Soetanto Abdoellah, Endang Sulistyowati, dan Soekadar Wiryadiputra
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
PENDAHULUAN
Di seluruh dunia terdapat lebih dari 1500 spesies hama yang menyerang tanaman kakao. Meskipun demikian hanya beberapa jenis saja yang dianggap hama utama, yaitu yang signifikan merugikan secara ekonomis, di antaranya adalah penggerek buah kakao/PBK (Conopomorpha cramerella), kepik pengisap buah (Helopeltis antonii), ulat kilan/jengkal pemakan daun (Hyposidra talaca), ulat api pemakan daun (Darna trima), penggerek batang atau cabang (Zeuzera coffeae), tikus (Ratus ratus), dan tupai (Funambulus spp.).
PENGENDALIAN/TINDAKAN STANDARD (STANDARD PRACTICES)
Pada prinsipnya semua hama (dan juga penyakit) dapat ditekan populasinya apabila kultur teknis standard selalu dilakukan. Tindakan ini merupakan salah satu komponen pengendalian terpadu, yang dapat menekan populasi hama (dan penyakit) dan sekaligus meningkatkan proses fisiologis tanaman untuk mencapai potensi produksinya, sehingga dalam budidaya kakao, tindakan standard ini harus dilakukan.
Yang termasuk dalam tindakan standard adalah pemangkasan, pemupukan, panen sering, dan sanitasi (disingkat P3S); langkah-langkah ini perlu dilakukan sesuai dengan urutannya.
Pemangkasan
Pemangkasan bentuk bertujuan membatasi tinggi tajuk tanaman kakao agar tidak lebih dari 4 m. Hal ini agar memudahkan pemanenan dan penyemprotan menggunakan pestisida. Buah yang diserang hama (atau penyakit) yang berada di cabang atau ranting yang tinggi apabila tidak terpanen akan menjadi sumber serangan berikutnya. Pada pemangkasan ini, semua cabang dan ranting yang melampaui tinggi 4 m dipotong. Selain itu dilakukan pula pemangkasan pemeliharaan yang bertujuan mengurangi cabang/ranting secara selektif, menghilangkan tunas air, dan menghilangkan cabang/ranting yang sakit. Pemangkasan dilakukan 2-3 bulan sekali.
Pemupukan
Pemupukan yang tepat dapat meningkatkan produksi sekaligus kesehatan tanaman. Di dalam pemupukan yang perlu diperhatikan adalah jenis, dosis, cara, dan saat pemupukan. J enis pupuk yang akan diberikan didasarkan atas kebutuhan tanaman. Secara garis besar terdapat dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik.
Pupuk organik adalah pupuk yang terutama mengandung unsur karbon (C), dan ditujukan untuk memperbaiki sifat fisika tanah agar perkembangan akar dapat optimal. Pupuk organik ini biasanya berupa pupuk kandang, kompos, dan pupuk hijau. 1
Pupuk anorganik adalah pupuk yang terutama mengandung unsur-unsur hara yang sangat diperlukan tanaman. Ada dua kelompok pupuk anorganik, yaitu pupuk anorganik yang terutama mengandung unsur hara makro, dan pupuk anorganik yang terutama mengandung unsur hara mikro.
Unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah relatif banyak, meliputi unsur nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). J enis pupuk anorganik yang mengandung N di antaranya adalah Urea (46% N) dan ZA (21% N). Pupuk anorganik yang mengandung fosfor antara lain SP-36 (36% P 2 O 5 ), yang mengandung K antara lain KCl (60% K 2 O), yang mengandung Ca adalah Kapur dan Dolomit (30% CaO), yang mengandung Mg adalah Dolomit (18% MgO) dan Kieserit (27% MgO), serta yang mengandung sulfur adalah Belerang (90% S). Di samping pupuk anorganik makro yang hanya mengandung satu macam unsur hara, dikenal pula pupuk yang mengandung lebih dari satu macam unsur hara, yang sering disebut dengan pupuk majemuk.
Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah relatif sedikit, meliputi unsur seng (Zn), besi (Fe), tembaga (Cu), mangan (Mn), boron (B), dan molibden (Mo). Meskipun diperlukan dalam jumlah sedikit, unsur hara ini sangat diperlukan tanaman, karena berperan penting sebagai katalisator dalam proses enzimatik di dalam tanaman. Akan tetapi jika jumlahnya berlebihan, unsur hara mikro dapat bersifat racun bagi tanaman. Yang sangat perlu diperhatikan pada unsur mikro ini adalah selisih antara jumlah yang menunjukkan kekurangan (yang menyebabkan kekahatan/defisiensi) dengan jumlah yang berlebihan (yang menyebabkan keracunan) sangat sedikit (sempit). Oleh karena itu pemberiannya harus dilakukan secara hati- hati. Pupuk anorganik yang mengandung unsur hara mikro kebanyakan berupa senyawa garam, misalnya ZnSO 4 , FeSO 4 , CuSO 4 atau berupa senyawa khelat (senyawa antara logam dengan organik).
Dosis pupuk yang diperlukan tanaman, baik pupuk organik maupun anorganik (makro dan mikro) sangat bervariasi, tergantung antara lain pada sifat fisika tanah, ketersediaan hara di dalam tanah, umur tanaman, dan intensitas penaungan. Makin berpasir ataupun makin berlempung suatu tanah, kebutuhan pupuk organik makin banyak. Makin rendah ketersediaan hara tanah, makin dewasa umur tanaman, dan makin terang tingkat penaungan, kebutuhan akan pupuk anorganik makin tinggi. Guna menentukan dosis pupuk yang tepat, salah satu cara adalah menghitungnya berdasarkan hasil analisis tanah.
Cara pemberian pupuk didasarkan atas fungsi dan sifat pupuk yang bersangkutan. Untuk pupuk organik, karena fungsinya untuk memperbaiki sifat fisika tanah, maka pemberiannya dilakukan dengan meletakkannya pada lubang di sekitar akar, agar tanah di sekitar akar tersebut dapat menjadi media pertumbuhan yang ideal bagi akar, sehingga fungsi akar sebagai jangkar bagi tanaman maupun sebagai alat penyerap unsur hara dapat optimal. Karena kebutuhan unsur hara makro relatif besar, dan penyerapan yang banyak dilakukan oleh akar rambut, maka pupuk anorganik makro diletakkan mendekati akar rambut agar segera dapat diserap tanaman. Untuk unsur hara mikro karena kebutuhannya sangat kecil dan jika berlebihan justru akan meracuni tanaman, maka pemberiannya dilakukan dengan cara melarutkan di dalam 2 air dan menyemprotkannya pada daun. Penyemprotan diarahkan pada permukaan bawah daun, karena disitulah stomata lebih banyak terdapat.
Pupuk organik berfungsi memperbaiki sifat fisika tanah, di antaranya adalah sifat daya simpannya terhadap air. Disamping itu pupuk organik yang kebanyakan berupa pupuk kandang lebih mudah diaplikasikan pada kondisi kering. Oleh karena itu, pemberian pupuk organik biasanya dilakukan pada awal musim kemarau, agar pada saat itu masih dapat membantu meningkatkan daya simpan air oleh tanah, dan selanjutnya air tersebut dapat dimanfaatkan tanaman pada saat puncak kemarau. Pada awal kemarau kondisi pupuk organik kebanyakan sudah relatif kering (gembur), sehingga memudahkan dalam aplikasinya.
Pemberian pupuk anorganik makro biasanya mempertimbangkan ketersediaan lengas tanah, karena agar dapat efektif diserap tanaman, pupuk tersebut harus berupa larutan. Oleh karena itu pemupukan unsur hara makro lewat tanah dilakukan pada musim hujan. Agar pupuk yang diberikan tidak banyak yang hilang karena tercuci air hujan, maka pemberiannya dibagi dua, separuh dosis diberikan pada saat awal dan separuh lagi pada akhir musim hujan.
Pupuk anorganik mikro yang diberikan berupa larutan dan disemprotkan lewat daun memerlukan kondisi tidak hujan agar larutan tersebut dapat menempel di daun dan tidak tercuci oleh air hujan. Agar segera dapat diserap daun lewat stomata, maka pemberiannya perlu ditepatkan dengan saat stomata membuka selebar-lebarnya, yaitu antara jam 8 hingga jam 12 pagi hari.
Panen sering
Panen sering dimaksudkan agar siklus hidup hama (atau penyakit) dapat diputus sebelum satu generasi, sehingga populasinya pada periode berikutnya dapat ditekan. Dalam panen sering ini pemanenan dianjurkan seminggu sekali. Setelah dipanen, buah segera dipecah, kemudian diikuti dengan tindakan sanitasi.
Sanitasi
Sanitasi di sekitar tempat pengumpulan hasil (TPH) perlu dilakukan dengan membuat lubang seperlunya, memasukkan kulit buah, plasenta, buah busuk, dan semua sisa panen ke dalam lubang pada hari itu juga dan menutup dengan tanah setebal 20 cm. Cara lain dapat dilakukan dengan mencacah kulit buah, plasenta, buah busuk, dan semua sisa panen dengan mesin pencacah menjadi bahan kompos. Kedua cara ini bertujuan untuk membunuh larva dan telur maupun kepompong hama serta semua fase hidup penyakit yang berada dalam kulit buah dan sisa panen sehingga tidak menjadi sumber infeksi berikutnya.
PENGGEREK BUAH KAKAO/PBK (Conopomorpha cramerella Snellen)
Gejala serangan
Hama ini umumnya menyerang buah kakao yang masih muda dengan panjang sekitar 8 cm. Stadium yang menimbulkan kerusakan adalah stadium larva. Larva PBK memakan daging buah dan saluran makanan yang menuju biji, tetapi tidak menyerang 3 biji. Gejala serangan baru tampak dari luar saat buah masak berupa kulit buah berwarna pudar dan timbul belang berwarna jingga serta jika dikocok tidak berbunyi. J ika dibelah daging buahnya berwarna hitam, biji melekat satu sama lain dengan warna hitam, keriput, dan ringan.
Biologi
Serangga dewasa berupa ngengat (moth) berukuran kecil, panjang sekitar 7 mm, termasuk ordo Lepidoptera. Ngengat memiliki warna dasar coklat dengan warna putih berpola zig-zag di sepanjang sayap depan, dan berakhir pada bercak berwarna kuning oranye di ujung sayap. Ukuran antena lebih panjang daripada sayap dan tubuhnya, serta mengaeah ke belakang. Ngengat aktif terbang, kawin, dan meletakkan telur di malam hari, yaitu sejak pukul 18 hingga pukul 7 keesokan harinya. Pada siang hari, ngengat bersembunyi di tempat yang terlindung ari sinar matahari, biasanya di bagian bawah cabang horisontal.
Ngengat PBK tidak mampu terbang jauh, dan arah terbangnya tidak menentu. Serangga jantan hanya mampu terbang sejauh sekitar 150 m di tempat terbuka. Ngengat betina meletakkan telur hanya pada permukaan buah kakao, terutama buah yang beralur dalam, dan panjang buah 8 cm atau lebih. Lama hidup ngengat betina 5- 8 hari dan mampu menghasilkan telur sebanyak 100-200 butir.
Telur berbentuk oval dengan panjang 0,45-0,50 mm dan lebar 0,25-0,30 mm, pipih, berwarna oranye saat baru diletakkan dan berubah menjadi abu-abu kehitaman jika akan menetas. Lama stadium telur 2-7 hari.
Larva yang baru menetas dari telur berwarna putih transparan, panjang sekitar 1 mm. Larva menggerek ke dalam buah dan memakan permukaan dalam kulit buah, daging buah, dan saluran makanan ke biji (plasenta). Lama stadium larva 14-18 hari dan terdiri atas 4-6 instar. Pada pertumbuhan maksimum, panjangnya 12 mm berwarna putih kotor sampai hijau muda. Menjelang menjadi kepompong (pupa), larva membuat lubang keluar buah dengan diameter sekitar 1 mm. Segera setelah larva berada di luar buah, larva akan merayap di permukaan buah atau menjatuhkan diri dengan pertolongan benang sutera untuk mencari tempat berkepompong. Sebelum menjadi kepompong, larva terlebih dulu memintal benang sutera untuk membuat rumah kepompong (kokon).
Selain melekat di permukaan buah, kepompong juga terdapat di daun segar, daun kering, batang, cabang, ranting, gulma, karung, keranjang, kotak tempat buah segar, dan bahkan di kendaraan yang digunakan untuk mengangkut hasil panen atau bahan apa saja yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal ulat tersebut. Kokon berbentuk oval, berwarna kuning kotor, panjang 13-18 mm, lebar 6-9 mm. Kepompong berwarna cokelat dengan panjang 6-7 mm, lebar 1,0-1,5 mm. Lama stadium kepompong 5-8 hari. Perkembangan dari telur sampai menjadi serangga dewasa memerlukan waktu 27-34 hari.
Pengamatan
Pengamatan PBK dilakukan saat panen di tempat pengumpulan hasil (TPH). Dari tiap TPH diambil 100 buah secara random, buah kemudian dibelah dan dilihat tingkat 4 serangannya. Terdapat tiga tingkat serangan, yaitu tingkat ringan jika kurang dari 10% biji tidak dapat dikeluarkan dari kulit buah, tingkat sedang jika 10-50% biji tidak dapat dikeluarkan dari kulit buah, dan tingkat berat jika lebih dari 50% biji tidak dapat dikeluarkan dari kulit buah.
Pengendalian
Dalam pengendalian hama PBK ada dua kelompok tindakan, yaitu tindakan standard dan tindakan tambahan. Tindakan standard adalah tindakan yang harus dilakukan, sedangkan tindakan tambahan adalah tindakan yang boleh tidak dilakukan, tetapi jika dilakukan akan meningkatkan efektivitas pengendalian, sehingga keberhasilan pengendalian akan lebih tinggi. Yang termasuk dalam tindakan standard seperti telah disebutkan di muka, sedangkan macam tindakan tambahan adalah penggunaan insektisida, penggunaan agens hayati, dan penyarungan buah.
Penggunaan insektisida
J enis insektisida yang dianjurkan adalah dari kelompok sintetik piretroid, seperti deltametrin (Decis 2,5 EC; Decis Tablet), fipronil (Regent EC), sihalotrin (Matador 25 EC), betasiflutrin (Buldog 25 EC), alfa sipermetrin (Bestox 50 EC), dan esfenvalerat (Sumialpha 25 EC) dengan konsentrasi formulasi 0,06-0,12% atau sesuai dengan anjuran pada kemasannya. Alat semprot yang digunakan adalah knapsack sprayer dengan volume semprot 250 ml/pohon atau 250 l/ha. Penyemprotan sebaiknya dilakukan saat sebagian besar buah panjangnya 8-10 cm. Penyemprotan diarahkan pada buah kakao dan cabang horisontal.
Penggunaan agens hayati
Agens hayati berupa semut hitam (Dolichoderus thoracicus), jamur entomopatogen Beauveria bassiana dan Phaecilomyces fumosoroseus dapat digunakan untuk mengendalikan hama PBK. Populasi semut hitam dapat ditingkatkan dengan menyediakan sarang yang terbuat dari lipatan daun kelapa atau daun kakao. Penyemprotan dengan spora Beauveria bassiana dengan dosis 50-100 gram/ha, menggunakan knapsack sprayer dengan volume semprot 250 ml/pohon atau 250 l/ha.
Penyarungan buah
Penyarungan/penyelubungan buah dilakukan dengan kantong plastik berukuran 30 cm x 15 cm tebal 0,02 mm yang kedua ujungnya terbuka, kemudian ujung bagian atas diikatkan ke tangkai buah. Buah yang disarungi berukuran panjang 8-10 cm, dan dibiarkan terselubungi hingga sat dipanen.
KEPIK PENGISAP BUAH (Helopeltis antonii Sign.)
Gejala serangan
Serangga muda (nimfa) dan imago Helopeltis dapat menimbulkan kerusakan terhadap buah maupun pucuk/ranting kakao, yaitu dengan menusukkan alat mulut (stylet) ke dalam jaringan dan mengisap cairan sel, sekaligus mengeluarkan cairan racun yang 5 dapat mematikan jaringan di sekitar tusukan. Akibatnya timbul bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman.
Serangan pada buah muda dapat menyebabkan buah mati. Bercak pada buah agak besar yang terserang berat akan menyatu, dan jika buah dapat berkembang terus menyebabkan kulit buah retak dan buah berubah bentuk (malformasi) dan dapat menghambat perkembangan biji di dalamnya.
Serangan pada pucuk/ranting menyebabkan bercak-bercak cekung, semula berbentuk bulat berwarna coklat kehitaman, kemudian memanjang seiring dengan pertumbuhan tunas. Akibatnya ranting tanaman layu, kering, dan mati. Pada serangan berat, daun- daun gugur dan ranting tampak seperti lidi. Serangan pada pucuk atau ranting biasanya hanya terjadi jika buah sedikit.
Biologi
Bentuk Helopeltis dewasa mirip dengan belalang sangit, panjangnya sekitar 10 mm. Bagian tengah tubuhnya berwarna jingga dan bagian belakang hitam atau kehijauan dengan garis-garis putih. Di bagian punggung terdapat tonjolan tegak lurus berbentuk jarum pentul.
Telur Helopeltis berwarna putih berbentuk lonjong dan diletakkan di dalam jaringan kulit buah atau tunas. Di salah satu ujungnya terdapat bentuk benang dengan panjang sekitar 0,5 mm yang menyembul ke luar jaringan. Lama periode telur 6-7 hari. Nimfa berbentuk seperti serangga dewasa, tetapi tidak bersayap. Lama periode nimfa 10-11 hari. Perkembangan dari telur hingga menjadi serangga dewasa sekitar 30-48 hari. Seekor serangga betina dewasa selama hidupnya dapat bertelur sampai 200 butir.
Pengamatan
Pengamatan populasi Helopeltis dilakukan pada setiap pohon contoh, yang diambil 25% dari populasi pohon kakao secara sistematis. Pohon contoh adalah pohon yang terletak selang satu baris dan dalam barisan diambil selang satu pohon. Pengamatan dilakukan terhadap ada atau tidaknya serangga Helopeltis pada buah atau pucuk kakao. Persentase serangan ditetapkan berdasarkan persentase jumlah pohon yang ada Helopeltis-nya terhadap jumlah pohon yang diamati.
Pengendalian
Secara biologis
Pengendalian secara biologis dapat dilakukan menggunakan semut hitam (Dolichoderus thoracicus) dan Beauveia bassiana. Semut hitam sudah merupakan bagian dari agroekosistem perkebunan kakao di Indonesia dan sudah dikenal sejak lebih dari 80 tahun yang lalu. Semut hitam sebagai musuh alami Helopeltis selalu hidup bersama atau bersimbiosis dengan kutu putih (Planococcus spp.). Sekresi yang dikeluarkan oleh kutu putih rasanya manis, sehingga disukai oleh semut. Aktivitas semut hitam yang selalu berada di permukaan buah menyebabkan Helopeltis tidak sempat menusukkan stylet-nya atau bertelur pada buah kakao, sehingga buah terbebas dari serangan Helopeltis. Semut hitam dapat berfungsi sebagai agen pengendali hayati 6 jika populasinya pada ekosistem kakao cukup banyak, untuk itu perlu disediakan sarang agar dapat berkembang biak. Sarang dapat dibuat dari daun kakao atau daun kelapa yang dilipat-lipat. Pengembangan semut hitam lebih berhasil pada tanaman kakao yang berpenaung kelapa daripada kakao berpenaung gamal (Gliricidia) atau lamtoro. Helopeltis dapat juga dikendalikan dengan Beauveria bassiana, menggunakan dosis 25-50 gram spora per hektar.
Secara kimia
Pengendalian secara kimia sebaiknya didahului dengan melakukan Sistem Peringatan Dini/SPD (Early Warning System/EWS). Prinsip SPD adalah semua pohon di kebun diamati ada/tidaknya hama atau gejala serangan hama. Apabila ditemukan serangga hama atau gejala serangan baru, maka pohon tersebut serta empat pohon di sekelilingnya disemprot dengan insektisida. J ika jumlah pohon yang diserang hama lebih dari 15%, maka penyemprotan dilakukan menyeluruh (blanket spray) terhadap semua pohon yang ada.
ULAT JENGKAL (Hyposidra talaca)
Gejala serangan
Ulat jengkal adalah hama pemakan daun, terutama daun muda. Serangan dimulai sejak larva keluar dari dalam telur. Daun muda yang diserang tampak berlubang, dan pada serangan berat daun tua juga diserang sehingga tanaman gundul.
Biologi
Imago Hyposidra talaca berupa kupu-kupu berwarna coklat keabuan yang aktif pada malam hari. Kupu-kupu betina meletakkan telur sebanyak 500-700 butir di permukaan cabang atau batang kakao atau penaung. Telur berbentuk bulat, berwarna hijau muda mengkilat, dan berkelompok. Lama stadium telur 5-6 hari. Ulat yang baru lahir hidup di pohon penaung, kemudian setelah instar ketiga turun ke pohon kakao. Lama stadium ulat 12-18 hari. Kepompong berwarna coklat mengkilat dan berada di dalam tanah pada kedalaman 2-5 cm. Lama stadium pupa 1-8 hari. Perkembangan dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 24-32 hari.
Pengamatan
Pengamatan ulat jengkal dilakukan pada saat tanaman kakao banyak bertunas (flush), terutama pada saat awal musim hujan. Metoda pengamatan adlah melihat ada/tidaknya ulat pada flush, sama dengan pengamatan terhadap Helopeltis. Dapat pula diamati munculnya kupu ulat jengkal berwarna abu-abu.
Pengendalian
Secara mekanis
Pada serangan yang terbatas di beberapa ranting, bagian ranting yang daun mudanya rusak dipotong dan ulat yang terkumpul dibenam ke dalam tanah. J ika serangan relatif 7 luas, dilakukan penyemprotan menggunakan insektisida berdasarkan Sistem Peringatan Dini.
Secara kimia dengan insektisida sintetik
Beberapa insektisida yang direkomendasikan untuk mengendalikan ulat jengkal adalah khlorfluazuron (Atabron 50 EC), permetrin (Corsair 100 EC), sihalotrin (Matador 25 EC) dan sipermetrin (Sherpa 50 EC).
Dengan insektisida nabati
Ekstrak daun dan biji mimba atau neem tree (Azadirachta indica) mengandung senyawa azadirachtin yang bersifat insektisida, terutama untuk hama ulat. Mekanisme kerja azadirachtin adalah sebagai zat penghambat aktivitas makan dan penghalau selera makan. Dengan konsentrasi larutan daun mimba 5-20% yang disemprotkan pada pucuk kakao, semua ulat yang memakannya akhirnya mati. Pada penyemprotan dengan konsentrasi 2,5%; hanya 10-15% ulat yang bertahan hidup dan mencapai stadium dewasa, tetapi mengalami hambatan dan kelainan pertumbuhan, tubuh lebih kecil, bobot lebih ringan, bentuknya cacat, dan serangga dewasa steril (tidak menghasilkan telur).
ULAT API (Darna trima)
Gejala serangan
Serangan larva instar awal menimbulkan bintik-bintik tembus cahaya pada daun, kemudian timbul bercak-bercak coklat yang sekelilingnya berwarna kuning dan dapat meluas ke seluruh permukaan daun, sehingga daun mati dan gugur. Larva instar lanjut mulai memakan tepi daun atau bagian tengah daun, sehingga menimbulkan lubang- lubang besar. Pada tingkat serangan berat, daun muda dan tua gugur. Kerugian terjadi karena turunnya proses fotosintesis, sehingga pembentukan karbohidrat berkurang dan secara tidak langsung menurunkan produksi.
Biologi
Imago berupa kupu-kupu berwarna putih kecoklatan yang aktif pada malam hari. Seekor kupu betina dapat bertelur hingga 40-90 butir. Bentuk telur agak gepeng dan menempel secara terpencar di permukaan daun bagian bawah. Lama periode telur 4-5 hari.
Larva yang baru menetas berwarna dasar abu-abu dengan dilengkapi dua bintik oranye di punggungnya. Warna dasar kemudian berubah menjadi kuning dengan lingkaran coklat di punggungnya. Lama periode larva 40-45 hari. Kepompong berwarna coklat terang berukuran 5-7 mm dan berbentuk bulat telur. Kepompong biasanya menempel di daun, cabang, atau daun-daun kering di tanah. Lama periode kepompong 14-17 hari. Siklus hidup keseluruhan 58-67 hari.
8 Pengendalian
Saat ini pengendalian ulat api yang paling efektif adalah menggunakan insektisida kimia berbahan aktif sipermetrin (Ripcord 5 EC, Sherpa 5 EC) dengan konsentrasi formulasi 0,05%. Penyemprotan terutama ditujukan ke permukaan bawah daun.
PENGGEREK BATANG ATAU CABANG (Zeuzera coffeae)
Gejala serangan
Larva mulai menggerek bagian samping batang atau cabang yang bergaris tengah 3-5 cm, dengan panjang liang gerek mencapai 40-50 cm. Akibat gerekan ini, batang atau cabang menjadi berlubang dan di permukaan lubang sering terdapat campuran kotoran larva dan serpihan jaringan. Menjelang stadium pupa, larva membuat rongga gerekan dengan arah melintang di ujung gerekan hingga mendekati kulit batang (cabang) dan sering meninggalkan liang gerekannya, serta mulai membuat lubang gerekan baru di pangkal batang (cabang) yang sama atau kadang-kadang di batang (cabang) yang lain. Pada satu pohon sering dijumpai beberapa larva yang menggerek beberapa cabang, umumnya tiap satu liang gerekan hanya dihuni oleh seekor larva. Akibat gerekan larva, bagian tanaman di atas lubang gerek menjadi layu, kering, dan mati, terutama batang atau cabang berukuran kecil.
Biologi
Serangga dewasa berupa kupu-kupu dengan sayap depan berbintik-bintik tebal berwarna hitam di atas warna putih tembus pandang. J umlah telur yang dihasilkan seekor penggerek betina 348-966 butir. Telur berbentuk oval berwarna kuning pucat dan diletakkan secara berkelompok di permukaan batang (cabang).
Pembentukan kepompong terjadi di dalam liang gerekan. Di bagian tubuh ke arah kepala, kepompong berwarna coklat tua, srta di bagian ekor dan perut berwarna coklat muda. Perkembangan dari telur sampai menjadi kupu-kupu memerlukan waktu sekitar 3-4 bulan. Lama periode telur 10-11 hari, larva 81-151 hari, kepompong betina 21-23 hari, dan kepompong jantan 27-30 hari.
Pengendalian
Secara mekanis
Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan memotong batang atau cabang yang terserang pada jarak 10 cm ke arah pangkal dari lubang gerekan, kemudian mematikan larva atau kepompong yang ditemukan.
Secara kimia
Dapat dilakukan dengan menutup lubang gerekan dengan kapas yang dibasahi larutan insektisida racun pernafasan, kemudian menutup lubang gerekan dengan potongan kayu. Dapat juga dengan memasukkan larutan insektisida pekat ke dalam lubang gerakan, kemudian ditutup dengan potongan kayu.
9 Secara biologis
Campuran (suspensi) konidia Beauveria bassiana dengan air yang disemprotkan dengan alat semprot tangan (hand sprayer) ke dalam lubang gerekan dapat membunuh hama penggerek batang (cabang). Konsentrasi yang dianjurkan adalah adalah 1,18 x 10 7 konidia/ml air. Mortalitas larva 100% dicapai pada hari ke 12 setelah aplikasi.
TIKUS (Rattus rattus) dan TUPAI (Funambulus spp.)
Gejala serangan
Buah yang dimakan tikus menunjukkan gejala berlubang bulat dekat dengan pangkal buah, sedangkan gejala serangan tupai ditunjukkan oleh adanya lubang berbentuk oval (lonjong) di tengah atau ujung buah. Tikus cenderung hanya memakan atau mengambil sebagian biji kakao dari buah, sedangkan tupai memakan semua biji kakao yang ada dalam buah.
Pengendalian
Pengendalian tikus dan tupai dapat dilakukan antara lain dengan gabungan antara membuat jalur batas bebas pohon yang tinggi di sekeliling kebun, termasuk memotong pohon hutan yang menggantung di atas pohon kakao, dengan perangkap dan racun.
Tikus dan tupai menyukai habitat pohon hutan yang tinggi. Dengan menghilangkan habitatnya di sekeliling kebun kakao, khususnya pada kebun kakao yang berbatasan dengan hutan, maka diharapkan intensitas serangan ke kebu kakao dapat berkurang.
Penggunaan racun pada seluruh buah memakan biaya yang mahal dan racun tersebut dapat bertahan dan menimbulkan bahaya lain. Penyemprotan beberapa buah dengan racun (spot spraying) juga tidak efektif, karena akan mudah dikenal oleh tikus maupun tupai. Oleh karena itu penggunaan umpan beracun merupakan tindakan yang lebih efektif. Meskipun demikian penggunan umpan beracun (antara lain racun oksida arsenik dan natrium fluoroasetat) yang tetap lama kelamaan juga dapat dikenali oleh tikus dan tupai. Untuk mengatasi hal ini, pemberian umpan saja tanpa racun perlu dilakukan pada saat awal, setelah jenis umpan tersebut biasa dimakan oleh tikus dan tupai, baru selanjutnya ditambahkan racun pada umpan. Pada waktu-waktu selanjutnya perlu dilakukan hal yang sama, tetapi menggunakan jenis umpan yang berbeda.
Tikus yang diberi umpan beracun dengan dosis di bawah dosis lethal (dosis yang mematikan) pada umumnya tidak mengenali bahwa umpan tersebut beracun, sehingga hal ini digunakan untuk memberikan zat antikoagulan yang efektivitasnya tergantung pada ketepatan dosis rendah tersebut. Senyawa antikoagulan yang merupakan turunan coumarone, dapat mematikan karena mengganggu fungsi vitamin K sehingga mengurangi sifat koagulasi darah, dengan akibat adanya luka yang ringan dapat menimbulkan kehabisan darah yang fatal. Tikus (dan babi) dapat mati dengan pemberian dosis 1 mg per kg bobot tubuhnya selama lima hari. Satu dari antikoagulan terbaik yang sampai saat ini diketahui adalah warfarin yang bentuk formulanya 10 berupa 0,1 dan 0,5 persen bubuk (powder) untuk dicampur dengan umpan yang kaya protein seperti tepung jagung, dengan konsentrasi final 0,025-0,005 persen. Namun demikian, umpan seperti ini cepat terdegradasi oleh hujan, sehingga antikoagulan tersebut dapat dicampur dengan senyawa yang mengandung lilin atau dimasukkan ke dalam tempat dari bambu. Biji gandum yang menagndung 0,05 persen warfarin dan ditambah lilin parafin secukupnya agar biji-biji tersebut dapat menggumpal, merupakan umpan yang sangat menarik bagi tikus. Umpan sebaiknya diletakkan pada percabangan pertama tanaman kakao. Diperlukan 25-30 tempat umpan per hektar, dengan aplikasi racun 2-3 kali per tahun. Dosis sperti tersebut di atas tidak berbahaya bagi manusia atau binatang ternak.
DAFTAR PUSTAKA
Bateman, R.P.; K.A. Holmes; U. Krauss; & B. Padi. 2004. Future tactics and tools for pest management. In : J . Flood & R. Murphy. Cocoa Futures, a source book of some important issues facing the cocoa industry. CABI-FEDERACAFE, USDA. Entwistle, P.F. 1985. Insect and cocoa. In : G.A.R. Wood & R.A. Lass. Cocoa. Longman Group Ltd., England. Flood, J .; D. Guest; K.A. Holmes; P. Keane; B. Padi; & E. Sulistyowati. 2004. Cocoa under attack. In : J . Flood & R. Murphy. Cocoa Futures, a source book of some important issues facing the cocoa industry. CABI-FEDERACAFE, USDA. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 1998. Pedoman teknis budidaya tanaman kakao (Theobroma cacao L.). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, J ember. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan lengkap budidaya kakao. Penerbit PT Agromedia Pustaka, J akarta.