Professional Documents
Culture Documents
T
t
S
t j
Q
t j
M t j F t j L t j I t j
B j
1
,
,
, , , ,
Dengan :
B j : Fungsi obyektif dari perencanaan pengembangan,
t : Periode waktu dalam tahun (1,2,3,,T)
2.1 Kondisi Kelistrikan dan Proyeksinya
Sistem kelistrikan Sumatera Bagian Utara terdiri dari 2 sistem kelistrikan utama yaitu:
Sistem kelistrikan Aceh dan Sistem kelistrikan Sumatera Utara (Sumut). Kedua sistem
tersebut telah terinterkoneksi dengan saluran transmisi 150 kV.
Sistem kelistrikan Aceh terdiri dari sistem kelistrikan interkoneksi 150 kV Sumut-Aceh dan
sub sistem isolated dengan tegangan distribusi 20 kV. Sekitar 70% wilayah Nangroe Aceh
Darussalam dipasok oleh sistem kelistrikan interkoneksi 150 kV Sumut-Aceh dan 30%
sisanya dipasok oleh sistem isolated. Sistem kelistrikan Aceh memiliki beban puncak 272
MW pada tahun 2009 dan memiliki rasio elektrifikasi 74,9%. Sistem kelistrikan Aceh dapat
dilihat pada Gambar 1.
Sistem kelistrikan Sumatera Utara dipasok dengan menggunakan sistem transmisi 150
kV yang terinterkoneksi dengan Aceh. Sistem kelistrikan Sumatera Utara memiliki beban
puncak 1235 MW pada tahun 2009 dan memiliki rasio elektrifikasi 69,3%. Sistem kelistrikan
Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Sistem Kelistrikan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam
[3]
(1)
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 20
Gambar 2. Sistem Kelistrikan Propinsi Sumatera Utara
[3]
2.1.1 Proyeksi Beban Puncak
Dalam studi ini proyeksi beban puncak berdasarkan proyeksi yang terdapat di
RUPTL PLN.
Gambar 3. Perkembangan Beban Puncak Sumatera Bagian Utara
[4]
Gambar 3 menunjukkan perkembangan beban puncak Sumatera bagian Utara tiap
tahun. Beban puncak Sumatera bagian Utara berkembang rata-rata 8,3% setiap tahunnya.
Perkembangan beban puncak ini menentukan jumlah pembangkit yang akan dibangun.
2.1.2 Kurva Durasi Beban (Load Duration Curve/LDC)
Berdasarkan kurva realisasi beban Sumatera bagian Utara, dapat diperoleh LDC (load
duration curve) Sumatera bagian Utara. LDC ini menentukan jenis pembangkit yang
dibangun. LDC yang berbentuk landai menunjukkan bahwa perubahan beban yang terjadi
tidak terlalu besar sehingga tidak memerlukan pembangkit yang memiliki respon cepat.
LDC yang berbentuk curam menunjukkan bahwa perubahan beban yang terjadi cukup
besar sehingga memerlukan pembangkit yang memiliki respon cepat seperti PLTG dan
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 21
PLTD untuk memenuhi kebutuhan beban yang ada. Gambar 4 menunjukkan LDC
Sumatera bagian Utara.
Gambar 4. LDC Sumatera Bagian Utara
[5]
Pada tahun 2009, Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Utara memiliki kapasitas
terpasang sebesar 1848,8 MW. Sebagian besar pembangkit yang ada di Sistem kelistrikan
Sumatera bagian Utara sudah berumur tua sehingga dalam jangka waktu beberapa tahun ke
depan sebagian besar pembangkit tersebut sudah tidak beroperasi lagi. Sedangkan beban
puncak Sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara terus meningkat setiap tahunnya. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, maka diperlukan sebuah perencanaan pengembangan
pembangkit di Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Utara.
2.1.3 Rencana Pengembangan Pembangkit
Perencanaan pengembangan pembangkit dilakukan untuk memenuhi perkembangan
beban setiap tahunnya. Suatu sistem kelistrikan idealnya memiliki cadangan yang
mencukupi sehingga apabila ada pembangkit dengan kapasitas terbesar yang lepas dari
sistem karena terjadi kerusakan atau sedang dilakukan perawatan tidak akan menyebabkan
terjadinya pemadaman. Penentuan besarnya cadangan harus diperhitungkan dengan
matang sehingga cadangan yang ada tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Oleh karena itu
perlu ditetapkan batas cadangan (reserve margin) minimal dan batas cadangan (reserve
margin) maksimal. Studi ini menggunakan reserve margin maksimal sebesar 30%. Sedangkan
untuk reserve margin minimalnya sebesar 10%. Penentuan reserve margin minimal tersebut
bertujuan agar indeks keandalan (LOLP) sesuai dengan standar yang ditentukan PLN.
Pengembangan pembangkit dilakukan apabila kapasitas pembangkit sudah berada di
bawah beban puncak ditambah batas cadangan minimal. Pembangkit yang terpasang di
Sistem Pembangkitan Sumatera Bagian Utara ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pembangkit Eksisting Sistem Pembangkitan Sumatera Bagian Utara
[4]
No. Unit Pembangkit
Jenis
Pembangkit
Jumlah
(unit)
Kapasitas
Terpasang (MW)
Tahun
Operasi
A. Pembangkit Termal
1 PLTU Belawan PLTU 4 260 1984
2 PLTGU Belawan PLTGU 6 817.9 1988
3 PLTD Sewa Belawan PLTD 1 65 2008
4 PLTG Glugur PLTG 2 31.8 1975
5 PLTG Paya Pasir PLTG 4 83.2 1978
6 PLTD Titi Kunig PLTD 6 24.6 1976
7 PLTD Sewa Paya Pasir PLTD 1 22 2008
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 22
No. Unit Pembangkit
Jenis
Pembangkit
Jumlah
(unit)
Kapasitas
Terpasang (MW)
Tahun
Operasi
8 PLTD Lueng Bata PLTD 14 60.2 1978
9 PLTD Sewa Lueng Bata PLTD 1 30.7 2008
10 PLTU Labuhan Angin PLTU 2 230 2008
11 PLTD Cot Trueng PLTD 1 14.2 1990
12 PLTD Pulau Pisang PLTD 1 13.4 1990
13 PLTP Sibayak PLTP 1 11.3 2008
Jumlah 44 1664.3
B. Pembangkit Hidro
1 PLTMH PLTMH 10 7.5 1987
2 PLTA Sipansihaporas PLTA 2 50 2003
3 PLTA Lau Renun PLTA 2 82 2006
4 PLTA Sigura-gura INALUM PLTA 1 45 2008
Jumlah 15 184.5
Gambar 5. Pengembangan Pembangkit Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Utara
Berdasarkan perkiraan pertumbuhan beban dan pembangkit yang terpasang di
Sistem Sumatera Bagian Utara, dapat diperoleh skema pengembangan pembangkit seperti
Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan bahwa penambahan pembangkit baru dilakukan mulai
tahun 2010. Hal tersebut disebabkan karena pada tahun 2010, kapasitas pembangkit
terpasang di Sumatera Bagian Utara lebih kecil dari beban puncak ditambah reserved margin
minimal.
2.2 Potensi Energi Baru Terbarukan di Sumbagut
Provinsi Nagroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara memiliki potensi energi baru
terbarukan yang cukup besar untuk dikembangkan. Potensi yang dimiliki adalah panas
bumi dan air. Potensi energi air dapat dikembangkan hingga 2900 GWh
[3]
.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian ESDM, total potensi panas bumi
yang tersimpan di Provinsi NAD dan Sumatera Utara adalah 4936 MWe. Lebih lengkap
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Potensi Panas Bumi Provinsi NAD dan Sumatera Utara
[6]
Provinsi Jumlah Potensi Energi (MWe)
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 23
2.3 Kandidat Pembangkit yang Diusulkan
Berdasarkan kondisi kelistrikan dan potensi energi yang ada di Sumatera Bagian
Utara, maka dapat ditentukan kandidat pembangkit yang akan digunakan. Kandidat
pembangkit yang akan digunakan adalah: PLTP 30 MW, PLTU 100 MW, PLTGU 100 MW,
PLTG 30 MW, PLTA , PLTA 11 dan 170 MW, dan PLTN 100 MW. Tabel 3 menunjukkan
parameter teknis dan ekonomis pembangkit kandidat.
Tabel 3. Parameter Teknis dan Ekonomis Pembangkit Kandidat
*)
No.
Jenis
Pembangkit
Bahan
Bakar
Kapasitas
Capacity
Factor
Capital
Cost
Fix
O&M
Cost
Var
O&M
Cost
MW % USD/kW $/kWM $/MWh
1 PLTU Batubara 100 80 1400 2,61 2
2 PLTGU Gas 100 70 1023 1,6 1
3 PLTG Minyak 20 30 1200 0,97 2
4 PLTA besar - 170 50 2584 0,55 -
5 PLTA kecil - 11 50 2584 0,25 -
6 PLTP - 30 80 2329 2,5 1
7 PLTN Nuklir 100 80 3500 0,003 6,1
*)Perkiraan berdasarkan harga yang dipublikasi oleh WNN (World Nuclear News) yang telah disesuaikan dengan
kondisi Indonesia
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil keluaran Program WASP IV, dapat diketahui suatu pola
perencanaan pengembangan sistem pembangkitan yang ekonomis dan handal. Gambar 6
menunjukkan pembangkit yang akan dibangun tiap tahunnya. Penambahan pembangkit
baru sampai tahun 2030 sebanyak 128 pembangkit, terdiri dari: 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170
MW, 50 PLTP 30 MW, 21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW, dan 12 PLTN
100 MW.
Gambar 6. Perencanaan Pembangunan Pembangkit per Tahun
Lokasi Sumber Daya Cadangan
Total
Spekulatif Hipotesis Terduga Mungkin Terbukti
NAD 17 630 398 282 - - 1310
Sumatera Utara 16 1500 170 1627 - 329 3626
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 24
Pada awal perencanaan dibangun pembangkit-pembangkit baru dalam jumlah yang
cukup banyak. Hal itu disebabkan karena pada awal perencanaan, sistem kelistrikan
Sumatera bagian Utara dalam kondisi krisis dengan beban puncak yang hampir sama
dengan kapasitas pembangkit yang terpasang. Untuk mengatasi hal tersebut maka
diperlukan pembangunan pembangkit-pembangkit baru untuk menambah kapasitas
pembangkit terpasang.
Gambar 5 menunjukkan bahwa pada tahun 2013, banyak pembangkit eksisting yang
berhenti beroperasi karena umurnya telah melebihi umur ekonomis pemakaian. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya penambahan kapasitas pembangkit baru dalam jumlah
yang besar. Total penambahan kapasitas pembangkit baru pada tahun 2013 adalah 1010
MW. Disamping faktor keekonomisan, penambahan pembangkit baru tersebut harus
memperhatikan faktor ketersediaan pembangkit. Faktor ketersediaan adalah faktor-faktor
yang menyatakan bahwa pembangkit tersebut dapat dibangun pada tahun tersebut, misal:
pada tahun 2013 tidak dimungkinkan menggunakan PLTN untuk penambahan pembangkit
baru di wilayah tersebut karena untuk membangun sebuah PLTN dibutuhkan proses yang
cukup lama. PLTN dimungkinkan mulai beroperasi tahun 2020.
Gambar 7. Kapasitas Terpasang Setelah Dilakukan Pengembangan Pembangkit
Penambahan pembangkit baru harus memperhatikan reserve margin yang telah
ditentukan . Gambar 7 menunjukkan kapasitas terpasang sistem kelistrikan Sumatera bagian
Utara setelah adanya perencanaan pembangunan pembangkit. Dengan adanya perencanaan
tersebut akan membuat kapasitas terpasang di sistem Sumatera bagian Utara menjadi
diantara batas minimal (beban puncak + reserved margin 10%) dan batas maksimal (beban
puncak + reserve margin 30%) sehingga akan memenuhi syarat keandalan yang dibutuhkan.
LOLP (Lost of Load Probability) sistem selama masa perencanaan masih berada dalam standar
keandalan yang ditentukan PLN (0,274%).
Komposisi pembangkit yang terpasang pada tahun 2010 dan 2030 ditunjukkan oleh
Gambar 8. Komposisi pembangkit tahun 2010 adalah sebagai berikut: PLTU 25% (490 MW),
PLTP 2% (41 MW), PLTA 10% (196 MW), PLTGU 42% (818 MW), PLTD 15% (288 MW), dan
PLTG 6% (115 MW). Pada tahun tersebut, beban dasar (base load) dipikul oleh PLTA, PLTP
dan PLTU. Beban menengah (medium load) dipikul oleh PLTGU. Beban Puncak dipikul oleh
PLTG dan PLTD. PLTP, PLTA dan PLTU dipilih untuk memikul beban dasar dengan
pertimbangan biaya bahan bakarnya murah dan untuk PLTP dan PLTU, respon pembangkit
kurang cepat untuk menanggapi perubahan beban. PLTGU dipilih untuk memikul beban
menengah dengan pertimbangan biaya bahan bakar nya lebih murah dibandingkan PLTD
dan PLTG. Selain itu, respon PLTGU cukup cepat untuk menanggapi perubahan beban.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 25
PLTG dan PLTD dipilih untuk memikul beban puncak karena respon terhadap
perubahan bebannya cepat dan harga bahan bakar nya mahal.
(a) (b)
Gambar 8. Komposisi Pembangkit (a) Tahun 2010, (b) Tahun 2030
Pada tahun 2030, komposisi pembangkit yang beroperasi adalah sebagai berikut:
PLTU 25% (2330 MW), PLTP 16% (1511 MW), PLTA 7% (659 MW), PLTN 13% (1200 MW),
PLTGU 36% (3400 MW), PLTG 2% (150 MW), dan PLTD 1% (78 MW). Beban puncak dipikul
oleh PLTG, PLTD, dan sebagian PLTGU. Komposisi PLTN terus meningkat dari tahun ke
tahun dan mencapai 11% pada tahun 2030. Hal tersebut menunjukkan bahwa PLTN
ekonomis dan dapat bersaing dengan pembangkit yang lain.
Hasil optimal ini membutuhkan biaya kumulatif yang terendah berupa nilai fungsi
obyektif sebesar 9.094.700.000 USD (dengan asumsi 1 USD = Rp 9000 maka fungsi obyektif
menjadi sebesar Rp 81.852.300.000.000,-) di akhir tahun 2030.
Gambar 9. Komposisi Energi Yang Dibangkitkan Tiap Tahun
Gambar 9 menunjukkan energi yang dibangkitkan masing-masing pembangkit setiap
tahunnya. Komposisi energi pada tahun 2010 adalah sebagai berikut: PLTP 3,92%, PLTU
26,43%, PLTA 12,03%, PLTGU 57,32%, dan PLTD 0,31%. PLTG tidak membangkitkan energi
karena hanya digunakan sebagai pembangkit cadangan apabila terjadi hal-hal diluar
perkiraan seperti adanya pembangkit yang rusak. Komposisi energi pada tahun 2030 adalah
sebagai berikut: PLTN 25,33%, PLTP 30,61%, PLTU Batubara 33,37%, PLTA 7,58%, PLTGU
3,11%, PLTG 0,01%, dan PLTD 0,01%.
4 KESIMPULAN
Sebuah sistem kelistrikan yang handal dan ekonomis di wilayah Sumatera bagian
Utara akan tercapai sampai dengan tahun 2030. Penambahan pembangkit baru sampai
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 26
tahun 2030 sebanyak 128 pembangkit, yang terdiri dari: 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170 MW, 50
PLTP 30 MW, 21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW, dan 12 PLTN 100 MW.
Komposisi pembangkit pada tahun 2030 sebagai berikut: PLTU Batubara 25% (2330 MW),
PLTP 16% (1511 MW), PLTA 7% (659 MW), PLTN 13% (1200 MW), PLTGU 36% (3400 MW),
PLTG 2% (150 MW), dan PLTD 1% (78 MW).
DAFTAR PUSTAKA
[1]. SEKRETARIAT PERUSAHAAN PT. PLN (PERSERO), Statistik PLN 2010, Sekretariat
Perusahaan PT. PLN (Persero), Jakarta, 2011.
[2]. BUDI, R. F. S., SUPARMAN, Studi Perencanaan Pengembangan Pembangkit Wilayah
Bangka Belitung Dengan Opsi Nuklir, PPEN BATAN, Jakarta, 2011.
[3]. SEPTIYADI, EKA,Estimasi Biaya Pokok Penyediaan Pembangkitan Tenaga Listrik: Studi
Kasus Perencanaan Ekspansi Pembangkitan Tenaga Listrik Sistem Pembangkitan Sumatera
Bagian Utara,Jurusan Teknik Elektro UGM, Yogyakarta, 2010.
[4]. PT. PLN (PERSERO), Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT. PLN (Persero) 2009-
2018, PT. PLN (Persero), Jakarta, 2009.
[5]. PT. PLN (PERSERO) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, Neraca Daya, Realisasi
Beban, dan Rencana Pengembangan Sistem Sumatera Bagian Utara, PT. PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, Medan, 2008.
[6]. WAHYUNINGSIH, RINA, Potensi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di
Indonesia, Subdit Panas Bumi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta ,
2005.