Ditulis dalam Fisiologi Tumbuhan pada 19:52 oleh Andi Rezki Ferawati Yusuf BAB I PENDAHULUAN Imbibisi adalah penyerapan air (absorpsi) oleh benda-benda yang padat (solid) atau agak padat (semi solid) karena benda-benda tersebut mempunyai zat penyusun dari bahan yang berupa koloid. Ada banyak hal yang merupakan proses penyerapan air yang terjadi pada makhluk hidup, misalnya penyerapan air dari dalam tanah oleh akar tanaman. Namun, penyerapan yang dimaksudkan di sini yaitu penyerapan air oleh biji kering. Hal ini banyak kita jumpai di kehidupan kita sehari-hari yaitu pada proses pembibitan tanaman padi, pembuatan kecambah tauge, biji kacang hijau terlebih dahulu direndam dengan air. Pada peristiwa perendaman inilah terjadi proses imbibisi oleh kulit biji tanaman tersebut. Tidak hanya itu, proses imbibisi juga memiliki kecepatan penyerapan air yang berbeda-beda untuk setiap jenis biji tanaman. Mengingat akan banyaknya hal yang berhubungan dengan proses imbibisi, maka diadakan praktikum ini untuk mengetahui kecepatan imbibisi biji kering yang direndam. Hal ini dimaksudkan guna menambah pemahaman kita tentang proses imbibisi yang terjadi pada biji kering. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dinding sel hidup selalu rembes dan kadang-kadang dikelilingi oleh larutan cair yang sinambung dari satu sel ke sel lainnya, sehingga membentuk suatu jalinan pada seluruh tumbuhan. Dipandang dari sudut hubungannya dengan larutan ini, sebuah sel tumbuhan biasanya dapat dibandingkan dengan sistem osmosis tipe tertutup. Kedua selaput sitoplasma, yaitu plasmalema di sebelah luar dan tonoplas di sebelah dalam, kedua-duanya sangat permeabel terhadap air, tetapi relatif tak permeabel terhadap bahan terlarut, sehingga untuk mudahnya seluruh lapisan sitoplasma itu dapat dianggap sebagai membran sinambung dan semi-permeabel. (Loveless, 1991). Transportasi tumbuhan adalah proses pengambilan dan pengeluaran zat-zat ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Pada tumbuhan tingkat rendah (misal ganggang) penyerapan air dan zat hara yang terlarut di dalamnya dilakukan melalui seluruh bagian tubuh. Pada tumbuhan tingkat tinggi (misal spermatophyta) proses pengangkutan dilakukan pembuluh pengangkut yang terdiri dari xilem dan floem (Anonim, 2009). Tumbuhan memperoleh bahan dari lingkungan untuk hidup berupa O2, CO2, air dan unsur hara. Kecuali gas O2 dan CO2 zat diserap dalam bentuk larutan ion. Mekanisme proses penyerapan dapat belangsung karena adanya proses imbibisi, difusi, osmosis dan transpor aktif (Anonim, 2009). Imbibisi adalah penyerapan air (absorpsi) oleh benda-benda yang padat (solid) atau agak padat (semi solid) karena benda-benda itu mempunyai zat penyusun dari bahan yang berupa koloid (Suradinata, 1993). Banyak benda-benda kering atau benda setengah padat dapat menyerap air (absorpsi) karena benda-benda tersebut mengandung materi koloid yang hidrofil. Hidrofil artinya menarik air. Contoh pada tumbuhan misalnya biji yang kering (Suradinata, 1993). Penyerapan air dipengaruhi oleh faktor dalam (disebut pula faktor tumbuhan) dan faktor luar atau faktor lingkungan (Soedirokoesoemo, 1993). Menurut Soedirokoesoemo (1993), Faktor dalam terdiri dari: a. Kecepatan transpirasi : semakin cepat transpirasi makin cepat penyerapan. b. Sistem perakaran : tumbuhan yang mempunyai system perakaran berkembang baik, akan mampu mengadakan penyerapan lebih kuat karena jumlah bulu akar semakin banyak. c. Kecepatan metabolisme : karena penyerapan memerlukan energi, maka semakin cepat metabolismem (terutama respirasi) akan mempercepat penyerapan. Menurut Soedirokoesoemo (1993), factor lingkungan terdiri dari: a. Ketersediaan air tanah : tumbuhan dapat menyerap air bila air tersedia antara kapasitas lapang dan konsentrasi layu tetap. Bila air melebihi kapasitas lapang penyerapan terhambat karena akan berada dalam lingkungan anaerob. b. Konsentrasi air tanah : air tanah bukan air murni, tetapi larutan yang berisi berbagai ion dan molekul. Semakin pekat larutan tanah semakin sulit penyerapan. c. Temperatur tanah : temperatur mempengaruhi kecepatan metabolism. Ada temperatur optimum untuk metabolisme dan tentu saja ada temperatur optimum untuk penyerapan. d. Aerasi tanah: yang dimaksud dengan aerasi adalah pertukaran udara, yaitu maksudnya oksigen dan lepasnya CO2 dari lingkungan. Aerasi mempengaruhi proses respirasi aerob, kalau tidak baik akan menyebabkan terjadinya kenaikan kadar CO2 yang selanjutnya menurunkan pH. Penurunan pH ini berakibat terhadap permeabilitas membran sel. BAB III METODE PRAKTIKUM A. Waktu dan Tempat Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini yaitu diadakan pada: Hari/tanggal : Selasa/09 Juni 2009 Waktu : Pukul 15.00 s.d. 17.30 WITA Tempat : Laboratorium Biologi Gedung B Lt. III Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar Samata Gowa. B. Alat dan Bahan 1. Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu, neraca analitik, cawan petri, stopwatch, dan pinset 2. Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu biji kacang merah (Phaseolus vulgaris), air, aquadest, dan kertas saring. C. Cara Kerja Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Mengambil secara random 10 biji dari tiap kelompok yang disediakan kemudian menimbang. 2. Merendam biji-biji tersebut dalam cawan petri selama 5 menit 3. Mengeluarkan biji dari cawan petri dan meletakkan di atas kertas saring hingga air yang menempel terserap. 4. Segera menimbang dan menentukan beratnya. 5. Melakukan kegiatan nomor 3 dan 4 untuk beberapa kali hingga memperoleh berat yang tidak bertambah lagi. 6. Membuat grafik yang menunjukkan hubungan antara waktu perendaman dengan air yang diserap. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan No Waktu perendaman (menit) Berat biji (gram) 1 2 3 4 0 5 10 15 2,32 2,33 2,34 2,34 B. Analisis Data Diketahui : Berat awal = 2, 32 gr Ditanyakan : Air yang diserap? Penyelesaian : Air yang diserap = berat akhir berat awal Pada menit ke 5 = berat menit ke 5 berat awal = 2,33 gr 2,32 gr = 0,1 gr Pada menit ke 10 = berat menit ke 10 berat awal = 2,34 gr 2,32 gr = 0,2 gr Pada menit ke 15 = berat menit ke 15 berat awal = 2,34 gr 2,32 gr = 0,2 gr C. Grafik Adapun grafik yang menunjukkan hubungan antara waktu perendaman dengan air yang diserap adalah sebagai berikut: D. Pembahasan Pada percobaan kali ini, proses imbibisi pada biji kering diketahui dengan cara perendaman. Biji tumbuhan yang menjadi sampel yaitu biji tumbuhan Phaseolus vulgaris. Dari sini dapat diketahui bahwa ternyata biji tersebut melakukan proses imbibisi atau penyerapan air, hal ini dibuktikan dari hasil pengamatan yang diperoleh. Pada hasil pengamatan didapatkan hasil yang berbeda- beda pada setiap penimbangan biji setelah perendaman dalam cawan petri yang berisi air. Adapun hasil pengamatan yang diperoleh adalah sebagi berikut: 1. Perendaman pada menit ke 5 Pada pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil penimbangan awal yaitu 2,32 gr. Setelah dilakukan perendaman selama 5 menit, hasil penimbangan bertambah menjadi 2,33 gr. Penambahan berat tersebut disebabkan karena masuknya air ke dalam biji pada saat perendaman. Masuknya air ke dalam biji karena melewati membran sel, serta adanya gaya tarik senyawa di dalam biji yang bersifat higroskopik, yaitu Kristal karbohidrat (amilum) dan protein kering di dalam biji. Bertambahnya berat biji setelah perendaman merupakan bukti bahwa terjadi proses imbibisi pada biji tersebut, dan dari hasil penimbangan maka didapatkan jumlah air yang diserap sebanyak 0,1 gr. Banyaknya air yang diserap diketahui dengan mengurangkan antara berat biji pada menit ke 5 ini dengan berat awal penimbangan biji. 2. Perendaman pada menit ke 10 Seperti halnya pada perendaman menit ke 5, pada hasil pengamatan ini didapatkan berat setelah perendaman selama 10 menit yaitu 2,34 gr. Berat biji pada menit ke 10 ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan berat biji pada perendaman menit ke 5. Terjadinya penambahan berat pada biji tersebut disebabkan karena biji masih aktif melakukan proses imbibisi. Adanya tarikan oleh senyawa higroskopik dari dalam biji menyebabkan air masuk melalui membran sel, yang kemudian menyebabkan terjadinya proses imbibisi. Senyawa higroskopik yang dimaksud adalah Kristal karbohidrat (amilum) dan protein kering yang terdapat di dalam biji. Adanya penambahan berat pada menit ke 10 ini menyebabkan adanya penambahan pada jumlah air yang diserap yaitu sebesar 0,2 gr. Hasil ini didapatkan dari pengurangan antara berat biji setelah perendaman selama 10 menit dengan berat awal biji sebelum dilakukan perendaman. 3. Perendaman pada menit ke 15 Pada pengamatan ini, didapatkan berat biji yang sama dengan berat biji pada perendaman menit ke 10 yaitu sebesar 2,34 gr. Tidak adanya penambahan berat disebabkan karena sudah tidak ada lagi gaya tarik oleh senyawa higroskopik yang ada di dalam biji tersebut karena sudah penuh dengan air yang tadinya diserap. Penyerapan air oleh biji kering menyebabkan terjadinya peristiwa imbibisi karena air masuk biji melewati membran sel, juga ditarik oleh oleh senyawa di dalam biji sifatnya higroskopik, yaitu amilum dan protein kering di dalam biji. Berdasarkan hasil penimbangan yang dilakukan, dimana tidak terjadi penambahan berat dari perendaman menit ke 10, maka jumlah air yang diserap biji ini pun konstan, yaitu 0,2 gr. Hal ini terjadi karena adanya titik jenuh biji pada proses penyerapan Berdasar dari hal inilah sehingga dapat diketahui bahwa semakin lama proses perendaman biji di dalam air, semakin besar kecepatan imbibisinya. Begitupula sebaliknya, semakin sedikit waktu perendaman, semakin lambat kecepatan imbibisi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa kecepatan imbibisi tanaman biji kering dapat diketahui dengan cara perendaman. Bertambahnya berat biji tiap penimbangan menunjukkan terjadinya proses imbibisi. B. Saran Adapun saran yang dapat diajukan pada praktikum ini yaitu setelah melakukan perendaman, biji dikeringkan dengan kertas saring sebaik mungkin agar sisa-sisa air yang masih menempel pada biji tidak mempengaruhi berat biji pada saat penimbangan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2009. Transportasi pada Tumbuhan. http://tedbio.multiply.com/journal/. Diakses pada hari Jumat/12 Juni 2009. Loveless, A. R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Soedirokoesoemo, Wibisono. 1993. Materi Pokok Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suradinata, Tatang. 1993. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.