You are on page 1of 12

1

STIMULAN SISTEM SYARAF PUSAT DAN ANTIEPILEPTIKA



I. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa mengerti dan memahami manifestasi stimulant system saraf pusat
secara berlebih lebihan pada makhluk hidup.
2. Mahasiswa memperoleh gambaran bagaimana manifestasi stimulasi berlebih
lebihan ini dapat diatasi dan konsep farmakodinamik yang melandasinya.
3. Mahasiswa sanggup mendiagnosa sebab kematian hewan percobaan.

II. Tinjauan Pustaka
Obat perangsang atau stimulan adalah obat-obatan yang menaikkan tingkat
kewaspadaan di dalam rentang waktu singkat. Stimulan biasanya menaikkan efek
samping dengan menaikkan efektivitas, dan berbagai jenis yang lebih hebat seringkali
disalahgunakan menjadi obat yang ilegal atau dipakai tanpa resep dokter. Stimulan
menaikkan kegiatan sistem saraf simpatetik, sistem saraf pusat (CNS), atau kedua-
duanya sekaligus. Beberapa stimulan menghasilkan sensasi kegirangan yang berlebihan,
khususnya jenis-jenis yang memberikan pengaruh terhadap CNS. Stimulan dipakai di
dalam terapi untuk menaikkan atau memelihara kewaspadaan, untuk menjadi penawar
rasa lelah, di dalam situasi yang menyulitkan tidur (misalnya saat otot-otot bekerja),
untuk menjadi penawar keadaan tidak normal yang mengurangi kewaspadaan atau
kesadaran (seperti di dalam narkolepsi), untuk menurunkan bobot tubuh (phentermine),
juga untuk memperbaiki kemampuan berkonsentrasi bagi orang-orang yang didiagnosis
sulit memusatkan perhatian (terutama ADHD).
Neurotransmitter dan obat-obatan yang mempunyai titik tangkap pada reseptor neuronal
sinaptik, dapat meningkatkan atau menurunkan permeabilitas chanel ion dan
merangsang atau menghambat messenger sitoplasmik. Obat-obat golongan antidepresan
juga mempunyai titik tangkap pada neurotransmitter dengan cara menghambat reuptake.
( Tuti Pahria, 1996 ) Impuls yang terdapat di suatu neuron akan diteruskan ke neuron
lain . Hubungan satu neuron
dengan neuron yang lain /tempat terjadinya pengantaran impuls disebut sinaps. Ujung
dari akson mengandung substansi kimia ( neurotransmitter ) yang mempunyai sifat
eksitasi dan inhibisi. Neurotransmitter yang bersifat eksitasi adalah asetilkolin ,
norepinefrin, dopamine, dan serotonin. Sedangkan yang bersifat inhibisi adalah GABA
pada jaringan otak dan glisin pada medulla spinalis. ( Tuti Pahria, 1996 ).

2


Reseptor GABA

GABA disintesis pada tahun 1883, dan jauh sebelum itu telah diketahui GABA adalah
produk mikrobia dan hasil metabolisme tanaman. Tidak sampai pada tahun 1950, atas
kerja keras investigator, GABA diidentifikasi sebagai konstituen SSP mamalia dan tidak
ditemukan pada jaringan lain. Maknanya penyebarannya, tidak seperti substans lainnya,
yang tersebar baik di SSP dan system saraf tepi, sudah barang tentu GABA mempunyai
beberapa karakteristik dan efek fisiologik yang khas, yang menjadikan fungsinya sangat
penting dalam SSP (Harahap, 1999). GABA (gamma-aminobutyric acid) merupakan
neurotransmiter inhibitor utama di sistim saraf pusat mamalia dan terdapat pada hampir
40% saraf. Peran GABA sebagai neurotransmitter inhibitor didukung fakta bahwa
banyak penyakit saraf yang disebabkan karena adanya degeneratif saraf GABAenergik,
contohnya epilepsi, gangguan tidur, dan tardive dyskinesia.GABA bekerja pada
reseptornya yaitu reseptor GABA. Reseptor GABA terdapat dalam tiga tipe,

Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk
mengalami kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang
tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba,
terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori.
Epilepsi juga merupakan suatu gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan
berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan
mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini disertai pelepasan
muatan listrik. 2% dari penduduk dewasa pernah mengalami kejang. Sepertiga dari
kelompok tersebut mengalami epilepsi.
Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak.
Secara pasti, apa yang terjadi selama kejang tergantung kepada bagian otak yang
memiliki muatan listrik abnormal. Jika hanya melibatkan daerah yang sempit, maka
penderita hanya merasakan bau atau rasa yang aneh. Jika melibatkan daerah yang luas,
maka akan terjadi sentakan dan kejang otot di seluruh tubuh. Penderita juga bisa
merasakan perubahan kesadaran, kehilangan kesadaran, kehilangan pengendalian otot
atau kandung kemih dan menjadi linglung. (Medicastore, 2008)
Konvulsi adalah gerak otot klonik atau tonik yang involuntar. Konvulsi dapat
timbul karena anoksia serebri, intoksikasi sereberi hysteria, atau berbagai manifestasi
epilepsi. Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun
3

dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. (Mardjono, 1988)
Kejang yang timbul sekali, belum boleh dianggap sebagai epilepsi. Timbulnya
parestesia yang mendadak, belum boleh dianggap sebagai manifetasi epileptic. Tetapi
suatu manifestasi motorik dan sensorik ataupun sensomotorik ataupun yang timbulnya
secara tiba-tiba dan berkala adalah epilepsi. (Mardjono, 1988)
Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan
listrik atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi di suatu focus dalam otak yang
menyebabkan bangkitan paroksismal. Fokus ini merupakan neuron epileptic yang
sensitif terhadap rangsang disebut neuron epileptic. Neuron inilah yang menjadi sumber
bangkitan epilepsi. (Utama dan Gan, 2007)
Sistem saraf pusat merupakan pusat pengaturan informasi, dimana seluruh
aktivitas tubuh dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat terdiri atas otak
dan sumsum tulang belakang. Otak dilingdungi oleh tengkorak dan sumsum tulang
belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang belakang
dibungkus oleh selaput meningia yang melindungi sistem saraf halus, membawa
pembuluh darah, dan dengan mensekresi sejenis cairan yang disebut serebrospinal,
selaput meningia dapat memperkecil benturan dan guncangan. Meningia terdiri ata tiga
lapisan, yaitu piamater, arachnoid, dan duramater.
Susunan saraf pusat berkaitan dengan sistem saraf manusia yang merupakan
suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan
yang lain. Fungsi sistem saraf antara lain : mengkoordinasi, menafsirkan dan
mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya.
Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat merangsang serebrum
medula dan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah korteks otak-depan oleh se-
nyawa stimulan SSP akan meningkatkan kewaspadaan, pengurangan kelelahan pikiran
dan semangat bertambah. Contoh senyawa stimulan SSP yaitu kafein dan amfetamin.
Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan sistem
saraf tepi (SST). Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya,
dan suara mula- mula diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum
tulang belakang. Rasa sakit disebabkan oleh perangsangan rasa sakit diotak besar.
Sedangkan analgetik narkotik menekan reaksi emosional yang ditimbulkan rasa sakit
tersebut. Sistem syaraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang
tidak spesifik, misalnya sedatif hipnotik.
4

Obat obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek
farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu :
1. Merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung
merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya.
2. Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak lansung
memblokir proses proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan
saraf- sarafnya.
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat
luas (merangsang atau menghambat secara spesifik atau secara umum). Kelompok obat
memperlihatkan selektifitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik khusus
mempengaruhi pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa pengaruh jelas.
Obat Susunan Saraf Pusat (SSP) adalah semua obat yang berpengaruh terhadap
sistem saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat mempengaruhi
pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku. Obat yang dapat merangsang SSP
disebut analeptika.
Klasifikasi Sistem Saraf Pusat
Obat yang bekerja terhadap SSP dapat dibagi dalam beberapa golongan besar,
yaitu:
a. Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi Psikoleptika (menekan atau
menghambat fungsi-fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika, sedativa dan
tranquillizers, dan antipsikotika); Psiko-analeptika (menstimulasi seluruh SSP, yakni
antidepresiva dan psikostimulansia (wekamin)).
b. Untuk gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple sclerosis), dan
penyakit Parkinson.
c. Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetika, anestetika umum, dan lokal.
d. Jenis obat vertigo dan obat migrain (Tjay, 2002).
Umumnya semua obat yang bekerja pada SSP menimbulkan efeknya
dengan mengubah sejumlah tahapan dalam hantaran kimia sinap (tergantung kerja
transmitter).

Pembagian obat susunan syaraf pusat:
Anestetika
Hipnotiv sedativ
Antikonvulsan
Antipartinson
5

Antiepileptika
DIAZEPAM
Diazepam termasuk golongan obat benzidiazepin. Diazepam terutama digunakan
untuk terapi konvulsi rekuren, miksalnya status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat
untuk terapi bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan
hipsaritmia yang refrrakter terhadap terapi lazim. Diazepam efektif pada bangkitan lena
karena menekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam satu detik. (Utama
dan Gan, 2007)
Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus pada orang dewasa, disuntikkan
0,2 mg/kgBB dengan kecepatan 5 mg/menit diazepam IV secara lambat. Dosis ini dapat
diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20 menit sampai beberapa jam. Dosis
maksimal 20-30 mg. Sedangkan pada anak-anak dapat diberikan diazepam IV dengan
dosis 0,15-0,30 mb/kgBB selama 2 menit dan dosis maksimal 5-10 mg.
Diazepam dapat mengendalikan 80-90% pasien bangkitan rekuren. Pemberian
per rektal dengan dosis 0,5 mg atau 1 mg/kgBB diazepam untuk bayi dan anak di bawah
11 tahun dapat menghasilkan kadar 500 g/mL dalam waktu 2-6 menit bagi anak yang
lebih besar dan orang dewasa pemberian rektal tidak bermanfaat untuk mengatasi
kejang akut, karena kadar puncak lambat tercapai dan kadar plasmanya rendah.
Walaupun diazepam telah sering digunakan untuk mengatasi konvulsi rekuren,
belum dapat dipastikan kelebihan manfaatnya dibandingkan obat lain, seperti barbiturat
atau anastesi umum; untuk ini masih diperlukan suatu uji terkendali perbandingan
efektivitas.(UtamadanGan,2007).


III. Alat dan Bahan
a. Bahan
- Jarum suntik
- Papan bedah
- Timbangan
- Gunting bedah
- Tikus
b. Alat
- Amfetamin
- Luminal
- Diazepam
6




IV. Prosedur Kerja
Timbang berat badan tikus
Hitung VAO obat yang akan disuntikkan
Suntikkan Amfetamin 0,3 ml
Tunggu selama 5 menit
Setelah itu suntikkan obat secara IP
Amati

V. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Kelompok Dosis BB VAO
Waktu
15 menit 30 menit 45 menit 60 menit
1 Luminal 3,5 mg/200 g 156 g 0,39 ml
A GT A GT A GT A GT
T F T F T F T F
EG
RIT

EG

RIT

EG
RIT

EG

RIT
2 Luminal 3,5 mg/200 g 170 g 0,51 ml
A R A R A ET
A

K
T F T
RIT

F JM
R

EG
EG
RIT

GP

R

ET

MATI
GP

3
Diazepam 0,56
mg/200 g
184 g
0,515
ml
A R A R A R A R
T GP T GP T GP T GP
F EG F EG F EG F EG
4
Diazepam 0,7 mg/200
g
156 g 0,55 ml
A AG A AG A AG A AG
T F T F T F T F
GP TN
GP

TN GP TN
GP

TN
EG
RIT

EG

RIT

EG
RIT

EG

RIT
5
Diazepam 0,84
mg/200 g
181 g 0,76 ml
Ag R
Ag

R Ag R
Ag

R
RIT

GP
RIT

GP
RIT

GP
RIT

GP
A
GJM

A
GJM

A
GJM

A GJM
T BD T BD T BD
T

BD
6 Kontrol 169 g 1,69 ml A GP A GP A GP A GP
7

RIT

R
RIT

R
RIT

R
RIT

R
T F T F T F T F
CG

CG

CG

CG



Perhitungan :
ETANOL = 169 g x



= 8,45 ml

NaCl = 1% BB
= 1% x 169 g
= 1,69 ml



2. Pembahasan
Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak.
Secara pasti, apa yang terjadi selama kejang tergantung kepada bagian otak yang
memiliki muatan listrik abnormal. Jika hanya melibatkan daerah yang sempit, maka
penderita hanya merasakan bau atau rasa yang aneh. Jika melibatkan daerah yang
luas, maka akan terjadi sentakan dan kejang otot di seluruh tubuh. Penderita juga
bisa merasakan perubahan kesadaran, kehilangan kesadaran, kehilangan
pengendalian otot atau kandung kemih dan menjadi linglung.
Antiepileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsi
berkat khasiat antikonvulsinya, yakni meredakan konvulsi (kejang klonus hebat).
Semua obat antikonvulsi memiliki waktu paruh panjang, dieliminasi dengan lambat
dan berakumulasi dalam tubuh pada penggunaan kronis.
Pada praktikum kali ini tikus diberi obat amfetamin sebanyak 0,3 ml secara
ip sebagai penginduksi kejang. Setelah 5 menit tikus diberi obat diazepam sebagai
penenang. Diazepam termasuk golongan obat benzidiazepin. Diazepam terutama
digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, miksalnya status epileptikus. Obat ini juga
bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik
fokal dan hipsaritmia yang refrrakter terhadap terapi lazim. Diazepam efektif pada
8

bangkitan lena karena menekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam
satu detik.
Untuk memastikan daya kerja obat, dipastikan dengan melihat parameter
SSP yang terjadi pada tikus tersebut yaitu :
- Aktifitas meningkat
- Konvulsi
- Tremor
- Ekor Bergelombang
- Gerak Berputar
- Respirasi meningkat
- Aktivitas menurun
- Respirasi menurun
- Vasikulasi
- Rasa ingin tahu
- Jalan mundur
- Ekor tegang
- Kejang

Pada praktikum ini, kelompok kami mengerjakan kontrol dengan di
suntikkan NaCl 1,69 ml secara ip, dan dengan pengamatan selama 60. Dalam 15
menit pertama sampai menit ke 60, tikus percobaan kelompok kami rasa ingin
tahunya meningkat, tonus (otot) meningkat, aktivitasnya meningkat, terjadi tremor,
gerak berputar dan agresif. Kemudian fasikulasi dari menit ke 15 hingga ke 45 serta
ekor bergelombang dari menit ke 15 hingga menit ke 30.

VI. Kesimpulan
1. Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk
mengalami kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik
yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan
serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau
gangguan fenomena sensori.
2. Sistem saraf pusat merupakan pusat pengaturan informasi, dimana seluruh
aktivitas tubuh dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat terdiri
atas otak dan sumsum tulang belakang.
9

3. Untuk memastikan daya kerja obat, dipastikan dengan melihat parameter SSP
yang terjadi pada tikus tersebut yaitu :
Aktifitas meningkat
Konvulsi
Tremor
Ekor Bergelombang
Gerak Berputar
Respirasi meningkat
Aktivitas menurun
Respirasi menurun
Vasikulasi
Rasa ingin tahu
Jalan mundur
Ekor tegang
Kejang
4. Obat yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
Diazepam
Luminal
Obat yang digunakan sebagai penginduksi kejang yaitu amfetamin

VII. Jawaban Pertanyaan
1. Diskusikan tipe kejangan yang diamati !
Jawab :
Tipe kejangan yang diamati adalah kejangan tonik dan klonik. Dimana
kematian terjadi apabila kejangan tonik yang meliputi pola keseluruhan otot
kerangka, termasuk otot pernafasan, sehingga kematian makhluk hidup terjadi
sebagai akibat tidak bernafas. Kesukaran bernafas merupakan kejangan apabila ikut
terlibat otot otot pernafasan.

2. Diskusikan apakah menurut saudara barbital sama efektif dengan diazepam untuk
mengatasi stimulant SSP oleh pentetrazol?
Jawab :
Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling sering
digunakan pada serangan grand mal. Contoh fenobarbital dan piramidon. Grand
10

mal (tonik-tonik umum ) Timbul serangan-serangan yang dimulai dengan kejang-
kejang otot hebat dengan pergerakan kaki tangan tak sadar yang disertai jeritan,
mulut berbusa,mata membeliak dan disusul dengan pingsan dan sadar kembali.
Berdasarkan efek kejang yang dapat diatasi oleh barbital maka barbital dapat
dikatakan sama efektif dengan diazepam dalam mengatasi kejang, terutama kejang
yang bermula pada otot ataupun yang disebabkan oleh pentetrazol.

3. Obat obat lain apa sajakah yang dapat menggantikan peranan diazepam dalam
eksperimen ini?
Jawab :
Golongan hidantoin, adalah obat utama yang digunakan pada hamper semua
jenis epilepsi. Contoh fenitoin.
Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling sering digunakan
pada serangan grand mal. Contoh fenobarbital dan piramidon.
Golongan karbamazepin, senyawa trisiklis ini berkhasiat antidepresif dan anti
konvulsif.
Golongan benzodiazepine, memiliki khasiat relaksasi otot, hipnotika dan
antikonvulsiv yang termasuk golongan ini adalah desmetildiazepam yang
aktif,klorazepam, klobazepam.
Golongan asam valproat, terutama efektif untuk terapi epilepsy umum tetapi
kurang efektif terhadap serangan psikomotor. Efek anti konvulsi asam valproat
didasarkan meningkatkan kadar asam gama amino butirat acid.

4. Diskusikan apa saja criteria farmakodinamik untuk suatu obat antiepileptic.
Sehubungan dengan isu apakah diazepam cukup baik sebagai antiepileptika.
Jawab :
Criteria farmakodinamik untuk obat antiepileptika adalah memberikan efek
antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi pada system SSP. Obat antiepileptika
hendaknya bisa berefek ketika digunakan dalam dosis yang rendah dan terendah.

5. Diskusikan cara lain untuk mengevaluasi efek suatu antiepileptika prospektif.
Jawab :
Cara untuk mengevaluasi efek suatu antiepileptika adalah dengan
mencobakan pada hewan percobaan yang telah diinduksi dengan pentetrazol (obat
11

yang dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kejang) ataupun seperti dalam
praktikum menggunakan amphetamine sebagai penginduksi kejang sehingga didapat
hasil bahwa obat tersebut dalam dosis yang telah ditentukan memberikan efek yang
diinginkan.
Sehingga didapatkan perbandingan efektivitas obat dengan berbagai konsentrasi dan
dosis, dan juga untuk pemakain dalam jangka waktu lama.



















12



DAFTAR PUSTAKA


Farmakologi.1995.Farmakologi dan Terapi.Edisi 4.Gaya Baru:Jakarta
Katzung, Bertram G, (2004), Basic & clinical pharmacology, 9th Edition, Lange
Medical Books/Mcgraw-Hill: New York, Hal : 6, 152 (e-book version of the text).

Kee,Hayes.1996.Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.Jakarta:EGC

Louisa M & Dewoto HR . 2007. Perangsangan Susunan Saraf Pusat . Dalam :
Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta, hal. 247-248

Mardjono, M. 1988. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat : Jakarta, hal. 439-441; 444

Medicastore. 2008. Kejang. Apotek Online dan Media Informasi Obat Penyakit.
(online), (http://www.medicastore.com, diakses 4 Mei 2008)

Nurmeilis, dkk. 2009. Penuntun Praktikum Farmakologi. Program Studi Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Universitas Indonesia. 2008. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tan hoan tjay DRS.&Kirana rahardja DRS.1978, Obat-obat penting,edisi ke lima,PT
Elex Media Konputindo ,Gramedia,Jakarta.

You might also like