
dan mempunyai inti di tengah sedangkan pada sel darah merah Manusia bentuknya bulat,
bikonkaf dan tidak ada inti (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.).
Berdasarkan pengamatan, sel darah merah berada pada tekanan isotonic dalam
larutan NaCl 0,9%. Berada dalam hipotonik sehingga sel mengalami lisis pada larutan NaCl
0,2% sampai 0,6%. Dan berada pada hipertonik yaitu sel mengalami krenasi atau mengkerut
pada saat dalam larutan NaCl 1,00%. Data tersebut relevan dengan pustaka. Tekanan
osmotik eritrosit homoioterm sama dengan tekanan osmotik larutan NaCl 0,9% sedangkan
tekanan osmotik eritrosit poikiloterm sama dengan tekanan osmotik larutan NaCl 0,4%
keadaan ini bisa juga disebut dengan isotonis dan sel tidak mengalami perubahan bentuk.
Bila eritrosit dimasukkan ke dalam medium hipotonis yaitu dimana konsentrasi zat terlarut
lebih rendah, maka air akan masuk ke dalam eritrosit dan eritrosit akan menggelembung
sehingga menyebabkan diameter sel darah katak dan manusia membesar. Apabila batas
toleransi osmotik membran eritrosit terlampaui, maka eritrosit akan pecah, isi eritrosit
(termasuk di dalamnya hemoglobin) akan keluar, menyebabkan medium menjadi berwarna
merah. Peristiwa pecahnya membran eritrosit dan dibebaskannya hemoglobin kedalam
medium disebut hemolisis. Pemeliharaan homeostatis cairan tubuh adalah sangat penting
bagi kelangsungan hidup organisme. (Yaswir dan Ferawati. 2012)
Hipotonik adalah keadaan jika phi cairan < phi plasma darah, maka cairan bersifat
hipotonik terhadap plasma darah. Hal ini menyebabkan net aliran pelarut air dari cairan ke
plasma darah. Akibatnya sel darah merah akan menggembung dan dapat pecah. Isotonik
adalah keadaan jika phi cairan = phi plasma darah, maka cairan bersifat isotonic terhadap
plasma darah. Hal ini menyebabkan net aliran keluar masuk sel sama dengan nol.
Akibatnya, sel darah merah tidak menggembung atau mengerut. Hipertonik adalah jika phi
cairan > phi plasma darah, maka cairan bersifat hipertonik terhadap plasma darah. Hal ini
menyebabkan net aliran air dari dalam ke luar plasma. Akibatnya, sel darah merah akan
mengerut karena kehilangan air. Keterangan Kata "phi" digunakan untuk mewakili tekanan
osmotik larutan, karena simbol phi yang biasa dipakai tidak terbaca dalam mode html (Kay,
1998). Kerapuhan osmotic pada eritrosit adalah sebagai tolak ukur dari respon keseluruhan
terhadap tekanan osmotic dan dipengaruhi oleh beberapa faktor intrinsic dan ekstrinsik.
Faktor ekstrinsiknya seperti pH, suhu, osmolality, dan tempat penyimpanan darah.
(Mafuvadze dan Erlwanger, 2007)
Kerapuhan membran eritrosit dipengaruhi oleh umur eritrosit, semakin tua umur
eritrosit maka membran selnya semakin rapuh. Di dalam tubuh hewan, eritrosit tua dan
muda saling bercampur. Oleh karena itu batas toleransi osmotik membran eritrosit harus
dibedakan menjadi batas atas toleransi dan batas bawah toleransi. Batas bawah toleransi
ditunjukkan oleh kepekatan suatu medium, dimana apabila eritrosit dilarutkan dalam
medium tersebut, sudah nampak eritrosit yang mengalami hemolisis. Sedangkan batas atas
toleransi osmotik eritrosit mengacu kepada kepekatan suatu medium dimana bila eritrosit
dilarutkan dalam medium tersebut akan mengalami hemolisis sempurna, artinya semua
eritrosit sudah mengalami hemolisis. Kebalikan dari hemolisis adalah peristiwa krenasi,
yaitu peristiwa mengkerutnya membran sel akibat dari keluarnya air dari dalam sel. Krenasi
terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam cairan hipertonis yaitu dimana larutan
memiliki konsentrasi zat terlarut yang tinggi dan ini mengakibatkan mengecilnya diameter
sel darah katak dan manusia.
Menurut Orun dan Erdemli (2003), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah
eritrosit, leukosit, kadar Hb, dan nilai hematokrit dari suatu hewan diantaranya adalah
aktivitas hewan, berat dan ukuran tubuh, usia, jenis kelamin, dan musim .Hewan yang
memiliki aktifitas yang tinggi, nilai hematokrit pada hewan tersebut juga tinggi. Jumlah sel
darah dan kadar Hb pada hewan jantan lebih banyak daripada hewan betina. kadar darah
menyusuaikan dengan kondisi alam untuk beradaptasi.
Pada Pengamatan waktu Beku darah didapatkan data dari masing - masing
kelompok. Pada kelompok 1 terjadi pembekuan setelah 3 menit, kelompok 2 terjadi
pembekuan setelah 3 menit 20 detik, kelompok 3 terjadi pembekuan setelah 4 menit 1
detik sedangkan kelompok kami (kelompok 4) terjadi pembekuan setelah 7 menit.
Menurut Prihadi (2007), waktu pembekuan darah normal adalah 3 6 Menit. Pada
percobaan kelompok kami darah baru membeku pada menit ke 7, hal ini bisa terjadi karena
adanya faktor yang mempengaruhi pembekuan darah. Faktor-faktor tersebut adalah;
Kurangnya cairan dalam tubuh, system hormonal, stress jaringan, ketahanan tubuh yang
lemah dan juga jenis kelamin.
Proses pembekuan darah yang normal terjadi melalui 3 tahap yaitu:
1. Fase koagulasi
Koagulasi diawali dalam keadaan homeostasis dengan adanya cedera vascular.
Vasokonstriksi merupakan respon segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi
trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang terpajang dengan cedera. Trombosit
yang terjerat di tempat terjadinya luka mengeluarkan suatu zat yang dapat mengumpulkan
trombosit-trombosit lain di tempat tersebut. Kemudian ADP dilepas oleh trombosit,
menyebabkan agregasi trombosit. Sejumlah kecil trombin juga merangsang agregasi
trombosit, bekerja memperkuat reaksi. Trombin adalah protein lain yang membantu
pembekuan darah. Zat ini dihasilkan hanya di tempat yang terluka, dan dalam jumlah yang
tidak boleh lebih atau kurang dari keperluan. Selain itu, produksi trombin harus dimulai dan
berakhir tepat pada saat yang diperlukan. Dalam tubuh terdapat lebih dari dua puluh zat
kimia yang disebut enzim yang berperan dalam pembentukan trombin. Enzim ini dapat
merangsang ataupun bekerja sebaliknya, yakni menghambat pembentukan trombin. Proses
ini terjadi melalui pengawasan yang cukup ketat sehingga trombin hanya terbentuk saat
benar-benar terjadi luka pada jaringan tubuh. Faktor III trombosit, dari membrane
trombosit juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbatan
trombosit, kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson.,2003).
Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa, seiring dengan
terbentuknya bentuk aktif suatu faktor. Faktor X dapat diaktivasi melalui dua rangkaian
reaksi. Rangkaian pertama memerlukan faktor jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang
dilepaskan oleh endotel pembuluh darah pada saat cedera. karena faktor jaringan tidak
terdapat di dalam darah, maka faktor ini merupakan faktor ekstrinsik koagulasi, dengan
demikian disebut juga jalur ekstrinsik untuk rangkaian ini. (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson.,2003.)
Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi faktor X adalah jalur intrinsic,
disebut demikian karena rangkaian ini menggunakan faktor-faktor yang terdapat dalam
system vascular plasma. Dalam rangkaian ini, terjadi reaksi kaskade, aktivasi satu
prokoagulan menyebabkan aktivasi bentuk pengganti. Jalur intrinsic ini diawali dengan
plasma yang keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di dalam pembuluh darah yang
rusak. Faktor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang melekat pada kolagen
berperan. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara berurutan, dan faktor VIII harus
dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat-zat prakalikrein dan HMWK juga turut
berpartisipasi, dan diperlukan ion kalsium. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson, 2003).
Dari hal ini, koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama.
Aktivasi faktor X dapat terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik.
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam hemostasis.
Langkah selanjutnya pada pembentukan fibrin berlangsung jika faktor Xa, dibantu fosfolipid
dari trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin, membentuk trombin. Selanjutnya
trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. Fibrin ini pada awalnya merupakan jeli
yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan
fibrin yang kuat, trombosit, dan memerangkap sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian
memendek (retraksi bekuan), mendekatkan tepi-tepi dinding pembuluh darah yang
cederadan menutup daerah tersebut. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)
2. Penghentian pembentukan bekuan
Setelah pembentukan bekuan, sangat penting untuk melakukan pengakhiran
pembekuan darah lebih lanjut untuk menghindari kejadian trombotik yang tidak diinginkan,
yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan. Antikoagulan yang
terjadi secara alami meliputi antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C dan protein S.
Antitrombin III bersirkulasi secara bebas di dalam plasma dan menghambat sistem
prokoagulan, dengan mengikat trombin serta mengaktivasi faktor Xa, IXa, dan XIa,
menetralisasi aktivitasnya dan menghambat pembekuan. Protein C, suatu polipeptida, juga
merupakan suatu antikoagulan fisiologi yang dihasilkan oleh hati, dan beredar secara bebas
dalam bentuk inaktif dan diaktivasi menjadi protein Ca. Protein C yang diaktivasi
menginaktivasi protrombin dan jalur intrinsik dengan membelah dan menginaktivasi faktor
Va dan VIIIa. Protein S mempercepat inaktivasi faktor-faktor itu oleh protein protein C.
Trombomodulin, suatu zat yang dihasilkan oleh dinding pembuluh darah, diperlukan untuk
menimbulkan pengaruh netralisasi yang tercatat sebelumnya. Defisiensi protein C dan S
menyebabkan spisode trombotik. Individu dengan faktor V Leiden resisten terhadap
degradasi oleh protein C yang diaktivasi. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)
3. Resolusi bekuan
Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang fibrinnya dipecahkan oleh plasmin
(fibrinolisin) menjadi produk-produk degradasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan.
Diperlukan beberapa interaksi untuk mengubah protein plasma spesifik inaktif di dalam
sirkulasi menjadi enzim fibrinolitik plasmin aktif. Protein dalam bersirkulasi, yang dikenal
sebagai proaktivator plasminogen, dengan adanya enzim-enzim kinase seperti
streptokinase, stafilokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa, dikatalisasi menjadi aktivator
plasminogen. Dengan adanya enzim-enzim tambahan seperti urokinase, maka aktivator-
aktivator mengubah plasminogen, suatu protein plasma yang sudah bergabung dalam
bekuan fibrin, menjadi plasmin. Kemudian plasmin memecahkan fibrin dan fibrinogen
menjadi fragmen-fragmen (produk degradasi fibrin-fibrinogen), yang mengganggu aktivitas
trombin, fungsi trombosit, dan polimerisasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan.
Makrofag dan neutrofil juga berperan dalam fibrinolisis melalui aktivitas fagositiknya.
(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson, 2003).
Faktor-Faktor pembekuan darah adalah fibrinogen, protombin,jaringan trombo
plastin,kalsium,proacchelerin dan proconvertin. Fibrinogen, sebuah faktor koagulasi yang
tinggi berat molekul protein plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin.
Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau
hypofibrinogenemia. Prothrombin,sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma
dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan
mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombinkemudian
memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan hypoprothrombinemia.
Jaringan Tromboplastin, koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda
dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting dalam
pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi
ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan kalsium, sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam
berbagai fase pembekuan darah. Ada juga macam-macam yang termasuk factor
koagulasi,sedangkan koagulasi itu sendiri adalah pembekuan darah.(Pujiyanto, 2008 )
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah gunting untuk membedah katak
dan merusak otak katak, syringe untuk mengambil sample darah katak pada bagian
jantung, mikroskop untuk melihat perubahan respon sel darah terhadap larutan NaCl
berbagai konsentrasi, struktur dan bentuk sel darah. Selain itu ada object glass untuk
meletakkan sample darah yang akan diamati d mikroskop, lancet yang berfungsi untuk
menusuk ujung jari, darah segar katak dan manusia sebagai bahan uji, pipet isap untuk
mengambil darah dengan tidak ada ukuran, pembuluh darah kapiler sebagai alat
pengindikasi waktu beku darah dengan cara memotong sedikit demi sedikit dengan interval
waktu 1 menit sampai terlihat fibrin yang tetap menempel atau menggantung saat
pembuluh darah dipotong, mikroskop sebagai alat untuk melihat objek yang berukuran
sangat kecil, objek glass dan cover glass sebagai tempat untuk menaruh sampel yang akan
diuji.
Bahan yang digunakan adalah darah manusia dan darah katak untuk perbandingan,
antara lain alkohol sebagai antiseptik agak pengambilan sample darah manusia bebas dari
bakteri dan virus serta larutan NaCl 0.2%, 04%, 0.6%, 0.9%, 1.0% untuk perbandingan
respon sel darah dalam keadaan hipotonis, isotonis dan hipertonis, EDTA (ethylene diamine
tetracetic acid) sebagai antikoagulan. (Mafuvadze dan Erlwanger, 2007) Kendala dalam
praktikum kali ini adalah sulitnya mendapatkan darah dari katak dan dari praktikan, dan
jumlah mikroskop yang terbatas.


IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Struktur sel darah dapat berubah karena perubahan media lingkungan dan memiliki
respon adanya pengkerutan atau pembengkakan jika sel darah ditempatkan dalam
medium hipertonik, hipotonik, dan isotonik.
2. Struktur dan ukuran sel darah merah pada setiap hewan berbeda tergantung jenis
hewannya. Struktur sel darah merah pada katak (Fejervarya cancrivora) adalah elips
atau oval dan berinti sedangkan pada manusia adalah bulat atau biconcave disk dan
tidak berinti.
3. Trombosit merupakan komponen sel darah yang berperan penting dalam proses
pembekuan darah. Waktu yang diperlukan setiap orang dalam proses pembekuan
darah berbeda-beda, namun pada sel darah merah normal membutuhkan waktu
pembekuan darah adalah 3 sampai 6 menit. Lama pembekuan darah pada kelompok
4 adalah 7 menit, maka dapat dikatakan tidak normal atau adanya pengaruh dari
faktor-faktor yang telah disebutkan.
4. Pembekuan darah terjadi karena fibrinogen (protein yang larut dalam plasma) diubah
menjadi fibrin yang berupa jaring-jaring. Perubahan tersebut disebabkan oleh
trombin yang terdapat dalam darah sebagai pritrombin. Pembentukan trombin dari
protrombin tergantung pada adanya tromboplastin dan ion Ca
2+


DAFTAR REFERENSI
Campbell, A. N, Reece, J. B., dan Mitchell, L. G. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Erlangga,
Jakarta.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM Press. Yogyakarta

Kay, S.P.J. 1998. Obstetrical brachial palsy. British Journal of plastic surgery, 51, 43-50

Lagler K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller and D.R. Passino. 1977. Ichtiology Second Edition. Jhon
Willey and Sons, New York.

Mafuvadze Benford, Erlwanger Honey Kennedy, 2007. The effect of EDTA, heparin and
storage on the erythrocyte osmotic fragility, plasma osmolality and hematocrit of
adult ostriches (Struthio camelus). Vet arhiv 77,47-434,2007

Orun, I. and A. U. Erdemli. 2003. A Study on Blood Parameters of Capoeta capoeta umbla
(Heckel, 1843) Captured from Karakaya Dam Lake. Journal of F. U. Fen ve
Muhendislik Bilimleri Dergisi 15(2), 17-25.

Price.Sylvia A, Lioraine M.Wilson. 2003. Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1

Prihadi, H. 2007. Pengaruh Waktu Aktifitas Fisik Ringan terhadap Beda Rerata Waktu
Pembekuan dalam Sistem Koagulasi. Universitas Diponegoro: Semarang.

Pujiyanto, S. 2008. Menjelajah Dunia Biologi. Platinun, Solo.

Tobin, Muhammad. 1994. Fisiologi Hewan : Mekanisme Fungsi Tubuh. Angkasa, Yogyakarta

Yaswir, Rismawati. Ferawati Ira. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium,
Kalium, dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium.

You might also like