You are on page 1of 24

PERCOBAAN 2

ANTIDIABETES

1. Tujuan Percobaan
Membuktikan efek hipoglikemia suatu bahan obat.
Agar mahasiswa mengerti mekanisme kerja obat penurun kadar glukosa
darah.
Agar mahasiswa dapat memahami gejala-gejala dan dasar farmakologi
efek toksik obat penurun kadar glukosa darah.

2. Tinjauan Pustaka
Diabetes merupakan penyakit yang dapat menggangu metabolisme glukosa
dimana glukosa yang seharusnya menjadi bermanfaat dan merupakan sumber
energi, berubah menjadi musuh dalam tubuh yang mengganggu sistem kestabilan
organ.
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya
gangguan pada metabolime glukosa, disebabkan kerusakan proses pengaturan
sekresi insulin dari sel-sel beta. Insulin, yang diahasilkan oleh kelenjar pankreas
sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. Kadar glukosa
darah normal pada waktu puasa antara 60-120 mg/dl, dan dua jam sesudah makan
dibawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kualitas
maupun kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu, dan kadar glukosa
darah cenderung naik (hiperglikemia) (Kee dan Hayes,1996; Tjokroprawiro,
1998).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia dan glukosuria yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang diakibatkan kurangnya insulin
yang diproduksi oleh sel pulau Langerhans kelenjar Pankreas baik absolut
maupun relatif (Herman, 1993; Adam, 2000; Sukandar, 2008). Kelainan
metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidrat. Oleh
karena itu, diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan kadar glukosa dalam
plasma darah (Herman, 1993; Adam, 2000).
Diabetes melitus merupakan salah satu jenis penyakit yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari rendahnya
sekresi insulin, gangguan efek insulin, atau keduanya. Diabetes mellitus bukan
merupakan patogen melainkan secara etiologi adalah kerusakan atau gangguan
metabolisme. Gejala umum diabetes adalah hiperglikemia, poliuria, polidipsia,
kekurangan berat badan, pandangan mata kabur, dan kekurangan insulin sampai
pada infeksi. Hiperglikemia akut dapat menyebabkan sindrom hiperosmolar dan
kekurangan insulin dan ketoasidosis. Hiperglikemia kronik menyebabkan
kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan metabolisme sel, jaringan dan
organ. Komplikasi jangka panjang diabetes adalah macroangiopathy,
microangiopathy, neuropathy, katarak, diabetes kaki dan diabetes jantung
(Reinauer et al, 2002).
Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lainnya
tidak selalu sama. Gejala yang disebutkan dibawah ini adalah gejala yang
umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala
lain. Ada pula penderita diabetes melitus yang tidak menunjukkan gejala apa pun
sampai pada saat tertentu (Tjoktoprawiro, 1998).
1. Pada permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi tiga P yaitu :
a. Polifagia (meningkatnya nafsu makan, banyak makan)
b. Polidipsia (meningkatnya rasa haus, banyak minum)
c. Poliuria (meningkatnya keluaran urin, banyak kencing)

Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
meningkat, bertambah gemuk, mungkin sampai terjadi kegemukan. Pada
keadaan ini jumlah insulin masih dapat mengimbangi kadar glukosa dalam
darah (Kee dan Hayes,1996; Tjokroprawiro, 1998).
2. Bila keadaan diatas tidak segera diobati, kemudian akan timbul gejala
yang disebabkan oleh kurangnya insulin, yaitu :
a. Banyak minum
b. Banyak kencing
c. Berat badan menurun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam
waktu 2-4 minggu)
d. Mudah lelah
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual jika kadar glukosa
darah melebihi 500 mg/dl, bahkan penderita akan jatuh koma (tidak
sadarkan diri) dan disebut koma diabetik.

Koma diabetik adalah koma pada penderita diabetes melitus akibat kada
glukosa darah terlalu tinggi, biasanya 600 mg/dl atau lebih. Dalam praktik gejala
dan penurunan berat badan inilah yang paling sering menjadi keluha utama
penderita untuk berobat ke dokter (Tjokroprawiro, 1998).
Kadang-kadang penderita diabetes melitus tidak menunjukkan gejala akut
(mendadak), tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala setelah beberapa
bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit diabetes melitus. Gejala ini dikenal
dengan gejala kronik atau menahun (Katzung, 2002).
Gejala kronik yang sering timbul pada penderita diabetes adalah seperti
yang disebut dibawah ini :
Kesemutan
Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum
Rasa tebal pada kulit telapak kaki, sehingga kalau berjalan seperti diatas
bantal atau kasur
Kram
Capai, pegal-pegal
Mudah mengantuk
Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita
Gigi mudah goyah dan mudah lepas
Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan
Para ibu hamil sering mengalami gangguan atau kematian janin dalam
kandungan, atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 3,5 kg.
(Tjokroprawiro, 1998).

WHO telah mendefenisikan 3 jenis diabetes:
Diabetes Tipe 1
Biasanya tediagnosa sejak usia kanak-kanak.is usually diagnosed in
childhood. Tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau bahkan sama
sekali tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan hidup penderita
harus mendapat suntikan insulin setiap harinya. Tanpa pengaturan harian, kondisi
darurat dapat terjadi.
Pada penderita diabetes tipe 1, terjadi suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Meskipun kadar gula di dalam darah tinggi tetapi
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, sehingga sel-sel
ini mengambil energi dari sumber yang lain.
Sumber untuk energi dapat berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan
menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa
menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih
yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).
Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah.
Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan,
ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu
hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe 1 bisa
mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin
atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.

Diabetes Tipe 2
Lebih umum ditemui daripada type 1 dan mencapai 90% atau lebih dari
seluruh kasus diabetes. Biasanya terjadi di usia dewasa. Pada tipe-2 ini, pankreas
tidak cukup membuat insulin untuk menjaga level gula darah tetap normal,
seringkasili disebabkan tubuh tidak merespin dengan baik terhadap insulin
tersebut.
Kebanyakan orang tidak menyadari telah menderita dibetes tipe-2,
walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius. Diabetess type 2 sudha
menjadi umum dialami didunia maupun di Indonesia, dan angkanya terus
bertambah akibat gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan dan malas berolahraga.
Penderita diabetes tipe 2 bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama
beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala
yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis.
Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL,
biasanya terjadi akibat infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan
suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.


Gestational diabetes
Adalah kondisi gula darah yang tinggi yang terjadi pada masa kehamilan,
terjadi pada orang yang tidak menderita diabetes. Umumnya akan kembali normal
setelah masa kehamilan.
Diabetes Melitus menempati urutan ke-4 dalam ranking pembunuh manusia.
Kongres Federasi Diabetes International tahun 2003 menyebutkan bahwa sekitar
194 Juta orang di dunia menderita penyakit ini. Di Indonesia sendiri tercatat 2,5
juta orang dan diperkirakan akan terus bertambah.

Gambar perbedaan diabetes tipe 1 dan 2

Banyak faktor resiko diabetes, termasuk diantaranya :
1) Ayah atau Ibu, saudara laki-laki atau perempuan yang menderita diabetes
(faktor keturunan).
2) Kegemukan.
3) Usia diatas 45 tahun.
4) Gestational diabetes atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg.
5) Tekanan darah tinggi.
6) Angka Triglycerid (salah satu jenis molekuk lemak) yang tinggi.
7) Level kolesterol yang tinggi.
8) Gaya hidup modern yang cenderung banyak mengkonsumsi makanan instan.
9) Perokok.
10) Stress

Asosiasi Diabetesi Amerika (ADA) merekomendasikan untuk melakukan
pengecekan terhadap diabetes minmal setiap tiga tahun sekali bagi orang dewas.
Untuk yang beresiko tinggi dianjurkan untuk lebih sering lagi.

Gejala
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa
akan dikeluarkan melalui air kemih.
Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan
air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam
jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, maka penderita merasakan haus yang
berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita
seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya
ketahanan tubuh selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang gula
darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Diabetes tipe 1 :
Rasa haus yang sering
Sering buang air kecil
Berat badan yang terus turun, namun selera makan terus tinggi
Kelelahan
Mual
Muntah
Diabetes tipe 2 :
Cepat merasa lapar dan haus
Sering buang air kecil terutama pada malam hari
Gampang lelah, sering merasa mengantuk.
Penglihatan kabur
Sering kesemutan terutama pada kaki dan tangan
Kehilangan berat badan dengan cepat tanpa usaha apapun
Gatal-gatal pada kelamin luar
Gairah seksual menurun dan cenderung impotensi
Jika terkena infeksi, sembuhnya lama.

Pre diabetes
Pre Diabetes adalah suatu keadaan dimana gula darah lebih tinggi daripada
normal tapi belum cukup tinggi untuk dimasukkan dalam kategori Diabetes.
Mereka yang termasuk dalam kategori Pre Diabetes, beresiko tinggi untuk
menderita Diabetes tipe 2 di kemudian hari, kecuali mereka melakukan pola hidup
sehat dengan menurunkan berat badan yang berlebih dan aktif berolahraga.
Seseorang dimasukkan dalam kategori Pre Diabetes bila gula darah puasa
berkisar antara 100-125 mg/dl. Gula darah 2 jam setelah pemberian larutan
glukosa 75 gram (pada tes toleransi glukosa oral) berkisar antara 140-199 mg/dl.

Ada beberapa cara untuk mengukur kadar gula darah (glocose meter) :
1) Tes gula darah sewaktu
Tes ini mengukur glukosa dalam darah yang diambil kapan saja, tanpa
memperhatikan waktu makan. Kadar normal pemeriksaan glukosa sewaktu
adalah antara 45-135 mg/dL. Akan tetapi pada usia lanjut kadar glukosa
dapat meningkat sampai 180 mg/dL. Untuk 2 jam setelah makan kadarnya
< 140 mg/dL. Pemeriksaan kadar gula puasa dan kadar gula 2 jam setelah
makan dapat dipakai sebagai uji saring diabetes mellitus.
2) Tes gula darah puasa
Tes ini menggunakan contoh darah yang diambil saat kita tidak makan
atau minum apapun (kecuali air putih) selama sedikitnya 8 jam. Pada
pemeriksaan kadar gula puasa kadarnya < 126 mg/dL.
3) Tes toleransi glukosa
Tes ini dimulai dengan tes gula darah puasa, kemudian kita diberikan
minuman yang manis yang mengandung gula dengan ukuran tertentu.

Kadar gula darah lalu diukur dengan menggunakan beberapa contoh darah
yang diambil pada jangka waktu yang tertentu. Di Indonesia, yang lebih sering
dilakukan adalah tes gula darah setelah makan. Juga dimulai dengan tes gula
darah puasa, kemudian kita diminta untuk makan seperti biasa, dan darah kita
akan diperiksa lagi dua jam kemudian. Jika gula darah kita terlalu tinggi, kita
mungkin diabetes. Terapi untuk diabetes meliputi mengurangi berat badan,
mengatur pola makanan, dan olahraga. Bisa juga termasuk obat atau suntikan
insulin (Guyton, 1997).
Menurut Villee (1999), bahwa sekresi insulin dan glukagon dikontrol oleh
kadar glukosa dalam darah. Jika kadar glukosa dalam darah naik (umpama setelah
makan), maka sekresi insulin terangsang dan bekerja untuk mengembalikan kadar
glukosa dalam keadaan normal.
Dalam otot rangka insulin akan meningkatkan pemasokan glukosa ke dalam
sel otot yang juga menstimulasi sintesis glikogen. Dengan demikian simpanan
glikogen dalam sel otot meningkat. Penyerapan asam amino ke dalam hati, otot
dan jaringa adipose juga meningkat setelah makan sebagai respon adanya insulin.


3. Alat dan Bahan
a) Alat
Alat suntuk
Jarum oral
Timbangan hewan
Gunting
Glukosa meter

b) Bahan
Glukosa 2 mg/kgBB
Insulin 100 ui/kgBB
Tissu

4. Prosedur Kerja
1) Timbang hewan percobaan (mencit).
2) Hitung dosis VAO untuk glukosa dan insulin.
3) Ukur kadar glukosa darah mencit pada keadaan sebelum diberi
glukosan dan obat (insulin).
4) Berikan larutan insulin 100 ui/kgBB secara i.m sesuai VAO mencit dan
tunggu hingga 5 menit.
5) Setelah 5 menit, berikan larutan glukosa secara oral. Tunggu selama 15
menit
6) Darah mencit diambil sebanyak 1 tetes dengan cara memotong uekor
mencit 1 cm ke ujung, lalu dipijit sampai darah keluar yang langsung
diteteskan ke strip pengukur glukosa darah.
7) Ukur kada glukosa darah mencit setelah 15 menit pertama kemudian
dilanjutkan pengukuran pada menit ke 30.
8) Amati gejala-gejala yang tearmati dari aktivitas-aktivitas seperti :
penurunan aktivitas, pernapasan, konvulsi hingga akhirnya mati.












5. Hasil dan Pembahasan
Perhitungan :
Perhitungan dosis insulin :
Dosis : 100 ui/kgBB
Konsentrasi : 5 ui/ml
BB : 30 g (0,03 kg)

VAO =
() ()
()

=



= 0,6 ml

Perhitungan dosis glukosa :

Dosis : 2 mg/kgBB
Konsentrasi : 0,2 mg/ml
BB : 30 g (0,021 kg)

VAO =
() ()
()

=



= 0,3 ml







a. Hasil
Tabel hasil pengamatan :



Glukosa awal 15 menit 30 menit
In : 0,08 ml
Gl : 0,16 ml
In : 0,28 ml
Gl : 0,28 ml
In : 0,6 ml
Gl : 0,3 ml
Gb : 0,23 ml
Gl : 0,23 ml
Gb : 0,3 ml
Gl : 0,2 ml
Gb : 0,51 ml
Gl : 0,34 ml
NaCl : 0,31 ml
Gl : 0,31 ml
28 g
Insulin 100 ui/kgBB
Kadar glukosa darah
Kelompok Dosis BB VAO
1 Insulin 25 ui/kgBB 16 g 117 mg/dL 61 mg/dL
2
3
4
5
Insulin 50 ui/kgBB
Glibenclamid 1,5 mg/kgBB
Kontrol NaCl Fisiologis
6
30 g
23 g
20 g
34 g
31 g
Glibenclamid 1 mg/kgBB
Glibenclamid 1,5 mg/kgBB
158 mg/dL
117 mg/dL
131 mg/dL
153 mg/dL
109 mg/dL
131 mg/dL
133 mg/dL
58 mg/dL
52 mg/dL
177 mg/dL
183 mg/dL
177 mg/dL
137 mg/dL
47 mg/dL
44 mg/dL
52 mg/dL
97 mg/dL
153 mg/dL
153 mg/dL
0
20
40
60
80
100
120
140
Glukosa awal 15 30
K
a
d
a
r

g
l
u
k
o
s
a

d
a
r
a
h

Waktu (menit)
Grafik hubungan antara kadar glukosa
darah dan waktu
Series1

b. Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan mencoba memahami mengenal
mekanisme kerja dari obat penurun glukosa darah pada hewan percobaan
(mencit) yng dikondisikan terlebih dahulu.
Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak normal,
ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) yang terus-menerus
dan bervariasi terutama setelah makan.
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan antidiabetes ini adalah
menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Percobaan ini menggunkan mencit
sebagai perlakuan. Mencit kemudian ditimbang dan dilakukan perhitungan dosis
obat yang akan digunakan. Ukur kadar glukosa darah pada mencit sebelum diberi
obat dengan cara menggunting ujung ekor mencit kira-kira 0,1-0,2 cm lallu dipijit
sampai darah keluar yang langsung diteteskan ke strip pengukur glukosa darah.
Untuk mengukurnya digunakan alat glukometer, dengan alasan bahwa alat
glikometer merupakan alat yang otometik memudahkan dalam memperoleh hasil
glokosa darah, periksaan dengan menggunakan alat ini memerlukan waktu yang
reltif singkat, akurat, waktu tesnya minimal 30 detik. Adapun cara penggunaan
dari alat glukometer tersebut yaitu penyaiapan alat dan strip glukotest, masukka
strip glukotest kedalam bagian ujung glukometer, teteskan darah pada tempat
reagen strip glukotest, kemudian dibaca kadar gula yang tertera pada layar
glukometer, dimana mekanisme kerja dari alat glukometer yaitu dalam strip
terdapat enzim glukooksigenase yang mana jika sampel darah mengenai strip
maka akan langsung terbaca oleh glukometer.
Setelah itu, dilanjutkan dengan pemberian insulin kepada mencit secara
intramuskuluar sesuai dosis yang telah dihitung sebelumnya. Tunggu selama 5
menit setelah pemberian insulin. Setelah 5 menit pertama, dilanjutkan pemberian
glukosa pada mencit secara oral sesuai dosis. Ukur kadar glukosa darah mencit
setelah 15 menit pertama kemudian dilanjutkan pengukuran pada menit ke 30.
Pada praktikum ternyata didapatkan bahwa bila dibandingkan kontrol yang
hanya diberi glukosa saja kadar glukosa dalam darah 158 mg/dL pada menit ke 15
dan 137 mg/dL pada menit ke 30.
Dari kontrol dibandingkan dengan hewan uji yang lainnya. Untuk insulin
kadar glukosa darah menurun bila dosis diturunkan. Perbandingan hanya dilihat
dari kelompok 1 sampai 3.
Dengan hasil yang didapat terlihat mekanisme kerja dari obat hipoglikemia
yang membantu pendistribusian glukosa ke dalam sel sehingga kadar gula di
dalam darah tidak tertumpuk dan menjadi normal. Namun kadar glukosa darah
mencit pada saat praktikum sangat rendah yaitu mencapai 52 mg/dL. Bila level
gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal yang
disebut hipoglikemia. Gejala yang muncul dari hipoglikemia ini adalah penurun
aktivitas, pernapasan, konvulsi, bahkan bisa menyebabkan kematian.
Kadar gula di dalam darah berada pada level normal yakni kurang dari 100
mg/dL saat berpuasa dan kurang dari 140 mg/dL dua jam setelah makan atau
berada pada level yang lebih rendah dari nilai ambang batas normal adalah 80-120
mg/dL (pada kondisi puasa), 100-180 mg/dL (kondisi setelah makan), dan 100-
140 mg/dL (pada kondisi istirahat/tidur). Beragamnya kisaran gula darah normal
diatas terutama dipengaruhi oleh usia, genetik, dan perbedaan pola makanan.
Pada saat praktikum kita menggunakan Tes gula darah sewaktu. Tes ini
mengukur glukosa dalam darah yang diambil kapan saja, tanpa memperhatikan
waktu makan. Kadar normal pemeriksaan glukosa sewaktu adalah antara 45-135
mg/dL. Akan tetapi pada usia lanjut kadar glukosa dapat meningkat sampai 180
mg/dL. Untuk 2 jam setelah makan kadarnya < 140 mg/dL. Pemeriksaan kadar
gula puasa dan kadar gula 2 jam setelah makan dapat dipakai sebagai uji saring
diabetes mellitus.
Pada obat diabetes yang kedua menggunakan glibenclamid. Glibenclamid
merupakan obat antidiabetes golongan sulfonilurea generasi kedua. Golongan
obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi
insulin dari granul sel-sel yang menimbulkan depolarisasi membran dan
keadaan ini akan membuka kanal Ca maka Ca
+2
akan masuk ke sel , merangsang
granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin.
Dengan begitu akan membantu pendistribusian glukosa di dalam darah ke
sel-sel tubuh sehingga tidak tertahan di dalam darah. Potensinya glibenclamid 200
kali lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam. Metabolismenya di
hepar. Pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolitnya di eksresi melalui
urin, sisanya melalui empedu.
Berdasarkan hasil diatas ternyata dosis glibenclamid 1 mg/kgBB
memberikan penurunan yang lebih banyak dibandingkan dosis glibenclamid 1,5
mg/kgBB. Seharusnya dosis yang lebih tinggi memberikan penurunan yang lebih
tinggi dibandingkan dosis rendah. Hal ini mungkin disebabkan dalam penyuntikan
obat glibenclamid yang secara i.m. Penyuntikan secara i.m dilakukan pada paha
kaki kiri. Variasi dosis untuk pengobatan uga memberikan perbedaan hasil yang
didapatkan. Tapi karena glibenclamid masa paruhnya sekitar 4 jam sehingga
hasilnya masih perlu dipelajari kembali, mengingat pada praktikum hanya
dilakukan selama interval waktu 15 dan 30 menit.
Gula darah/glukosa dalam sistem metabolisme tubuh terutam berfungsi
sebagai penyedia energi untuk kinerja fungsi otak, sistem saraf pusat, dan sel-sel
tubuh. Meningkatnya jumlah penderita diabetes, terutam berkaitan dengan
perubahan konsumsi karbohidrat, dari pola konsumsi karbohidrat kompleks
(dalam bentuk kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan serealia) dan berlemak
rendah menjadi pola konsumsi yang cenderung berkadar (karbohidrat sederhana)
dan erlemak tinggi, serta rendah serat.
Produksi insulin tidak cukup mengakibatkan penyakit diabetes mellitus
(penyakit kencing manis). Penderita penyakit ini tidak mampu mengatasi
kelebihan glukosa dalam darah dengan mengubahnya menjadi glikogen dan
lemak. Glikogen dan lemak tubuh diubah menjadi glukosa, yang akan menaikkan
kadar gula darah. Disamping itu, glukagon juga mendorong peningkatan
konsentrasi gula darah karena itu kegiatannya merupakan kebalikan dari insulin.

Pelepasan insulin diregulasi oleh adanya glukosa, keberadaan asam amino
dan beberapa hormon gastrointestinal (glukagon, sekretin, gastrin, glucose-
dependent insulin-releasing peptide/GIP, dan cholecytokinin/CCK). Secara
molekuler prose pelepasan insulin dari sel beta pankreas diawali uptake glukosa
oleh sel beta pankreas yang dimediasi oleh glukosa transporter GLUT2.
Kemudian glukosa akan mengalami glikolisis dan citric acid cycle dengan
bantuan enzim glukokinase, sehingga melepaskan NADH dan FADH2 di dalam
mitokondria, yang akan mendonorkan elektronnya pada mitochondrial electrone-
transport chain.
Tahap selanjutnya akan terjadi pengeluaran proton oleh komplex I, III, dan
IV yang akan menyebabkan perubahan gradien elektrokimia pada sel beta
pankreas. Perubahan gradien yang terlalu tinggi akan memicu pemasukan kembali
proton ke dalam mitokondria melalui ATP sintetase dan uncoupling protein 2.
Jalur ATP sintetase akan menyebabkan diproduksinya ATP dengan adanya ADP
dan fosfat inorganik, sedangkan jalur uncoupling protein 2 akan menghasikan
pelepasan energi berupa panas. Peningkatan ATP dan ADP akan menghambat
ATP-sensitive K+ channel sehingga kanal akan tertutup dan terjadi penurunan
depolarisasi dari membran plasma. Depolarisasi membran mengakibatkan
terbukanya kanal Ca2+, sehingga terjadi transport Ca2+ dari luar sel ke dalam sel
(peningkatan kadar Ca2+ intraseluler). Pada akhirnya konsentrasi Ca2+ intrasel
yang tinggi akan memicu release insulin dari sel beta pankreas.
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa obat insulin memberikan
efek yang lebih cepat bila dibandingkan dengan obat golongan sulfonnilurea
(glibenclamid). Hal ini dapat dilihat dari penurunan kadar glukosa darah mencit
dari pengukuran yang telah dilakukan. Kadar glukosa mencit menurun dan
mendekati kadar glukosa normal yaitu 52 mg/dL. Dimana Kadar glukosa normal
45-135 mg/dL.



















6. Kesimpulan
Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak
normal, ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia)
yang terus-menerus dan bervariasi terutama setelah makan.
Kadar gula di dalam darah berada pada level normal yakni kurang dari
100 mg/dL saat berpuasa dan kurang dari 140 mg/dL dua jam setelah
makan atau berada pada level yang lebih rendah dari nilai ambang batas
normal adalah 80-120 mg/dL (pada kondisi puasa), 100-180 mg/dL
(kondisi setelah makan), dan 100-140 mg/dL (pada kondisi
istirahat/tidur).
Pada saat praktikum kita menggunakan Tes gula darah sewaktu. Tes
ini mengukur glukosa dalam darah yang diambil kapan saja, tanpa
memperhatikan waktu makan.
Percobaan ini digunakan alat glukometer, dimana mekanisme kerja dari
alat glukometer yaitu dalam strip terdapat enzim glukooksigenase yang
mana jika sampel darah mengenai strip maka akan langsung terbaca
oleh glukometer.
Mekanisme kerja obat glibenclamid kerjanya merangsang sekresi
insulin dari granul sel-sel yang menimbulkan depolarisasi membran
dan keadaan ini akan membuka kanal Ca maka Ca
+2
akan masuk ke sel
, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi
insulin.
Berdasarkan hasil diatas ternyata dosis glibenclamid 1 mg/kgBB
memberikan penurunan yang lebih banyak dibandingkan dosis
glibenclamid 1,5 mg/kgBB. sedangkan pada insullin dosis 100 ui/kgBB
memberikan penurunan kadar glukosa darah yang lebih tinggi
dibanding dosis 25 ui/kgBB dan 50 ui/kgBB.
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa obat insulin
memberikan efek yang lebih cepat bila dibandingkan dengan obat
golongan sulfonnilurea (glibenclamid).
Hal ini dapat dilihat dari penurunan kadar glukosa darah mencit dari
pengukuran yang telah dilakukan. Kadar glukosa mencit menurun dan
mendekati kadar glukosa normal yaitu 52 mg/dL. Dimana Kadar
glukosa normal 45-135 mg/dL.



















7. Jawaban pertanyaan
1) Jelaskan dengan ringkas mekanisme kerja insulin dalam menurunkan
kadar glukosa darah ?
Jawaban :
Tempat kerja insulin adalah pada permukaan luar membran sel,
beberapa penelitian mendapatkan bahwa adenilsiklase dihambat,
sedangkan enzim fosfodiesterase dirangsang. Sintesis glikogen dan
glikogenolisis tergantung dari rangkaian reaksi fostorilasi protein.
Siklik AMP mengaktivasi protein dengan akibat perangsangan
glikogenolisis dan hambatan glukoneogenesis. Insulin bekerja
sebaliknya yaitu ke arah sintesis glikogen. Insulin mendefosforilasi
enzim tertentu dengan akibat terjadinya penghambatan glikogenolisis
dan lipolisis. Insulin meningkatkan ambilan K+ ke dalam sel, efek
serupa terjadi pada Mg+ dan diduga ion tersebut bertindak sebagai
second messenger yang memperantarai kerja insulin.

2) Jelaskan dengan ringkas mekanisme kerja glibenclamid dalam
menurunkan kadar glukosa darah ?
Jawaban :
Glibenklamida adalah hipoglikemik oral derivat sulfonil urea yang
bekerja aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamida bekerja
dengan merangsang sekresi insulin dari pankreas. Oleh karena itu
glibenklamida hanya bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang
pankreasnya masih mampu memproduksi insulin. Pada penggunaan per
oral glibenklamida diabsorpsi sebagian secara cepat dan tersebar ke
seluruh cairan ekstrasel, sebagian besar terikat dengan protein plasma.
Pemberian glibenklamida dosis tunggal akan menurunkan kadar gula
darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam.
Glibenklamida diekskresikan bersama feses dan sebagai metabolit
bersama urin.

3) Jelaskan efek samping toksisitas obat penurun kadar glukosa darah
Jawaban :
Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan
frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan
susunan syaraf pusat. ;Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit
perut, dan hipersekresi asam lambung ;Gangguan susunan syaraf pusat
berupa sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain
sebagainya;Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia,
agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali
;Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu
ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia.
Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan
masa kerja panjang;Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan
berat badan












DAFTAR PUSTAKA

Herman, F. 1993. Penggunaan obat hipoglikemik oral pada penderita diabetes
melitus. Pharos Bulletin No.1.
Jones, D.B. and Gill, G.V. 1998. Insulin-Dependent Diabetes Mellitus : An
Overview . In J. Pickup and G. Williams (Eds): Textbook of Diabetes.
Vol.1. second Edition. Blackwell Science. United Kingdom.
Katzung, G. Bertram. 2002. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Buku 2. Penerbit
Salemba Medika. Jakarta.
Kee, J.L. dan Hayes E. R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.
Alih Bahasa : Dr. Peter Anugrah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Reinauer, H., P. D. Home, A. S. Kanagasabapathy, C. C. Heuck. 2002.
Laboratory Diagnosis and Monitoring of Diabetes Mellitus. World Health
Organization. Geneva.
Soegondo, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Farmakoterapi pada
pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2. Editor Aru W. Sudoyo et al.
Jilid ke-3. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

You might also like