Professional Documents
Culture Documents
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki alat-alat musik dan budaya yang
beraneka ragam yang disebut musik daerah. Musik daerah adalah musik yang lahir
dari budaya daerah dan diwariskan secara turun temurun yang secara umum disebut
musik tradisional. Oleh karena itu alat musik maupun lagunya menjadi sifat unsur
kesederhanaan dan kedaerahan.
Alat musik tradisional Nusantara dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis sesuai dengan
fungsi pengelompokannya, antara lain:
2. Aerophone : Instrumen yang sumber bunyinya berasal dari udara yang di tiup.
Contoh: Seruling, Kledi, dll.
4. Idiophone : Instrumen yang sumber bunyinya berasal dari alat itu sendiri. Contoh:
Gong, Saron, Bonang dll
Berikut ini beberapa nama-nama alat musik tradisional beserta lagu daerah khas adat
kebudayaan Nusantara sesuai dengan daerahnya:
Alat Musik Tradisional : Arumba, Doli-doli, Druri dana, Faritia, Garantung, Gonrang,
Hapetan,
Arama / faritia , Alat musik gesek. Panjang 25,2 cm, Tinggi 96 cm,
tebal 1,3 cm dengan diameter14,8 cm.
Alat musik pukul, gesek, tiup dan petik juga terdapat di Nias. Alat-alat musik tersebut
dibunyikan pada saat pesta. Pada upacara kebesaran, pesta perkawinan dan kematian,
Aramba (Gong), Faritia (canang) dan Göndra (gendang), Fondrahi/tutu (tambur)
dibunyikan berhari-hari sebelum pesta berlangsung agar masyarakat dan desa tetangga
mendengarnya. Alat musik Lagia, Ndruri, Doli-doli (adalah alat musik yang seperti
bambu yang ditiup atau di hasapi), dan Surune sering dibunyikan oleh masyarakat
pada saat mereka sedang santai, kesepian atau sedih agar mereka dapat terhibur.
Di Nias Selatan, selain pada upacara kebesaran (Fa’ulu), pada upacara kematian
seorang bangsawan yang dihormati, gong dan gendang juga dibunyikan. Sementara
pada upacara pemujaan dewa-dewa, para pemuka agama kuno (Ere) selalu
membunyikan Fondrahi sambil mengucapkan mantra-mantra tertentu dalam bentuk
syair atau pantun (Hoho).
Lagu Daerah : Say Selamat Masineger, Leleng Ma Hupaima Ima, Dago Inang Sarge,
Madedek Magambiri, Meriam Tomong, Sigulempong, Rambadia, Sinanggar Tulo,
Piso Surit, dll.
Arbab
Instrumen ini terdiri dari 2 bagian yaitu Arbabnya sendiri (instrumen induknya) dan
penggeseknya (stryk stock) dalam bahasa daerah disebut : Go Arab. Instrumen ini
memakai bahan : tempurung kelapa, kulit kambing, kayu dan dawai.
Musik Arbab pernah berkembang di daerah Pidie, Aceh Besar dan Aceh Barat. Arbab
ini dipertunjukkan pada acara-acara keramaian rakyat, seperti hiburan rakyat, pasar
malam dsb. Sekarang ini tidak pernah dijumpai kesenian ini, diperkirakan sudah mulai
punah. Terakhir kesenian ini dapat dilihat pada zaman pemerintahan Belanda dan
pendudukan Jepang.
Bangsi Alas
Bangsi Alas adalah sejenis isntrumen tiup dari bambu yang dijumpai di daerah Alas,
Kabupeten Aceh Tenggara. Secara tradisional pembuatan Bangsi dikaitkan dengan
adanya orang meninggal dunia di kampung/desa tempat Bangsi dibuat. Apabila
diketahui ada seorang meninggal dunia, Bangsi yang telah siap dibuat sengaja
dihanyutkan disungai. Setelah diikuti terus sampai Bangsi tersebut diambil oleh anak-
anak, kemudian Bangsi yang telah di ambil anak-anak tadi dirampas lagi oleh
pembuatnya dari tangan anak-anak yang mengambilnya. Bangsi inilah nantinya yang
akan dipakai sebagai Bangsi yang merdu suaranya. Ada juga Bangsi kepunyaan orang
kaya yang sering dibungkus dengan perak atau suasa.
Rapai
Rapai terbuat dari bahan dasar berupa kayu dan kulit binatang. Bentuknya seperti
rebana dengan warna dasar hitam dan kuning muda. Sejenis instrumen musik pukul
(percussi) yang berfungsi pengiring kesenian tradisional.
Rapai ini banyak jenisnya : Rapai Pasee (Rapai gantung), Rapai Daboih, Rapai
Geurimpheng (rapai macam), Rapai Pulot dan Rapai Anak.
Geundrang (Gendang)
Tambo
Sejenis tambur yang termasuk alat pukul. Tambo ini dibuat dari bahan Bak Iboh
(batang iboh), kulit sapi dan rotan sebagai alat peregang kulit. Tambo ini dimasa lalu
berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menentukan waktu shalat/sembahyang dan
untuk mengumpulkan masyarakat ke Meunasah guna membicarakan masalah-masalah
kampung.
Sekarang jarang digunakan (hampir punah) karena fungsinya telah terdesak olah alat
teknologi microphone.
Taktok Trieng
Taktok Trieng juga sejenis alat pukul yang terbuat dari bambu. Alat ini dijumpai di
daerah kabupaten Pidie, Aceh Besar dan beberapa kabupaten lainnya. Taktok Trieng
dikenal ada 2 jenis :
Bereguh nama sejenis alat tiup terbuat dari tanduk kerbau. Bereguh pada masa silam
dijumpai didaerah Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara dan terdapat juga dibeberapa tempat
di Aceh. Bereguh mempunyai nada yang terbatas, banyakanya nada yang yang dapat
dihasilkan Bereguh tergantung dari teknik meniupnya.
Fungsi dari Bereguh hanya sebagai alat komunikasi terutama apabila berada
dihutan/berjauhan tempat antara seorang dengan orang lainnya. Sekarang ini Bereguh
telah jarang dipergunakan orang, diperkirakan telah mulai punah penggunaannya.
Canang
Perkataan Canang dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Dari beberapa alat
kesenian tradisional Aceh, Canang secara sepintas lalu ditafsirkan sebagai alat musik
yang dipukul, terbuat dari kuningan menyerupai gong. Hampir semua daerah di Aceh
terdapat alat musik Canang dan memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda-beda.
Fungsi Canang secara umum sebagai penggiring tarian-tarian tradisional serta Canang
juga sebagai hiburan bagi anak-anak gadis yang sedang berkumpul. Biasanya
dimainkan setelah menyelesaikan pekerjaan di sawah ataupun pengisi waktu
senggang.
Celempong
Celempong dimainkan oleh kaum wanita terutama gadis-gadis, tapi sekarang hanya
orang tua (wanita) saja yang dapat memainkannnya dengan sempurna. Celempong
juga digunakan sebagai iringan tari Inai. Diperkirakan Celempong ini telah berusia
lebih dari 100 tahun berada di daerah Tamiang.
Keanekaragaman alat musik tradisional yang terdapat di Aceh merupakan salah satu
identitas dari masyarakat Aceh. Oleh karena itu menjadi tugas masyarakat Aceh untuk
tetap dijaga, dipelihara kelestariannya. sehingga tidak menjadi punah.
Hal ini tentunya juga peran dari pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk
mendukung dan bersama-sama memperkenalkan kepada generasi muda betapa
tingginya nilai-nilai budaya bangsa yang diwariskan oleh nenek moyang terdahulu.
Serta juga sebagai salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan Nusantara dan manca
Negara untuk dapat lebih mengenal adat dan seni budaya daerah Aceh.
Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatra Barat yang dicampur
dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang
beredar di masyarat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik
jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik
pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional saluang, bansi,
talempong, rabab, dan gandang tabuik.
Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu-lagu dari daerah ini pada
umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya
yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan
kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi merantau.
Alat Musik Tradisional : Saluang, Talempong Pacik
SALUANG
Talempong pacik
Lagu Daerah : Keparak Tingga, Kambanglah Bungo, Tari Payung, Rang Talu, Lah
Laruik Sanjo, Seringgit Dua Kupang, Bareh Solok, Kampuang Nan Jauh Dimato,
Malam Baiko, Dayuang Palinggam, Gelang Sipaku Gelang, Tak Tong Tong.
c. Propinsi Jawa Barat / Jabar
DOG DOG
REBAB
Gamelan sunda
Calung
1. Calung Gambang
Yang disebut Calung Gambang adalah sebuah calung yang dideretkan diikat dengan
tali tanpa menggunakan ancak/standar. Cara memainkannya sebagai berikut: kedua
ujung tali diikatkan pada sebuah pohon/tiang sedangkan kedua tali pangkalnya
diikatkan pada pinggang si penabuh. Motif pukulan mirip memukul gambang.
2. Calung Gamelan
Calung Gamelan adalah jenis calung yang telah tergabung membentuk ansamble.
Sebutan lain dari calung ini adalah Salentrong (di Sumedang), alatnya terdiri dari:
1. Dua perangkat calung gambang masing-masing 16 batang
2. Jengglong calung terdiri dari 6 batang
3. Sebuah gong bamboo yang biasa disebut gong bumbung
4. Calung Ketuk dan Calung Kenong terdiri dari 6 batang
5. Kendang
Lagu-lagunya antara lain Cindung Cina (Cik indung menta Caina), Kembang Lepang,
Ilo ilo Gondang.
3. Calung Jingjing
Calung Jingjing adalah bentuk calung yang ditampilkan dengan dijingjing/dibawa
dengan tangan yang satu sedang tangan yang lainnya memegang pemukul. Sangat
digemari dibandingkan dengan bentuk calung-calung lainnya, alatnya terdiri dari:
1. Calung Melodi mempunyai sepuluh nada s.d. 12 nada
2. Calung pengiring/akompanyemen terdiri dari 10 nada
3. Calung Jengglong terdiri dari 5 nada
4. Calung besar sebanyak dua batang/nada berfungsi sebagai kempul dan gong
Lagu Daerah : Cing Cang Keling, Sapu Nyere Pegat Simpai, Tokecang, Es Lilin,
Pepeling, Nenun, Manuk Dadali, Bubuy Bulan.
Angklung
Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia yang berasal dar Tanah Sunda,
terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan
oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam
susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras
(nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro
dan pelog.
Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining
mengalami musim paceklik.
Arumba (alunan rumpun bambu) berasal dari daerah Jawa Barat. Arumba adalah alat
musik yang terbuat dari bhan bambu yang di mainkan dengan melodis dan ritmis.
Pada awalnya arumba menggunakan tangga nada pentatonis namun dalam
perkembangannya menggunakan tangga nada diatonis.
Gamelan Jawa]
Siter dan celempung adalah alat musik petik di dalam gamelan Jawa.
Ada hubungannya juga dengan kecapi di gamelan Sunda.
Nama "siter" berasal dari Bahasa Belanda "citer", yang juga berhubungan dengan
Bahasa Inggris "zither". "Celempung" berkaitan dengan bentuk musikal Sunda
celempungan.
Senar siter dimainkan dengan ibu jari, sedangkan jari lain digunakan untuk menahan
getaran ketika senar lain dipetik, ini biasanya merupakan ciri khas instrumen gamelan.
Jari kedua tangan digunakan untuk menahan, dengan jari tangan kanan berada di
bawah senar sedangkan jari tangan kiri berada di atas senar.
Siter dan celempung dengan berbagai ukuran adalah instrumen khas Gamelan Siteran,
meskipun juga dipakai dalam berbagai jenis gamelan lain.
Lagu Daerah : Gundul pacul, Suwe Ora jamu, Tekate Dipanah, Gek ke Piye, Lir Ilir,
Gambang Suling, Pitik tukung.
e. Propinsi Bali
Lagu Daerah : Putri ayu, Ngusak Asik, Janger, Macepet Cepetan, Tari Bali, Meyong-
Meyong
f. Propinsi Nusa Tenggara Barat / NTB dan Nusa Tenggara Timur / NTT
Lagu Daerah : Pai Mura Rame, Desaku, Tutu Koda, Helele U Ala de Teang, Potong
bebek, Anak Kambing Saya, O Nina Noi, Lereng Wutun, Bole Lebo, O Re Re, Tebe
Ona Na.
1. Genggong
Alat musik ini termasuk dalam jenis alat musik tiup yang terbuat dari pelepah
daun enau. Secara etimologis kata genggong bersala dari kata geng (suara
tinggi) disebut genggong lanang dan gong (suara rendah) disebut wadon,
sehingga musik genggong selalu dimainkan secara berpasangan. Musik
genggong secara orkestra dapat dimainkan dengan alat musik yang lain seperti
petuq, seruling, rincik dan lain-lain.
2. Rebana Burdah
Sebuah bentuk alat musik hasil akulturasi kebudayaan bangsa Arab dengan
etnis Sasak. Rebana Burdah dipadukan dengan syair-syair pujian terhadap
Allah SWT dan riwayat Nabi Muhammad SAW yang dipetik dari kitab karya
sastra Arab Al Baranzi.
3. Gambus
Alat musik petik dengan menggunakan dawai sebagai sumber suara (bunyi)
yang digunakan untuk mengiringi lagu-lagu tradisional. Dapat dimainkan
secara bersama-sama atau sendiri.
4. Mandolin
Alat ini merupakan sebuah alat musik petik tradisional yang mempunyai senar
dan dimainkan seperti biola. Sering dipakai untuk mengiringi tari rudat dan
lagu-lagu tradisonal. Alat musik ini dapat dipadukan dengan alat musik
lainnnya untuk mengiringi lagu-lagu tradisional.
5. Preret
Preret adalah sebuah alat pengiring tarian, lagu maupun orkestra. Alat musik
ini dijumpai hampir diseluruh wilayah Indonesia.
6. Barong Tengkok
Merupakan salah satu jenis musik orkestra Lombok, terdiri dari krenceng
enam pasang, satu buah gendang dan sebuah petuk. Barong lanang/wadon
yang berfungsisebagai tempat reog sebuah gong dan tiga buah seruling sebagai
pembawa melodi. Disebut barong tengkok karena salah satu alatnya (reog)
diletakkan pada bentuk barong yang dibawa dengan ditengkokkan
Orkestra ini terdiri atas dua buah gendang beleq yang disebut gendang mama
(laki-laki) dan gendang nina (perempuan), berfungsi sebagai pembawa
dinamika.
Sebuah gendang kodeq (gendang kecil), dua buah reog sebagai pembawa
melodi masing-masing reog mama, terdiri atas dua nada dan sebuah reog nina,
sebuah perembak beleq yang berfungsi sebagai alat ritmis, delapan buah
perembak kodeq, disebut juga copek. Perembak ini paling sedikit enam buah
dan paling banyak sepuluh. Berfungsi sebagai alat ritmis, sebuah petuk
sebagai alat ritmis, sebuah gong besar sebagai alat ritmis, sebuah gong
penyentak, sebagai alat ritmis, sebuah gong oncer, sebagai alat ritmis, dan dua
buah bendera merah atau kuning yang disebut lelontek.
Menurut cerita, gendang beleq ini dulu dimainkan kalau ada pesta-pesta
kerajaan, sedang kalau ada perang berfungsi sebagai komandan perang, sedang
copek sebagai prajuritnya. Kalau perlu datu (raja) ikut berperang, disini
payung agung akan digunakan.
Sekarang fungsi payung ini ditiru dalam upacara perakawinan. Gendang beleq
dapat dimainkan sambil berjalan atau duduk. Komposisi waktu berjalan
mempunyai aturan tertentu, berbeda dengan duduk yang tidak mempunyai
aturan.
Pakaian penari gandrung terdiri atas kain batik, baju kaos lengan pendek,
gelungan (penutup/hiasan kepala), bapang, lambe, ampok-ampok, gonjer.
Seangkan pakaian pengibing adalah baju, kain, dodot dan sapuq. Pertunjukan
biasanya dilakukan pada malam hari. Lama seluruh pertunjukan lebih kurang 3
jam. Untuk setiap babak (satu pengiring) lamanya rata-rata sepuluh menit.
Tari gandrung benar-benar merupakan tari rakyat pada arena terbuka yang
dilingkari penonton dan fungsinya semata-mata untuk hiburan. Gandrung
tesebar pada beberapa desa di pulau Lombok antara lain Gerung dan Lenek di
Lombok Timur. Gandrung ‘ditanggep†orang untuk pesta perkawinan dan
sunatan. Tetapi dewasa ini bergeser fungsinya menjadi hiburan rakyat dalam
rangkaian hari-hari besar nasional atau sambil menari, demikian juga
pembawa petuk, copek dan lelontok.
4. Cilokaq
Musik ini terdiri dari bermacam-macam alat yakni:
- Alat petik, gambus ada dua buah masing-masing berfungsi sebagai melodi
dan akrod.
- Alat gesek, biola ada dua buah keduannya berfungsi sebagai pembawa
melodi.
- Alat tiup, suling dan pereret yang berfungsi sebagai pembawa melodi.
- Alat pukul, gendang ada tiga buah, msing-masing berfungsi sebagai
pembawa irama, pembawa dinamika dan tempo, juga sebagai gong. Rerincik
dugunakan sebagai alat ritmis
Alat Musik Tradisional Nusa Tenggara Timur
Alat
Musi
k
Tiup
Kabupaten Ngada Flores yang beribukota Bajawa mempunyai banyak
ragam kesenian daerah. antara lain musik Foy Doa.
Seberapa lama usia musik Foy Doa tidaklah diketahui dengan pasti
karena tidak ada peninggalan- peninggalan yang dapat dipakai untuk
mengukurnya. Foy Doa berarti suling berganda yang terbuat dari
buluh/bamabu keil yang bergandeng dua atau lebih.
Mungkin musik ini biasanya digunakan oleh para muda-mudi dalam
permainan rakyat di malam hari dengan membentuk lingkaran.
Sistem penalaan, Nada-nada yang diproduksi oleh musik Foy Doa adalah
nada-nada tunggal dan nada-nada ganda atau dua suara, hak ini
tergantung selera si pemain musik Foy Doa.
Bentuk syair, umumnya syair-syair dari nyanyian musik Foy Doa
bertemakan kehidupan , sebagai contoh : Kami bhodha ngo kami bhodha
ngongo ngangi rupu-rupu, go-tuka ate wi me menge, yang artinya kami
harus rajin bekerja agar jangan kelaparan.
Cara Memainkan, Hembuskan angin dari mulut secara lembut ke lubang
peniup, sementara itu jari-jari tangan kanan dan kiri menutup lubang
suara.
Perkembangan Musik Foy Doa, Awal mulanya musik Foy Doa dimainkan
seara sendiri, dan baru sekitar 1958 musisi di daerah setempat mulai
memadukan dengan alat-alat musik lainya seperti : Sowito, Thobo, Foy
Pai, Laba Dera, dan Laba Toka. Fungsi dari alat-alat musik tersebut di
atas adalah sebagai pengiring musik Foy Doa.
FOY DOA
Alat musik tiup dari bambu ini dahulunya berfungsi untuk mengiringi
lagu-lagu tandak seperti halnya musik Foy Doa.
Dalam perkembangannya waditra ini selalu berpasangan dengan musik
Foy Doa. Nada-nada yang diproduksi oleh Foy Pai : do, re, mi, fa, sol.
FOY PAY
Masyarakat Dawan peraya bahwa alat musik Knobe Kbetas telah ada
sejak nenek moyang mereka berumah di gua-gua. Bentuk alat musik ini
sama dengan busur panah. Cara memainkannya ialah, salah satu bagian
ujung busur ditempelkan di antara bibir atas dan bibir bawah, dan
kemudian udara dikeluarkan dari kerongkongan, sementara tali busur
dipetik dengan jari. Meripakan kebiasaaan masyarakat dawan di
pedesaan apabila pergi berook tanam atau mengembala hewan mereka
selalu membawa alat-alat musik seperti Leku, Heo, Knobe Kbetas, Knobe
Oh, dan Feku. Sambil mengawasi kebun atau mengawasi hewan-hewan,
maka musik digunakan untuk melepas kesepian. Selain digunakan untuk
hiburan pribadi, alat musik ini digunakan juga untuk upacara adat
seperti, Napoitan Li’ana (anak umur 40), yaitu bayi yang baru dilahirkan
tidak diperkenankan untuk keluar rumah sebelum 40 hari. Untuk
menyonsong bayi tersebut keluar rumah setelah berumur 40 hari, maka
diadakan pesta adat (Napoitan Li’ana).
KNOBE KHABETAS
Nama alat musik yang terbuat dari kilit bambu dengan ukuran panjang
lebih kurang 12,5 cm. ditengah-tengahnya sebagian dikerat menjadi
belahan bambu yang memanjang (semacam lidah) sedemikian halusnya,
sehingga dapat berfungsi sebagai vibrator (penggetar). Apabila pangkal
ujungnya ditarik dengan untaian tali yang terkait erat pada pangkalujung
terseut maka timbul bunyi melalui proses rongga mulut yang berfungsi
sebagai resonator.
KNOBE OH
NUREN Alat musik ini terdapat di Solor Barat. Orang Talibura di Sikka Timur
menyebut alat musik ini dengan nama Sason, apabula disebut seara
puitis menjadi Sason Nuren. Secara etimologi Sason berarti jantan, dan
Nuren berarti perempuan. Sason Nuren merupakan dua buha suling yang
dimainkan oleh seorang sendirian, merupakan sebutan keramat, sakral,
kesayangan, alat hiburan. Menurut cerita tua, seorang tokoh legendaris
Solor Barat konon berkepala dua sekaligus memiliki rmulut dua. Orang
Solor Barat menyebutnya dengan nama Edoreo sedangkan di bagian
tengah Solor Barat menyebutnya dengan nama Labaama Kaha. Konon
menurut erita ia pernah hidup 3-4 abad yang lalu. Konon menurut erita
pula ia mampu meminkan Sason Nuren sekaligus, sehingga apabila
sedang maminkan lat musik ini orang mengira ada dua pribadi yang
sedang memainkan Sason Nuren. Menurut keperayaan penduduk
setempat Sason Nuren merupakan suara para peri (nitun).
SUNDING Nama alat musik tiup ini berhubungan dengan bentuk serta ara
TONGKENG memainkannya, yaitu seruas bambu atau buluh yang panjangnya kira-
kira 30 cm. Buku salah satu ujung jari dari ruas bambu dibiarkan. Lubang
suara berjumlah 6 buah dan bmbu berbuku. Sebagian lubang peniutp
dililitkan searik daun tala. Cara memainkan alat musik ini seperti
memainkan flute. Karena posisi meniup yang tegak itu orang Manggarai
menyebutnya Tongkeng, sedangkan sunding adalah suling., sehingga alat
musik ini disebut dengan nama Sunding Tongkeng. Alat musik ini bisanya
digunakan pada waktu malam hari sewaktu menjaga babi hutan di kebun.
Memainkan alat musik ini tidak ada pantsngan, keuali lagu memanggil
roh halus yaitu Ratu Dita
Alat bunyi-bunyian dari Manggarai ini terbuat dari seruas bambu keil
sekeil pensil yang panjangnya kira-kira 15 cm. Buku ruas bagian bawah
dibiarkan tertutup, tetapi bagian atasnya dipotong untuk tempat meniup.
Buku ruaw bagian bawah dibelah untuk menyaluirkan udara tiupan mulut
dari tabung bambu bagian atas, sekaligus bagian belahan bambu itu
untuk melilit daun pandan sehingga menyerupai orong terompet yang
berfungsi memperbesar suaranya. Alat musik ini selain digunakan untuk
hiburan pribadi, juga digunakan untuk mengiringi musik gong gendang
pada permainan penak silat rakyat setempat. Nada-nada yang dihasilkan
adalah do dan re, sehingga nama alat ini disebut Prere.
PRERE
Umumnya seluruh kabupaten yang ada di NTT memiliki instrumen suling
bambu, seperti di Sumba terdapat suling hidung. Namanya demikian
karena suling ini ditiup dari hidung. Kalau di Kabupaten Belu terdapat
orkes suling dengan jumlah pemain ( 40 orang. Orkes suling ini terdiri
dari suling pembawa melodi (suling keil), dan suling pengiring yang
berbentuk silinder yaitu, suling alto, tenor, dan bass. Suling pengiring ini
terdiri dari 2 bambu yang berbentuk silinder yaitu, bambu peniup
berukuran keil dan bambu pengatur nada berbentuk besar.
Suling melodi bernada 1 oktaf lebih, suling pengiring bernada 2 oktaf.
Dengan demikian untuk meniptakan harmoni atau akord, maka suling
alto bernada mi, tenor bernada sol, dan bass bernada do, atau suling alto
bernada sol, tenor mi,dan dan bass bernada do.
Cara memainkan : suling sopran atau pembawa melodi seperti
memainkan suling pada umumnya, dan suling pengiring sementar bambu
peniup dibunyikan, maka bambu pengatur nada digerakkan turun dan
naik, yaitu sesuai dengan nada yang dipilih. Keualui pada sulign bass,
bambu peniup yang digerakkan turun dan naik.
Fungsi alat musik suling ini untuk menyambut tamu atau untuk
memeriahkan hari-hari nasional.
SULING
Alat
Musi
k
Petik
Alat musik diperkirakan masuk ke Flores Timur sejak masuknya
agama Islam sekitar abad 15. Alat musik ini terbuat dari kayu, kulit
hewan, senar, dan paku halus. Alat musik petik ini merupakan
instrumen berdawai ganda yaitu, setiap nada berdawai dua/double
snar. Dawai pertama bernada do, dawai kedua bernada sol. Dan
dawai ketiga bernada re, atau dawai pertama bernada sol, dawai
kedua bernada re, dan dawai ketiga bernada la. Fungsi alat musik
ini untuk mengiringi lagu-lagu padang pasir.
GAMBUS
Alat gesek (heo) terbuat dari kayu dan penggeseknya terbuat dari
ekor kuda yang dirangkai menjadi satu ikatan yang diikat pada
kayu penggesek yang berbentuk seperti busur (dalam istilah
masyarakat Dawan ini terbuat dari usus kuskus yang telah
dikeringkan). Alat ini mempunyai 4 dawai, dan masing-masing
bernama :
- dawai 1 (paling bawah) Tain Mone, artinya tali laki-laki
- dawai 2 Tain Ana, artinya tali ana
- dawai 3 Tain Feto, artinya tali perempuan
- dawai 4 Tain Enf, artinya tali induk
Tali 1 bernada sol, tali 2 bernada re, tali tiga bernada la dan tali 4
bernada do.
HEO
Alat musik petik ini terbuat dari labu hutan (wadah resonansi), kayu
(bagian untuk merentangkn dawai), dan usus kuskus sebagai
dawainya. Jumlah dawai sama dengan Heo yaitu 4, serta nama
dawainya pun seperti yang ada pada Heo. Fungsi Leko dalam
masyarakat Dawan untuk hiburan pribadi dan juga untuk pesta
adat. Alat musik ini selalu berpasangan dengan heo dalam suatu
pertunjukan, sehingga dimana ada heo, disitu ada Leko. Dalam
penggabungan ini Lelo berperan sebagai pembei harmoni,
sedangkan Heo berperan sebagi pembawa melodi atau kadang-
kadang sebagai pengisi (Filter) Nyanyian-nyayian pada msyarkat
Dawan umumnya berupa improvisasi dengan menuturkan tentang
kejadian-kejadi an tang telah terjadi pda masa lampau maupun
kejadian yang sedang terjadi (aktual).Dalam nyanyian ini sering
disisipi dengan Koa (semaam musik rap). Koa ada dua macam
yaitu, Koa bersyair dan Koa tak bersyair.
SOWITO
REBA Alat musik ini berdawai tunggal ini, terbuat dari tempurung
kelapa/labu hutan sebagai wadah resonansi yang ditutupi dengan
kulit kambing yang ditengahnya telah dilubangi. Dawainya terbuat
dari benang tenun asli yang telah digosok dengan lilin lebah.
Penggeseknya terbuat dari sebilah bambu yang telah diikat dengan
benang tenun yang juga telah digosok dengan lilin lebah.
Dalam pengembangannya alat ini dari jenis gesek menjadi alat
musik petik, yang juga berdawai satu dimodifikasikan menjadi 12
dawai, serta dawainya pun diganti dengan senar plastik. Reba
tiruan ini berfungsi untuk mengiringi lagu-lagu daerah populer.
Alat musik petik/pukul dari bambu ini berasal dari Manggarai.
Seruas bambu betung yang 1,5 tahun yang panjangnya kira-kira 40
m. Kedua ujung bambu dibiarkan, namun salah satunya dilubangi.
Cara pembuatannya, di tengah bambu dilubangi persegi empat
dengan ukuran 5 x 4 m. Disamping kiri kanan lubang masing-
masing dicungkil satu kulit bambu yang kemudian diganjal dengn
batangan kayu hingga berfungsi sebagai dawai.
Cara memainkan alat musik ini adalah dengan dipetik atau dipukul-
pukul dengan kayu kecil.
MENDUT
Alat musik petik dua dawai yang biasa digunakan untuk menghibur
diri dan juga sebagai sarana menggoda hati wanita. Alat musik ini
dipercayai pula dapat mengajak cecak bernyanyi dan juga suaranya
disenangi makluk halus.
KETADU MARA
Fungsi musik sasando gong dalam masyarakat pemiliknya sebagi
alat musik pengiring tari, menghibur keluarga yang sedang
berduka, menghibur keluarga yang sedang mengadakan pesta, dan
sebagai hiburan pribadi. Sasando gong yang pentatonis ini
mempunyai banyak ragam cara memainkannya, antara lain : Teo
renda, Ofalangga, Feto boi, Batu matia, Basili, Lendo Ndao, Hela,
Kaka musu, Tai Benu, Ronggeng, Dae muris, Te’o tonak.
Ragam-ragam tersebut sudah merupakan ragam yang baku, namun
dengan sedikit perbedaan ini dikarenakan :
(a). Rote terdiri dalam 18 Nusak adat dan terbagi dalam 6
keamatan. Dengan sendirinya setiap nusak mempunyai gaya
permainan yang berbeda-beda. (b). Perbedaan-perbendaan ini
dipengaruhi oleh kemampuan musikalis dari masing-masing pemain
sasando gong. (c). Belum adanya sistem notasi musik sasando
gong yang baku.
SASANDO
Perkembangan Sansando
Sasando pada mulanya menggunakan tangga nada pentatonis.
Diperkirakan akhir abad ke-18 sansando mengalami perkembangan
sesuai tuntutn zaman, yaitu menggunakan tangga nada diatonis.
Sasando diatonis khusunya berkembang di Kabupaten Kupang.
Jumlah dawai yang digunakan oleh sasando diatonis bervariasi
yaitu, 24 dawai, 28 dawai, 30 dawai, 32 dawai, dan 34 dawai.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya yaitu kira-kira 1960
untuk pertam kalinya sasando menggunakan listrik. Ide ini datang
dari seorang yang bernama Bapak edu Pah, yaitu salah seorang
pakar pemain sasando di Nusa Tenggara Timur.
Sasando Listrik
Alat Musik Bunyi-bunyian
KERONTANG Pada jaman lampau wilayah pulau komodo masih berhutan, karena
itu masih banyak binatang buas perusak tanaman seperti Kera.
Untuk mengusir binatang pengganggu tanaman, terciptalah alat
musik ini. Alat musik bunyi-bunyian ini terbuat dari tiga belahan
kayu bulat kering yang panjangnya 30 cm. Ketiga belahan kayu ini
diletakkan di atas kaki pemain yang sedang duduk dan kemudian
dipikul dengan batangan kayu sebesar jari tengah.
TATABUANG Di Tanalein alat musik ini disebut Leto, di Desa Lamanole Flores
Timur disebut Tatabuang. Rupanya mirip dengan nama Totobuang
alat musik dari Maluku. Kemungkinan besar alat musik ini dibawa
oleh suku Kera (Keraf) dari Maluku. Sebutan Tatabuang hanya
terdapat di Lemonale, dan di desa ini banyak terdapat orang suku
Kera yang menyebut dalam sejarah pelayaran menggunakan
perahu kora-kora. Terdapat sebuah erita bahwa asal muasal alat
musik ini dari seorang anak yang selalu mau mengikuti orang
tuanya ke kebun. Setiap hari sang anak selalu menangis, dan ini
sangat mengganggu kepergian mereka kek kebun. Untuk
mengatasinya sang ayah membuat alat musik ini untuk sang anak.
Di Lemonale permainan Tatabuang melalui dua cara, yaitu
digantung seperti Leto dan yang lain diletakkan di atas pangkuan.
Tatabuang dibuat dari batangan kayu Sukun yang digantung
berbentuk bulat dan hati dari kayu tersebut dikeluarkan.
Tatabuang yang digantung bernama Letor di Sikka dan yang
dipangku bernama Preson di Wulanggintang.
THOBO
Kelompok kedua yang terdiri dari dua gong besar, yang dalam
bahasa Anakalang disebut Katalla bakul, namun ada juga
menyebut dengan nama Gasa. Katalla Bakul atau Gasa dibunyikan
seara berganti-ganti untuk mengimbangi keempat gong di atas
(kelompok pertama).
b. Gong Sabu
c. Gong Alor
Nama-nama gong :
- Kingkang yaitu dua buah gong kecil.
- Dung-dung/kong-kong yaitu dua buah gong sedang.
- Posa yaitu tiga buah gong besar.
d. Gong Ngada
Gong Ngada terdiri dari lima buah dan umumnya berukuran kecil.
Nama-nama gong :
- Doa yaitu dua buah gong yang dimainkan seara silih berganti.
- Dhere yaitu terdiri dari satu gong
- Uto-uto yang juga hanya satu gong
- Wela yaitu gong yang paling tingi suaranya.
e. Gong Dawan
Gendang : Ada beberapa jenis Gendang yang dikenal oleh suku Dayak Tunjung:
• Prahi
• Gimar
• Tuukng Tuat
• Pampong
Genikng : Sebuah gong besar yang juga digantungkan pada sebuah standar
(tempat gantungan) seperti halnya gong di Jawa.
Gong : Sama seperti gong di Jawa, dengan diameter 50-60 cm
Glunikng : Sejenis alat musik pukul yang bilah-bilahnya terbuat dari kayu ulin.
Mirip alat musik saron di Jawa.
Jatung Tutup : Gendang besar dengan ukuran panjang 3 m dan diameter 50 cm
Jatung Utang : Sejenis alat musik pukul dari kayu yang berbentuk gambang.
Memiliki 12 kunci, tergantung dari atas sampai bawah dan dimainkan
dengan kedua belah tangan.
Kadire : Alat musik tiup yang terbuat dari pelepah batang pisang dan memiliki
5 buah pipa bambu yang dibunyikan dengan mempermainkan udara
pada rongga mulut untuk menghasilkan suara dengung.
Klentangan :Alat musik pukul yang terdiri dari enam buah gong kecil tersusun
menurut nada-nada tertentu pada sebuah tempat dudukan berbentuk
semacam kotak persegi panjang (rancak). Bentuk alat musik ini mirip
dengan bonang di Jawa. Gong-gong kecil terbuat dari logam
sedangkan tempat dudukannya terbuat dari kayu.
Sampek : Sejenis gitar atau alat musik petik dengan dawai berjumlah 3
atau 4. Biasanya diberi hiasan atau ukiran khas suku Dayak.
Suliikng : Alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Ada beberapa jenis
suliikng:
• Bangsi / Serunai
• Suliikng Dewa
• Kelaii
• Tompong
Uding (Uring) : Sebuah kecapi yang terbuat dari bambu atau batang
kelapa.
Alat musik ini dikenal juga sebagai Genggong (Bali) atau
Karinding (Jawa Barat).
Angklung dan musik bas dimainkan secara berkelompok. Hanya saja bedanya, alat
musik angklung mengandalkan bunyi suara bamboo, sedangkan musik bas adalah alat
musik tiup. Alat tiup itu pun terus berkembang dan menjadi sarana hiburan rakyat di
pedalaman Enrekang, dilengkapi alat tabuh yang dibuat dari kulit sapi dan dimainkan
beramai-ramai pada saat upacara adat, menyambut musim panen atau pesta rakyat.
Kacapi Makasar
Suling Toraja
i. Propinsi Maluku
Tifa
Deskripsi: Alat musik pukul serupa gendang yang berasal dari propinsi Maluku
Lagu Daerah : Hela Rotan, Burung Kakatua, Sarinande, Ayo mama, Rasa Sayange,
Naik-Naik Kepuncak Gunung, Nona Manis Siapa Yang Punya, Waktu Hujan Sore-
Sore, Lembe-Lembe, Gunung Salahutu, Burung Tantina.
Lain-Lain :
Serune Kalee merupakan isntrumen tradisional Aceh yang telah lama berkembang dan
dihayati oleh masyarakat Aceh. Musik ini populer di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh
Besar dan Aceh Barat. Biasanya alat musik ini dimainkan bersamaan dengan Rapai
dan Gendrang pada acara-acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan.
Bahan dasar Serune Kalee ini berupa kayu, kuningan dan tembaga. Bentuk
menyerupai seruling bambu. Warna dasarnya hitam yang fungsi sebagai pemanis atau
penghias musik tradisional Aceh.