You are on page 1of 120

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan salah satu dampak dari belum konsisten dan belum
terkordinasinya penangan masalah-malasah sosial ekonomi yang ada. Di samping
itu orientasi penanganan belum berdasarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat
setempat serta pemanfaatan potensi lokal yang belum maksimal. Penyebab
kemiskinan berasal dari intern (keterbatasan pendidikan, pengetahuan, askes
kesehatan, kurang memiliki keterampilan memberdayakan potensi) dan ekstern
(kebijakan pemerintah, bencana sosial dan alam yang terjadi).
1

Masalah kemiskinan mendapatkan prioritas utama dalam agenda
Pembangunan setelah terjadi krisis ekonomi dan politik pada pertengahan tahun
1997. Hal ini tercermin dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas 2001-
2004) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan
menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat.
2

Secara subtansial kemiskinan merupakan salah satu akar dari masalah
kesejahteraan sosial disamping berbagai masalah sosial lainnya. Menurut Badan
Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1998 mencapai
79,4 juta jiwa atau 33,9 %,dan pada tahun 2010 mencapai 31,02 juta (13,33
persen) dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 1998, dan BPS, 2010).
3


1
Departemen Sosial R.I, Standard Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Gelandangan dan Pengemis. (2007), Hal 1-2.
2
Departemen Sosial RI. Masalah Sosial Di Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Sosial Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial. Jakarta 2005, Hal 1-2.
3
Ibid, h.2
2



Dari data di atas roda pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menggunakan konsep
pemberdayaan masyarakat sedikit mencapai tujuan, dari data kemiskinan tahun
1998 sampai 2010 jumlah angka kemiskinan sedikit berkurang. Namun hal ini
tidak bisa dikatakan maksimal karena masih besar angka kemiskinan tersebut.
Upaya pembangunan kesejahteraan rakyat saat ini menunjukan hasil yang
cukup baik namun demikian disadari bahwa tujuan untuk mewujudkan keadilan
sosial yang merata bagi keseluruhan rakyat Indonesia belum sepenuhnya tercapai
mengingat cakupan permasalahan sosial begitu luas dan sangat kompleks seperti
masalah kemiskinan, keterbelakangan, pengangguran, masalah kependudukan,
kerawanan sosial, dan lain lain. Untuk itulah salah satu agenda dan prioritas utama
RPJMN 2004-2009: Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat melalui
Penanggulangan Kemiskinan.
Berdasarkan data BPS 2008, Jumlah penduduk miskin (penduduk yang
berada dibawah garis kemiskinan) di Indonesia pada bulan Juli 2008 sebesar
34,96 juta orang atau 15, 42%. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada
bulan Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta orang (16,58%), berarti jumlah
penduduk miskin tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 2,21 juta orang.
Jumlah pengangguran pada Februari 2008 sebesar 9,43 juta orang. Jumlah
pengangguran pada tahun 2008 ini mengalami penurunan sebesar 1,12 juta orang
dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 yaitu 10,55 juta orang. Jumlah angka
kerja di Indodnesia pada Februari 2008 mencapai 111,48 juta orang.
Hal tersebut mengakibatkan banyak terjadi yang disebut gepeng (gelandangan
dan pengemis) yang diakibatkan oleh kemiskinan intern dan ekstern tersebut.
3



Istilah gepeng merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis.
Gelandangan adalah seseorang hidup dalam keadaan tidak mempunyai tempat
tinggal dan pekerjaan tetap serta mengembara di tempat umum sehingga hidup
tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat. Pengemis
adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka
umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
4

Masalah gelandangan dan pengemis gepeng merupakan fenomena sosial yang
tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang
berada didaerah perkotaan (kota-kota besar). Salah satu faktor yang dominan
mempengaruhi perkembangan masalah ini adalah kemiskinan. Masalah
kemiskinan di Indonesia berdampak negatif terhadap meningkatnya arus
urbanisasi dari daerah pedesaan ke kota-kota besar, sehingga terjadi kepadatan
penduduk dan daerah-daerah kumuh yang menjadi pemukiman para urban
tersebut. Sulit dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia, serta terbatasnya
pengetahuan dan keterampilan menyebabkan mereka banyak yang mencari nafkah
untuk mempertahankan hidup dengan terpaksa menjadi gelandangan dan
pengemis.
5

Jadi dorongan kemiskinan di desa dan daya tarik pendapatan di kota
mengakibatkan gejala urbanisasi berlebih, yang sejumlah orang menyerbu ke kota,
namun hanya sedikit dari mereka yang memiliki keterampilan dan pengetahuan
yang menyebabkan mereka mencari nafkah dengan menggelandang dan
mengemis, hal itu sehingga kota terlalu besar dan tumbuh pesat penduduk.

4
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, Gelandangan-
Pengemis di Kecamatan Kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 1.
5
Departemen Sosial R.I, Standard Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Gelandangan dan Pengemis. (2007), Hal 1-2.
4



Dampak positif dan negatif tampaknya semakin sulit dihindari dalam
pembangunan, sehingga selalu diperlukan usaha untuk lebih mengembangkan
dampak positif pembangunan serta mengurangi dan mengantisipasi dampak
negatifnya. Gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan salah satu dampak
negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan. Keberhasilan
percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan
pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi desa-kota yang
antara lain memunculkan (gepeng) karena sulitnya pemukiman dan pekerjaan di
wilayah perkotaan dan pedesaan.
6

Dampak dari meningkatnya gelandangan dan pengemis munculnya
ketidakteraturan sosial (social disorders) yang ditandai dengan kesemrawutan,
ketidaknyamanan, ketidaktertiban, serta mengganggu keindahan kota. Padahal
disisi lain mereka adalah warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang
sama, sehingga mereka perlu diberikan perhatian yang sama untuk mendapatkan
penghidupan dan kehidupan yang layak.
Selama ini, berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan
masyarakat melalui pelayanan dan rehabilitasi sosial, baik dengan sistem panti
maupun non panti, namun belum menunjukan hasil seperti yang diharapkan. Hal
ini disebabkan antara lain karena besaran permasalahan yang tidak seimbang
dengan jangkauan pelayanan, keterbatasan SDM, dana, sarana, dan prasarana serta
kualitas pelayanan yang masih bervariasi. Disamping itu, dampak dari
pemberlakuan otonomi daerah yakni menimbulkan keberagaman persepsi dan
upaya pelayanan dan rehabilitasi sosial di berbagai daerah.

6
Saptono Iqbali. Study kasus Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) di Kecamatan Kubu
Kabupaten Karang Asem. Oktober 2006, Hal 1.
5



Untuk memperluas jangkauan pelayanan, Departemen sosial RI juga
berupaya melibatkan masyarakat dalam setiap pelayanan dan rehabilitasi sosial
gelandangan dan pengemis namun hasilnya belum optimal. Sejak tahun 2002,
peningkatan gepeng terhitung sangat tajam. Hal ini terlihat dari jumlah gepeng
yang dipulangkan. Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Bali, yaitu 300 orang
tahun 2002, 300 orang tahun 2003, 400 orang tahun 2004, dan 1.595 tahun 2005.
7

Perhatian pemerintah dan masyarakat secara umum terhadap perlunya standar
kehidupan yang lebih baik, telah mendorong terbentuknya berbagai usaha
kesejahteraan sosial. Usaha kesejahteraan sosial itu sendiri, pada dasarnya
merupakan suatu program ataupun kegiatan yang didesain secara kongkrit untuk
menjawab masalah, kebutuhan masyarakat ataupun meningkatkan taraf hidup
masyarakat. Usaha kesejahteran sosial itu sendiri dapat ditujukan pada individu,
keluarga, kelompok-kelompok dalam komunitas, ataupun komunitas secara
keseluruhan (baik komunitas lokal, regional, maupun nasional).
8

Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diperlukan peran masyarakat
yang seluas-luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan,
organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun lembaga
kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
9

Dari hal di atas, dapat dilihat bahwa kesejahteraan sosial sebagai suatu
kondisi kehidupan yang diharapkan masyarakat tidak dapat terwujud bila tidak

7
Ibid, h. 2
8
Ibid, h. 2
9
Isbandi Rukminto Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial (FISIP UI,
2003) h. 189
6



dikembangkan usaha kesejahteraan sosial. Karena itu berjalan atau tidaknya suatu
usaha kesejahteraan sosial sangat dipengaruhi oleh organisasi atau lembaga yang
menyediakan usaha kesejahteraan sosial yang memperhatikan masalah-masalah
sosial dan masalah kesejahteraan sosial dalam arti sempit (seperti masalah yang
terkait dengan prostitusi, anak jalanan, dll).
10

Dampak dari kemiskinan ternyata tidak hanya berdampak pada keteraturan
sosial yang dimana penyebab dari faktor ekstern, agar seseorang dapat
memaksimakan potensi dalam dirinya perlu di butuhkan pikiran dan jiwa yang
sehat. Disini faktor psikologis sangat berpengaruh dalam berkembangannya
seseorang, sehingga ia tidak eksis dalam masalah-masalah sosial dan aktifitas
hidup mencari materi dengan segala keindahan dan daya tariknya.
Faktor kemiskinan dapat mempengaruhi penyimpangan-penyimpangan
perilaku seseorang dari tuntunan dan bimbingan, merupakan suatu indikasi yang
sangat prinsip adanya gangguan psikologis dan tidak sehatnya mental. Akibat
mental dan jiwa yang sakit itu akan memiliki dampak yang sangat membahayakan
bagi setiap individu, lingkungan masyarakat, bangsa, Negara dan Agama. Oleh
karena itu tidak mengherankan kalau satu riwayat, Rasulullah pernah bersabda:
Hampir-hampir kemiskinan itu menjadikan seseorang itu kufur. (HR. Abu
Naaim)
Kartini Kartono mengemukakan bahwa orang yang memiliki mental yang
sehat adalah yang memiliki sifat-sifat yang khas antara lain: mempunyai

10
Ibid, h. 189
7



kemampuan untuk bertindak secara efesien, memiliki tujuan hidup yang jelas,
memiliki konsep diri yang sehat, memiliki koordinasi antara segenap potensi
dengan usaha-usahanya, memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian dan
memiliki batin yang tenang. Disamping itu, beliau juga mengatakan bahwa
kesehatan mental tidak hanya terhindarnya diri dari gangguan batin saja, tetapi
juga posisi pribadinya seimbang dan baik, selaras dengan dunia luar, dengan
dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.
11

Oleh karena itu hal tersebut di atas menjadi perhatian dalam penyelanggaraan
rehabilitasi terhadap gelandangan dan pengemis Panti Sosial Bina Karya (PSBK)
Bekasi Timur memberikan pelayanan Rehabilitasi sosial terhadap gelandangan
dan pengemis beserta keluarganya.
Salah satu dari pelayanan rehabilitasi yang dilaksanakan yaitu adalah
pembinaan mental. Berdasarkan latar belakang diatas, maka skripsi ini
melakukan penelitian di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi
Timur Jawa Barat. Adapun judul penelitian ini adalah :
Model Pembinaan Mental Terhadap Gelandangan dan Pengemis di
Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui model pembinaan mental dan
dalam upaya menanggulangi gelandangan dan pengemis dan mengarahkan untuk
pulihnya kembali harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi,
kesadaran dan tanggung jawab sosial.


11
Kartini Kartono, Patologi Sosial ( Cet. VI; Jakarta: CV. Rajawali, 1999), h. 230
8



B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut agar lebih terarah dan mencapai
sasaran yang tepat, maka peneliti membatasi penelitian ini pada Pelaksanaan
pembinaan Mental Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina
Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi yang meliputi: tujuan dan fungsi pembinaan
mental, model pembinaan mental, mengubah sikap dan tingkah laku, serta
pembinaan lebih lanjut agar mampu berperan aktif dalam kehidupan masyarakat.
2. Perumusan Masalah
Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini adalah
rinciannya sebagai berikut:
a. Bagaimana model pembinaan mental terhadap gelandangan dan pengemis
di panti sosial bina karya pangudi luhur Bekasi.
b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat
menentukan keberhasilan pembinaan mental di panti sosial bina karya
pangudi luhur Bekasi.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan merupakan titik tolak dari setiap penelitian, sesuai dengan pembatasan
dan perumusan masalah yang telah dikemukan. Pada pokonya penelitian ilmiah
bertujuan untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui.
12
Maka tujuan yang
ingin peneliti capai ialah :

12
DR. bustanuddin Agus. Pengembangan ilmu-ilmu social. Gema Insani Press. Jakarta
1999
9



1. Untuk mengetahui dan menganalisis metode pembinaan mental terhadap
gelandangan dan pengemis di panti sosial bina karya Pangudi Luhur Bekasi.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang
menentukan keberhasilan pembinaan mental di panti sosial bina karya
pangudi luhur Bekasi.

2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan dan
hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan yang
meliputi Bimbingan Penyuluhan Sosial, Bimbingan Konseling Islam
khususnya yang berkaitan dengan model Pembinaan Mental Terhadap
Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur
Bekasi.
2. Diharapkan dapat membantu dan memberi masukan bagi Panti Sosial Bina
Karya pangudi luhur Bekasi dalam Pembinaan Mental terhadap
gelandangan dan pengemis dalam bentuk Program Kerja.
3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi jurusan Bimbingan
Penyuluhan Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi dalam
pengembangan keilmuan dan kurikulum.

D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa judul skripsi mahasiswa atau
mahasiswi sebelumnya yang oleh penulis jadikan sebagai tinjauaan pustaka.
10



Namun perlu dipertegas perbedaan antara masing masing judul dan masalah
yang dibahas, antara lain:
1. Warti Sasmiati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, UIN syarif
Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi Metode Pembinaan Mental Narapidana
Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita Tanggerang.
Dalam penelitian skripsi ini menjelaskan bahwa metode yang digunaka
pembimbing dalam pembinaan mental spiritual bagi nara pidana anak (anak
didik) jua tak berbeda dari metode bimbingan pada umumnya (antara teori dan
praktek di lapangan), di antaranya seperti metode Group Guidance (bimbingn
berkelompok) dalam metode ceramah dan diskusi, serta metode directive
(bersifat mengarahkan) dalam metode iqra (pembelajaran Al-quran dan
hafalan ayat-ayat Al-quran), wawancara, Tanya jawab, pemutaran film dan
muhasabah. Dari sekian metode yang digunakan pembimbingan ada dua
metode yang lebih sering digunakan yakni metode cerama dan metode iqra (
pengajaran baca tulis Al-quran) karena lebih efektif.
2. Daman, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2006, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi Peranan Pembimbing Agama Islam Dalam
Pembinaan Mental Nara Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan
Dalam penulisan skripsi ini menjelaskan tugas pembimbing Agama Islam
dalam pembinaan mental nara pidana, diantaranya : a. tugas pembimbing
agama dalam membinaan mental, b. Jenis-jenis program kegiatan pembinaan
keagamaan terhadap nara pidana dan metodenya, c. factor penunjang dan
penghambat pelaksaan pembinaan mental keagamaan terhadap nara pidana.
11



3. Asrul Muharram, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam 2007, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi Pola Komunikasi Dalam Pembinaan
Keagamaan Di Panti Sodial Bina Laras 04 Cipayung Jakarta Timur
Dalam penulisan skripsi ini menjelaskan pola komunikasi dalam
pembinaan keagamaan di panti rehabitasi social bina laras 04 adalah pola
komunikasi kelompok (group communication) yang bersifat sentralistik
dimana seorang Pembina menjadi pusat sentral dalam berkomunikasi terutama
dalam memberikan materi-materi pembinaan keagamaan terhadap pekerja seks
komersial (PSK) yang menjadi murid binaannya.
Dari beberapa factor yang telah penulis kemukakan pada ininya faktor
penghambat lebih dominan berasal dari dalam diri seorang PSK itu sendiri,
oleh karena itu pola pembinaan hendaknya lebih menanamkan kepada
kesadaran, pembinaan mental dan keagamaan sebagai pondasi yang kuat dalam
menghadapi berbagai masalah-masalah tersebut yang dapat menjuruskannya
kembali kelembah kenistaan.
4. Hj. Holipah, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi Metode Bimbingan Mental Pada Jamaah
Calon Haji di Kelompok Bimbingan Haji (KBIH) Mathalaul Anwr Karawang.
Penelitian ini merupaka penelitian deskriptif, sasaran yang diteliti adalah
Metode Bimbingan Mental pada jamah calon haji I kelompok Bimbingan
Ibadah Haji (KBIH) Mathalaul Anwar Karawang. Metode bimbingan mental
yang ada di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathaul Anwar adalah
metode langsung (metode komunikasi langsung) yaitu dimana pembimbing
melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang di
12



bimbingnya (jamaah calon haji) dalam hal ini ada dua metode bimbingan yang
terdiri dari bimbingan individual dan bimbingan kelompok.
5. Mulia Rahmawati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi Upaya Peningkatan Kinerja Pegawai
Melalui Pelaksanaan Bina Mental dan Spiritual di Kantor Pemerintah Daerah
Kabupaten Tanggerang
Dalam skripsi ini adapun tujuan dari penelitian ini adalah pembinaan
mental yang dilaksakan oleh BINTAL (Bina Mental dan Spiritual) jadi
pengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai. Karena dengan mengikuti
kegiatan-kegiatan keagamaan dapat menumbuhkan semangat untuk terus
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dari hasil pembinaan yang dilakukan
oleh BINTAL, manfaat yang dirasakan oleh para pegawai dalam hal bekerja
adalah dapat meningkatkan disiplin kerja yang berdampak pada peningkatan
kinerja pegawai; bekerja menjadi lebih tambah semangan dan hasil pekerjaan
menjadi lebih maksimal, begitu juga dalam hal ibadah menjadi semakin rajin
dan istiqmah.

Dari kelima penelitian diatas yang membedakan dengan penelitian ini adalah
model dan metode yang ada di setiap lembaga tersebut. Metode yang digunakan
harus menyesuaikan dengan objek dan sasaran, agar pembinaan metal atau
pembinaan keagaaman dapat tersampaikan dengan baik dan bisa diterima oleh
objeknya.
Metode Pembinaan metal yang di laksanakan di PSBK ini Ialah dengan
metode ceramah dan diskusi, kegiatan bimbingan/atau tuntunan untuk memahami
13



diri sendiri, dan orang lain dengan belajar tentang keagamaan, cara berfikir positif
dan keinginan untuk berprestasi serta mengubah sikap normatif mereka agar lebih
baik. Kegiatan bimbingan mental merupakan kegiatan yang wajib mereka ikuti
bagi semua siswa(sebutan untuk gepeng) yang ada di PSBK ini. Untuk
memperlancar kegiatan ini telah disediakan seorang ustadz yang sekaligus
merupakan seorang pegawai dibagian rehabilitasi sosial yang berkompeten dalam
bidangnya, yaitu Bapak Endin Khoiruddin yang selalu memberikan bimbingan
mental tentang keagamaan. Dari hasil pembinaan mental diharapkan siswa bisa
membuka wawasan dan memahami diri sendiri, sehingga menjadi manusia yang
berkeinginan untuk berprestasi, mempunyai kemampuan untuk bertindak secara
efesien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki konsep diri yang sehat,
memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya, memiliki
regulasi diri dan integrasi kepribadian dan memiliki batin yang tenang.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini secara sistematika penulis
membagi ke dalam enam bab. Adapun sistematika selengkapnya adalah sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan yang mencangkup latar belakang, pembatasan dan
rumusan masalah,tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika
penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis. Terdiri dari pengertian model, pengertian
pembinaan, pengertian mental, pengertian Gelandangan dan pengertian Pengemis,
karakteristik gelandangan dan pengemis, permasalahan sosial gelandangan dan
pengemis, model perumusan masalah gelandangan dan pengemis, prinsip-prinsip
14



penanganan gelandangan dan pengemis,kebijakan dan strategi penanggulangan
gelandangan dan pengemis, definisi panti sosial,.
BAB III : Metodologi Penelitian yang terdiri dari, pendekatan penelitian,
jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, teknik
pemilihan informan, sumber data, teknik pencatatan data, keabsahan data, focus
amatan penelitian.
BAB IV : Gambaran Umum PSBK Panti Sosial Bina Karya Pangudi
Luhur Bekasi, gambaran umum ini meliputi tentang sejarah berdirinya, visi dan
misi, Tugas Pokok, Tujuan dan Fungsi Panti, landasan hukum, Struktur
Organisasi, mekanisme kerja, komposisi pegawai, sasaran dan garapan lembaga,
Persyaratan Calon Keluarga Binaan Sosial, Waktu dan Kapasitas Pelayanan,
Proses Rehabilitasi Sosial, pembiayaan operasional, Kerja Sama Lintas Sektoral,
sarana dan prasarana, Pembimbing Pondok Tahun 2011, jumlah Warga Binaan
Sosial tahun 2011.
BAB V : Temuan dan Analisis Data, bab ini akan menguraikan analisa
hasil penelitian mengenai tahapan Rehabilatas Pembinaan Mental terhadap
Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi
Jawa Barat.
BAB VI : Penutup, dalam penutup ini penulis akan berusaha memberikan
kesimpulan dari keseluruhan pembahasan skripsi ini serta Saran terhadap tujuan
dan manfaat yang diharapkan dapat diambil dari tulisan ini.


15

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Model Pembinaan Mental
1. Pengertian Model
Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75). Definisi lain dari model adalah
abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta
mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah
abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat
dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix xii).
1

Selanjunya memuat jenis-jenis model dapat dibagi dalam lima kelas yang
berbeda :
1. Kelas I, pembagian menurut fungsi :
a. Model deskriptif : hanya menggambarkan situasi sebuah sistem tanpa
rekomendasi dan peramalan. Contoh : peta organisasi
b. Model prediktif : model ini menunjukkan apa yang akan terjadi, bila sesuatu
terjadi.
c. Model normatif : model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap satu
persoalan. Model ini memberi rekomendasi tindakan-tindakan yang perlu diambil.
Contoh : model budget advertensi, model economics, model marketing.
2. Kelas II, pembagian menurut struktur.

1
Abdul Wahid Chairul, Pengertian Model dan Jenis-jenisnya, di akses dari
http://www.damandiri.or.id/file/abdwahidchairulahunairbab2.pdf, pada tanggal 3 mei 2011.
16



a. Model Ikonik : adalah model yang menirukan sistem aslinya, tetapi dalam suatu
skala tertentu. Contoh : model pesawat.
b. Model Analog : adalah suatu model yang menirukan sistem aslinya dengan
hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan menggambarkannya dengan
benda atau sistem lain secara analog. Contoh : aliran lalu lintas di jalan
dianalogkan dengan aliran air dalam sistem pipa.
c. Model Simbolis : adalah suatu model yang menggambarkan sistem yang
ditinjau dengan simbol-simbol biasanya dengan simbol-simbol matematik. Dalam
hal ini sistem diwakili oleh variabel-variabel dari karakteristik sistem yang
ditinjau.
3. Kelas III, pembagian menurut referansi waktu.
a. Statis : model statis tidak memasukkan faktor waktu dalam perumusannya.
b. Dinamis : mempunyai unsur waktu dalam perumusannya.
4. Kelas IV, pembagian menurut referansi kepastian.
a. Deterministik : dalam model ini pada setiap kumpulan nilai input, hanya ada
satu output yang unik, yang merupakan solusi dari model dalam keadaan pasti.
b. Probabilistik : model probabilistik menyangkut distribusi probabilistik dari
input atau proses dan menghasilkan suatu deretan harga bagi paling tidak satu
variabel output yang disertai dengan kemungkinan-kemungkinan dari harga-harga
tersebut.
c. Game : teori permainan yang mengembangkan solusi-solusi optimum dalam
menghadapi situasi yang tidak pasti.
5. Kelas V, pembagian menurut tingkat generalitas.
a. Umum
17



b. Khusus
Model Pelayanan:
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka penerima
pelayanan menghendaki:
1. Pelayanan yang tepat, cepat, dan profesional.
2. Pelayanan yang berorentasi pada kompetensi.
3. Pelayanan yang mengedepankan Hak Asasi Manusia.
4. Pelayanan yang berdimensi keadilan dan pemberdayaan.
5. Pelayanan yang berorentasi kepada kebutuhan klien.
Dari pengertian model yang bersifat abtrak tidak dapat ditampilkan dan tidak
berupa data. Namun hanya gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai
tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh.
Model-model diatas menggambarkan penelitian ini memiliki variabel-variabel
dari karakteristik sistem yang ditintau, penelitian bertujuan menampilkan
gambaran model pembinaan mental yang dilakukan oleh panti sosial yang sudah
mempunyai variasi dan karakteristik. Dari penelitian tersebut akan menghasilkan
salah satu kelas model yang tertera diatas.
2. Pengertian Pembinaan
Kata pembinaan berasal dari bahasa arab bina artinya bangunan. Setelah
dibakukan kedalam bahasa Indonesia, jika diberi awalan pe- dan akhiran an
menjadi pembinaan yang mempunyai arti pembaruan, penyempurnaan usaha,
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna
untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
2


2
Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1994), Cet. Ke-2, h. 117.
18



1. Pembinaan adalah suatu upaya, usaha kegiatan yang terus menerus
mempelajari, meningkatkan, menyempurnakan, mengarahkan, mengembangkan
kemampuan untuk mencapai tujuan agar sasaran pembinaan mampu menghayati
dan mengamalkan ajaran islam sebagai pola kehidupan sehari-hari baik dalam
kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan sosial masyarakat.
3

2. Pembinaan adalah segala upaya pengelolahan berupa merintis, meletakan
dasar, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni,
mengarahkan, serta mengembangkan kemampuan seorang untuk mencapai tujuan,
mewujudkan manusia sejahtera dengan mengadakan dan menggunakan segala
daya dana yang dimiliki.
4

Jadi, pembinaan dapat dipahami sebagai suatu kegiatan membangun yang
dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik terhadap
warga binaan pemasyarakatan yang bertujuan agar mereka (warga binaan)
menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dianggap berguna serta berperan aktif bagi pembangunan bangsa dan
Negara.
Pembinaan hampir sama juga dengan bimbingan dan penyuluhan. Bimbingan
secara harfiah dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan atau menuntun
orang lain kearah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya dimasa kini dan masa
mendatang.
5
Dan juga dapat disebut sebagai suatu proses membantu individu
melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya

3
Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Agama, Pembinaan Rohani Pada Dharma
Wanita, Penerbit DEPAG, 1984, h. 8.
4
Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian BP-4, Membina Keluarga
Bahagia dan Sejahtera, (Jakarta: BP-4, 1994), h.3.
5
HM. Arifin, pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1985), Cet. Ke-4, h. 18.
19



agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.
6
Sedangkan
penyuluhan mengandung arti menerangi, menasehati atau member kejelasan
kepada orang lain, memahami atau mengerti tentang hal yang dialaminya.
7
Jadi
menurut penulis bahwa pengertian pembinaan hampir sama dengan pengertian
bimbingan dan penyuluhan yang sama-sama berusaha membentuk manusia untuk
menjadi yang lebih baik dan dapat beradaptasi dengan baik-baik terhadap
lingkungannya, sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya
dengan tepat, benar dan berjalan dengan lancar.
3. Pengertian Mental
Mental dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu hal yang
berhubungan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan dan
tenaga.
8

J.P Chapin mendefinisikan mental dalam bukunya Kamus Lengkap
Psikologi yang di terjemahkan Kartni Kartono sebagai berikut:
1. Menyimpang masalah pikiran, akal ingatan atau proses-proses yang berasosiasi
dengan pikiran, akal, ingetan
2. (Strukuralisme) menyinggung isi kesadaran
3. (Fungsionalisme) menyinggung perbuatan atau proses
4. (Psikoanalisis) menyinggung ketidak sadaran, pra-kesadaran, dan kesadaran
5. Menyinggung proses-proses khusus misalnya kesiagan, sikap, implus, dan
proses intelektual

6
Abu Ahmad, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Semarang: Toha Putra, 1997), h.
8.
7
HM. Arifin, pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1985), Cet. Ke-4, h. 18.
8
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembang Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke-1, Edisi Tiga, h. 733.
20



6. Menyinggung proses tersembunyi, yang dipertentangkan dengan proses terbuka
7. Menyinggun segala sesuatu yang bersumber pada sebahagian hasil dari sebab
musabab mental seperti gangguan mental.
9

Dalam istilah lain H.M. Arifin menyatakan bahwa arti mental adalah sesuatu
kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh pancaindra
tentang wujud dan zatnya, melaikan yang tampak adalah hanya gejalanya saja dan
gejala inilah yang mmungkin dapat dijadikan sasaran penyelidikan ilmu jiwa atau
lainnya.
10

Zakiah Daradjat, mengumukan bahwa mental sering digunakan sebagai ganti
dari kata Personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua
unsur-unsur jiwa termaksud pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan dala
keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak tingkah laku, cara
menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan, mengembiraan,
dan sebagainya.
11

Jadi kata mental adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat, diraba secara lahiriah
dan tidak mudah untuk di ukur karena ia sesuatu yang abstrak. Namun pada
prinsipnya mental itu satu kekuatan yang utuh dan terbentuk dalam suatu wujud
kegiatan yang merupakan gambaran yang jelah antara suasana yang sedang
meraka lakukan, sehingga hal ini dapat terlihat dalam wujud tingkah laku
seseorang dalam bentuk wajar atau tidak.

9
JP. Chapin, (penerjemah: Kartini Kartono), Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT.
Raja Grafino, 2004), Cet. Ke-9, h. 297.
10
HM. Arifin Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniah Manusia, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1997), Cet. Ke-2, h.17.
11
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1990), Cet. Ke-4,h. 38-39.
21



Dengan demikian, pembinaan mental adalah usaha untuk memperbaiki dan
memperbaharui suatu tindakan atau tingkah laku seseorang melalui bimbingan
mental/ jiwanya sehingga memiliki kepribadian yang sehat, akhlak yang terpuji
dan bertanggung jawab dalam menjalani kehidupannya.

B. Gelandangan dan Pengemis (gepeng)
1. Pengertian Gepeng
Istilah gepeng merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis.
Menurut Depertemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah orang-orang yang
hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak
dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan
yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
12

Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta
di muka umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari
orang lain.
13

Gelandangan pengemis adalah seseorang yang hidup menggelandang dan
sekaligus mengemis.
14

Ali, dkk. (1990) menyatakan bahwa gelandangan berasal dari gelandang yang
berarti selalu mengembara, atau berkelana (lelana). Dengan strata demikian maka
gelandangan merupakan orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal atau

12
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-
Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem
13
Ibid, h. 2
14
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis, hal 5
22



rumah dan pkerjaan yang tetap atau layak, berkeliaran di dalam kota, makan-
minum serta tidur di sembarang tempat.
15

Menurut Mutholib dan Sudjarwo dalam Ali,dkk.,(1990) diberikan tiga
gambaran umum gelandangan, yaitu :
a. Sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyarakat,
b. Orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai,
c. Orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan
keterasingan.
Dengan mengutip definisi operasional sensus penduduk maka gelandangan
terbatas pada mereka yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, atau tempat
tinggal tetapnya tidak berada pada wilayah pencacahan. Karena wilayah
pencacahan telah habis membagi tempat hunian rumah tinggal yang lazim maka
yang dimaksud dengan gelandangan dalam hal ini adalah orang-orang yang
bermukim pada daerah-daerah bukan tempat tinggal, tetapi merupakan konsentrasi
hunian orang-orang seperti dibawah jembatan, kuburan, pinggiran sungai,
emperan toko, sepanjang rel kereta api, taman, pasar dan konsentrasi hunian
gelandangan yang lain.
Pengertian gelandangan tersebut memberikan pengertian bahwa mereka
termaksud golangan yang mempunyai kedudukan lebih terhormat daripada
pengemis. Gelandangan pada umumnya mempunyai pekerjaan tetapi tidak
memiliki tempat tinggal yang tetap (berpindah-pindah). Sebaliknya pengemis

15
Ali, dkk. (1990) Gelandangan di kartasura, dalam Studi Kasus Saptono Iqbali,
gelandangan-Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 2-3.
23



hanya mengharapkan belas kasihan orang lain serta tidak menutup kemungkinan
golongan ini memiliki tempat tinggal yang tetap.
16

Beberapa ahli menggolongkan gelandangan dan pengemis termaksud
kedalam golongan sektor informal. Keith Harth (1973) dalam Studi Kasus
Saptono Iqbali, mengemukakan bahwa dari kesempatan memperoleh penghasilan
yang sah, pengemis dan gelandangan termasuk pekerja sektor informal. Sementara
itu, Jan Bremen (1980) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, mengusulkan agar
dibedakan tiga kelompok pekerja dalam analisis terhadap kelas sosial di kota,
yaitu:
1. kelompok yang berusaha sendiri dengan modal dan memiliki keterampilan
2. kelompok buruh pada usaha kecil dan kelompok sendiri dengan modal sangat
sedikit atau bahkan tampa modal
3. kelompok miskin yang kegiatanya mirip gelandangan dan pengemis. Kelompok
kedua dan ketigalah yang paling banyak di kota dunia. Ketiga kelompok ini
masuk kedalam golongan kerja sektor informal.
17

2. Karakteristik Gelandangan dan Pengemis
a. Perilaku menggepeng erat kaiatnya dengan urbanisasi, dan urbanisasi erat
kaitannya dengan adanya kesenjangan pembangunan wilayah pedesaan dan
perkotaan. Semasih adanya kesenjangan ini maka urbanisasi akan sulit di
bendung dan, akan member peluang munculnya kegiatan sector informal
seperti kegiatan menggepeng.
b. Pada hakikatnya tidak ada norma sosial yang mangatur perilaku menggepeng.
Perilaku gepeng berkembang secara alamiah dan melalui pemikiran yang

16
Ibid. h. 3
17
Ibid. h. 3
24



rasional. Perkembangan perilaku gepeng dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
sebelum gunung Agung meletus (1963), sesudah gunung Agung meletus
(1963-1970-an), dan setelah tahun 1980-an.
c. Kegiatan menggepeng umumnya dilakukan ibu-ibu yang disertai dengan anak-
anaknya. Mereka umumnya relatif muda dan termaksud dalam tenaga kerja
yang produktif.
a. Pendidikan keluarga gepeng pada umunya rendah. Hal ini agak berbeda dengan
masyarakat lainya.
b. Keadaan ekonomi keluarga gepeng umumnya relatif lebih baik dari rata-rata
masyarakat lainnya.
c. Masih terdapat sikap idealis dari masyarakat disekitarnya untuk menolak
perilaku gepeng.
3. Permasalahan Sosial Gelandangan dan Pengemis
Masalah sosial yang tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan
masyarakat, terutama yang berada di daerah perkoaan adalah masalah
gelandangan dan pengemis. Permasalah sosial gelandangan dan pengemis
merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti halnya
kemiskinan, pendidikan rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki,
lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagainya. Adapun gambaran
permasalah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
18





18
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 7.
25



a. Masalah kemiskinan
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasar minimal dan jangkauan pelayanan umum sehingga tidak dapat
mngemabngkan kehidupan pribadi mauupun keluarga seacra layak.
b. Masalah Pendidikan
Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan pengemis relatif rendah
sehingga menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
c. Masalah keterampilan kerja
Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang
sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
d. Masalah sosial budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang mempengaruhi seseorang menjadi
gelandangan dan pengemis.
e. Rendahnya harga diri
Rendahnya harga diri pada sekelompok orang, mengakibatkan tidak adanya
rasa malu untuk meminta-minta.
f. Sikap pasrah pada nasib
Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai
gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk
melakukan perubahan.


26



g. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang
Ada kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan pengemis yang
hidup menggelandang,karena mereka merasa tidak terikat oleh peraturan dan
norma-norma yang kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis
adalah salah satu mata pencahaian.
h. Masalah Kesehatan
Dari segi kesehatan, gelandangan dan pengemis termasuk kategori warga
Negara dengan tingkat kesehatan fisik yang rendah akibatnya rendahnya gizi
makanan dan terbatasnya akses pelayanan kesehatan.
Selain permasalahan diatas ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh
permasalahan gelandangan dan pengemis antara lain :
a. Masalah Lingkungan
Gelandangan dan Pengemis pada ummumnya tidak memiliki tempat tinggal
tetap, tnggal diwilayah yang sebenarnya dilarang dijadikan tempat tinggal, seperti
: taman-taman, bawah jembatan dan pinggiran kali. Oleh karena itu kehadiran
mereka dikota-kota besar sangat mengganggu ketertiban umum, ketenangan
masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota.
b. Masalah Kependudukan
Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran dijalan-jalan dan
tempat umum, kebanyak tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat
dikelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar mereka hidup bersama sebagai
suami istri tanpa ikatan pernikahan yang sah.

27



c. Masalah keamanan dan ketertiban
Maraknya gelandangan dan pengemis disuatu wilayah dapat menimbulkan
kerawaan sosial, serta mengurangi keamanan dan ketertiban didaerah tersebut.
Penanggulangan gepeng akan mampu mewujudkan stabilitas nasional, khususnya
stabilitas dalam bidang kenyamanan dan keamanan sehingga diperlukan suatu
studi yang mampu menggambarkan secara utuh. Gambaran gejala gepeng ini
dipakai untuk menentukan kebijakan, strategi dan langkah-langkah
penanggulangan gepeng. Model perumusan masalah gepeng dapat dilihat pada
Gambar 1.
19

Gambar 1. Model Perumusan Masalah Gepeng














19
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-
Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 2.
GEPENG
Gangguan
Ketertiban
Kesulitan
Pemukiman
Pembangunan
Perkotaan
Urbanisasi
Kesenjangan
Stabilitas
keamanan
Pembangunan
Pedesaan
Gangguan
Keamanan
Cita-cita
Nasional
Stabilitas
Nasional
Kesulitan
pekerjaan
28



4. Prinsip-prinsip Penanganan Gelandangan dan Pengemis
A. Prinsip-prinsip Umum
1. Pengharapan terhadap harkat dan martabat manusia, dimana gelandangan dan
pengemis diterima dan dihargai sebagai pribad yang utuh dalam kehidupan
masyarakat (bersosialisasi kembali kemasyarakat).
2. Pengakuan terhadap hak gelandangan dan pengemis dalam menentukan
nasipnya sendiri melalui pemberian kesempatan turut dalam merencanakan
kehidupan/pekerjaan yang dipilih sesuai dengan kemampuannya.
3. Pemberian kesempatan yang sama bagi gelandangan dan pengemis dalam
mengembangkan diri dan berperan serta dalam berbagai aktifitas kehidupan,
tanpa membedakan suku, agama, ras atau golongan.
4. Penumbuhan tanggung jawab sosialyang melekat pada setiap gelandangan dan
pengemis yang dilayani.
20

B. Prinsip-prinsip Khusus
1. Prinsip penerimaan gelandangan dan pengemis secara apa adanya.
2. Prinsip tidak menghakimi (non judgemental) gelandangan dan pengemis.
3. Prinsip Individualisasi, dimana setiap gelandangan dan pengemis tidak
disamaratakan begitu saja, tetapi harus dipahami secara khusus sesuai dengan
keunikan pribadi dan masalah mereka masing-masing.

20
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 9-10.
29



4. Prinsip kerahasiaan, dimana setiap informasi yang diperoleh dari gelandangan
dan pengemis dapat dijaga kerahasiaannya sebaik mungkin, terkecuali
digunakan untuk kepentingan pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan
dan pengemis itu sendiri.
5. Prinsip partisipasi, dimana gelandangan beserta orang-orang terdekat dengan
dirinya di ikut sertakan dan dapat berperan optimal dalam upaya pelayanan
dan rehabiltasinya kembali kemasyarakat.
6. Prinsip komunikasi, dimana kualitas dan intensitas komunikasi antara
gelandangan dan pengemis dengan keluarga dan lingkungan sosialnya dapat
ditingkatkan seoptimal mungkin sehingga berdampak positif terhadap upaya
rehabilitasi gelandangan dan pengemis.
7. Prinsip kesadaran diri, dimana para pelaksana pelayanan dan rehabilitasi sosial
gelandangan dan pengemis secara sadar wajib menjaga kualitas hubungan
profesionalnya dengan gelandangan dan pengemis, sehingga tidak jatuh dalam
hubungan emosional yang menyulitkan dan menghambat keberhasilan
pelayanan.
21

5. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis
Kebijakan penanggulangan gepeng yang dikembangakan adalah dengan lebih
memacu pembangun pedesaan agar serasi dengan pembangunan di daerah
perkotaan. Pendekatan yang di perlukan adalah yang bersifat pendekatan holistik,
yang tidak hanya terpaku pada pelaku gepeng itu sendiri tetapi berusaha menjakau
seluruh sub sistem yang mempengaruhi munculnya urbanisasi dan perilaku

21
Ibid, hal 10.
30



menggepeng. Serta termaksud seluruh sumberdaya manusia yang ada.
Sumberdaya manusia yang ada di pedesaan diusahakan untuk dikembangkan
sebagai subjek pembangunan yang mampu memanfaatkan peluang yang ada serta
mengembangkan potensi yang dimiliki dengan memperhatikan kendala yang
dihadapi.
22

Strategi penanggulangan gepeng yang dikembangkan adalah dengan
memanfaatkan peluang yang ada, serta mengembangkan potensi yang dimiliki dan
sedapat mungkin mengurangi kendala-kendala yang ada, yang semuanya
diharapkan menyentuh kebutuhan material maupun spiritual. Peluang
penanggulangan telah tampak secara nyata, baik di daerah asal (pedesaan)
maupun di daerah penerima (perkotaan). Dominasi pendapatan dari perternakan
merupakan peluang nyata di daerah asal gepeng.
23

Potensi utama penanggulangan gepeng antara lain dengan adanya sikap
menolak dari masyarakat umumnya didaerah asal gepeng terhadap periku
menggepeng. Serta adanya pola pikir yang rasional masyarakat untuk menghadapi
lingkungan fisik yang sangat kritis, tampaknya masyarakat memiliki etos kerja
yang tinggi sehingga potensi inilah yang perlu dikembangan menjadi kekuatan
nyata.
24


C. Definisi Panti Sosial
Secara etimologi panti sosial berarti rumah, tempat (kediaman) yang
diberlakukan untuk kemasyarakatan. Secara konseptual dapat dikemukakan

22
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-
Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 12.
23
Ibid. hal. 12
24
Ibid. hal. 12
31



bahwa panti sosial adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung
jawab untuk memberikan pelayanan sosial.
Panti sosial adalah unit pelaksanaan teknis di lingkungan Departemen Sosial
yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jendral
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sehari-hari secara fungsional dibina oleh para
Direktur terkait sesuai dengan bidang tugasnya. Panti Sosial dipimpin oleh
seorang Kepala Panti. Panti sosial mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan
rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial agar mampu
berperan aktif, berkehidupan dalam masyarakat, rujukan regional, pengkajian dan
penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dan kerja
sama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
25

Dalam melaksanakan tugasnya, panti sosial menyelenggarakan fungsinya
antara lain sebagai berikut :
1. Penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan
2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnose sosial dan perawatan
3. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi yang meliputi bimbingan mental,
sosial, fisik dan keterampilan
4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut
5. Pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi
6. Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rehabilitasi
sosial
7. Pelaksanaan urusan tata usaha.

25
Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti
Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003
32



Panti Sosial Bina Karya mempunyai tugas memberikan bimbingan,
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, promotif
dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi
serta bimbingan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu mandiri
dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan
penyiapan standard pelayanan dan rujukan.
26


Teori-teori diatas dapat dijadikan perangkat analisa yang digunakan selain
pengamatan dan penelitian, juga untuk memperkuat dan melegitimasi secara
akademis-ilmiah hasil tinjauan.
Mencangkup variabel-variabel secara menyeluruh, teori-teori dapat
membandingkan prespektif seseorang atau hasil wawancara dan temuan
lapangan/observasi yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Hal ini yang
akan mempermudah peneliti menganalisis berbagai masalah dan persoalan yang di
hadapi panti sosial bina karya pangudi luhur Bekasi.


26
Ibid.
33

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi Penelitian
Metodelogi penelitian merupakan strategi umum yang dipakai dalam
pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab permasalahan
yang diselidiki. Penggunaan metodelogi ini dimaksudkan untuk menentukan data
akurat, dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk
mengungkapkan permasalahan yang diteliti.
1. Pendekatan Penelitian
Sebuah pendekatan diakui selain mengandung sejumlah keunggulan, juga
memiliki beberapa kelemahan tertentu. Hal ini adalah sesuatu yang wajar dan
universal. Meskipun demikian, tidak berarti sebuah pendekatan menjadi tidak sah
atau tidak penting untuk digunakan. Sebab, persoalannya tidak terletak pada
bagaimana menggunakan dan menempatkan sebuah pendekatan (dengan
keunggulan dan kelemahan yang melekat apadanya) dalam suatu studi dengan
masalah yang relevan ditelaah menurut logika pendekatan tersebut.
1

Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh
Lexy Moleong dalam bukunya Metodelogi Penelitian Kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
2
Menurut mereka,
pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic. Jadi

1
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1998), Hal 3.
2
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1998), Hal 4.
34

dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu/oragnisasi kedalam variabel
atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Sedangkan menurut Anselm Strauss dalam teknik dan teori Grounded, H. M.
Djunady Ghony adalah
penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat
diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau dengan cara
lain dari pengukuran.
3


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu
dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati.
4
Penelitian kualitatif
menghasilkan dan mengelolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip
wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya.
5

Pendekatan ini digunakan karena peneliti bermaksud untuk mengetahui proses
yang dilakukan para pekerja sosial melakukan rehabilitas dalam pelayanan dan
penanganan permasalahan gelandangan pengemis dan mendeskripsikan tentang
pembinaan mental untuk gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya
(PSBK).
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode untuk memecahkan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan

3
H. M. Djunady Ghony, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: prosedur, Teknik dan teori
Grounded (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997) cet ke 1, h. 11.
4
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1998) ,h. 4.
5
Poerwandari, E. Kristi, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, Edisi
ketiga (Jakarta, LPSP 3 UI, 2005), h. 36.
35

subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
6

3. Tempat dan waktu Penelitian
Peneliti melakukan penelitian ini berlokasi di PSBK yang berlokasi di Jl.. H.
M. Djojomartono No. 19 Departemen Sosial, Bekasi Timur, Jawa Barat. Adapun
alasan pemilihan lokasi itu didasari oleh pertimbangan sebagai berikut :
1. Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti.
2. Bertujuan untuk mengetahui bagaimana rehabilitasi sosial dipanti tersebut,
sehingga mempermudah peneliti menganalisis data.
3. Adapun waktu penelitian ini dilakukan mulai bulan januari 2011 sampai dengan
mei 2011.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Dan pada penelitian ini Teknik pengumpulan
data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
7

Tehnik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi
yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian
ini. Tehnik pengumpulan data ini dilakukan dengan :
a. Observasi atau pengamatan. Dalam hal ini peneliti mengadakan pengamatan
langsung terhadap sarana dan prasarana dan kegiatan rehabilitasi panti tersebut,
kegiatan Warga Binaan Sosial (WBS) dari proses Pendekataan awal hingga pada
proses penyaluran. Dalam observasi peneliti melakukan pencatatan apa yang bisa

6
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1998)
7
Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : ALFABETA, 2005
36

dilihat oleh mata, di dengar oleh telinga, diraba oleh tangan, kemudian peneliti
tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan.
Observasi dan pengambilan data penelitian di PSBK ini dari bulan Januari sampai
dengan mei 2011.
b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh
pewawancara (yang mengajukan pertanyaan) dengan yang terwawancarai (yang
memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan). Jadi wawancara ialah untuk
mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan
pihak siswa, pegawai panti, pekerja sosial dan penyuluh sosial yang menangani
klien tersebut. Wawancara ini terdiri dari satu orang Sie PAS (Program dan
Advokasi Sosial), satu orang Sie Rehsos (Rehabilitasi Sosial), satu orang pekerja
sosial, satu orang penyuluh sosial dan lima orang klien. Pertanyaan pokok ialah
tentang tahapan rehabilitasi dan pembinaan mental yang diberikan oleh Panti
Sosial Bina Karya ini dari awal hingga terminasi bahkan sampai dengan
bimbingan lanjut. Wawancara dilakukan pada waktu istirahat dan menanyakan
terlebih dahulu untuk dimohon kesediaannya diwawancarai. Kegiatan wawancara
banyak dilakukan di dalam kantor ruangan kerja dan ruangan konsultasi.
c. Dokumentasi, yaitu peneliti mengumpulkan, membaca, memperoleh dan
mempelajari berbagai macam bentuk data melalui pengumpulan dokumen-
dokumen dan gambar yang ada di Panti Sosial Bina Karya serta data-data lain di
perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini.
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam
buku dan majalah.
37

5. Teknik Pemilihan Informan
Berkenaan dengan tujuan penelitian, maka pemilihan informan menentukan
informasi kunci (key informan) tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus
penelitian.
Untuk memilih sempel (dalam hal ini informan kunci) lebih tepat dilakukan
dengan sengaja (purposive sampling) yaitu peneliti memilih dan menentukan
subjek atau orang-orang yang menjadi informan untuk diwawancarai. Selanjutnya,
bilamana dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi
informasi baru, proses pengumpulan informasi sudah selesai.
Pemilihan sampel yang peneliti gunakan yaitu:
Pengambilan sampel dengan variasi maksimum: pengambilan sampel ini
dilakukan bila subjek atau target penelitian menampilkan banyak variasi, dan
penelitian bertujuan menangkap dan menjelaskan tema-tema sentral yang
tertampilkan sebagai akibat keluasan cakupan (variasi) partisipan penelitian.
Keterwakilan semua variasi penting, dan pendekatan maximum variation sampling
justru mencoba memanfaatkan adanya perbedaan-perbedaan yang ada untuk
menampilkan kekayaan data.
Patton (1990) menjelaskan demikian.
The maximum variation sampling strategy truns that apparent weakness into a
strength by applying the following logic: any common petterns that emerge from
great variation are of varticu-lar interest and value in capturing the core
experiences and central, shared aspects or impacts of a program (Patton, 1990,
hal. 172).
Patton mengingatkan bahwa penelitian dengan sampel yang menampilkan
variasi maksimum tidak dapat dilakukan dengan jumlah sampel terlalu kecil,
mengingat jumlah sampe; terlalu kecil akan menyulitkan diperolehnya
keterwakilan semua variasi. Walau demikian, karena penelitian kualitatif juga
38

sulit dilaksanakan dengan jumlah sampel terlalu besar, variasi harus dapat
dimaksimalkan dengan jumlah sampel relative tetap terbatas. Konstruksi dimulai
dengan mengidentifikasi karekteristik atau kinerja yang berdeda dari individu-
individu yang terlibat dalam fenomena. Bila penentuan sampel dilakukan dengan
baik, temuan diharapkan menampilkan:
1. deskripsi yang berkualitas dan mendetail dari tiap kasus, dengan
mendokumentasikan keunikan dari tiap kasus,
2. pola-pola yang tampil dari kasus yang berbeda-beda.
8

Adapun dari penelitian variasi maksimum ini adalah bagaimana peneliti dapat
mendeskripsikan keanekaragaman atau keunikan dari objek yang di teliti, dari
bergai macam latar belakang mereka sampai berada di Panti Sosial Bina Karya
Bekasi ini. banyak yang telah berumah tangga ada juga yang bujang sampai pada
anak-anak dengan latar belakang pendidikan mereka yang hanya tingkat SD
bahkan tidak tamat.
Dengan demikian jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang.
Adapun objek penelitian ini yaitu pada kegiatan atau proses metode pembinaan
mental yang dilaksanakan oleh Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi,
dengan mewawancarai beberapa orang secara acak yang benar-benar menguasai
permasalahan dalam penelitian ini, kemudian penulis meminta rujukan untuk
mendapatkan informasi dan informan lainya. Begitu seterusnya sampai sekiranya
sudah tidak muncul lagi informasi-informasi baru yang bervariasi.



8
Poerwandasari, E. Kristi, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Manusia, Edisi Ketiga
(Jakarta, LPSP 3 UI, 2005), h. 98-99.
39

6. Sumber Data
Bila dilihat dari sumbernya, tehnik pengumpulan data terbagi dua bagian,
yaitu :
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan yang ada
di panti pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui
pengamatan dan wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder ialah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber
informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di
perpustakaan, pusat pengelolahan data, pusat penelitian, departemen dan
sebagainya. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
data yang diperoleh dari studi kepustakaan.
7. Teknik Pencatatan Data
Dalam teknik pencatan data, peneliti menggunakan catatan lapangan (data
lapangan). Catatan lapangan (data) dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan
pengamatan, wawancara atau menyaksikan kejadian tertentu selama di lapangan
dengan menggunakan bahasa objektif. Alat bantu yang peneliti gunakan dalam
proses pencatatan data berupa alat tulis, tape recorder dan kekuatan daya ingat.
Pada waktu wawancara dan melakukan pencatatan data, keberadaan peneliti
diketahui oleh peksos. Pencatatan data tersebut dinamakan dengan transkip
wawancara. Kemudian dari hasil wawancara tersebut dicatat, dan direkam untuk
kemudian diolah dan disempurnakan apabila peneliti telah berada ditempat
tinggal.
40

8. Analisa Data
Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis besarnya
dengan langkah-langkah sebagai berikut
9
:
a. Reduksi data, yaitu dimana peneliti mencoba memilih data yang relevan
dengan proses layanan sosial bagi gelandangan dan pengemis serta
hambatan-hambatannya.
b. Penyajian data, setelah data mengenai proses layanan sosial bagi gelandangan
dan pengemis serta hambatan-hambatannya diperoleh, maka data tersebut
disusun dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan,
tabel dan lain sebagainya.
c. Penyimpulan atas apa yang disajikan, pengambilan kesimpulan dengan
menghubungkan dari tema tersebut sehingga memudahkan untuk menarik
kesimpulan.
9. Keabsahan Data
a. Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik tringulasi,
yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan; (a) membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya untuk mengetahui
bimbingan merntal bagi gelandangan dan pengemis yang diberikan oleh
PSBK tersebut. (b) membandingkan keadaan dan prespektif sesorang
dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini
peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh klien yang menerima
pelayanan dengan jawaban yang diberikan oleh pegawai atau peksos. (c)

9
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1998), Hal 288.
41

membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan
dengan masalah yang diajukan. Peneliti memanfaat dokumen dan data
sebagai bahan perbandingan.
10

b. Ketekunan atau keajegan pengamatan, ketekungan pengamatan bermaksud
menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi-situasi yang sangat
relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Kemudian
memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci, maksudnya peneliti
hanya memusatkan dan mencari jawaban sesuai dengan rumusan masalah
saja.
11

c. Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit, kepastian auditor dalam hal ini
ialah objektif atau tidak tergantung pada persetujuan beberapa orang
terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan
bahwa pengalaman sesorang itu subjektif, sedangkan jika disepakati oleh
beberapa orang barulah dapat dikatakan objektif.
12

10. Fokus Amatan Penelitian
Untuk mempermudah penulisan agar lebih fokus dalam melakukan
penelitian, maka peneliti memfokuskan masalah yang akan dibahas pada
persoalan pembinaan mental terhadap gelandangan dan pengemis,
Banyak pelayanan yang ditawarkan oleh panti sosial pangudi luhur Bekasi
dalam membina Warga Binaannya, tapi disini peneliti hanya memfokuskan
penelitiaan mulai dari pedekatan awal, proses pembinaan mental sampai tahap
terminasi (pengakhiran) yang dilaksakan disana.

10
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1998), Hal 330-331.
11
Ibid, hal 329.
12
Ibid, hal 341.
42

Fokus amatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Awal
Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan pengakuan, dukungan,
bantuan, dan peran serta dalam pelaksanaan program, termaksud upaya
memperoleh gambaran potensialitas sumber-sumber pelayanan, pasar usaha dan
kerja serta untuk mendapatkan calon klien.
Pendekatan dimaksud, meliputi kegiatan-kegiatan orientasi dan konsultasi,
identifikasi, motivasi dan seleksi dengan jabaran rincian sebagai berikut :
a. Orientasi dan konsultasi
Ialah kegiatan pengenalan program pelayanan kepada Pemerintah Daerah,
instansi-instansi teknis, dan pilar-pilar partisipan usaha kesejahteraan sosial yang
terkait untuk mendapatkan pengesahan/pengakuan, dukungan/bantuan dan peran
sertanya dalam pelaksanaan program.
Pendekatan awal pertama kali di lakukan oleh PSBK dalam bentuk orientasi
dan konsultasi.
b. Identifikasi
Ialah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih rinci tentang diri
gelandangan dan pengemis serta potensi lingkungan, termasuk sumber-sumber
pelayanan dan pasaran kerja dan usaha, fasilitas/garis kemudahan.
c. Motivasi
Ialah kegiatan pengenalan program pengenalan kepada gelandangan dan
pengemis untuk menumbuhkan keinginan dorongan yang tinggi dalam mengikuti,
melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial.

43

d. Seleksi
Ialah kegiatan pengelompokan/klasifikasi penyandang masalah kesejahteraan
sosial terutama yang sudah dimotivasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi
persyaratan dan siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima
pelayanan.
2. Penerimaan
Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis meliputi registrasi,
dan penempatan dalam program pelayanan yang dilaksanakan pada saat calon
penerima pelayanan hasil seleksi secara syah diterima sebagai klien definitif di
panti. Kegiatan penerimaan tersebut secara operasional adalah sebagai berikut :
a. Registrasi
Ialah kegiatan registrasi administrasi pencatatan dalam buku induk penerima
pelayanan (setiap penerima pelayanan 1 klien agar diberi NIP/NIK) dan
mengkompilasikan berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima
pelayanan definitif lengkap dengan segala informasi/biodatanya.
b. Penempatan dalam program rehabilitasi sosial
Adalah kegiatan pengelompokan bakat dan minat para penerima pelayanan
(klien) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program keterampilan
kerja praktis yang sudah diprogramkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran
usaha/kerja) untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti
bimbingan kerja tersebut.
3. Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (Assesment)
Ialah upaya untuk menelusuri, menggali data penerima pelayanan (klien),
faktor-faktor penyebab masalahnya tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya
44

dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah
untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima
pelayanan (klien).
4. Pembinaan Mental
Adalah serangkaian kegiatan teknis operasional yang diarahkan untuk
pulihnya kembali harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi,
kesadaran dan tanggung jawab sosial kemampuan penyesuaian diri dan
penguasaan satu atau lebih jenis keterampilan kerja sebagai bekal untuk dapat
bermata pencaharian layak dalam tatanan hidup masyarakat. Bimbingan Mental.
Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan, untuk mengetahui bagaimana
model pembinaan mental, dan faktor-faktor apakah yang menjadi pendukung dan
penghambat menentukan keberhasilan pembinaan mental.
5. Resosialisasi
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah yaitu di satu
pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh ke dalam
kehidupan dan penghidupan masyarakat secara normatif, dan di satu pihak lagi
untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau
lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha klien agar mereka dapat
menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan
kegiatan kemasyarakatan. Adapun kegiatan resosialisasi meliputi beberapa hal
sebagai berikut :
a. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat
Ialah kegiatan bimbingan/tuntunan pendekatan untuk menumbuhkan kemauan
keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi sosial.
45

b. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat
Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan agar klien tersebut
dapat melaksanakan seluruh kegiatanya sesuai dengan norma yang berlaku dan
menghindari kegiatan yang menjadi larangan-larangan masyarakat.
c. Pemberian bantuan stimulans usaha produktif
Ialah serangkaian kegiatan pengadaan bantuan peralatan dan bahan untuk
mempersiapkan klien dapat melaksanakan praktek bermata pencaharian dan
bantuan tersebut bersifat merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih
berkembang.
d. Bimbingan usaha/kerja
Ialah kegiatan tuntutan praktek berusaha/bekerja untuk dapat menciptakan
lapangan kerja yang layak, serta praktek mengelola usaha, menuju terciptanya
kondisi usaha yang efektif dan efisien.
6. Penyaluran
Adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk mengembalikan penerima
pelayanan kedalam kehidupan dan penghidupan di masyarakat secara normatif
baik dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal maupun kejalur-jalur
lapangan kerja/usaha mandiri (wirausaha) dengan bertransmigrasi.
7. Bimbingan Lanjut
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan
masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan
kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang layak.
a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam
pembangunan.
46

Ialah kegiatan bimbingan usaha bimbingan/tuntunan untuk lebih
memantapkan kemampuan penyesuain diri dalam tata hidup bermasyarakat dan
keikutsertan mereka dalam proses pembangunan sesuai dengan kemampuanya.
b. Bantuan pengembangan usaha/bimbingan peningkatan keterampilan.
Ialah serangkaian kegiatan yang diarahkan kepada penerima pelayanan dalam
bentuk pemberian bantuan ulang balik berupa peralatan dan bahan permodalan
maupun pemantapan keterampilan, sehingga jenis usaha/kerjanya lebih
berkembang.
c. Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha/kerja.
Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada penerima
pelayanan guna dapat meningkatkan usaha ekonomis, produktif, sehingga dapat
mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya.
8. Evaluasi
Untuk memastikan apakah proses pelayanan dan rehabilitasi sosial
gelandangan pengemis berlangsung sesuai rencana yang telah ditetapkan wajib
dilakukan evaluasi terhadap setiap tahapan proses yang dilalui dan kemudian
diambil kesimpulan apakah secara keseluruhan proses telah berjalan baik dan
dapat dilakukan pengakhiran pelayanan.
9. Terminasi (Pengakhiran Pelayanan)
Pengakhiran pelayanan dilaksanakan untuk memastikan hasil evaluasi umum
terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan mampu
menjadi warga negara masyarakat yang bertanggung jawab. Dalam hal ini
dipersiapkan klien dalam proses pengakhiran berjalan secara wajar, dimana
pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat
47

mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus
berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal bahwa proses
pelayanan klien sudah berakhir.
48

BAB IV
Gambaran Umum PSBK
(Panti Sosial Bina Karya) Pangudi Luhur Bekasi

A. Profil Lembaga dan Sejarah Berdirinya
Panti sosial bina karya Pangudi Luhur adalah salah satu Unit Pelaksana
Teknis Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial
RI (Kepmensos No.59/Huk/2003). Yang mempunyai tugas Rehabilitasi Sosial
Tuna Sosial Gelandangan dan Pengemis yang bersifat preventif, kuratif,
rehabilitative, promotif dalam bentuk resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi
para gelandangan, pengemis, dan orang telantar agar mampu mandiri berperan
aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar
pelayanan dan rujukan.
1


B. Sejarah Berdirinya
1. Tanggal 04 Oktober 1961 dengan nama Komando Penampungan
Pendidikan dan Penyaluran Tuna Karya seluruh Jawa di Bekasi
(KOP.3.T.K)
2. Tahun 1974 berubah menjadi PRTK (Panti Rehabilitasi Tuna Karya)
3. Tahun 1987 tercetus ide Mensos (Ibu Nani Sudarsono) yang dinamakan
LIPOSOS. Muncul 2 Program LIPOSOS (uji coba) dan PRTK. Kedua
Program tersebut tetap berjalan. Diresmikan PRPGOT dengan SK Mensos
RI. No 41/HUK/KEP/XI/89 tanggal 01 November 1989 perubahan nama
menjadi Panti Rehabilitasi Gelandangan Pengemis dan Orang Terlantar

1
Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi.
49



(PRPGOT) H. Moeljadi Djojomartono Bekasi dibawah naungan Kantor
Wilayah Departemen Sosial Propinsi Jawa Barat.
SK Mensos RI No. 14/HUK/KEP/1994 tentang Penamaan UPT
pusat/Panti/Sasana berubah nama menjadi Panti Sosial Bina Karya
Pangudi Luhur Bekasi Sampai saat ini.

C. Visi dan Misi
Visi
Mengembalikan fungsi sosial gelandangan, pengemis dan orang terlantar
secara professional agar mampu berperan aktif, bermartabat yang memiliki
kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat
Misi
1. Memberikan Pelayanan Rehabilitasi Sosial Terhadap Gelandangan dan
Pengemis beserta Keluarganya.
2. Memberikan pencegahan agar orang tidak menggelandang dan pengemis.
3. Menyelenggarakan pengkajian model pelayanan Rehabilitasi Sosial dan sebagai
fungsi Laboratorium penanganan Gelandangan dan Pengemis beserta
keluarganya.
4. Memfasilitasi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan Pelayanan
Rehabilitasi Sosial.
5. Mengembangkan sistem rujukan sebagai jaringan kerja dengan instansi terkait.



50



D. Tugas Pokok, Tujuan dan Fungsi Panti
1. Tugas Pokok
Tugas pokok Panti Sosial Bina Karya, memberikan bimbingan, pelayanan dan
rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk
bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi serta
bimbingan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu mandiri dan
berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan
standar pelayanan dan rujukan.
2

2. Tujuan
Terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan sosial bagi
gelandangan dan pengemis yang meliputi pulihnya kembali rasa harga diri,
kepercayaan diri, tanggung jawab sosial, serta mau dan mampu melaksanakan
fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat.
3. Fungsi
1. Penyusunan perencanaan program, evaluasi dan pelaporan.
2. Pelaksanaan Observasi, Identifikasi, Motivasi, Konsulatasi, Seleksi, Registrasi,
Assesment, dan Rujukan.
3. Rehabilitasi Sosial yang meliputi Bimbingan Fisik, Mental, Sosial dan
keterampilan terhadap Gelandangan dan Pengemis beserta keluarganya.
4. Resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut.
5. Layanan data, informasi dan Advokasi Sosial.
6. Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan.
7. Pelaksanaan urusan Tata Usaha.

2
Ibid.
51



E. Landasan Hukum
1. UU No. 11 Th.2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
2. PP. No.31 Th. 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis.
3. Keppres RI No. 40 Th. 1993 tentang Koordinasi Penanggulangan Gelandangan
dan Pengemis.
4. UU No. 23 Th. 2002 tentang Perlindungan Anak.
5. Kepmensos RI No. 30/HUK/1996 tentang Rehabilitasi Gelandangan dan
Pengemis di dalam Panti Sosial RI.
6. Kep. Mensos RI No. 59/HUK/2003 tentang Organisasi dan Tata Panti di
lingkungan Departemen Sosial RI.
7. Pelayanan Penanganan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis
Sistem Panti.
3


F. Struktur Organisasi PSBK
Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor. 106/HUK/2009 tertanggal
30 September 2009 , tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan
Departemen Sosial RI. Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur
dipimpin oleh seorang kepala panti dibantu oleh satu kepala subbagian tata usaha,
dua kepala seksi dan kelompok jabatan fungsional. Adapun skruktur organisasi di
Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi adalah sebagaimana
bagan di bawah ini:
4




3
Ibid.
4
Sumber data diperoleh langsung dari Ka.SUB.Bagian Tata Usaha. 2011.
52



Gambar 2. Struktur Organisasi
Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi























KEPALA
Drs. Sebak Singkali


KA.SUB.BAGIAN TATA USAHA

Drs. Lusinto, MM.
KASIE REHABILITASI SOSIAL

Drs. Pujiyanto
KASIE PROG & ADVOKASI SOSIAL

Drs. Sugiono
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Dra. Laila kurniati
KEPALA INSTALASI PRODUKSI

Drs. Alimin

53



G. Mekanisme Kerja
1. Kepala Panti
Mempunyai tugas memimpin mengkoordinasi dan mengendalikan
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi gelandangan dan pengemis.
2. Sub. Bagian Tata Usaha
Mempunyai tugas melakukan urusan surat menyurat, kepegawaian, keuangan,
perlengkapan dan rumah tangga serta kehumasan.
3. Seksi Program dan Advokasi Sosial
Menpunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan program, pemberian
informasi dan advokasi, pengkajian dan peyiapan standar pelayanan serta
melakukan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan dan
rehabilitasi sosial.
4. Seksi Rehabilitasi Sosial
Menpunyai tugas melakukan registrasi, observasi, identifikasi, pemeliharaan
jasmani dan penetapan diagnosa, perawatan, bimbingan pengetahuan dasar
pendidikan, mental, sosial, phisik, keterampilan, resosialisasi, penyaluran, dan
bimbingan lanjutan.
5. Kelompok Jabatan Fungsional
Menpunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional
masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.




54



6. Instalasi Produksi
Menpunyai tugas kegiatan keterampilan kerja yang bersifat ekonomi,
produktif bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial pasca rehabilitasi
agar mampu berperan aktif dalam masyarakat.
5


H. Komposisi Pegawai
1. Komposisi Pegawai Menurut Kedudukan dan Jabatan
Pegawai Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi adalah
berjumlah 62 orang, yang terdiri dari laki-laki 24 orang dan perempuan 38 orang
yang terbagi kedalam jabatan strukturan dan fungsional. Komposisi pegawai
PSBK Pangudi Luhur Bekasi, menurut kedudukan dan jabatan ditunjukan di
bawah ini :
Table 1. Komposisi Pegawai Menurut Kedudukan dan Jabatan
No Kedudukan Struktural Fungsional Jumlah
1 Kepala Panti 1 Orang - 1 Orang
2 Ka. Subbag TU 1 Orang - 1 Orang
3 Ka. Sie Rehsos 1 Orang - 1 Orang
4 Ka. Sie PAS 1 Orang - 1 Orang
5 Sub Bagian Tata Usaha 20 Orang - 20 Orang
6 Seksi Rehsos 14 Orang 14 Orang
7 Seksi PAS 5 Orang 5 Orang
8 Pekerja Sosial - 17 Orang 17 Orang
9 Penyuluh - 1 Orang 1 Orang
10 Arsiparis - 1 Orang 1 Orang
Jumlah 43 Orang 19 Orang 62 Orang
Sumber Data: Ka.SUB. Tata Usaha. 2011.




5
Sumber data diperoleh langsung dari Ka.SUB.Bagian Tata Usaha. 2011.
55



2. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan
Komposisi pegawai menurut tingkat pendidikan di Panti Sosial Bina Karya
Pangudi Luhur Bekasi pada tahun 2011, ditunjukan di bawah ini :
Table 2. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Sarjana S2 1 Orang
2 Sarjana S1 13 Orang
3 Sarjana Muda/D3 10 Orang
4 SLTA 32 Orang
5 SLTP -
6 SD 2 Orang
Jumlah 58 Orang
Sumber Data: Ka.SUB. Tata Usaha. 2011.

3. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Golongan
Komposisi pegawai menurut tingkat golongan kepegawaian di Panti Sosial
Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi pada tahun 2011, ditunjukan di bawah ini :
Table 3. Kompisisi Pegawai Menurut Tingkat Golongan
No Golongan Jabatan
1 Golongan IV 3 Orang
2 Golongan III 44 Orang
3 Golongan II 13 Orang
4 Golongan I 2 Orang
Jumlah 62 Orang
Sumber Data: Ka.SUB. Tata Usaha. 2011.

I. Sasaran dan Garapan Lembaga
1. Gelandangan
Gelandangan adalah sesorang yang hidup dalam keadaan tidak mempunyai
tempat tinggal dan pekerjaan tetap serta mengembara di tempat umum sehingga
hidup tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat.
56



2. Pengemis
Pengemis adalah seseorang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-
minta di tempat umum dengan berbagai cara alas an untuk mendapatkan belas
kasihan dari orang lain.
3. Keluarga Gelandangan dan Pengemis
Keluarga Gelandangan dan Pengemis adalah saudara atau family dari
Gelandangan dan Pengemis.
4. Anak yang orang tuanya menjadi gelandangan dan pengemis
5. Pemulung gelandangan
6. Pengemis gelandangan
7. Pedagang asongan gelandangan.
6


J. Persyaratan Calon Keluarga Binaan Sosial
1. Sehat jasmani (tidak mempunyai penyakit menular atau kronis)
2. Sehat rohani (tidak mempunyai penyakit jiwa)
3. Tidak sedang berurusan dengan penegak hukum
4. Usia produktif ( secara fisik mampu bekerja keras )
5. Tidak dalam keadaan hamil
6. Sudah bekeluarga atau masih bujangan
7. Bersedia mengikuti program pelayanan panti.
7





6
Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi.
7
Ibid.
57



K. Waktu dan Kapasitas Pelayanan
Dalam 1 (satu) tahun anggaran memberikan layanan sosial sebanyak 600
orang Tuna Sosial beserta keluarganya. Sementara ini pembinaan terhadap
Gelandangan dan Pengemis selama 6 (enam) bulan. Ada wacana pelaksanaan
pembinaan selama 1 (satu) tahun :
8

1. Perkembangan kepribadian klien belum matang.
2. Kemampuan keterampilan belum memadai.
3. Penyiapan penyaluran yang disesuaikan dengan penerimaan lapangan kerja.
4. Berdasarkan pertimbangan professional pelaksanaan pelayanan dapat diakhiri
sebelum batas waktu yang ditentukan.

L. Proses Rehabilitasi Sosial
Proses Rehabilitasi yang diterima Keluarga Binaan Sosial meliputi :
9

1. Rehabilitasi Sosial
Proses rehabilitasi sosial antara lain :
a. Tahap Pendekatan Awal
Pada tahap ini Pekerja Sosial melaksanakan;
1. Informasi dan sosialisasi program.
2. Identifikasi masalah.
3. Konsultasi dan Motivasi.
4. Seleksi Penerimaan.


8
Ibid.
9
Ibid.
58



b. Tahap Penerimaan atau Pemanggilan
Proses tahap Penerimaan meliputi ;
1. Registrasi; Registrasi dilaksanakan kepada Keluarga Binaan Sosial yang telah
lolos seleksi.
2. Penelaahan dan pengungkapan masalah (Need Assesment).
3. Penempatan pada program.
c. Tahap Bimbingan fisik, mental, sosial dan latihan keterampilan Kerja :
1. Bimbingan Fisik dan Mental meliputi :
- Peraturan Baris Berbaris (PBB)
- Senam Kesegaran Jasmani (SKJ)
- Out Bond
- Pendidikan Agama
- Etika/ Budi Pekerti
- Kebersihan lingkungan/K3
- Pemeriksaan Kesehatan
2. Bimbingan Sosial, meliputi :
- Pertemuan Pagi
- Bimbingan Perorangan
- Dinamika Kelompok
- Bimbingan Kelompok
- Diskusi Kelompok
- Kesehatan Masyarakat
59



- Hidup Bermasyarakat
- HIV/AIDS
- Kesenian
- Komunikasi
- Kewirausahan
3. Bimbingan Keterampilan meliputi ;
- Pembuatan Tahu/Tempe Tahun 1986
- Olahan Pangan Tahun 1995
- Pembuatan Batako Tahun 1992
- Menjahit Tahun 1961
- Tata Rias Kecantikan Tahun 1996
- Sablon dan desain grafis Tahun 1996
- Montir Motor Tahun 1961
- Pertukangan Las Tahun 1961
- Pertukangan Kayu Tahun 1961
- Montir Mobil Tahun 2008
- Pertanian Tahun 2008
2. Resosialisasi
Resosialisasi, meliputi :
10

(a) Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat
(b) Bimbingan sosial hidup bermasyarakat

10
Ibid.
60



(c) Bimbingan bantuan stimulan usaha produktif
(d) Penyaluran
3. Bimbingan Lanjut
Bimbingan Lanjut, meliputi ;
11

(a) Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat.
(b) Bantuan pengembangan usaha/kerja.
(c) Bimbingan pemantapan usaha/kerja.
M. Pembiayaan Operasional
Anggaran dan pembiayaan pada PSBK Pangudi Luhur Bekasi sepenuhnya
diperoleh dari Departemen Sosial RI.
12


N. Kerja Sama Lintas Sektoral
Dalam melaksanakan rehabilitasi sosial, PSBK "pangudi Luhur' Bekasi
bekerja sama dengan berbagai instansi terkait antara lain :
13

- Dinas Nakertrans Kota Bekasi
- Kantor Kependudukan Kabupaten Bekasi
- Dinas Kependudukan Kota Bekasi
- Kandep Agama Kota Bekasi
- KUA Kecamatan Bekasi Timur
- Kepolisian
- Badan/Kantor/Dinas Sosial Sejawa Barat

11
Ibid.
12
Ibid.
13
Ibid.
61



- Dan beberapa perusahaan tempat PBK di sekitar Bekasi.

O. Sarana dan Prasarana
1. Sarana
a) Luas Tanah : 51.616 M2
b) Kantor : 1 Unit, 55,3 M2
c) R. Keterampilan : 2 Unit, 260 M2 + 120 M2 = 380 M2
d) R. Kelas : 1 Unit, 309 M2
e) Aula : 2 Unit, 240 M2 + 309 M2 = 549 M2
f) Bengkel : 1 Unit, 429 M2
g) Gudang : 1 Unit, 96 M2
h) Poliklinik : 1 Unit, 70 M2
i) Pondok/Asramah : 34 Unit
Pondok / Asrama WBS
1) Type 21 : 14 Unit (@ 5 Pintu)
2) Type 18 : 20 Unit (@ 5 Pintu)
3) M C K : 6 Unit (@ 20 Pintu)
j) MCK : 6 Unit
k) TPA : 1 Unit
l) Wisma Tamu : 1 Unit, 72 M2
m) Rumah Dinas : 34 Unit
n) Mushola : 1 Unit
o) Lahan Pertanian : 3000 M2

62



2. Prasarana
a) Peralatan Kantor
b) Peralatan Praktek Keterampilan
c) Peralatan Kesenian
d) Mobilitas
1) Roda 6 : 3 Unit
2) Roda 4 : 3 Unit
3) Roda 2 : 6 Unit
e) Telephon / Fax
f) Aiphone
g) Penerangan Lisrik
h) Air Jet Pump
Luas tanah 3 Panti : 15.616 M2
Luas PSBK seluruhnya : 51.616 M2
Luas tanah untuk bangunan : 44.412 M2
Luas tanah untuk sarana : 4.204 M2
Tanah kosong Pertanian : 3.000 M2

P. Pembimbing Pondok Tahun 2011
Koordinator Pekerja Sosial : Ibu Dra. Laila Kurniati Akbariah
Tabel 4. Pembimbing Pondok Tahun 2011
Pondok Pembimbing
Anggrek 3 Nia Dania
Aster 1 Nana Sumarna
Aster 2 Nana Sumarna
63



Aster 3 Nana Sutisna
Cempaka 1 Sri Wibowo Murtini
Cempaka 2 Sri Wibowo Murtini
Cempaka 3 Kusmirah
Cempaka 4 Raden Hartadi
Cemara 1 Tri Hartati
Cemara 2 Tri Hartati
Cemara 3 Martina T.
Cemara 4 Indara Guntur
Beringin 1 Sumino
Beringin 2 Sumino
Beringin 3 Nuni Suryah
Beringin 4 Yustina W.
Angsana 1 Cahya K.
Angsana 2 Cahya K.
Dahlia 1 Suhartiningsih
Dahlia 2 Suhartiningsih
Dahlia 3 Dedeh Rusmini
Sumber Data: Dra. Laila Kurniati Akbariah (Koordinator Peksos), 2011.

Q. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan I Tahun 2011
Tabel 5. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan I Tahun 2011
Keterangan Pria Wanita Jumlah
WBS Potensial
Kepala Keluarga 63 Orang 63 Orang
Isteri 63 Orang 63 Orang
Singel (Bujang) 56 Orang 40 Orang 96 Orang
WBS Non Potensial
Anak-Anak 33 Anak 45 Anak 78 Anak
Jumlah WBS 300 Orang
Sumber Data: Ka.SUB. Rehabilitasi Sosial. 2011.







64



R. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan II Tahun 2011
Tabel 6. Jumlah Warga Binaan Sosial Angkatan II Tahun 2011
Keterangan Pria Wanita Jumlah
WBS Potensial
Kepala Keluarga Orang Orang
Isteri Orang Orang
Singel (Bujang) Orang Orang Orang
WBS Non Potensial
Anak-Anak Anak Anak Anak
Jumlah WBS Orang
Sumber Data: Ka.SUB. Rehabilitasi Sosial. 2011.
65

BAB V
TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Temuan Lapangan
Rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis dilaksanakan melalui suatu
rangkaian proses yang mengacu pada tahapan pertolongan kepada klien yaitu
gelandangan dan pengemis.
Klien atau Warga Binaan sosial (WBS) adalah para gelandangan dan
pengemis hasil dari motivasi dan seleksi yang dilakukan oleh para pegawai PSBK
yang terjun langsung kejalan untuk memberikan informasi dan sosialisasi program
kepada gelandangan dan pengemis yang ada dijalan-jalan serta tempat-tempat
kumuh. Rehabilitasi sosial ini diberikan kepada mereka yang tertarik untuk
mengikutinya dan bagi mereka yang tidak berminat dari PSBK tidak
memaksakannya karena jika mereka dipaksa percuma nanti mereka kabur. Mereka
yang mengikuti rehabilitasi di PSBK ini banyak yang telah berumah tangga
namun ada juga yang masih bujangan dengan bermacam-macam latar belakan
pendidikan mereka.
1

Pembimbing yang memberikan Rehabilitasi sosial di PSBK ini adalah mereka
yang disebut sebagai pekerja sosial (peksos) dan penyuluh sosial dengan latar
belakang pendidikan baik yang lulusan hanya tingkat SMA sampai sarjana D3 dan
S1. Mereka sudah sangat pengalaman dan tidak diragukan lagi karena sudah
bertahun-tahun dalam memberikan rehabilitasi sosial di PSBK ini.
2


1
Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
2
Ibid.
66



Rehabilitasi sosial diberikan di PSBK ini berlangsung selama 6 (enam) bulan.
Mereka diberikan berbagai macam jenis-jenis pelayanan dan rehabilitasi antara
lain Pelayanan Pengasramaan, Pelayanan Kebutuhan Pangan, Pelayanan
Konseling, Pelayanan Kesehatan, Pelayanan Pendidikan, Pelayanan Keterampilan,
Pelayanan Pembinaan Mental, dan Pelayanan Rekreasi dan Hiburan.
3

Pemberian rehabilitasi sosial di PSBK memiliki tahapan-tahapan yaitu
sebagai berikut :
1. Pendekatan Awal
Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan pengakuan, dukungan,
bantuan, dan peran serta dalam pelaksanaan program, termaksud upaya
memperoleh gambaran potensialitas sumber-sumber rehabilitasi, pasar usaha dan
kerja serta untuk mendapatkan calon klien.
Pendekatan awal itu yang dilakukan kita terjun langsung kelapangan
maksudnya disini kan sejak orang terlantar kita langsung terjun
kelapangan kita ketempat basis-basis atau ditempat gepeng itu
diwilayah jabodetabek. Contohnya di daerah senen Jakarta pusat itu
tempat mangkalnya gepengnya kita terjun kesana biasanya malam
hari. Ketempat mangkalnya gepeng itu. Biasanya diemper-emper toko
dan diemper-emper jalanan. Di wilayah senen, kramat jati, jati
Negara, ada juga yang dibekasi. Jadi kita setelah bertemu dengan
gepeng itu biasanya ia keluarga suami anak sama istri. Tidur dipinggir
emper mcknya juga nebeng. Misalkan mcknya ada mck umum. Kita
wawancarai mereka kita ngasih penyuluhan kepada mereka itu,
tujuannya supaya mereka bisa ada kemauan merubah pola hidup
mereka yang lebih layak, biasanya gepeng itu gak layak, tidak teratur
cara hidup mereka, mereka cari uang dengan cara memulung bawa-
bawa gerobak, mencari barang-barang bekas, dan umumnya anaknya
juga tidak sekolah. Nah itu kan juga gak layak dari segi sosial tidak
layak hidup. Nah kita ngasih penyuluhan tujuannya agar mereka
bersedia kita bina di PSBK.
4



3
Ibid.
4
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
67



Dalam Pendekatan awal ini PSBK juga mendapatkan informasi tentang
gelandangan dan pengemis dari dinas-dinas sosial.
Informasi kita dapat dari dinas-dinas sosial diwilayah jabodetabek.
Kita kerja sama dengan mereka dinas sosial Jakarta, dinas sosial
bekasi, dinas sosial karawang, dinas purwakarta, bogor, nah kita
membuat surat pengantar yang berisi untuk pengadaan calon warga
binaan sosial, kemudian kita datang ke kantor pemda dan dinas sosial
tersebut, kita koordinasi dengan aparat setempat. Nah kita minta data
gepeng, misalnya diwilayah Jakarta ada berapa banyak. Kemudian kita
menjalin kerja sama maksudnya seandainya dinas social Jakarta timur,
mereka berhasil merazia gepeng kita minta dikirimkan kepanti kita.
Nah disitu setalah dikirimkan nanti kita bina. Dapat informasinya
didapat dari dinas social intinya.
5


Ada juga yang menjadi faktor penghambat dan pendukung PSBK dalam
melakukan pendekatan awal.
"Faktor penghambat dan pendukung, penghambat biasanya dinas
social itu datanya kurang akurat, biasanya data yang diberikan sudah
kadaluarsa. Kita minta misalnya data 2011, kita malah dikasih data
2008. jadi sudah tidak valid lagi atau tidak akurat. Seperti itu, factor
pendukungnya mereka menerima dengan senang hati dengan tangan
terbuka, kita ajak kerja sama mereka pun senang. Mereka siap,
misalnya satpol PP dari Jakarta timur, satpol PP siap akan
mengirimkan gepeng setelah mereka berhasil merazia seperti itu.
6


Pendekatan awal meliputi kegiatan-kegiatan orientasi dan konsultasi,
identifikasi, motivasi dan seleksi dengan jabaran rincian sebagai berikut :
a. Orientasi dan konsultasi
Ialah kegiatan pengenalan program pelayanan kepada Pemerintah Daerah,
instansi-instansi teknis, dan pilar-pilar partisipan usaha kesejahteraan sosial yang
terkait untuk mendapatkan pengesahan/pengakuan, dukungan/bantuan dan peran
sertanya dalam pelaksanaan program.

5
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
6
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
68



Pendekatan awal pertama kali di lakukan oleh PSBK dalam bentuk orientasi
dan konsultasi.
Orientasi itu pengenalan, kita survai kelapangan, kita mencari lokasi
dimana sih biasanya tempat yang paling banyak berkumpulnya gepeng
kita mengadakan orientasi. Itu lagi-lagi menjalin kerja sama dengan
dinas social dalam orientasi itu. Orientasi itu meninjau atau kita
survey kelapangan. Kemudian setelah kita bertemu dengan gepene
tersebut baru kita konsultas,i Biasanya calon klein itu kita yang nanti
disebut WBS. Mereka banyak permasalahannya, misalnya klien X ini
kita konsultasi tentang masalahnya misalnya bapaknya tidak bekerja
lagi kena PHK, mereka keluarga miskin mereka konsultasi kepada
mereka. Kemudian anaknya tidak sekolah, dari segi ekonomi mereka
tidak mampu tidak bisa menyekolahkan anaknya, untuk makan pun
tidak ada. Dari segi ekonomi mereka sangat-sangat kurang. Akhirnya
mereka berniat ingin merubah nasib, supaya tarap kesejahteraan hidup
mereka meningkat, kemudian mereka konsultasikan kepada pekerja
sosial.
7


Dalam tahapan orientasi dan konsultasi ini ada juga hambatan yang di alami
PSBK. Seperti yang di jelaskan dibawah ini:
Faktor penghambat yaitu biasanya diwilayah tertentu tidak mengakui
adanya Gepeng, misalnya dinas social indramayu. Mereka mengatakan
disana tidak ada Gepeng. Itu hambatannya. Padahal kita sama tahu,
disetiap wilayah itu pasti ada Gepeng, walaupun tidak banyak. Jadi
dari dinas social itu mengatakan wilayahnya tidak ada gepeng, tidak
ada keterbukaan. Tidak ada kejujuran.
8


b. Identifikasi
Ialah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih rinci tentang diri
gelandangan dan pengemis serta potensi lingkungan, termasuk sumber-sumber
rehabilitasi dan pasaran kerja dan usaha, fasilitas/garis kemudahan.
Identifikasi adalah pendataan, maksudnya calon-calon klien yang
nanti akan masuk kedalam panti. Di data tentang data klien, nama,
alamat, umur, pekerjaan itu identifikasi. Biasanya kita lakukan di
tempat lokasi orientasi. Petugas PSBK datang ke dinas sosial. Oleh
aparat dinas sosial sudah dikumpulkan keluarga-keluarga yang tidak

7
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
8
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
69



mampu diaula kantor, kemudian petugas PSBK mengadakan
penyuluhan. Dan mengadakan identifikasi pula, disitu kita mencatat.
Mulai dari nama, status, umur, pekerjaan itu identifikasi. Itu kita
menanyakan masalahnya apa yang dihadapi. Umumnya masalah
sosial.
9


Dalam melakukan identifikasi PSBK juga ada faktor penghambat dan
pendukung yaitu:
Faktor penghambat dalam melaksanakan indentifikasi ialah kadang
dari calon klien tidak terbuka atau tidak jujur. Misalanya ketika
bertanya tentang usia, mereka mengatakan misalanya 20 tahun
padahal seharusnya 30 tahun. Atau disitu mereka punya pekerjaan,
namun disebutkan mereka menganggur. Nanti setelah klien masuk ke
dalam panti, akan ketahuan apakah misalnya mereka punya pekerjaan
atau tidak. Ini salah satu hambatannya tidak terbuka dan tidak jujur,
hal ini ada beberapa orang yang melakukan seperti itu. Faktor
pendukung identifikasi, pada umumnya antusias untuk tinggal di dalam
panti kepada calon klien ini cukup tinggi. Misalnya, dalam mengikuti
pembinaan di dalam panti mereka mau dan ada semangat untuk
merubah nasib mereka. Ketika kita memberikan penyuluhan disitu ada
tanggapan, ada respon dari calon klien. Misalnya petugas PSBK
memberikan penyuluhan, bahwa nanti ada pembinaan mental, fisik,
keterampilan, mereka sangat antusias dan ada kemamuan.
10


c. Motivasi
Ialah kegiatan pengenalan program pengenalan kepada gelandangan dan
pengemis untuk menumbuhkan keinginan dorongan yang tinggi dalam mengikuti,
melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial.
Motivasi kegiatan pengenalan program secara lisan kita memberikan
penyuluhan. Manakala kita mengunjungi ke lokasi tempat
berkumpulnya para gepeng. Kita bicara secara lisan, dan juga
diberikan lifet yang berisi tentang kegiatan yang ada di PSBK.
Seandainya calon klien mau mereka bisa datang sendiri untuk daftar.
Materi, secara lisan kita jelaskan bahwa PSBK punya kegiatan
bimbingan mental, social, agama, keterampilan. Misalnya untuk laki-
laki akan mendapatkan keterampilan montir motor, mobil, sablon, dan
untuk perempuannya akan mendapatkan cara jahit, semuanya itu ada
instrukturnya yang melatih mereka. Materinya tentang kegitan di

9
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
10
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
70



dalam panti.disini kita memotivasi mereka untuk menumbuhkan
keinginan atau kemauan dan semangat untuk menjadi warga binaan
sosial atau klien di PSBK ini. Itulah tujuan motivasi yang dilakukan
PSBK.
11


Dalam melakukan motivasi PSBK juga ada faktor penghambat, yaitu:
Faktor penghambat dalam melaksanakan motivasi. Biasanya calon
klien ada yang bertanya. Pak/Bu didalam panti kita mendapat uang
tidak? kalau di dalam pikiran mereka orientasinya adalah uang,
karena mereka biasanya mulung dan jual barang-barang bekas mereka
mendapat uang dalam sehari bisa mencapai 50.000 sampai 70.000
jadi manakala mereka ditawarkan untuk masuk ke dalam panti, mereka
akan bertanya seperti itu. Kalau kita jawab tidak, mereka akan
berubah pikiran. Ada yang seperti itu beberapa orang. Dengan alasan
tidak mendapat uang mereka tidak mau berada di panti, mereka lebih
senang mencari uang. Padahal kita sudah jelaskan bahwa di dalam
panti memang tidak mendapat uang, akan tetapi di tanggung tidak
akan lapar, mendapat pendidikan, diberikan kegiatan, dan diberikan
kehiduapan yang layak secara manusiawi. Akan tetapi kadang mereka
kurang menerima saran dari petugas PSBK.
12


d. Seleksi
Ialah kegiatan pengelompokan/klasifikasi penyandang masalah kesejahteraan
sosial terutama yang sudah dimotivasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi
persyaratan dan siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima
pelayanan.
Ada syarat dan ketentuan dalam seleksi, Syarat dan ketentuan klien
adalah sehat jasmani dan rohani. Artinya tidak cacat atau dalam
keadaan normal. Kita membina mereka untuk merubah taraf hidup,
pola pikir mereka. Bagaimana hidup secara layak dan secara
manusiawi. Kemudian dilihat secara usia, panti memilih usia produktif
dan mau mengikuti peraturan yang ada di PSBK.
13


Ada juga yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam tahapan
seleksi di PSBK, yaitu:

11
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
12
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
13
Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi
senin, 25 April 2011.
71



Faktor penghambat seleksi. Adalah tidak memenuhi syarat yang
ditentukan pada diri klien. Misalnya seorang ibu dengan anaknya
datang ke panti dalam keadaan hamil. Sedangkan panti PSBK tidak
menerima hamil karena bukan rumah sakit. Kemudian ada yang datang
dalam keadaan tidak normal (gangguan jiwa) yang dikirim langsung
oleh pihak kepolisian atau warga sekitar PSBK (diantar langsung).
Ada pula anak terlantar yang dibuang oleh orang tuanya, kemudian di
antar ke panti PSBK. Disini kami kesulitan, yang akhirnya kami terima
dahulu untuk selanjutnya kami berikan rujukan ke panti lainnya yang
terdapat di depsos. Padahal dip anti PSBK hanya menerima calon
klien yang sehat jasmani dan rohani yang siap untuk di bina secara
mental. faktor pendukung, banyak juga yang calon klien yang serah
diri memang ini memenuhi syarat, sehat fisik, jasmani, dan rohani yang
siap untuk dibina di PSBK maka dikirim ke PSBK.
14


2. Penerimaan
Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis meliputi registrasi,
dan penempatan dalam program rehabilitasi yang dilaksanakan pada saat calon
penerima pelayanan hasil seleksi secara syah diterima sebagai klien definitif di
panti.
Jadi penerimaannya WBS itu kan datang dengan sendirinya, ada juga
yang kiriman dari dinas sosial, nanti setelah mereka datang kesini kita
terima tentu saja yang sudah melalui seleksi awal, kemudian kita
identifikasi lagi mengenai identitas klien sama ada beberapa point
yang mereka harus tau mengenai tata tertib di PSBK dan kegiatan apa
saja yang harus dilaksakan di PSBK ini. Setelah itu ada tes kesehatan
ke poliklinik kalo dia sesuai dengan sasaran garapan dan juga tidak
mempunyai kelainan fisik, disinikan kita garapannya gepeng yang
potensial yang tidak mempunyai cacat atau kelainan mental.
15


Kegiatan penerimaan tersebut secara operasional adalah sebagai berikut :
a. Registrasi
Ialah kegiatan registrasi administrasi pencatatan dalam buku induk penerima
rehabilitasi (setiap penerima rehabilitasi 1 klien agar diberi NIP/NIK) dan

14
Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi
senin, 25 April 2011.
15
Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi
Senin 25 April 2011.
72



mengkompilasikan berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima
rehabilitasi definitif lengkap dengan segala informasi/biodatanya.
Registrasi secara langsung memang ditangani oleh pekerja sosial
sendiri. Kita punya buku register dan di awal mereka dikasih blangko
seleksi awal tadi kemudian kita data kita identifikasi. mencatat data-
data pribadi klien yang sudah masuk seperti nama, alamat, usia,
pekerjaan, masalah yang dihadapi. Semuanya ini di catat baru
kemudian kita ada semacam pernyataan bahwa dia harus sanggup
menaati semua peraturan disini, langsung dia tanda tangan surat
pernyataan itu dan siap mereka mengikuti apa yang ada di PSBK
ini.
16


Dalam tahap ini regristrasi ada juga yang menjadi faktor penghambat yaitu:

Faktor dalam tahap registrasi sebenarnya tidak begitu banyak, hanya
saja biasanya data yang kita dapat itu tidak sesuai dengan data yang
sebenarnya, dan juga biasakan ada calon klien yang dating sendiri nah
banyak itu pas bukan jam kerjaatau hari libur, jadi kita juga bingung
untuk mendatanya terpaksa kita tampung dulu, kita nginapkan dia di
pondokan yang belum terisi atau yang masih kosong sampai jam
kerja.
17


b. Pengasramaan dan Penempatan dalam program rehabilitasi sosial
Adalah kegiatan pengelompokan bakat dan minat para penerima pelayanan
dan rehabilitasi (klien) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya
program keterampilan kerja praktis yang sudah diprogramkan (sesuai dengan
inventarisasi pasaran usaha/kerja) untuk menambahkan semangat dan kecintaan
untuk mengikuti bimbingan kerja tersebut.
Tahapan penempatan calon klien yang sudah di data, kemudian
diarahkan ke asrama yang masih kosong oleh petugas pembimbing.
Biasanya untuk satu keluarga ditempatkan pada satu rumah.
Sedangkan jika klien bujangan laki-laki dan bujangan perempuan
sendiri dipisah. Umumnya satu kamar memiliki perbedaan dalam
keterampilan. Pembauran dalam satu asrama di tujukan untuk saling
mengenal. Kemudian dalam penempatan keterampilan kita disini
meliat dari potensi yang ada pada WBS tersebut, artinya kalau dia

16
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
17
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
73



memiliki bakat di montir mobil berarti kita kia masukkan kedalam
keterampilan montir mobil, dan juga begitu kalau dia bakat di menjahit
ya kita masukan kedalan keterampilan menjahit, jadi kita lihat dulu
bakat dan minat WBS tersebut.
18


Ada juga yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam tahapan
seleksi di PSBK, yaitu:
Faktor penghambatnya paling kalau WBS itu tidak sesuai dengan
keahliannya, ada juga yang ngambil keterampilan contoh menjahit tapi
dia bakat di olah pangan, kita bingung juga dia mau fokus di
keterampilan apa.
19


3. Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (Assesment)
Ialah upaya untuk menelusuri, menggali data penerima rehabilitasi (klien),
faktor-faktor penyebab masalahnya tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya
dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah
untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima
rehabilitasi (klien).
Assesment ini contohnya seperti kita menggali permasalah yang ada
di para WBS, mengapa mereka ada dipanti ini. Tujuannya agar mereka
benar-benar sesuai dengan garapan dan sasaran rehabilitas disini,
yaitu gelandangan, pengemis dan orang-orang terlantar.
20


Ada juga dalam assessment ini seperti bedah kasus atau disebut juga case
conference, jadi bagaimana WBS yang ada masalah atau kasus yang
pembimbingnya tidak mampu menyelesaikan sendiri, jadi kita angkat dalam case
conference dengan mengundang psikolog, pembimbing agama atau bintal dan
juga dokter, di dalam case conference itu bisa di kasih masukan-masukan atau

18
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
19
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
20
Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi
Senin 25 April 2011.
74



saran-saran apa saja yang berkaitan dengan masalah yang dialami WBS
tersebut.
21

Dalam Pengungkapan dan Pemahaman Masalah ini ada sedikitnya faktor
penghambat yaitu:
Kalau dalam pelaksanaannya sebenernya tidak begitu banyak
menghambat ya, paling kalau misalnya kita sudah mengundang dokter,
perawat, bintal itu salah satu suka tidak datang karena mungkin ada
kesibukan lain. Kalau selebihnya dalam peksos sendiri bisa-bisa
saja.
22


4. Pembinaan Mental
Pembinaan Mental Adalah serangkaian kegiatan teknis operasional yang
diarahkan untuk pulihnya kembali harga diri, kepercayaan diri, disiplin,
kemampuan integrasi, kesadaran dan tanggung jawab sosial kemampuan
penyesuaian diri dan penguasaan satu atau lebih jenis keterampilan kerja sebagai
bekal untuk dapat bermata pencaharian layak dalam tatanan hidup masyarakat.
Pembinaan mental di PSBK wajib di ikuti oleh setiap WBS baik laki-
laki maupun perempuan, baik orang dewasa maupun anak-anak semua
wajib mengikuti pembinaan mental terutama yang beragama islam.
Sementara yang beragama non muslim ada tersendiri sudah disiapkan
Pembina yang beragama non muslim juga.
23


Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan untuk mengetahui metode
pelaksaan pembinaan mental dan mengetahui faktor apa saja yang menjadi
pendukung dan penghambat terlaksananya pembinaan mental.



21
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
22
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
23
Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust.
Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011.
75



1. Metode Pelaksanaan Pembinaan Mental di PSBK :
Pelaksanaan kegiatan pembinaan mental di sediakan ialah dengan kegiatan
bimbingan/tuntunan untuk memahami diri sendiri, dan orang lain dengan belajar
keagamaan, cara berfikir positif dan keinginan untuk berprestasi serta mengubah
sikap normatif agar lebih baik.
Di bawah ini adalah metode kegiatan pembinaan mental yang di laksanakan
Panti Sosial Bina Karya, Bekasi:
a. Ceramah keagamaan
Para Warga Binaan Sosial (WBS) di kumpulkan di sebuah ruangan serba
guna/aula kemudian penyuluh memberikan materi berupa keagamaan, setelah
memberikan ceramah keagamaan ada tanya jawab dari WBS berkaitan dengan
materi yang disampaikannya. Ceramah keagamaan ini bertujuan untuk pemenuhan
spiritual, merubah sikap normatif/akhlak pada WBS.
Tujuan lain dari penyampaian materi ceramah keagamaan ini adalah:
1. Mempunyai pengetahuan tentang agama secara luas
2. Mempunyai pengetahuan tentang hukum dan syariat dalam agama
3. Mampu mempelajari dan membedakan antara yang halal dan haram
4. Mampu bersikap lebih sabar dan tawakal
5. WBS bisa merasakan kenikmatan beragama.
Waktu pelaksanaan pembinaan mental dengan ceramah agama yaitu setiap
hari senin dan rabu pukul 08.30-10.00 WIB, yang bertempat di ruang serba
guna/aula.


76



b. Pemberian Motivasi
Pemberian motivasi ini biasanya dilakukan pada saat setelah ceramah agama
disampaikan, jadi penyuluh setelah memberikan ceramah keagamaan sebelum
penutup dengan doa ada pemberian motivasi, biasanya dilakukan dengan cara
permainan (games) dan diakhir permainan itu di jelaskan pelajaran apa atau
manfaat yang bisa diambil dari permainan tersebut tentang kehidupan sehari-hari.
Tetapi pemberian motivasi ini tidak hanya pada saat dalam ceramah keagamaan
saja, bisa juga pada saat konseling kelompok atau konseling individu. Bisa juga
pada saat case conference (pembahasan masalah) dengan WBS yang bermasalah.
Tujuan dari pemberian motivasi ini adalah:
1. Mampu bertindak secara efisien
2. Memiliki tujuan hidup yang jelas
3. Mampu mengkonsep diri
4. Mampu mengkoordinasikan antara segenap potensial dengan usaha-usahanya
5. Memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian
6. Memiliki batin yang tenang.
7. Posisi pribadinya seimbang dan baik
8. Selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkunganya.

c. Menikahkan dan Mengkhitankan
Salah satu program yang ada PSBK adalah menikahkan dan mengkhitankan
WBS-nya yang belum menikah dan di khitan, dan program ini adalah sepenuhnya
dalam program Bintal (pembinaan mental) yang dilaksakan satu kali dalam 6
77



(enam) bulan/perangkatan yang bekerja sama dengan kantor urusan agama (KUA)
Bekasi timur.
Dari panti menawarkan kepada WBS yang ingin menikah dan khitan,
kemudian di data dan di beri surat pernyataan. Setelah itu semua diurus ke kantor
urusan agama.
Tujuan dari menikahkan adalah:
1. Menyelamatkan dari perzinahan
2. Mampu memiliki tanggung jawab
3. Mencegah penyakit, terutama HIV/AIDS
4. Dapat memiliki keluarga yang sakinah, mawadah dan waramah.
Waktu pelaksanaan menikahkan dan mengkhitankan tidak menentu, hanya
saja setiap angkatan pasti melaksanakan kegiatan tersebut. Pada angkata I 2011
kemarin hari senin 2 mei 2011 dilaksakannya pernikahan masal yang di ikuti
WBS sebanyak 16 (enam belas) pasang pengantin. Dan untuk mengkhitankan
nanti dilaksanakan pada bulan juni, sudah terkumpul 18 WBS yang akan di
khitankan yang terdiri dari anak-anak dan ada juga orang dewasa.
d. Outbond dan Tafakur Alam
Dalam pembinaan mental juga ada kegiatan outbont atau bisa disebut
juga tafakur alam itu dilaksanakan diluar panti dengan kegiatan jalan-
jalan, disana kita adakan permainan, dan doa bersama
24

Kegiatan outbond dan tafakur alam adalah kegiatan diluar panti yang
dilakukan guna membangun kerjasama antara WBS dan menambah kepercayaan
dan tanggung jawab. Sedangkan tafakur alam bertujuan untuk penyegaran
kembali para WBS setelah melakukan rutinitas rehabilitasi di PSBK.


24
Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust.
Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011.
78



Tujuan lain dari kegiatan outbond dan tafakur alam yaitu:
1. Untuk menghilangkan jenuh dan penyegaran setelah 6 (enam) bulan lamanya
rehabilitasi di dalam panti.
2. Menyenangkan hati WBS yang sebentar lagi akan keluar dari panti PSBK
3. Menumbuhkan kebersamaan dan tanggung jawab.
4. Lebih bersyukur atas nikmat Allah SWT dan mampu mengambil pelajaran
dari melihat alam ciptaan-Nya.
Waktu pelaksanan kegiatan outbond dan tafakur alam yaitu dilaksanakan
diakhir rehabilitasi, Sebelum para WBS meninggalkan panti untuk disalurkan dan
di kembalikan ketempat asal meraka. Anggaran yang dikeluarkan sepenuhnya dari
pemerintah dalam hal ini Kementrian Sosial Pusat melalui PSBK Bekasi.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Mental
Pelaksaan pembinaan mental di PSBK terdapat faktor pendukung dan
penghambat, dalam proses pelaksanaan pembinaan mental yang menjadi faktor
pendukung dan penghambat tersebut diantara lain yaitu:
Faktor Pendukung
1. Tenaga pengajar yang kopenten di bidangnya, memiliki keahlian dan
ilmu/materi yang dapat di terapkan dalam pelaksanaan pembinaan mental
2. Sarana dan prasarana fasilitas yang ada di PSBK sangat mendukung untuk
berlangsungnya pembinaan mental, seperti gedung aula, sound system, papan
tulis, infokus dan laptop
3. Anggaran dana yang langsung di berikan sepenuhnya dari pemerintah pusat
yaitu Kemensos (kementrian sosial)
79



1. Dari WBS itu sendiri adanya rasa keinginan yang kuat untuk mau merubah
dirinya dan bertekad ingin lebih baik lagi setelah dari PSBK ini.
2. Kerja sama dengan intasi pemerintah dalam hal ini adalah KUA (Kantor
Urusan Agama) Bekasi Timur.
b. Faktor Penghambat
1. Adanya kejenuhan dan malas-malasan dari WBS dalam mengikuti kegiatan
pembinaan mental.
2. Keterbatasan dana yang di alokasikan untuk proses kegiatan pembinaan
mental masih sangat terbatas
3. Fasilitas yang masih belum begitu lengkap, dan gedung aula yang terkadang
berbenturan pelakasaan pembinaan mental dengan cek kesehatan yang
dilaksanakan di dalam gedung aula
4. WBS yang berbeda pendidikan dan pengalaman, hal ini juga menjadi faktor
penghambat dalam penyampaian materi yang akan di berikan oleh penyuluh
5. Waktu yang sangat terbatas, hanya dalam 6 (enam) bulan saja pembinaan
mental di laksanakan.

5. Resosialisasi
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah yaitu di satu
pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh ke dalam
kehidupan dan penghidupan masyarakat secara normatif, dan di satu pihak lagi
untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau
lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha klien agar mereka dapat
menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan
80



kegiatan kemasyarakatan. Adapun kegiatan resosialisasi meliputi beberapa hal
sebagai berikut :
a. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat
Ialah kegiatan bimbingan/tuntunan pendekatan untuk menumbuhkan kemauan
keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi sosial.
b. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat
Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan agar klien tersebut
dapat melaksanakan seluruh kegiatanya sesuai dengan norma yang berlaku dan
menghindari kegiatan yang menjadi larangan-larangan masyarakat.
c. Pemberian bantuan stimulans usaha produktif
Ialah serangkaian kegiatan pengadaan bantuan peralatan dan bahan untuk
mempersiapkan klien dapat melaksanakan praktek bermata pencaharian dan
bantuan tersebut bersifat merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih
berkembang.
d. Bimbingan usaha/kerja
Ialah kegiatan tuntutan praktek berusaha/bekerja untuk dapat menciptakan
lapangan kerja yang layak, serta praktek mengelola usaha, menuju terciptanya
kondisi usaha yang efektif dan efisien.
6. Penyaluran
Adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk mengembalikan penerima
pelayanan kedalam kehidupan dan penghidupan di masyarakat secara normatif
baik dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal maupun kejalur-jalur
lapangan kerja/usaha mandiri (wirausaha) dengan bertransmigrasi.
Penyaluran biasanya WBS itu kita kembalikan kedaerahnya masing-
masing untuk buka usaha, ada juga yang trnsmigrsi bekerja sama
81



dengan Dinaskertrans, dan juga ada juga lembaga-lembaga atau
perusahaan yang mita untuk bekerja di sana. Jadi kalau
lembaga/perusahan itu butuh pegawai misalnya bengkel atau salon,
kita siapin WBS yang benar-benar kompeten dibidangnya.
25


Ada juga faktor penghambat dalam penyaluran yang dilakukan PSBK antara
lain:
Yang menjadi faktor penghambat paling hanya dalam penyaluran
biasanya ada juga WBS yang betah di panti dan tidak mau di
pulangkan, karena mereka belum siap, sementara di panti ini setelah di
rehabilitasi harus disalurkan semua karena kita akan mengadakan
rehabilitasi angkatan selanjutnya.
26


7. Bimbingan Lanjut
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan
masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan
kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang layak.
Bimbingan lanjut biasa di lakukan setelah 3 atau 4 bulan setelah
mereka keluar dari panti, kita adakan bimbingan lanjut tapi tidak
semua WBS yang pernah mengikuti rehabilitasi disini kita binjut.
Disesuaikan dengan dana yang di sediakan terus dipilih kira-kira WBS
yang memang harus kita binjut, terutama WBS yang sering member
kabar dia buka usaha nah kita binjut kita melihat sampai sejauh mana.
Jadi setelah mereka keluar tidak kita lepas begitu saja.
27


Dalam melaksanakan bimbingan lanjut ada juga faktor pendukung dan
penghambat yang PSBK alami, yaitu:
Yang menjadi faktor penghambat biasanya kadang-kadang alamat
WBS yang pertama dia kasih belum tentu dia kembali kesitu, karena
mereka gelandangan tidak menetap disatu tempat jadi kemungkinan
beralih tempat, kemudian kalau dia kembali ke daerah asal dia pulang
kampong kadang-kadang lokasinya sulit banget untuk kita cari, faktor
dana juga karena dananya sedikit. Selanjutnya dari pihak WBS sendiri
kalau mereka menghubungi dan minta didatengi dan mau membuka

25
Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi
Senin 25 April 2011.
26
Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi
Senin 25 April 2011.
27
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
82



usaha modal yang diperlukan kurang biasanya mengalami hal seperti
itu.
28


Tahap bimbingan lanjut secara operasional PSBK melaksanakanya dalam 3
kegiatan, yaitu:
a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam
pembangunan.
Ialah kegiatan bimbingan usaha bimbingan/tuntunan untuk lebih
memantapkan kemampuan penyesuain diri dalam tata hidup bermasyarakat dan ke
ikut sertan mereka dalam proses pembangunan sesuai dengan kemampuanya.
Peran masyarakat biasanya kalau misalkan WBS itu mau selesai
mengikuti rehabilitasi disini, tapi kita belum melaksanakan itu, jadi
contohnya sebelum WBS kembali kedaerah asalnya kita datang kesana
untuk survey kita adakan koordinasi dengan pihak aparat setempat
disana kita beri tau bahwa yang bersangkutan pernah ikut pelatihan
disini, jadi mereka siap. Fungsinya saling ada kerja sama.
29


Ada juga yang menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan bimbingan
peningkatan kehidupan bermasyarakat dan serta dalam pembanguna, yaitu:
Di daerah setempatnya tidak punya sarana untuk membimbing lebih
lanjut, semestinya kita saling kerja sama terutama dari dinas sosial
setempat, kalau mereka mau buka usaha saling kerja sama jadi tidak
hanya membebankan pada pihak panti saja, padahal pihak panti hanya
punya dana untuk paket saja.
30


b. Bantuan pengembangan usaha/bimbingan peningkatan keterampilan.
Ialah serangkaian kegiatan yang diarahkan kepada penerima pelayanan dalam
bentuk pemberian bantuan ulang balik berupa peralatan dan bahan permodalan

28
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
29
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
30
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
83



maupun pemantapan keterampilan, sehingga jenis usaha/kerjanya lebih
berkembang.
Jadi WBS yang sudah buka usaha membuat proposal dan di ajukan ke
kita kekurangnya nanti setelah dapat proposal itu kita liat kesana, kita
survey ke lokasi benar tidak dia buka usaha, benar tidak dia
kekurangan barang yang di butuhkan. Misalnya kalau bener nanti kita
kesana lagi untuk untuk memberikan bantuan jadi ada monitoring dan
evaluasinya.
31


c. Bimbingan pemantapan kemandirian/peningkatan usaha/kerja.
Ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada penerima
pelayanan guna dapat meningkatkan usaha ekonomis, produktif, sehingga dapat
mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya.
Itu tidak pernah kita laksanakan, jadi binjut itu juga secara khusus
kita membimbing pemantapan mereka dalam buka usaha atau tidak,
jadi secara khusus kita laksanakan bukan sekedar melihat tapi juga
kasih motivasi, kita pemantapkan mereka untuk kerja.
32


8. Evaluasi
Untuk memastikan apakah proses pelayanan dan rehabilitasi sosial
gelandangan pengemis berlangsung sesuai rencana yang telah ditetapkan wajib
dilakukan evaluasi terhadap setiap tahapan proses yang dilalui dan kemudian
diambil kesimpulan apakah secara keseluruhan proses telah berjalan baik dan
dapat dilakukan pengakhiran rehabilitasi.
Tahapan Evaluasi ini biasanya biasanya diadakan pertemuan dengan
semua seksi yaitu membicaran secara bersama-sama di akhir kegiatan
rehabilitasi. Misalanya kekurangan apa yang masih kurang, pelayanan
apa yang masih kurang selama 6 bulan, Supaya kedepan lebih baik
lagi. Nah kemaren diadakan penyusunan program itu evaluasi yang
mengkoordinir seksi PAS (program Advokasi Sosial) semacam rapat
semua seksi membicarakan mengevaluasi hasil kerja kita di tahun 2010
selama satu tahun di evaluasi apa sih kekurangannya,apa sih maslah

31
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
32
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
84



yang timbul tahun kemarin, apa sih yang yang dirasakan kerangnya
tahun kemarin di bicarakan dalam rapat kemarin, nah kalo ada
kekurang kita tambah, kita perbaiki untuk tahun yang akan datang.
Yang di hasilkan dari evaluasi ini adalah adanya peningkatan, ada
perbaikan, jadi yang masih kurang-kurang di perbaiki. Saya kasih
contoh misalnya ada beberapa klien yang malas-malasan yang dia
harus ikut bimbingan mental, bimbingan agama malah tidur di kelas,
nah disitu pembimbingan harus melaporkan dalam evaluasi kita cari
solusinya dalam masalah seperti itu agar kedepan tidak ada lagi yang
seperti itu. Inilah fungsinya diadakannya evaluasi.
33


9. Terminasi (Pengakhiran)
Pengakhiran pelayanan dilaksanakan untuk memastikan hasil evaluasi umum
terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan mampu
menjadi warga negara masyarakat yang bertanggung jawab. Dalam hal ini
dipersiapkan klien dalam proses pengakhiran berjalan secara wajar, dimana
pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat
mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus
berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal bahwa proses
pelayanan klien sudah berakhir.
Terminasi biasanya diakhiri dengan penutupan, diakhir kegiatan itu
biasanya diadakan semacam rekreasi, katakana beberapa minggu
sebelum penutupan biasanya diadakan rekreasi untuk penyegaran, kan
selama ini mereka mengikuti kegiatan mereka cape, suntuk, bosen
didalam panti, akhirnya diadakan rekreasi biasanya yang sudah-sudah
ke dufan, ke taman mini itu di biayai oleh PSBK. Kemudian terminasi
juga ada uapcara penutupan, dalam upacara itu juga ada pemberian
sertifika, kalau dia jurusan montir motor dia di berikan sertifikat itu
diserahkan pada saat upacara penutupan, dalam uparacara itu juga
ada penilaian WBS yang terbaik kemudian biasanya di kasih hadiah
sama kepala panti supaya mereka semangat setelah keluar dari
panti.
34





33
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
34
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
85



B. Analisa Hasil Temuan
Skripsi ini ditulis untuk menjelaskan secara deskriptif analitis terkait dengan
temuan lapangan. Analisa tersebut menggunakan kecendrungan subjektif yang
tidak terlepas diri secara terbuka dari nilai-nilai objektifitas. Perangkat analisa
yang digunakan selain pengamatan dan penelitian, juga menggunakan refrensi
untuk memperkuat dan melegitimasi secara akademis-ilmiah hasil tinjauan.
Selanjutnya akan di jelaskan deskriptif analitis terkait dengan hasil temuan di
lapangan. Fokus analisanya terletak pada metode pembinaan mental yang di
laksanakan panti sosial bina karya pangudi luhur Bekasi.

Analisa hasil temuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisa Pendekatan awal
Pendekatan awal adalah teknik awal yang dilakukan oleh panti sosial bina
karya untuk mendapatkan WBS (warga binaan sosial) untuk mengikuti program-
program rehabitasi yang ada di dalam panti. Selain itu upaya memperoleh
gambaran potensialitas sumber-sumber rehabilitasi, pasar usaha dan kerja.
Sasaran yang yang dituju oleh PSBK adalah gelandangan dan pengemis, hal
ini karena banyak permasalahan yang di timbulkan olehnya. Masalah sosial yang
tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang
berada di daerah perkoaan adalah masalah gelandangan dan pengemis.
Permasalah sosial gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi
dari berbagai permasalahan seperti halnya kemiskinan, pendidikan rendah,
86



minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan
dan lain sebagainya.
35

Dalam pencarian calon WBS ada dua teknis yang di gunakan panti sosial
bina karya, pertama, terjun langsung kelapangan ketempat-tempat kumus,
emperan toko-toko dan biasanya dilakukan pada malam hari.
36

kita terjun kesana biasanya malam hari. Ketempat mangkalnya
gepeng itu. Biasanya diemper-emper toko dan diemper-emper
jalanan
37


Kemudian yang kedua, PSBK memperoleh informasi dari dinas-dinas sosial
pemerintah daerah setempat yang terkait dan telah berkerja sama dalam
pengadaan calon WBS, dengan cara mengirimkan surat dari PSBK ke dinas-dinas
sosial kemudian biasanya dari dinas sosial siap mengirimkan gepeng yang dirazia
di wilayah tersebut.
38

Dalam tahap pendekatan awal ini PSBK yang dilakukan yaitu dengan
oriantasi dan kosultasi, identifikasi, motivasi dan seleksi.
Orientasi dan kosultasi kegiatan pengenalan program kepada pemerintah
daerah dan dinas-dinas sosial yang terkait dengan PSBK untuk mendapatkan
pengesahan/pengakuan, dukungan/bantuan dan peran serta dalam pelaksanaan
program, hal tersebut jika melalui pemda dan dinas-dinas sosial dan instasi-
intansi. Selanjutnya pihak PSBK terjun langsung ke lapangan, mereka disana
memberikan pengenalan langsung kepada calon warga binaan sosial (WBS)
tentang panti sosial bina karya dan mengajak untuk mengikuti rehabilitasi dipanti

35
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 7.
36
Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
37
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
38
Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
87



tersebut, kemudian pihak PSBK melakukan identifikasi atau pendataan secara
rinci tentang diri gepeng.
39
seperti yang dikatakan Bpk. Susanto (Sie Program dan
Advokasi Sosial) hasil wawancara pribadi.
Identifikasi adalah pendataan, maksudnya calon-calon klien yang
nanti akan masuk kedalam panti. Di data tentang data klien, nama,
alamat, umur, pekerjaan itu identifikasi. Biasanya kita lakukan di
tempat lokasi orientasi.
40


Pada saat pendekatan awal juga melakukan motivasi, disini dilakukan
motivasi dengan pengenalan program rehabilitasi selama dipanti, menumbuhkan
keingin yang kuat terhadap gepeng dalam hal ini calon warga binaan untuk
bersedia mengikut rehabilitasi dengan mengikuti prosedur-prosedur yang ada.
Kemudian setelah di motivasi gepeng yang bersedia mengikuti rehabilitasi di
seleksi, di PSBK ini memiliki kriteria atau persyaratan untuk menjadi warga
binaannya.
Ada syarat dan ketentuan dalam seleksi, Syarat dan ketentuan klien
adalah sehat jasmani dan rohani. Artinya tidak cacat atau dalam
keadaan normal. Kita membina mereka untuk merubah taraf hidup,
pola pikir mereka. Bagaimana hidup secara layak dan secara
manusiawi. Kemudian dilihat secara usia, panti memilih usia produktif
dan mau mengikuti peraturan yang ada di PSBK.
41


Dalam pendekatan awal PSBK harus menyadari peranan secara objektif
kepada calon warga binaan sosial (WBS) agar mengetahui secara menyeluruh
potensi-potensi yang dimiliki para calon WBS, sebagaimana halnya dalam
menentukan warga binaannya kecendrungan terhadap masalah-masalah yang
timbul dapat diatasi dengan baik.

39
Ibid.
40
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
41
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
88



Pendekatan yang harus dilakukan oleh PSBK harus yang bersifat pendekatan
holistik, yang tidak hanya terpaku pada pelaku gepeng itu sendiri tetapi berusaha
menjakau seluruh sub sistem yang mempengaruhi munculnya urbanisasi dan
perilaku menggepeng. Serta termaksud seluruh sumberdaya manusia yang ada.
Sumberdaya manusia yang ada di pedesaan diusahakan untuk dikembangkan
sebagai subjek pembangunan yang mampu memanfaatkan peluang yang ada serta
mengembangkan potensi yang dimiliki dengan memperhatikan kendala yang
dihadapi.
42

2. Analisa Penerimaan
Tahap penerimaan dilakukan setelah pendekatan awal, setelah panti sosial
bina karya mendapatkan calon warga binaan melalui pendekatan awal kemudian
warga binaan yang akan melakukan rehabilitasi didatangkan ke panti sosial bina
karya pangudi luhur Bekasi dengan cara ada yang di jemput dengan kendaraan
dinas ada juga yang datang sendiri. Setelah mereka sampai di lokasi mereka di
harus melakukan registrasi ulang yang disebut kegiatan registrasi administrasi
pencatat dalam buku induk penerimaan rehabilitasi (setiap penerima rehabilitasi
rehabilitasi 1 klien agar di beri NIP/NIK) dan mengkompilasikan berbagai
formulir isian untuk mendapatkan penerimaan rehabilitasi definitif lengkap
dengan segala informasi/biodatanya.
43

Registrasi dilakukan apabila calon WBS menunjukan keinginan menjalani
proses rehabitasi sosial yang ada dipanti, registrasi secara langsung dilakukan oleh
pekerja sosial sendiri yang mempunyai buku register, seperti yang dikatakan Bpk.
Susanto (Sie Program dan Advokasi) hasil wawancara pribadi.

42
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-
Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 12.
43
Observasi pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
89



Registrasi secara langsung memang ditangani oleh pekerja sosial
sendiri. Kita punya buku register dan di awal mereka dikasih blangko
seleksi awal tadi kemudian kita data kita identifikasi
44


Registrasi sendiri merupakan proses pengesahan calon warga binaan sosial
(WBS) menjadi WBS resmi di panti sosial bina karya bekasi. Pada proses ini
WBS mendapatkan nomor registrasi dan satu berkas file rahasia perkembangan.
Setelah PSBK melakukan registrasi dalam tahap penerimaan kemudian
melakukan kegiatan penempatan dalam program rehabilitasi sosial, kegiatan ini
adalah pengelompokan bakat dan minat para penerima pelayanan dan rehabilitasi
sosial (WBS) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program
keterampilan kerja praktis yang sudah di programkan (sesuai dengan inventarisasi
pasaran/kerja) untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti
bimbingan kerja tersebut. Sesuai dengan peranannya panti sosial bina karya
memberikan pelayanan dan rehabitasi sosial terrhadap warga binaanya, Secara
etimologi panti sosial berarti rumah, tempat (kediaman) yang diberlakukan untuk
kemasyarakatan. Secara konseptual dapat dikemukakan bahwa panti sosial adalah
suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab untuk memberikan
pelayanan sosial.
45

3. Analisa Pengungkapan dan pemahaman masalah (Assesment)
Dari hasil penelitian, Pengungkapan dan pemahaman masalah (Assesment)
adalah upaya untuk menelusuri, menggali data penerima rehabilitasi (klien),
faktor-faktor penyebab masalahnya tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya
dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah

44
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Program dan Advokasi Sosial) Bpk. Susanto,
Bekasi senin, 25 April 2011.
45
Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti
Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003.
90



untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima
rehabilitasi (klien). Seperti di ketahui bahwa banyak permasalah yang dialami
oleh WBS dalam hal ini adalah gelandangan dan pengemis, permasalah yang
mencangkup secara keseluruhan yang dapat mengakitbatkan permasalah sosial
terhadap masyarakat.
Permasalah secara umum yang dialami seperti halnya, Masalah kemiskinan,
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
minimal dan jangkauan pelayanan umum sehingga tidak dapat mngemabngkan
kehidupan pribadi mauupun keluarga seacra layak. Masalah Pendidikan, Pada
umumnya tingkat pendidikan gelandangan pengemis relatif rendah sehingga
menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Masalah keterampilan
kerja, Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan
yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja. Masalah sosial budaya, Ada beberapa
faktor sosial budaya yang mempengaruhi seseorang menjadi gelandangan dan
pengemis. Rendahnya harga diri, Rendahnya harga diri pada sekelompok orang,
mengakibatkan tidak adanya rasa malu untuk meminta-minta. Sikap pasrah pada
nasib, Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai
gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk
melakukan perubahan. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang, Ada
kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan pengemis yang hidup
menggelandang,karena mereka merasa tidak terikat oleh peraturan dan norma-
norma yang kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis adalah salah
satu mata pencahaian. Masalah Kesehatan, Dari segi kesehatan, gelandangan dan
pengemis termasuk kategori warga Negara dengan tingkat kesehatan fisik yang
91



rendah akibatnya rendahnya gizi makanan dan terbatasnya akses pelayanan
kesehatan.
46

Selain permasalahan diatas ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh
permasalahan gelandangan dan pengemis antara lain :
a. Masalah Lingkungan, Gelandangan dan Pengemis pada ummumnya tidak
memiliki tempat tinggal tetap, tnggal diwilayah yang sebenarnya dilarang
dijadikan tempat tinggal, seperti : taman-taman, bawah jembatan dan pinggiran
kali. Oleh karena itu kehadiran mereka dikota-kota besar sangat mengganggu
ketertiban umum, ketenangan masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota.
b. Masalah Kependudukan, Gelandangan dan pengemis yang hidupnya
berkeliaran dijalan-jalan dan tempat umum, kebanyak tidak memiliki kartu
identitas (KTP/KK) yang tercatat dikelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian
besar mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan pernikahan yang sah.
c. Masalah keamanan dan ketertiban, Maraknya gelandangan dan pengemis
disuatu wilayah dapat menimbulkan kerawaan sosial, serta mengurangi keamanan
dan ketertiban didaerah tersebut.
Penanggulangan gepeng akan mampu mewujudkan stabilitas nasional,
khususnya stabilitas dalam bidang kenyamanan dan keamanan sehingga
diperlukan suatu studi yang mampu menggambarkan secara utuh. Gambaran

46
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 7.
92



gejala gepeng ini dipakai untuk menentukan kebijakan, strategi dan langkah-
langkah penanggulangan gepeng.
47

Hal diatas tentu saja menjadi pusat perhatian panti sosial bina karya untuk
mengungkapkan dan memahaminya, sesuai dangan peranannya panti sosial harus
mampu menjadi wadah dalam pemecahan permasalah sosial tersebut.
Dalam pengungkapan dan pemahaman masalah yang ada pada WBS
dilakukan dengan cara memahami kebutuhan dan potensi WBS sebagai dasar
penyusunan rencana intervensi serta mengadakan kajian terhadap berbagai
informasi yang diperoleh pada saat pendekatan awal untuk mengungkap itu
semua. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Laila Kurniati Akbariah (koordinator
peksos) hasil wawancara pribadi.
Ada juga dalam assessment ini seperti bedah kasus atau disebut juga
case conference, jadi bagaimana WBS yang ada masalah atau kasus
yang pembimbingnya tidak mampu menyelesaikan sendiri, jadi kita
angkat dalam case conference dengan mengundang psikolog,
pembimbing agama atau bintal dan juga dokter, di dalam case
conference itu bisa di kasih masukan-masukan atau saran-saran apa
saja yang berkaitan dengan masalah yang dialami WBS tersebut.
48


Dalam pengungkapan permasalahan yang ada di dalam panti, PSBK telah
memiliki program yang di namakan case conference yang arti mengkaji/
membedah kasus yang terjadi di dalam panti apabila ketika pembimbing pondok
tidak sanggup menyelesaikan sendiri. Dalam kegiatan case conference
menghadirkan beberapa pakar yang menguasai bidangnya seperti dokter,
psikolog, bintal dan termaksud pembimbing pondoknya. Hal itu untuk

47
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-
Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 2.
48
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
93



mengungkapkan dan memahami permasalahan yang ada pada diri WBS
kepentingan untuk dimasa yang akan datang.
Secara menyeluru permasalahan yang ada pada gepeng tidaklah hal mudah
untuk diungkap dan dipahami, semua ini adalah tugas pokok pemerintah dan
masyarakat, terutama panti sosial bina karya yang secara etomologi menjadi
wadah dalam permasalah tersebut. Oleh karena itu PSBK harus memiliki prinsip
dalam penanganan gelandangan dan pengemis sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip Umum, Pengharapan terhadap harkat dan martabat manusia,
dimana gelandangan dan pengemis diterima dan dihargai sebagai pribadi yang
utuh dalam kehidupan masyarakat (bersosialisasi kembali kemasyarakat).
Pengakuan terhadap hak gelandangan dan pengemis dalam menentukan nasipnya
sendiri melalui pemberian kesempatan turut dalam merencanakan
kehidupan/pekerjaan yang dipilih sesuai dengan kemampuannya. Pemberian
kesempatan yang sama bagi gelandangan dan pengemis dalam mengembangkan
diri dan berperan serta dalam berbagai aktifitas kehidupan, tanpa membedakan
suku, agama, ras atau golongan. Penumbuhan tanggung jawab sosialyang melekat
pada setiap gelandangan dan pengemis yang dilayani.
49

2. Prinsip-prinsip Khusus, Prinsip penerimaan gelandangan dan pengemis secara
apa adanya. Prinsip tidak menghakimi (non judgemental) gelandangan dan
pengemis. Prinsip Individualisasi, dimana setiap gelandangan dan pengemis tidak
disamaratakan begitu saja, tetapi harus dipahami secara khusus sesuai dengan
keunikan pribadi dan masalah mereka masing-masing. Prinsip kerahasiaan,

49
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, Hal 9-10.
94



dimana setiap informasi yang diperoleh dari gelandangan dan pengemis dapat
dijaga kerahasiaannya sebaik mungkin, terkecuali digunakan untuk kepentingan
pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis itu sendiri. Prinsip
partisipasi, dimana gelandangan beserta orang-orang terdekat dengan dirinya di
ikut sertakan dan dapat berperan optimal dalam upaya pelayanan dan
rehabiltasinya kembali kemasyarakat. Prinsip komunikasi, dimana kualitas dan
intensitas komunikasi antara gelandangan dan pengemis dengan keluarga dan
lingkungan sosialnya dapat ditingkatkan seoptimal mungkin sehingga berdampak
positif terhadap upaya rehabilitasi gelandangan dan pengemis. Prinsip kesadaran
diri, dimana para pelaksana pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis secara sadar wajib menjaga kualitas hubungan profesionalnya dengan
gelandangan dan pengemis, sehingga tidak jatuh dalam hubungan emosional yang
menyulitkan dan menghambat keberhasilan pelayanan.
50

Dalam pelaksaannya PSBK memandang bahwasannya warga binaanya
memiliki potensi, baik di lihat kemampuan dan keinginan yang kuat untuk dapat
merubah dirinya, hal ini menjadi sumber kekuatan yang harus sepenuhnya digali
dan disalurkan sehingga secara signifikan belum menjadi energi untuk mengatasi
masalah yang mereka alami.
4. Analisa Pembinaan Mental
Seseorang mengalami gangguan jiwa atau mental yang tidak sehat banyak di
sebabkan karena beberapa faktor, Kemiskinan adalah salah satu faktor yang
menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa dan mental yang tidak sehat.

50
Ibid, h. 10.
95



Agar seseorang dapat memaksimalkan potensi dalam dirinya perlu di
butuhkan pikiran dan jiwa yang sehat. Disini faktor psikologis sangat berpengaruh
dalam berkembangnya seseorang, sehingga ia tidak eksis dalam masalah-masalah
sosial dan aktifitas hidup mencari materi dengan segala keindahan dan daya
tariknya. Sikap mental menunjukan kualitas moral seseorang dalam kehidupan
sehai-hari. Mengelolah, melatih serta mengembangkan kemampuan seseorang
tidaklah sangat mudah, Zakiah Daradjat mengemukan bahwa mental sering di
gunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa
mental adalah semua unsur-unsur jiwa termaksud pikiran, emosi, sikap (attitude)
dan perasaan dalam keseluruhan dan kebutuhanya akan menentukan corak tingkah
laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan,
mengembirakan dan sebagainya,
51

Gelandangan dan Pengemis adalah dampak dari kemiskinan yang dapat
mempengaruhi penyimpangan-penyimpangan perilaku seseorang dari tuntunan
dan bimbingan, merupakan suatu indikasi yang sangat prinsip adanya gangguan
psikologis dan tidak sehatnya mental. Akibat mental dan jiwa yang sakit itu akan
memiliki dampak yang sangat membahayakan bagi individu dan lingkungan
masyarakat, bangsa, Negara dan Agama. Oleh karena itu hal ini juga hendak
menjadi perhatian dalam penyelanggaraan rehabilitasi terhadap gelandangan dan
pengemis di Panti Sosial Bina Karya Bekasi.
Sebagaimana teori diatas kegiatan pembinaan mental dipanti sosial bina karya
merupakan kegiatan yang wajib di ikuti oleh para warga binaan sosial (WBS)
yang ada di panti.

51
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1990), Cet. Ke-4,h. 38-39.
96



Pembinaan mental di PSBK wajib di ikuti oleh setiap WBS baik laki-
laki maupun perempuan, baik orang dewasa maupun anak-anak semua
wajib mengikuti pembinaan mental terutama yang beragama islam.
Sementara yang beragama non muslim ada tersendiri sudah disiapkan
Pembina yang beragama non muslim juga.
52


Dalam pelaksanaan pembinaan mental di PSBK, adalah salah satu program
yang mengedepankan WBS secara patisipatif dalam proses pelaksanaannya.
Artinya PSBK harus memandang bahwasannya WBS memiliki banyak potensi.
Rendahnya tingkat pendidikan yang disandang oleh WBS tidak banyak
berpengaruh terhadap pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Kegiatan pembinaan mental diberikan kepada WBS agar mereka mempunyai
kekuatan (powerless) untuk mampu memberdayakan dirinya (self empowerment)
sehingga dapat hidup secara layak di masyarakat disertai pengetahuan dan
keterampilan dalam bingkai nilai-nilai religiusitas.
Dalam kegiatan ini telah disedikan seorang penyuluh yang sekaligus
merupakan pegawai dibagian rehabilitasi sosial yang berkompeten dalam
bidangnya, yaitu Bpk. Endin Khoirudin yang melaksakan pembinaan mental
tersebut.
Bapak Endin Khoirudin dalam hal berperanan sebagai fasilitator harus
mampu menjembatani warga binaannya dalam mengembangkan potensi yang di
milikinya, baik potensi secara personal, potensi interpersonal maupun potensi
sosial. Potensi personal dan potensi interpersonal akan tergambar dalam kegiatan
penyampaian materi tentang pembinaan mental sesama warga binaannya, adalah
sebagian dari upaya mengembangkan potensial dan strategi dalam proses
pemecahan masalah.

52
Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust.
Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011.
97



Pelaksanaan kegiatan pembinaan mental di sediakan dengan kegiatan
bimbingan/tuntunan untuk memahami diri sendiri, dan orang lain dengan belajar
keagamaan, cara berfikir positif dan keinginan untuk berprestasi serta mengubah
sikap normatif agar lebih baik.
Di bawah ini peneliti mendeskripsifkan metode kegiatan pembinaan mental
yang di laksanakan Panti Sosial Bina Karya Bekasi dengan model-modelnya:
1. Metode Pembinaan Mental
a. Ceramah keagamaan
Para WBS di kumpulkan di sebuah ruangan serba guna/aula kemudian
penyuluh memberikan materi berupa keagamaan, setelah memberikan cerah
keagamaan ada Tanya jawab dari WBS berkaitan dengan materi yang
disampaikannya. Ceramah keagamaan ini bertujuan untuk pemenuhan spiritual,
merubah sikap normatif/akhlak pada WBS.
53

Tujuan lain dari penyampaian materi ceramah keagamaan ini adalah:
1. Mempunyai pengetahuan tentang agama secara luas,
2. Mempunyai pengetahuan tentang hukum dan syariat dalam agama,
3. Mampu mempelajari dan membedakan antara yang halal dan haram,
4. Mampu bersikap lebih sabar dan tawakal,
5. WBS bisa merasakan kenikmatan beragama.

b. Pemberian Motivasi
Pemberian motivasi ini biasanya dilakukan pada saat setelah ceramah agama
disampaikan, jadi penyuluh setelah memberikan ceramah keagamaan sebelum

53
Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
98



penutup dengan doa ada pemberian motivasi, biasanya dilakukan dengan cara
permainan (games) dan diakhir permainan itu di jelaskan pelajaran apa/manfaat
yang bisa diambil dari permainan tersebut tentang kehidupan sehari-hari. Tetapi
pemberian motivasi ini tidak hanya pada saat dalam ceramah keagamaan saja, bisa
juga pada saat konseling kelompok atau konseling individu. Bisa juga pada saat
case conference (pembahasan masalah) dengan WBS yang bermasalah.
54

Tujuan dari pemberian motivasi ini adalah:
1. Mampu bertindak secara efisien,
2. Memiliki tujuan hidup yang jelas,
3. Mampu mengkonsep diri,
4. Mampu mengkoordinasikan antara segenap potensial dengan usaha-usahanya,
5. Memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian,
6. Memiliki batin yang tenang,
7. Posisi pribadinya seimbang dan baik,
8. Selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkunganya.

c. Menikahkan dan Mengkhitankan
Salah satu program yang ada PSBK adalah menikahkan dan mengkhitankan
WBS-nya yang belum menikah dan di khitan, dan program ini adalah sepenuhnya
dalam program Bintal (pembinaan mental) yang dilaksakan satu kali dalam 6
(enam) bulan/perangkatan yang bekerja sama dengan kantor urusan agama (KUA)
Bekasi timur.
55


54
Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
55
Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
99



Dari panti menawarkan kepada WBS yang ingin menikah dan khitan,
kemudian di data dan di beri surat pernyataan. Setelah itu semua diurus ke kantor
urusan agama.
56

Tujuan dari menikahkan adalah:
1. Menyelamatkan dari perzinahan,
2. Mampu memiliki tanggung jawab,
3. Mencegah penyakit, terutama HIV/AIDS,
4. Dapat memiliki keluarga yang sakinah, mawadah dan waramah.

d. Outbond dan Tafakur Alam
Dalam pembinaan mental juga ada kegiatan outbont atau bisa disebut
juga tafakur alam itu dilaksanakan diluar panti dengan kegiatan jalan-
jalan, disana kita adakan permainan, dan doa bersama...
57


Kegiatan outbond dan tafakur alam adalah kegiatan diluar panti yang
dilakukan guna membangun kerjasama antara WBS dan menambah kepercayaan
dan tanggung jawab. Sedangkan tafakur alam bertujuan untuk penyegaran
kembali para WBS setelah melakukan rutinitas rehabilitasi di PSBK.
58

Tujuan lain dari kegiatan outbond dan tafakur alam yaitu:
1. Untuk menghilangkan jenuh dan penyegaran setelah 6 (enam) bulan lamanya
rehabilitasi di dalam panti,
2. Menyenangkan hati WBS yang sebentar lagi akan keluar dari panti PSBK,
3. Menumbuhkan kebersamaan dan tanggung jawab,

56
Ibid.
57
Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bintal (Pembinaan Mental), Bpk Ust.
Endin Khoirudin, Bekasi Kamis, 28 April 2011.
58
Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
100



4. Lebih bersyukur atas nikmat Allah SWT dan mampu mengambil pelajaran
dari melihat alam ciptaan-Nya.
Di lihat dari keseluruhan metode penyampaiannya dan tujuannya metode
dalam pembinaan mental termaksud Model metode adalah normatif : model yang
menyediakan jawaban terbaik terhadap satu persoalan. Model ini memberi
rekomendasi tindakan-tindakan yang perlu diambil, dan model pelayanan metode
ini adalah termaksud model pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan
klien.
59


2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Mental
Pelaksaan pembinaan mental di panti sosial bina karya (PSBK) terdapat
faktor pendukung dan penghambat.
Faktor Pendukung
1. Tenaga pengajar yang kopenten di bidangnya, memiliki keahlian dan
ilmu/materi yang dapat di terapkan dalam pelaksanaan pembinaan mental
2. Sarana dan prasarana fasilitas yang ada di PSBK sangat mendukung untuk
berlangsungnya pembinaan mental, seperti gedung aula, sound system, papan
tulis, infokus dan laptop
3. Anggaran dana yang langsung di berikan sepenuhnya dari pemerintah pusat
yaitu Kemensos (kementrian sosial)
4. Dari WBS itu sendiri adanya rasa keinginan yang kuat untuk mau merubah
dirinya dan bertekad ingin lebih baik lagi setelah dari PSBK ini.

59
Abdul Wahid Chairul, Pengertian Model dan Jenis-jenisnya, di akses dari
http://www.damandiri.or.id/file/abdwahidchairulahunairbab2.pdf, pada tanggal 3 mei 2011.
101



5. Kerja sama dengan intasi pemerintah dalam hal ini adalah KUA (Kantor
Urusan Agama) Bekasi Timur.
Faktor Penghambat
1. Adanya kejenuhan dan malas-malasan dari WBS dalam mengikuti kegiatan
pembinaan mental
2. Keterbatasan dana yang di alokasikan untuk proses kegiatan pembinaan
mental masih sangat terbatas
3. Fasilitas yang masih belum begitu lengkap, dan gedung aula yang terkadang
berbenturan pelakasaan pembinaan mental dengan cek kesehatan yang
dilaksanakan di dalam gedung aula
4. WBS yang berbeda pendidikan dan pengalaman, hal ini juga menjadi faktor
penghambat dalam penyampaian materi yang akan di berikan oleh penyuluh
5. Waktu yang sangat terbatas, hanya dalam 6 (enam) bulan saja pembinaan
mental di laksanakan.
Pemanfaatan pendukung yang ada untuk mewujudkan perubahan sosial
adalah hal penting supaya kegiatan rehabilitasi sosial dan pembinaan mental tidak
hanya ideal pada tataran konsep, tetapi disertai dengan kinerja maksimal menuju
tercapainya tujuan ideal yaitu mengantarkan warga binaannya menjadi mapan dan
mampu mengembangkan potensi dalam dirinya agar merubah baik dari sisi
material dan spiritual dan tergolong pada kelompok masyarakat yang hidup layak
untuk kemudian hari mampu memberikan kontribusi kemajuan bangsa dan agama.
Namun dapat kita sadari mewujudkan idealisme tidak semudah yang kita
bayangkan, dalam prosesnya selalu terdapat kendala. Salah satu yang patut
mendapat perhatian lebih ialah dari individunya sendiri, terkadang adanya rasa
102



jenuhan dan malas-malasan dalam mengikuti rehabilitasi dan pembinaan mental,
belum lagi keterbatasan dana, sarana dan prasaran yang kurang memadai, tingkat
pendidikan yang berbeda dan waktu yang sangat terbatas. Untuk mengatasi itu
semua di perlukan komitmen yang kuat untuk bergerak dan memperbaiki hal
tersebut.
5. Analisa Resosialisasi
Resosialisasi merupakan proses persiapan kondisi jiwa dan mental warga
binaan sosial (WBS) yang akan segera kembali ke keluarga dan masyarakat.
Kegiatan ini meliputi:
1. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat Ialah kegiatan
bimbingan/tuntunan pendekatan untuk menumbuhkan kemauan keluarga,
masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi sosial.
2. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat Ialah serangkaian kegiatan bimbingan
yang diarahkan agar klien tersebut dapat melaksanakan seluruh kegiatanya
sesuai dengan norma yang berlaku dan menghindari kegiatan yang menjadi
larangan-larangan masyarakat.
3. Pemberian bantuan stimulans usaha produktif Ialah serangkaian kegiatan
pengadaan bantuan peralatan dan bahan untuk mempersiapkan klien dapat
melaksanakan praktek bermata pencaharian dan bantuan tersebut bersifat
merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih berkembang.
4. Bimbingan usaha/kerja Ialah kegiatan tuntutan praktek berusaha/bekerja untuk
dapat menciptakan lapangan kerja yang layak, serta praktek mengelola usaha,
menuju terciptanya kondisi usaha yang efektif dan efisien.
60


60
Observasi/temuan lapangan pada saat penelitian dari bulan Januari s/d Mei 2011.
103



Resosialisasi adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah
yaitu di satu pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh ke
dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat secara normatif, dan di satu pihak
lagi untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau
lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja/usaha klien agar mereka dapat
menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan
kegiatan kemasyarakatan.
Kegiatan ini merupakan salah satu komitmen untuk tercapainya tujuan PSBK
secara konsepsual yaitu Terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan
penghidupan sosial bagi gelandangan dan pengemis yang meliputi pulihnya
kembali rasa harga diri, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial, serta mau dan
mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
61

Kegiatan ini sangat membantu sekali para WBS memantapkan dirinya untuk
terjun di masyarakat dan membekali diri dalam usaha/kerja. Pada dasarnya
gelandangan dan pengemis juga merupakan warga Negara yang memiliki hak
untuk hidup layak hanya saja banyak kekurang yang dimiliki dan kurangnya
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.
6. Analisa Penyaluran
Penyaluran adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk
mengembalikan penerima pelayanan kedalam kehidupan dan penghidupan di
masyarakat secara normatif baik dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal

61
Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi, Dalam Tujuan Panti.
104



maupun kejalur-jalur lapangan kerja/usaha mandiri (wirausaha) dengan
bertransmigrasi.
Setelah warga binaan sosial (WBS) mengikuti rehabilitasi di PSBK mereka di
salurkan, ada yang di salurkan ke daerahnya masing-masing untuk mereka buka
usaha dan mengembangkan keterampilanya yang di dapat selama rehabilitasi agar
mereka hidup layak di tataran masyarakat, ada juga yang di salurkan ke lembaga-
lembaga dan perusahaan-perusahaan yang di minta untuk kerja disana. Seperti di
katakana oleh Bpk. Pujiyanto (Kasie Rehabilitasi Sosial) hasil wawancara pribadi.
Penyaluran biasanya WBS itu kita kembalikan kedaerahnya masing-
masing untuk buka usaha, ada juga yang trnsmigrsi bekerja sama
dengan Dinaskertrans, dan juga ada juga lembaga-lembaga atau
perusahaan yang mita untuk bekerja di sana. Jadi kalau
lembaga/perusahan itu butuh pegawai misalnya bengkel atau salon,
kita siapin WBS yang benar-benar kompeten dibidangnya.
62


Proses ini bermaksud agar para warga binaan dapat mempunyai penghasilan
dan mencegah kembali menjadi gelandangan dan pengemis. Mampu
mengembangkan keterampilan yang dia dapat selama rehabilitasi di PBSK.
Hal ini juga salah satu bagian dari kebijakan dan strategi penanggulangan
gepeng. Strategi penanggulangan gepeng yang dikembangkan adalah dengan
memanfaatkan peluang yang ada, serta mengembangkan potensi yang dimiliki dan
sedapat mungkin mengurangi kendala-kendala yang ada, yang semuanya
diharapkan menyentuh kebutuhan material maupun spiritual. Peluang
penanggulangan telah tampak secara nyata, baik di daerah asal (pedesaan)

62
Wawancara pribadi dengan Kasie Rehsos (Rehabilitasi Sosial) Drs. Pujiyanto, Bekasi
Senin 25 April 2011.
105



maupun di daerah penerima (perkotaan). Dominasi pendapatan dari perternakan
merupakan peluang nyata di daerah asal gepeng.
63

Potensi utama penanggulangan gepeng antara lain dengan adanya sikap
menolak dari masyarakat umumnya didaerah asal gepeng terhadap periku
menggepeng. Serta adanya pola pikir yang rasional masyarakat untuk menghadapi
lingkungan fisik yang sangat kritis, tampaknya masyarakat memiliki etos kerja
yang tinggi sehingga potensi inilah yang perlu dikembangan menjadi kekuatan
nyata.
64

7. Analisa Bimbingan Lanjut
Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan
masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan
kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang layak.
Bimbingan lanjut dilakukan secara berkala di tunjukan kepada wbs agar tidak
mengulangi kehidupan menggelandang dan mengemisnya, dalam hal ini biasanya
PSBK melakukan Bimbingan yang diantaranya adalah (1) bimbingan peningkatan
kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam pembangunan, ialah kegiatan
bimbingan usaha bimbingan/tuntunan untuk lebih memantapkan kemampuan
penyesuain diri dalam tata hidup bermasyarakat dan keikutsertan mereka dalam
proses pembangunan sesuai dengan kemampuanya, (2) Bantuan pengembangan
usaha/bimbingan peningkatan keterampilan, ialah serangkaian kegiatan yang
diarahkan kepada penerima pelayanan dalam bentuk pemberian bantuan ulang
balik berupa peralatan dan bahan permodalan maupun pemantapan keterampilan,
sehingga jenis usaha/kerjanya lebih berkembang, (3) Bimbingan pemantapan

63
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-
Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem, Hal 12.
64
Ibid, h. 12.
106



kemandirian/peningkatan usaha/kerja, ialah serangkaian kegiatan bimbingan yang
diarahkan kepada penerima pelayanan guna dapat meningkatkan usaha ekonomis,
produktif, sehingga dapat mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya.
Bimbingan lanjut dilakukan biasanya setelah 3 sampai 4 bulan setelah WBS
keluar dari panti. seperti yang dikatakan Ibu Laila kurniati Akbariah (Koord.
Peksos) hasil wawancara pribadi.
Bimbingan lanjut biasa di lakukan setelah 3 atau 4 bulan setelah
mereka keluar dari panti, kita adakan bimbingan lanjut tapi tidak
semua WBS yang pernah mengikuti rehabilitasi disini kita binjut.
Disesuaikan dengan dana yang di sediakan terus dipilih kira-kira WBS
yang memang harus kita binjut, terutama WBS yang sering member
kabar dia buka usaha nah kita binjut kita melihat sampai sejauh mana.
Jadi setelah mereka keluar tidak kita lepas begitu saja.
65


Jadi bimbingan lanjut tidak semua warga binaan sosial yang pernah
mengikuti rehabilitasi di PSBK yang bisa di bimbing lanjut. Yang menjadi faktor
penghambat pelaksaan proses ini adalah biasanya alamat WBS yang pertama
diberikan belum tentu dia kembali ke alamat tersebut, karena mereka
menggelandangan dan mengemis tidak menetap di satu tempat jadi kemungkinan
beralih tempat lain, kemudian kalau kembali ke daerah asal dia pulang kampung
dan lokasinya sulit untuk dicari, faktor dana juga berpengaruh karena dana yang di
berikan untuk bimbingan lanjut sedikit. Selanjutnya dari pihak WBS sendiri
mereka menghubungi dan meminta di datangi untuk membuka usaha modal yang
diperlukan.
8. Analisa Evaluasi
Evaluasi dilakukan oleh PSBK selama 6 bulan sekali, yaitu setelah proses
rehabilitasi selesai. Hal ini di laksanakan oleh pihak PSBK untuk memastikan

65
Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos Ibu Laila Kurniati Akbariah , Bekasi
Kamis, 28 April 2011.
107



apakah proses pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan pengemis
berlangsung sesuai rencana yang telah ditetapkan wajib dilakukan evaluasi
terhadap setiap tahapan proses yang dilalui dan kemudian diambil kesimpulan
apakah secara keseluruhan proses telah berjalan baik dan dapat dilakukan
pengakhiran rehabilitasi.
Evaluasi kegiatan awal kegiatan yang dilakukan oleh pihak PSBK dalam
menilai terhadap kesiapan program/kegiatan rehabilitasi sosial terhadap
gelandangan dan pengemis dilaksanakan pada awal kegiatan.
Dengan mengacu pada pedomana pelayanan dan rehabilitasi yang ber basis
panti evaluasi terdiri dari evaluasi normati dan evaluasi summatif. Evaluasi
Normatif merupakan penilaian terhadap hasil-hasil yang telah dicapai selama
proses kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap gelandangan dan
pengemis pada awal kegiatan dilaksanakan. Waktu pelaksanaan secara rutin
(perbulan, semester dan tahunan) sesuai dengan kebutuhan informasi hasil
penelitian. Evaluasi summatif yaitu penilaian hasil-hasil yang telah dicapai secara
keseluruhan dari awal proses program/kegiatan. Waktu pelaksanaan
kegitan/proses sesuai dengan jangka waktu program dilaksanakan, untuk program
yang berakhir enam bulan, maka evaluasi summatif dilaksanakan menjelang akhir
ke-6. Untuk evaluasi yang menilai dampak program/kegiatan dapat dilaksanakan
setelah program/kegiatan berakhir dan diperhitungkan dampaknya sudah terlihat
nyata atau belum.
66




66
Depsos RI, Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi Berbasis Panti, (Jakarta:Depsos RI,
2006).
108



9. Terminasi (pengakhiran)
Terminasi adalah Pengakhiran/pemutusan rehabilitasi dilaksanakan untuk
memastikan hasil evaluasi umum terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi
sosialnya secara wajar dan mampu menjadi warga negara masyarakat yang
bertanggung jawab. Dalam hal ini dipersiapkan klien dalam proses pengakhiran
berjalan secara wajar, dimana pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik
psikologis yang dapat mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi
penanganan kasus berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan
formal bahwa proses pelayanan klien sudah berakhir.
Dalam kegitan ini biasanya di akhiri dengan penutupan yaitu dengan
mengadakan upacara untuk semua warga binaan sosial (WBS) dan ketika upacara
ada penyerahan sertifika yang di berikan oleh PSBK kepada warga binaannya dan
ada juga penilaian WBS yang terbaik selama mengikuti kegiatan di PSBK, Hal ini
untuk memotivasi kepada mereka setelah keluar dari panti sosial bina karya
tersebut.
109

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, sebagaimana telah di
uraikan dalam pembahasan pada bab sebelumnya, maka peneliti mencoba
menyimpulkan rehabilitasi sosial berbasis panti yang ada di Panti Sosial Bina
Karya Pangudi Luhur Bekasi mengenai metode pembinaan mental. Peneliti
mencoba untuk menguraikan kesimpulan metode pembinaan mental di Panti
Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi sebagai berikut:
1. Metode Pembinaan Mental
Di bawah ini adalah metode kegiatan pembinaan mental yang di laksanakan
Panti Sosial Bina Karya, Bekasi:
a. Ceramah keagamaan
Para WBS di kumpulkan di sebuah ruangan serba guna/aula kemudian
penyuluh memberikan materi berupa keagamaan, setelah memberikan cerah
keagamaan ada Tanya jawab dari WBS berkaitan dengan materi yang
disampaikannya. Ceramah keagamaan ini bertujuan untuk pemenuhan spiritual,
merubah sikap normatif/akhlak pada WBS.
b. Pemberian Motivasi
Pemberian motivasi ini biasanya dilakukan pada saat setelah ceramah agama
disampaikan, jadi penyuluh setelah memberikan ceramah keagamaan sebelum
penutup dengan doa ada pemberian motivasi, biasanya dilakukan dengan cara
permainan (games) dan diakhir permainan itu di jelaskan pelajaran apa/manfaat
110



yang bisa diambil dari permainan tersebut tentang kehidupan sehari-hari. Tetapi
pemberian motivasi ini tidak hanya pada saat dalam ceramah keagamaan saja, bisa
juga pada saat konseling kelompok atau konseling individu. Bisa juga pada saat
case conference (pembahasan masalah) dengan WBS yang bermasalah.
b. Menikahkan dan Mengkhitankan
Salah satu program yang ada PSBK adalah menikahkan dan mengkhitankan
WBS-nya yang belum menikah dan di khitan, dan program ini adalah sepenuhnya
dalam program Bintal (pembinaan mental) yang dilaksakan satu kali dalam 6
(enam) bulan/perangkatan yang bekerja sama dengan kantor urusan agama (KUA)
Bekasi timur.
Dari panti menawarkan kepada WBS yang ingin menikah dan khitan,
kemudian di data dan di beri surat pernyataan. Setelah itu semua diurus ke kantor
urusan agama.
c. Outbond dan Tafakur Alam
Kegiatan outbond dan tafakur alam adalah kegiatan diluar panti yang
dilakukan guna membangun kerjasama antara WBS dan menambah kepercayaan
dan tanggung jawab. Sedangkan tafakur alam bertujuan untuk penyegaran
kembali para WBS setelah melakukan rutinitas rehabilitasi di PSBK.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat
a. Faktor Pendukung
1. Tenaga pengajar yang kopenten di bidangnya, memiliki keahlian dan
ilmu/materi yang dapat di terapkan dalam pelaksanaan pembinaan mental
111



2. Sarana dan prasarana fasilitas yang ada di PSBK sangat mendukung untuk
berlangsungnya pembinaan mental, seperti gedung aula, sound system, papan
tulis, infokus dan laptop
3. Anggaran dana yang langsung di berikan sepenuhnya dari pemerintah pusat
yaitu Kemensos (kementrian sosial)
4. Dari WBS itu sendiri adanya rasa keinginan yang kuat untuk mau merubah
dirinya dan bertekad ingin lebih baik lagi setelah dari PSBK ini.
5. Kerja sama dengan intasi pemerintah dalam hal ini adalah KUA (Kantor
Urusan Agama) Bekasi Timur.
b. Faktor Penghambat
1. Adanya kejenuhan dan malas-malasan dari WBS dalam mengikuti kegiatan
pembinaan mental.
2. Keterbatasan dana yang di alokasikan untuk proses kegiatan pembinaan
mental masih sangat terbatas
3. Fasilitas yang masih belum begitu lengkap, dan gedung aula yang terkadang
berbenturan pelakasaan pembinaan mental dengan cek kesehatan yang
dilaksanakan di dalam gedung aula
4. WBS yang berbeda pendidikan dan pengalaman, hal ini juga menjadi faktor
penghambat dalam penyampaian materi yang akan di berikan oleh penyuluh
5. Waktu yang sangat terbatas, hanya dalam 6 (enam) bulan saja pembinaan
mental di laksanakan.
2. Saran
Tanpa mengurangi rasa hormat atas kerja keras yang dilakukan pihak panti
dan dengan disertai keterbatasan seoarang peneliti sebagai manusia biasa yang
112



meliki keterbatasan dan tak luput dari kesalah yang baru belajar tentang
pengetahuan pembinaan mental, di bawah ini akan di catat beberapa rekomendasi
yang barang kali mampu memberikan masukan bagi panti untuk kinerja dan
ektifitas kegiatan pemberdayaan di kemudian hari.
1. Memperbaiki kinerja kerja para pegawai panti dalam segala hal misalnya
kedisiplinan, etos kerja, sikap, tingkah laku, kepribadian dan lain sebagainya.
Serta meningkatkan potensi kopetensi pegawai sesuai bidang yang di
gelutinya.
2. Membangun kembali mitra kerja di beberapa wilayah yang belum tersentuh,
agar jangkauan penelusuran terhadap gepeng semakin luas dalam upaya
menanggulangi masalah kesejahteraan sosial serta menumbuhkembangkan
masyarakat yang berpotensi dan memiliki etos semangat kerja yang tinggi.
3. Menambahkan Sarana dan prasarana lebih lengkap lagi, dan mudah untuk
dipergunakan untuk kepentingan rehabilitasi yang di sediakan di panti.
4. Menciptakan akses dan menambah kerja sama dengan perusahaan-
perusahaan supaya dalam penyaluran wbs jelas dan dapat mudah di pantau
oleh pihak panti.
5. Perlunya kemampuan berkomunikasi dari pegawai dan pekerja sosial
terhadap wbs supaya ada kedekatan sehingga mudah mengetahui masalah-
masalah yang paling intim yang dihadapi wbsnya.
6. Lebih memperhatikan wbs yang berkopeten di bidangnya dan memberikan
bantuan agar bisa mengembakan kemampuan dan kemandiriannya, sehingga
mereka tidak kembali lagi menjadi gelandangan dan pengemis.

113



DAFTAR PUSTAKA

Departemen Sosial R.I, Standard Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Gelandangan dan Pengemis. (2007).
Departemen Sosial RI. Masalah Sosial Di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Sosial Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial. Jakarta 2005.
Kementrian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Penanggulangan Kemiskinan dan
Pengurangan Pengangguran. Diambil pada tanggal 21 Oktober 2009 dari
http:/www.indonesiaontime.com.
Saptono Iqbali, dalam Studi Kasus Gelandangan-Pengemis di Kecamatan Kubu Kabupaten
Karang Asem, Depertemen Sosial R.I (1992).
Isbandi Rukminto Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial (FISIP UI, 2003).
Kartini Kartono, Patologi Sosial ( Cet. VI; Jakarta: CV. Rajawali, 1999).
DR. bustanuddin Agus. Pengembangan ilmu-ilmu social. Gema Insani Press. Jakarta 1999.
Abdul Wahid Chairul, Pengertian Model dan Jenis-jenisnya, di akses dari
http://www.damandiri.or.id/file/abdwahidchairulahunairbab2.pdf, pada tanggal 3 mei
2011.

Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1994).

Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Agama, Pembinaan Rohani Pada Dharma Wanita,
Penerbit DEPAG, 1984.
Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian BP-4, Membina Keluarga
Bahagia dan Sejahtera, (Jakarta: BP-4, 1994)
HM. Arifin, pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1985), Cet. Ke-4.
Ahmad, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Semarang: Toha Putra, 1997).
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembang Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke-1, Edisi Tiga.
114



JP. Chapin, (penerjemah: Kartini Kartono), Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT. Raja
Grafino, 2004), Cet. Ke-9.
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang,
1990), Cet. Ke-4.
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis.
Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial
di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003.
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1998).
H. M. Djunady Ghony, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: prosedur, Teknik dan teori
Grounded (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997) cet ke 1.
Poerwandari, E. Kristi, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, Edisi
ketiga (Jakarta, LPSP 3 UI, 2005).
Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : ALFABETA, 2005.
Brosur PSBK. Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi.
Pedoman Penulisan Skripsi (Hamid Nasuhi, Ismatu Ropi, Oman Fathurahman, M.
Syairozi Dimyati, Netty Hartati, Syopiansyah Jaya Putra, CeQDA UIN Jakarta, 2006).
Pedoman Wawancara
Warga Binaan Sosial PSBK

Nama : Agung Krisyanto
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Status : duda
Pendidikan Terakhir : Sekolah Dasar (SD)
Keahlian yang dimiki : Supir
Keterampilan yang di inginkan : Tukang Kayu

1. Kenapa Anda bisa masuk di Panti Sosial Bina Karya ini?
Ya, daripada hidup di jalan, arah tidak tentu, kita mencari pekerjaan susah,
lebih baik hidup dipanti ini kan ada yang mengatur, ada yang didik, trus
disamping itu kita diberikan keterampilan, pulang dari sini kita punya
keahlian, siapa tahu setelah keluar dari sini kita bisa mandiri.

2. Dari mana mengetahui Panti Sosial Bina Karya ini?
Sebenarnya saya tidak tahu, ada teman saya yang namanya Sutrisna
memberitahu, kebetulan ketemu di semarang, saya di ajak dari semarang ke
sini.

3. Gambaran seperti apa yang anda ketahui tentang Panti Sosial Bina Karya ini?
Wah, orang tua aja belum tentu seperti ini, disini sudah enak, makan dikasih,
tempat tinggal walaupun sementara dikasih, segala macam dikasih, mulai
dari sendok, piring, alat-alat dapur, dan tempat tidur pun dikasih. Yah,
pokoknya enaklah.

4. Pelayanan/keterampilan apa saja yang anda ketahui di Panti Sosial Bina Karya
ini?
Banyak disini sebenarnya keterampilan, seperti elektro, sablo, tat arias,
tukang kayu, bengkel motor, bengkel mobil, pertanian, yah banyak mas disini
mah.

5. Jenis pelayana/keterampilan apa saja yang anda dapatkan?
Tukang kayu itulah, emang dari dulu kita pegangannya seprti itu. Jadi udah
biasa gitu.



6. Apa yang anda rasakan selama di Panti Sosial Bina Karya ini?
Senanglah, kita istilahnya hidup dijalan begitu, kita disini dikasih
keterampilan, sudah ada yang ngatur lagi, sudah ada pembinanya lagi.ya,
kita mengikuti aturan disini lah.

7. Apakah anda mengetahui tentang pembinaan mental/spiritual?
Ada, kalo mental spiritual itu yang mengajarnya pak Endin,

8. Materi apa yang anda dapatkan dari pembinaan mental/spiritual?
Ya, masalah keagamaan, sebentar lagi disini ada pernikahan masal.

9. Adakah perbedaan yang anda rasakan pelayanan pembinaan mental dengan
bimbingan yang lainya?
Perbedaannya ya ada mas,

10. Apakah anda mengetahi bagaimana proses dalam penyelanggaraan pembinaan
mental?
Ya, kita hidup dijalanan begitu, ya ibarat motor yang sudah berantakan,
kemudian dimasukan ke bengkel, diperbaiki kembali, bisa jadi bagus lagi,

11. Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut pembinaan mental tersebut?
Motivasi saya supaya lebih baik lagi ke depan.

12. Bagaimana sikap keluarga Anda ketika mengetahui bahwa Anda ada di dalam
panti?
Belum, jadi Keluarga saya belum tahu kalo saya berada di panti.

13. Bagaimana sosialisasi Anda dengan teman-teman di panti?
Ya kebetulan kan saya ketua RT disini, ya kita itu bermacam-macam variasi,
saya tidak membeda-bedakan dengan teman-teman lainnya. Saya itu disini
sama, kita kan disini tidak dibayar, tapi kita disini untuk belajar, belajar dan
belajar. Bagaimana ketika di kampung, kalo dikampung kita tidak mengerti,
sedangkan disini kita selalu diberikan kesempatan untuk terus belajar.

14. Pengalaman apakah yang Anda dapatkan selama tinggal di Panti?
Pengalaman yang ada di panti, contoh, bapak ini awalanya saya tidak kenal
bapak ini, sekarang saya jadi kenal, bahkan mungkin bisa lebih akrab lagi
dari saudara kita, ada yang dari padang, medan, Sulawesi dll. Kita
berkumpul disini menjadi satu. Ternyata dulunya disini tidak kenal, dan
sekarang menjadi kenal.

15. Apakah rencana Anda setelah keluar dari Panti ini?
Yaitu, saya mengambil petukangan, jadi ya mudah-mudahan setelah saya
keluar dari panti ini menjadi tukang kayu. Menjadi lebih baik lagi.




Pedoman Wawancara
Warga Binaan Sosial PSBK

Nama : Yadi
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Duda
Pendidikan Terakhir : Sekolah Dasar (SD)
Keahlian yang dimiki : Bangunan
Keterampilan yang di inginkan : Montir Motor

1. Kenapa Anda bisa masuk di Panti Sosial Bina Karya ini?
Ya, terutama karena kehidupan diluar saya merasa banyak kurang, seperti
factor ekonomi, dan juga disini juga banyak menambah ilmu pengetahuan.

2. Dari mana mengetahui Panti Sosial Bina Karya ini?
Ya sebenarnya dari dulu saya sudah mengetahui panti sosial dimanapun,
setahu saya adalah tempat menampung anak-anak jalanan, walaupun baru
kali ini saya merasakan, secara wawasan saya sudah membaca dan
menyaksikan di TV.

3. Gambaran seperti apa yang anda ketahui tentang Panti Sosial Bina Karya ini?
Ya kalau menurut saya sih, pada dasarnya untuk mensejahterakan orang-
orang yang tidak mampu, memberikan bimbingan bagi orang yang tidak
memiliki keahlian, dan saya juga tahu ini adalah salah satu program
pemerintah untuk mengurangi kemiskinan.

4. Pelayanan/keterampilan apa saja yang anda ketahui di Panti Sosial Bina Karya
ini?
Ya, kalau saya kan baru pertama masuk, ya mungkin saya baru mengambil
montir motor.

5. Jenis pelayana/keterampilan apa saja yang anda dapatkan?
Montir motor.

6. Apa yang anda rasakan selama di Panti Sosial Bina Karya ini?
Kalau dari segi pelayanan, baguslah, tinggal bagaimana kita mengikuti
aturan saja, kalau menurut saya sudah sesuai, dan kalau untuk lainnya saya
tidak tahu.

7. Apakah anda mengetahui tentang pembinaan mental/spiritual?
Yah, itupun disini ada aja. Yaitu untuk mendidik jiwa kita, yang awalnya kita
tidak mengetahui apapun, setelah kita disini saya bisa merasakan sendiri lah.
8. Materi apa yang anda dapatkan dari pembinaan mental/spiritual?
Yah, termasuk itu tadi, bimbingan masalah kedisiplinan, agama dan
bagaimana kita bisa menjalani hidup ini secara normal yah, seperti yang lain
orang bisa kenapa kita masa tidak bisa.

9. Adakah perbedaan yang anda rasakan pelayanan pembinaan mental dengan
bimbingan yang lainya?
Ya masalah perbedaan itu, menurut saya sih seandainya kita ketika mengikuti
bimbingan agama, ya harus kita ikuti, dan setelah itu kita jalani.

10. Apakah anda mengetahi bagaimana proses dalam penyelanggaraan pembinaan
mental?
Proses bimbingan mental disini saya mengetahui dan saya rasakan betul,
sebelum kita mendapatkan bimbingan disini kita merasa takut, bimbang,
namun setelah kita disini perlahan lahan kita bisa.

11. Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut pembinaan mental tersebut?
Yah kalau motivasi saya, untuk mendidik diri saya supaya lebih baik dari
yang dulu-dulu. Dulu saya tidak mengenal agama, kedisiplinan, yah dari sini
kita ingin mendapatkan perubahan diri dan sekarang menjadi mengenal
semuanya.

12. Bagaimana sikap keluarga Anda ketika mengetahui bahwa Anda ada di dalam
panti?
Yah kalau dengan anak-anak biasa saja, sedangkan dengan mantan istri
selama ini belum tahu.

13. Bagaimana sosialisasi Anda dengan teman-teman di panti?
Alhamdulillah bisa menyesuaikan diri.

14. Pengalaman apakah yang Anda dapatkan selama tinggal di Panti?
Pengalaman suka duka yah sebetulnya standar ajalah yah namanya kita
hidup. Bagaimana kita mengenal betul hidup dengan masyarat, dan kita juga
harus bisa menyesuaikan diri.

15. Apakah rencana Anda setelah keluar dari Panti ini?
Yah mengembangkan apa yang kita dapat dari sini. Ya tujuannya kan setelah
kita mendapatkan disini, kita bisa mengembangkan pribadi untuk kepentingan
pribadi, masyarakat dan umumnya untuk bangsa.






Pedoman Wawancara
Warga Binaan Sosial PSBK

Nama : Ganedi
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Duda
Pendidikan Terakhir : SMP
Keahlian yang dimiki : Supir
Keterampilan yang di inginkan : Montir Motor

1. Kenapa Anda bisa masuk di Panti Sosial Bina Karya ini?
Ya pengen coba-coba aja. Kan disini ada keterampilannya.

2. Dari mana mengetahui Panti Sosial Bina Karya ini?
Dari temen-temen aja.

3. Gambaran seperti apa yang anda ketahui tentang Panti Sosial Bina Karya ini?
Ya baguslah, kita dapet pendidikan, pengalaman.

4. Pelayanan/keterampilan apa saja yang anda ketahui di Panti Sosial Bina Karya
ini?
Montir, olah pangan, tata rias, mengolah tahu tempe, perkayuan.

5. Jenis pelayanan/keterampilan apa saja yang anda dapatkan?
Montir motor.

6. Apa yang anda rasakan selama di Panti Sosial Bina Karya ini?
Senang, bisa dapat pengalaman, pendidikan, keterampilan, ya namanya juga
kita disini banyak temen, jadi bisa bertukar pengalaman.

7. Apakah anda mengetahui tentang pembinaan mental/spiritual?
Tau, Itu untuk memperbaiki mental kita,supaya nanti kita bisa lebih sabar,
bisa mandiri dan ga gampang terkecohlah.

8. Materi apa yang anda dapatkan dari pembinaan mental/spiritual?
Banyak ya, agama, kedisiplinan, permainan gitu.

9. Adakah perbedaan yang anda rasakan pelayanan pembinaan mental dengan
bimbingan yang lainya?
Ada, itu masing pembimbing mas, kalo pembimbingnya memberikan materi ya
jelas berbeda, kalo pembinaan mental itu kan biasanya keagamaan.

10. Apakah anda mengetahi bagaimana proses dalam penyelanggaraan pembinaan
mental?
Ya kit amah ikut aja, kalo prose situ kan udah dari sananya. Jadi kita ikut aja,
yang penting kita turut sama peraturannya.

11. Apa yang menjadi motivasi anda untuk ikut pembinaan mental tersebut?
Merubah diri supaya lebih baik lagi mas,saya kan hidup ga mau begini-begini
aja, ya mung kalo ikut disini bisa lebih baik lagi gitu mas.

12. Bagaimana sikap keluarga Anda ketika mengetahui bahwa Anda ada di dalam
panti?
Ga tau mas, keluarga saya ga tau saya ada disini. Mereka taunya saya kerja
aja.

13. Bagaimana sosialisasi Anda dengan teman-teman di panti?
Kalo sama teman-teman disini kita mudah, cepet akrab gitu, jadi ga ada yan
beda-bedain.

14. Pengalaman apakah yang Anda dapatkan selama tinggal di Panti?
Banyak mas,dapat keterampilan, dapat pengalaman yang kita di luar sana ga
bisa dapetin. Jadi banyak pengalaman yang di dapat disini.

15. Apakah rencana Anda setelah keluar dari Panti ini?
Maunya sih usaha, kalo bisa cari-cari kerja, kan disini kita udah di ajari
banyak hal, jadi nanti pas udah kluar kita pengennya bisa hidup normal kaya
kenbanyakan orang.

You might also like