SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU ( STIFAR ) YAYASAN UNIVERSITAS RIAU 2013 KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas karunia dan nikmat yang diberikannya sehingga makalah induksi kurkuminoid dalam kalus temulawak (curcuma xanthorrhiza, roxb) dengan penambahan prekursor dalam media kultur jaringan curcuminoidini dapat diselesaikan tepat pada waktunya . Ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing Ir.Fetmi Silvina yang telah memberikan petunjuk dan arahan dalam pengerjaan makalah ini,serta atas kerjasama dari teman-teman kelompok 3 dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, Kritik dan saran yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini sehingga dapat bermanfaat untuk kita semua .
a. Abstrack Tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb) mengandung metabolit sekunder kurkuminoid dalam jumlah sedikit dan tersimpan didalam rimpang. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan senyawa prekursor fenilalanin dan natrium asetat pembentuk kurkuminoid ke dalam media tanam MS Murashige-Skoog (MS) dengan teknik kultur jaringan menggunakan reaksi warna dan secara KLT untuk Analisa kualitatif Berdasarkan hasil percobaan disimpulkan bahwa, penambahan fenilalanin dengan konsentrasi 4 mg/l menghasilkan kadar kurkuminoid kalus temulawak yang paling baik yaitu kurkumin 0,8861% dan desmetoksikurkumin 0,3307%, sedangkan natrium asetat 2 mg/l paling baik untuk menginduksi pembentukan kurkuminoid kalus temulawak dengan kadar kurkumin 0,7514% dan desmetoksikurkumin 0,3898%. Kadar tersebut relatif tinggi jika dibandingkan dengan kadar kalus pada media tanpa prekursor maupun tunas asal.
b. Pendahuluan Tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb) merupakan salah satu tanaman yang mengandung kurkuminoid. Tanaman ini adalah tanaman asli Indonesia dan termasuk salah satu jenis temu-temuan yang paling banyak digunakan sebagai obat-obatan (Indrayanto, 1987),bahan pangan,pewarna,bahan baku industri (kosmetika), maupun dibuat makanan / minuman segar (Dalimartha, 2000). Rimpang temulawak mengandung fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri (3-12%) (Rukmana, 1995). Fraksi kurkuminoid terdiri dari kurkumin dan desmetoksi kurkumin (Afifah dkk, 2005; Dalimartha, 2000). Kurkuminoid termasuk salah satu senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktifitas biologi sebagai antihepatotoksik, antiinflamasi dan antioksidan (Tonnesen, 1986). Kebanyakan metabolit sekunder termasuk kurkuminoid diperoleh secara komersial dengan mengisolasi dari tanaman (Cahyono, 1998). Produksi senyawa metabolit sekunder dengan teknik kultur jaringan tanaman sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik dan media tumbuh (Strett, 1977; Untung dan Fatimah, 2003). Penambahan zat pengatur tumbuh ke dalam media tumbuh juga diperlukan (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Untung dan Fatimah, 2003). Auksin dikenal sebagai hormon yang mampu berperan menginduksi terjadinya kalus (Tomes dkk, 1982; Untung dan Fatimah, 2003). Prekursor adalah senyawa yang berperan penting dalam biosintesis metabolit sekunder yaitu dengan merangsang pembentukan metabolit sekunder di dalam tanaman. Fenilalanin dan natrium asetat berperan sebagai prekursor dari kurkuminoid, dimana aktivitas keduanya merupakan tahap penentu untuk sintesa kurkuminoid. Metabolit sekunder di dalam tanaman hanya terdapat dalam jumlah yang kecil, oleh karena itu pembentukan metabolit sekunder perlu dirangsang dengan penambahan prekursor ke dalam media kultur. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian prekursor terhadap pembentukan kurkuminoid dalam kalus temulawak yang ditumbuhkan pada media dasar MS.
c. Metodologi penelitian Bahan tanaman. Eksplan yang digunakan adalah bagian pangkal dan tengah dari tunas yang tumbuh pada rimpang tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb). Media tumbuh Media dasar yang digunakan adalah Murashige Skoog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh Naftalen Asam Asetat (NAA) dan Furfuril Amino Purin (FAP) dengan konsentrasi yang sama (3:3 mg/l). Prekursor fenilalanin (F) dan natrium asetat (N) diberikan dalam jumlah berturut-turut 0 mg/l, 2 mg/l dan 4 mg/l. Reagen 1. Bahan kimia untuk sterilisasi antara lain Dithane 430F, alkohol 70%, Bayclin (Na hipoklorit), detergent, Tween 80 dan aquadest steril. 2. Bahan kimia untuk analisa kurkuminoid secara KLT (kromatografi lapis tipis) antara lain metanol, etanol 96%, kloroform, asam asetat glasial, heksana, etil asetat, pelat silika gel GF254 dan kurkuminoid standart. Bahan untuk analisa dengan reaksi warna adalah larutan NaOH 5% dan pereaksi asam sulfat pekat: alkohol 95% (1:1).
Alat Alat yang digunakan meliputi antara lain botol kultur dan alat-alat gelas, pipet tetes, syringe, indikator pH stick, aluminium foil. Autoklaf pinset, skalpel, cawan petri, LAF, dan cawan petri, UV iluminator, KLT densitometer (TLC Scanner CS-930).
Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap beberapa parameter antara lain : 1. Waktu eksplan membentuk kalus dilakukan dengan cara mencatat pada hari ke berapa setiap eksplan yang dikulturkan mulai membentuk kalus. 2. Prosentase keberhasilan pertumbuhan kalus dilakukan dengan cara menghitung jumlah eksplan yang berhasil membentuk kalus dibagi dengan jumlah seluruh eksplan yang ditanam. 3. Pemanenan kalus dilakukan setelah kalus yang terbentuk siap untuk dipanen,ditunjukkan dengan eksplan yang telah ditumbuhi kalus secara menyeluruh. 4. Analisa kurkuminoid Pembuatan larutan cuplikan dilakukan terhadap kalus, tunas dan rimpang temulawak dengan cara kalus, tunas dan rimpang temulawak dikeringkan dalam oven pada suhu kurang lebih 50C, kemudian ditumbuk sampai menjadi serbuk halus. Serbuk kering ditambah metanol (p.a) dengan perbandingan 1:10 (b/v), digojok dengan alat bantu shaker pada kecepatan 80 rpm selama 24 jam, dilakukan berulang sampai hasil saringan menjadi tidak berwarna. Filtrat yang dihasilkan dikumpulkan dan diuapkan metanolnya sehingga diperoleh ekstrak kering disebut sebagai ekstrak metanolik. Ekstrak metanolik yang diperoleh lalu ditimbang dan dilarutkan dengan 10 ml metanol (p.a) Serbuk kurkuminoid standart ditimbang sebanyak 50 mg kemudian ditambah metanol (p.a) ke dalam labu takar 10 ml sehingga diperoleh kurkuminoid standart 5000 mg/l, larutan dipipet sebanyak 1 ml ditambah metanol (p.a) ke dalam labu takar 100 ml hingga didapat larutan stok 50 mg/l. 5. Analisa kualitatif Uji pendahuluan dilakukan dengan menggunakan reaksi warna. Ekstrak ditambah dengan NaOH 5% dan pereaksi asam sulfat pekat : alkohol 95% adanya kurkuminoid ditunjukkan dengan warna merah dan merah jingga (Wagner, 1985). Pelat yang digunakan adalah silika gel GF254 (fase diam). Larutan kurkuminoid standart, ekstrak kalus, tunas dan rimpang temulawak ditotolkan masing-masing sebanyak 1 l pada pelat dengan menggunakan mikropipet pada jarak 1,5 cm dari bawah, samping kiri dan kanan pelat. Jarak antar totolan adalah 1,5 cm. Selama penotolan, noda pada pelat dikeringkan dengan cara diangin-anginkan perlahan-lahan, selanjutnya pelat dikembangkan dalam bejana kromatografi yang jenuh dengan larutan pengembang kloroform : etanol 96% : asam asetat glasial (94:5:1) sebagai fase gerak (Wagner dkk, 1984). Pengembangan juga dilakukan pada larutan pengembang lain yaitu etanol 96% : CHCl3 (7:3) dan heksana : etil asetat (1:1) (Wagner dkk, 1984). Pelat dibiarkan agar totolan bergerak mengikuti gerak larutan pengembang. Pengembangan dihentikan setelah mencapai jarak pengembang 7,5 cm. Pelat diamati di bawah sinar UV 254 nm dan bercak diidentifikasi dengan membandingkan warna dan nilai hRf bercak kalus, tunas dan rimpang temulawak dengan hRf kurkuminoid pembanding. Larutan pengembang dengan pemisahan terbaik selanjutnya digunakan untuk identifikasi semua kalus. 6. Analisa kuantitatif Kurva baku kurkuminoid dibuat dari larutan standart dengan konsentrasi 50 mg/l yang ditotolkan sebanyak 1, 2, 4, 8, 16 l pada fase diam silika gel GF254, kemudian dikembangkan dalam larutan pengembang yang mampu memberikan pemisahan terbaik pada tahap identifikasi kualitatif. Bercak dideteksi dengan KLT densitometer dan hasil deteksi (luas area) dan berat (g) per l penotolan dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier kurva baku.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplan temulawak banyak mengandung senyawa fenol, sehingga diperlukan optimalisasi metode strerilisasi yang optimal. Cara sterilisasi yang memberikan hasil terbaik dilakukan dengan perendalam dalam bahan-bahan sebagai berikut : Detergen ( 5 menit), aquadest steril (10 menit), Dithane 430F (30 menit), Bayclin 30 %dan tween 80(10 menit), Bayclin 15 %dan tween 80 (5 menit) dan alkohol 70 % (1 menit). Presentase keberhasilan pertumbuhan kalus Penentuan prosentase keberhasilan dilakukan dengan menghitung jumlah eksplan yang berhasil membentuk kalus dibagi dengan jumlah keseluruhan eksplan yang ditanam dikalikan 100%. Prosentase keberhasilan kultur tunas rimpang temulawak ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Penambahan Prekursor ke Dalam Media Tumbuh Terhadap Prosentase pertumbuhan kalus temulawak (%).
No. Jenis perlakuan (Pemberian prekusor) Pertumbuhan kalus 1. Kontrol (Tanpa Prekursor) 60 2. FA2NA0 60 3. FA2NA0 60 4. FA0NA2 40 5. FA0NA2 80 6. FA0NA2 40 7. FA0NA4 80 8. FA0NA4 80 9. FA0NA4 80 Keterangan : MS0 : Medium MS tanpa penambahan hormon dan precursor FA2NA0 : Medium MS dengan penambahan fenilalanin 2 mg/l dan natrium asetat 0 mg/l FA4NA0 : Medium MS dengan penambahan fenilalanin 4 mg/l dan natrium asetat 0 mg/l FA0NA2 : Medium MS dengan penambahan fenilalanin 0 mg/l dan natrium asetat 2 mg/l FA2NA2 : Medium MS dengan penambahan fenilalanin 2 mg/l dan natrium asetat 2 mg/l FA4NA2 : Medium MS dengan penambahan fenilalanin 4 mg/l dan natrium asetat 2 mg/l FA0NA4 : Medium MS dengan penambahan fenilalanin 0 mg/l dan natrium asetat 4 mg/l FA2NA4 : Medium MS dengan penambahan fenilalanin 2 mg/l dan natrium asetat 4 mg/l FA4NA4 : Medium MS dengan penambahan fenilalanin 4 mg/l dan natrium asetat 4 mg/l
Pertumbuhan eksplan yang baik ditandai dengan tidak terjadinya browning, tidak terkontaminasi jamur ataupun bakteri baik pada eksplan maupun pada medium. Prosentase keberhasilan pertumbuhan kalus temulawak tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemberian prekursor. Hal ini terlihat pada tabel 1 bahwa media MS tanpa penambahan prekursor (kontrol) menghasilkan prosentase kerberhasilan pertumbuhan kalus yang hampir sama dengan media dengan penambahan prekursor. Bahkan media MS tanpa penambahan prekursor memberikan prosen keberhasilan lebih baik jika dibandingkan dengan penambahan FA0NA2 dan FA4NA2. Pemberian prekursor cenderung mempercepat waktu induksi kalus dibanding kontrol (MS0). Pemberian prekursor FA2NA2 menghasilkan pengaruh terhadap waktu pembentukan kalus temulawak tercepat (24,9 hari). Selain itu pemberian prekursor berpengaruh terhadap berat basah kalus. Kalus pada medium tanpa penambahan prekursor (MS0) mempunyai berat yang lebih besar dibandingkan dengan kalus pada medium lainnya. Berat terkecil terjadi pada kalus yang ditanam di medium dengan penambahan fenilalanin 4 mg/l dan natrium asetat 2 mg/l. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam waktu 8 minggu terhitung dari hari pertama pembentukan kalus,eksplan dengan penambahan prekursor dalam berbagai konsentrasi, menghasilkan kurkuminoid dalam ekstrak dan kalus dengan kadar yang berbeda dari kadar kurkuminoid tunas tanaman asalnya. Penambahan fenilalanin ke dalam medium tanpa penambahan natrium asetat mampu menginduksi sintesis kurkuminoid. Meskipun kadar kurkuminoid yang dihasilkan lebih sedikit, ternyata penambahan natrium asetat tanpa fenilalanin juga mampu meningkatkan kadar kurkuminoid temulawak. Sedangkan natrium asetat berpengaruh terhadap sintesa desmetoksikurkumin. Penambahan fenilalanin dan natrium asetat sebagai prekursor secara bersama-sama mampu menginduksi sintesis kurkuminoid kalus temulawak.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penambahan fenilalanin dan natrium asetat dengan berbagai konsentrasi ke dalam medium MS mampu menginduksi sintesa kurkuminoid dalam kalus temulawak. 2. Penambahan fenilalanin sebanyak 4 mg/l ke dalam media tumbuh mampu menghasilkan kurkumin terbanyak sebanyak 0,8861% dan desmetoksikurkumin 0,3307%, sedangkan penambahan natrium asetat 2 mg/l ke dalam media tumbuh menghasilkan kadar kurkumin sebanyak 0,7514% dan desmetoksikurkumin 0,3898%. 3. Fenilalanin berpengaruh terhadap sintesa kurkumin, sedangkan natrium asetat berpengaruh terhadap sintesa desmetoksikurkumin.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, E., 2003, Khasiat dan Manfaat Temulawak: Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit, Agro Media Pustaka, Jakarta, 7-13. Cahyono, B., 1998, Tembakau Budidaya dan Analisis Usaha Tani, Kanisius, Yogyakarta. Dalimartha, S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, Trubus Agri Widya, Jakarta, 182-186. Hendaryono, D.P.S., dan Wijayani, A., 1994, Teknik Kultur Jaringan, Kanisius, Yogyakarta. Indrayanto, G., dan Rahman, A., 1990, Prospek Bioteknologi Sel Tanaman untuk Produksi Bahan Obat Nabati secara in vitro, Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi, Jakarta. Indrayanto, G., 1987, Produksi Metabolit Sekunder dengan Teknik Kultur Jaringan Tanaman, Seminar Nasional, Metabolit Sekunder, Pusat Antar Universitas, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 9-11. Rukmana, R., 1995, Temulawak, Tanaman Rempah dan Obat, Kanisius, Yogyakarta, 11- 17.