You are on page 1of 11

Prinsip etika kedokteran

Keputusan yang hendak diambil oleh dokter sebaiknya mempertimbangkan mengenai


hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan pelanggaran atas
kebutuhan dasar diatas terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.1,2
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap
dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik
buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang
cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut oleh orang
yaitu teori deontologi dan teologi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa deontologi
mengajarkan bahwabaik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatan itu sendiri,
sedangkan teologi mengajarkan untuk melihat baik-buruknya sesuatu dengan melihat hasil
atau akibatnya. Deontologi lebih mendasar kepada ajaran agama, tradisi dan budaya,
sedangkan teologi lebih berdasar pada arah penalaran dan pembenaran kepada azas
manfaat.1,3
Beuchamp dan Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan
etik diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa aturan dibawahnya. Keempat kaidah dasar
moral tersebut adalah:
A.Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi adalah prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed concent.
B.Prinsip Beneficence
Prinsip beneficence adalah prinsip moral yng mengutamakan tindakan yang ditujukan demi
kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja,
melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari sisi buruknya.
2
C.Prinsip Non-malificence
Prinsip non-malificence adalah prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk
keadaan pasien. Prinsip ini juga dikenal dengan primum non nocere atau above
all, do no harm .
D.Prinsip Justice
Prinsip justice adalah prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.
Sedangkan aturan turunannya adalah veracity (berbicara jujur, benar dan terbuka),
privacy (menghormat hak pribadi pasien), confidentiality (menjaga kerahasian pasien)
danfidelity (loyalitas dan promise keeping).
Selain prinsip atau kaidah dasar moral diatas, yang harus dijadikan pedoman dalam
mengambil keputusan klinis, profesionalitas kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai
panduan dalam bersikap dan berperilaku. Nilai-nilai dalam etika profesi tercermin dalam
sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah berisi kontrak moral antara dokter
dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan
kontrak kewajiban moral antara dokter dengan komunitasnya yaitu masyarakat
profesinya.Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban
moral yang melekat pada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban
hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut
haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam hokum kedokteran.
Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.1
Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan dengan
pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaidah dasar moral diatas. Jonsen, Siegler dan
Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik yang essential dalam
pelayanan klinik, yaitu :
A.Medical indication
Kedalam topic medical indication dimasukkan semua prosedur diagnostik dan terapi yang
sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi medis
ini ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dannon-
malificence. Pertanyaan etika pada topik ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang
selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin informed concent.

B.Patient preferences
Pada topik ini, kita memperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban
yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomy. Pertanyaan etika meliputi
pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunter sikap dan keputusannya, pemahaman
atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien dalam keadaan tidak sadar dan kompeten
serta nilai dan keyakinan yang dianut oleh pasien.
C.Quality of life
Topik quality of life merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran yaitu memperbaiki,
menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insan. Apa, siapa dan bagaimana melakukan
penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis yang berkaitan
denganbeneficence, non-malificence dan autonomy.
D.Contextual features
Dalam topic ini dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mendahului keputusan
seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya dan
faktor hukum.

Keuntungan dan Kerugian Bleaching gigi
Kerugian bleaching

1. Orang perlu memakai zat pemutih (bleaching trays) selama enam sampai delapan jam per
hari untuk mendapatkan efek yang maksimal. Padahal bahan kimia yang digunakan untuk
memutihkan gigi dapat mengubah persepsi rasa dan mengganggu pencernaan.

2. Sering melakukan pemutihan gigi bisa mengakibatkan hipersensitif gigi

3. Iritasi pada jaringan lunak

4. Sakit tenggorokan

5. Kesulitan untuk menggigit

6. Bleaching gigi juga bisa bikin kecanduan atau ketagihan


Keuntungan Bleaching

1. Gigi yang gelap atau kusam dari dibersihkan dalam waktu yang relatif singkat (dari 4-5
hari hingga 3 atau 4 minggu)

2. Meningkatkan rasa kepercayaan diri dan efek psikologis yang ditimbulkannya

3. Orang bisa mengontrol tingkat keputihan giginya


ETIKA
Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran etik.
Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan
prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi
lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan
terakhir disebut dengan prima facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi
prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu
kepada 4 kaidah dasar moral (sering disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika),
juga prima facie dalam penerapan praktiknya secara skematis dalam gambar berikut :
kedokteran, dengan prima facie sebagai judge; penentu kaidah dasar mana yang dipilih ketika
berada dalam konteks tertentu (ilat) yang relevan.
a. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati martabat
manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang
memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang
otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.
Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni : kebebasan bertindak,
memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi
dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan pihak luar
(heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari
manusia.
Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran = otonomi individu, yakni kemampuan
melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan
melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi.
Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan pasien demi
dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat).
Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi.
Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi liyan, lindungi informasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat
keputusan penting.
Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk kepentingan
peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang dimaksudkan (intended) atau dampak
tak laik-bayang (foreseen effects), letting die.
b. Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus
mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare).
Pengertian berbuat baik diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar
memenuhi kewajiban.
Tindakan berbuat baik (beneficence)
General beneficence :
melindungi & mempertahankan hak yang lain
mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain,
Specific beneficence :
menolong orang cacat,
menyelamatkan orang dari bahaya.
Mengutamakan kepentingan pasien
Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah
sakit/pihak lain
Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk)
Menjamin nilai pokok : apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya
(apalagi ada yg hidup).
c. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah memilih
pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first,
do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.
Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti :
Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien
Minimalisasi akibat buruk
Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :
- Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting
- Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
- Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).
Norma tunggal, isinya larangan.
d. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama
dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta
perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya.
Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.
Treat similar cases in a similar way = justice within morality.
Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagaifairness) yakni :
a. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka
(kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan/membahagiakannya)
b. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban
sesuai dengan kemampuan pasien).
Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi
(bermartabat), khususnya : yang-hak dan yang-baik
Jenis keadilan :
a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
b. Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban
bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-
rohani; secara material kepada :
Setiap orang andil yang sama
Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya
Setiap orang sesuai upayanya.
Setiap orang sesuai kontribusinya
Setiap orang sesuai jasanya
Setiap orang sesuai bursa pasar bebas
c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama :
Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi social
dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.
Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social ekonomi (mementingkan prosedur adil >
hasil substantif/materiil).
Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu
Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap
individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).
d. Hukum (umum) :
Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.
pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai
kesejahteraan umum.
Prima Facie : dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang dokter harus melakukan
pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-absah sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi
konkrit terabsah (dalam bahasa fiqh ilat yang sesuai). Inilah yang disebut pemilihan
berdasarkan asas prima facie.[4]
Norma dalam etika kedokteran (EK) :
Merupakan norma moral yang hirarkinya lebih tinggi dari norma hukum dan norma sopan
santun (pergaulan)
Fakta fundamental hidup bersusila :
Etika mewajibkan dokter secara mutlak, namun sekaligus tidak memaksa. Jadi dokter
tetap bebas,. Bisa menaati atau masa bodoh. Bila melanggar : insan kamil (kesadaran moral =
suara hati)nya akan menegur sehingga timbul rasa bersalah, menyesal, tidak tenang.
Sifat Etika Kedokteran :
1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)
2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain / pasien).
3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = selfimposed, zelfoplegging)
4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban ke arah norma-norma
yang seringkali mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri
sendiri, umum, teman sejawat dan pasien/klien & masyarakat khusus lainnya)
5. Etika profesi (biasa):
bagian etika sosial tentang kewajiban & tanggungjawab profesi
bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai, norma-norma/kewajiban-kewajiban dan
keutamaan-keutamaan moral
Sebagian isinya dilindungi hukum, misal hak kebebasan untuk menyimpan rahasia
pasien/rahasia jabatan (verschoningsrecht)
Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan & pengalaman profesi kedokteran.
Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika apriori); karena telah berabad-abad,
yang-baik & yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan norma atau
moralitas profesi)
Isi : 2 norma pokok :
sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak praktek profesi bagi orang lain;
bersikap adil dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).
6. Etika profesi luhur/mulia :
Isi : 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan :
Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter < style="">
Ada idealisme : tekad untuk mempertahankan cita-cita luhur/etos profesi = lesprit de corpse
pour officium nobile
7. Ruang lingkup kesadaran etis : prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh teknologisasi
dan komersialisasi dunia kedokteran.

BAGAIMANA SESEORANG MEMUTUSKAN SESUATU ITU ETIS?
Setiap orang bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mengambil keputusan etis dan
dalam mengimplementasikannya.Bagi dokter secara pribadi dan mahasiswa kedokteran, etika
kedokteran tidak hanya terbatas pada
rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan
oleh WMA atau organisasi kesehatan yang lain
karena rekomendasi tersebut sifatnya sangat
umum dan setiap orang harus memutuskan apakah hal itu dapat diterapkan pada situasi yang
sedang dihadapi atau tidak dan terlebih lagi banyak masalah etika yang muncul dalam
praktek
medis yang belum ada petunjuk bagi ikatan dokter. Setiap orang bertanggung jawab terhadap
diri sendiri dalam mengambil keputusan etis dan dalam mengimplementasikannya.

Ada berbagai cara berbeda dalam pendekatan masalah-masalah etika seperti dalam contoh
kasus pada bagian awal Manual ini yang secara kasar dapat dibagi menjadi dua kategori:
rasional dan non-rasional. Penting untuk mengingat bahwa non-rasional bukan berarti
irrasional namun hanya dibedakan dari sistematika, dan alasan yang dapat digunakan dalam
mengambil keputusan.

Pendekatan-pendekatan non-rasional:
Kepatuhan merupakan cara yang umum dalam membuat keputusan etis, terutama oleh
anak-anak dan mereka yang bekerja dalam struktur kepangkatan (militer, kipolisian,
beberapa organisasi keagamaan, berbagai corak bisnis). Moralitas hanya mengikuti aturan
atau perintah dari penguasa tidak memandang apakah anda setuju atau tidak.

Imitasi serupa dengan kepatuhan karena mengesampingkan penilaian seseorang terhadap
benar dan salah dan mengambil penilaian orang lain sebagai acuan karena dia adalah
BAGAIMANA SESEORANG MEMUTUSKAN SESUATU ITU ETIS?
Setiap orang bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mengambil keputusan etis dan
dalam mengimplementasikannya.Bagi dokter secara pribadi dan mahasiswa kedokteran, etika
kedokteran tidak hanya terbatas pada
rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan
oleh WMA atau organisasi kesehatan yang lain
karena rekomendasi tersebut sifatnya sangat
umum dan setiap orang harus memutuskan apakah hal itu dapat diterapkan pada situasi yang
sedang dihadapi atau tidak dan terlebih lagi banyak masalah etika yang muncul dalam
praktek
medis yang belum ada petunjuk bagi ikatan dokter. Setiap orang bertanggung jawab terhadap
diri sendiri dalam mengambil keputusan etis dan dalam mengimplementasikannya.

Ada berbagai cara berbeda dalam pendekatan masalah-masalah etika seperti dalam contoh
kasus pada bagian awal Manual ini yang secara kasar dapat dibagi menjadi dua kategori:
rasional dan non-rasional. Penting untuk mengingat bahwa non-rasional bukan berarti
irrasional namun hanya dibedakan dari sistematika, dan alasan yang dapat digunakan dalam
mengambil keputusan.

Pendekatan-pendekatan non-rasional:
Kepatuhan merupakan cara yang umum dalam membuat keputusan etis, terutama oleh
anak-anak dan mereka yang bekerja dalam struktur kepangkatan (militer, kipolisian,
beberapa organisasi keagamaan, berbagai corak bisnis). Moralitas hanya mengikuti aturan
atau perintah dari penguasa tidak memandang apakah anda setuju atau tidak.

Imitasi serupa dengan kepatuhan karena mengesampingkan penilaian seseorang terhadap
benar dan salah dan mengambil penilaian orang lain sebagai acuan karena dia adalah

You might also like