You are on page 1of 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah adanya tanda-tanda
klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
1
Stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga di Amerika dan
merupakan penyebab utama disabilitas serius jangka panjang. 85% stroke adalah non-
hemoragik yang terdiri dari 25% akibat small vessel disease (stroke lakunar), 25% akibat
emboli dari jantung (stroke tromboemboli) dan sisanya akibat large vessel disease.
1
Riset
kesehatan dasar tahun 2007 mendapatkan prevalensi stroke nasional sebesar 0.8%.
Stroke juga menjadi penyebab kematian paling tinggi yaitu mencapai 15.9% pada
kelompok umur 45 sampai 54 tahun dan meningkat jadi 26.8% pada kelompok umur 55
sampai 64 tahun.
2

Pengobatan yang tepat dapat meningkatkan kemungkinan bertahan hidup dan
meningkatkan tingkat pemulihan yang dapat diharapkan. Peningkatan pengobatan dari
semua jenis stroke telah menghasilkan penurunan drastis dalam tingkat kematian dalam
beberapa dekade terakhir. Rehabilitasi diperlukan untuk memperbaiki fungsi akibat
gangguan ini.
3,4

Adanya permasalahan akibat gangguan motorik dan sensorik setelah penderita
stroke melewati masa kritis menyebabkan diperlukannya rehabilitasi medis agar
penderita dapat meningkatkan kemampuan fungsional yang dimilikinya semaksimal
mungkin.
5

Rehabilitasi adalah semua upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari
semua keadaan yang menimbulkan disabilitas dan atau handicap serta memungkinkan
penyandang disabiliti dan atau handicap untuk berpartisipasi secara aktif dalam
lingkungan keluarga atau masyarakat.
6
Rehabilitasi dilakukan oleh suatu tim rehabilitasi yang terdiri dari dokter
rehabilitasi medis, fisioterapis, terapis okupasi, perawat rahabilitasi, pekerja sosial medis,
terapis wicara, psikolog, ortotis prostetis, dan lain-lain. Tim rehabilitasi akan menjadi
sangat efektif apabila upaya-upaya tersebut di koordinasikan dan diadakan pertemuan
secara berkala untuk membahas mengenai kemajuan dan kendala tiap pasien serta
2

ditunjang oleh adanya interaksi yang baik antara penderita dan keluarganya dengan
personil medik.
6
Manfaat rehabilitasi pada penderita stroke bukan untuk mengubah defisit
neurologis melainkan menolong penderita untuk mencapai fungsi kemandirian
semaksimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih ke arah
meningkatkan kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit neurologis atau
mengusahakan agar penderita dapat memanfaatkan kemampuan sisanya untuk mengisi
kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi dengan baik.
6
Berikut ini disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita dengan
hemiparesis dextra et causa stroke iskemik yang dirawat di bagian Rehabilitasi Medik
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.




















3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Stroke menurut WHO didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih ataupun menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
1

2. Epidemiologi

Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang.
7,8

Menurut taksiran World Health Organization (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di
dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal
dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus
stroke di dunia.
9

Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Setiap
tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus
serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak
75% penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.Di Indonesia penyakit
ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita
stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya
15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
9

3. Klasifikasi Stroke
A. Berdasarkan Waktu
1. TIA (Trancient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.


4

2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gangguan neurologi yang timbul dan akan menghilang secara sempurna dalam
waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
3. Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul
semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam
atau beberapa hari.
4. Completed Stroke
Gangguan neurologi yang timbul bersifat menetap atau permanen.
10


B. Berdasarkan Etiologi
1. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah di otak. Pembuluh darah pecah dan kemudian melepaskan
darah ke otak.Setelah pecahnya arteri, pembuluh darah tidak mampu membawa darah
dan oksigen ke otak dan menyebabkan sel mati. Alasan lain yang dapat menyebabkan
strok hemoragik adalah darah yang mengalir ke otak akibat pecahnya pembuluh darah
tersebut membentuk gumpalan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
Hal ini dapat menyebabkan kerusakan fungsi otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik
terjadi pada penderita hipertensi. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas,
namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan
penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. Stroke
hemoragik terbagi menjadi intracerebral hemorrhage (ICH), subarachnoid hemorrhage
(SAH), dan cerebral venous thrombosis.

2. Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada
dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak, maka terjadi serangkaian proses patologik
pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi
dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel,
selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron. Dapat berupa iskemia, emboli,
spasme ataupun trombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat
5

cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan
terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Hampir sebagian besar
pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
17
Klasifikasi Oxford Community Stroke Project (OCSP) juga dikenal sebagai
Bamford, membaginya berdasarkan gejala awal dan episode stroke yaitu total anterior
circulation infarct (TACI), partial anterior circulation infarct (PACI), lacunar infarct
(LACI), dan posterior circulation infarct (POCI).

4. Faktor Resiko
Faktor resiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan
terhadap serangan stroke. Faktor resiko umumnya dibagi menjadi 2 golongan besar
yaitu:
11,12

A. Tidak dapat dimodifikasi : Umur, jenis kelamin, ras dan faktor genetik.
B. Dapat dimodifikasi : Diabetes melitus, penyakit jantung, inaktivitas fisik
obesitas, peningkatan kolesterol dan hipertensi.

5. Manifestasi Klinik
Pada stroke hemoragik umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas, namun
juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang
paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol, serta terdapat nyeri kepala
dan terdapat muntah. Sedangkan pada stroke non hemoragik umumnya terjadi setelah
beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, tidak ada muntah
dan tidak terdapat nyeri kepala, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak
oleh karena hipoksia jaringan otak serta sering terdapat gangguan bicara. Hampir
sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
13

6. Diagnosis
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan pemeriksaan
klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan
pemeriksaan penunjang.
7



6

7. Diagnosis Topis
Diagnosis topis dapat ditentukan dari gejala yang timbul, antara lain dengan cara
membedakan letak lesi apakah kortikal atau subkortikal (kapsula interna, ganglia basalis,
thalamus), batang otak dan medulla spinalis.
19

A. Gejala klinis pada topis di kortikal
1. Afasia
2. Wajah dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh
3. Kejang
4. Gangguan sensoris kortikal
5. Deviasi mata ke daerah lesi
B. Gejala klinis pada topis subkortikal
1. Wajah, lengan dan tungkai mengalami kelumpuhan yang sama berat
2. Gangguan sensorik
3. Sikap distonik
C. Gejala klinis pada topis di batang otak
1. Hemiplegi alternans
2. Nistagmus
3. Gangguan pendengaran
4. Tanda serebelar
5. Gangguan sensorik wajah ipsilateral dan pada tubuh kontralateral
D. Gejala klinis pada topis di medulla spinalis
1. Gangguan sensorik setinggi lesi
2. Gangguan miksi dan defekasi
3. Wajah tidak kelainan
4. Brown Sequard syndrome

8. Program Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke
Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan pasien dengan
rehabilitasi yang intensif. Tujuan dari rehabilitasi harus realistis dan fleksibel sebab
status neorologis dari pasien dan derajat kelainan biasanya berubah seiring waktu. Hal
terbaik didapatkan jika pasien dan keluarga berpartisipasi dalam mencapai tujuan
rehabilitasi.
12
7

A. Fase awal
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi
yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum memungkinkan
dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan adalah proper bed positioning,
latihan lingkup gerak sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai
penanganan masalah emosional.
14

B. Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan
aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu penderita secara
medik telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya
mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan
subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. Program pada fase ini
meliputi :
15,16

1. Fisioterapi
a. Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 kebawah).
b. Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
c. Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung dari
kekuatan otot.
d. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
e. Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
f. Latihan mobilisasi.

2. Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis pada
ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang disesuaikan, AKS
dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian
dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan.

3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini dapat
ditangani oleh speech therapist dengan cara:
8

a. Latihan pernapasan ( pre speech training ) berupa latihan napas, menelan, meniup,
latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
b. Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan mengucapkan kata-
kata.
c. Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi mengucapkan kata-
kata.
d. Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.

4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara
lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up splint,
ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).

5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase
penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan
sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali
ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai
untuk dapat menerima rehabilitasi.

6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga,
keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta
keadaan rumah penderita.






9

BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas
Nama : Ny. J.R
Umur : 76 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kartini, Tombatu
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Pensiunan
Tanggal pemeriksaan : 23 Juni 2014

Anamnesis (alloanamnesis keluarga penderita)

Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak kanan

Riwayat Penyakit Sekarang
Kelemahan anggota gerak kanan dialami penderita sejak 2 minggu yang lalu (10 Juni
2014). Kelemahan anggota gerak kanan terjadi secara tiba- tiba saat penderita sedang
bangun tidur di pagi hari. Kelemahan anggota gerak kanan disertai dengan mulut mencong ke
kanan dan gangguan bicara. Penderita tidak mengalami penurunan kesadaran, gangguan
menelan tidak ada, muntah tidak ada, kejang tidak ada dan sakit kepala tidak ada.
Penderita kemudian dibawa ke RSUP Prof Kandou dan dirawat selama 7 hari. Saat
pemeriksaan, penderita tampak lemah anggota gerak kanan dan mengalami gangguan berbicara.
Penderita duduk di kursi roda dan dalam beraktivitas membutuhkan bantuan orang lain. Menurut
keluarga penderita, sejak sakit penderita tampak lebih pendiam dan kurang berinteraksi dengan
keluarga. Buang air kecil biasa via pampers, buang air besar biasa via pampers.

Riwayat Penyakit Dahulu
Penderita mengalami hipertensi sejak 30 tahun yang lalu, tidak terkontrol.
Keluarga dan penderita lupa nama obat yang diminum. Riwayat penyakit jantung sejak
10 tahun yang lalu, tidak terkontrol. Keluarga dan penderita lupa nama obat yang
10

diminum. Sebelumnya penderita tidak pernah mengalami stroke. Riwayat diabetes
melitus, kolesterol, asam urat, dan penyakit ginjal sebelumnya tidak dialami penderita.

Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang mengalami sakit seperti ini.

Riwayat Kebiasaan
Penderita biasanya melakukan aktifitas bercocok tanam. Penderita tidak memiliki
kebiasaan merokok dan tidak minum minuman beralkohol.

Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita seorang pensiunan, mempunyai 7 orang anak dan sudah menikah, tidak ada
tanggungan lagi. Saat ini penderita tinggal bersama suaminya dan 1 orang anak beserta menantu
dan cucunya di sebuah rumah permanen, atap seng, dinding beton, berlantai beton, tidak
bertingkat, dan memiliki 5 buah kamar. Kamar mandi dan Water Closed (WC) berada di dalam
rumah, dengan menggunakan kloset jongkok. Sumber penerangan menggunakan listrik, dan
sumber air minum menggunakan air bor. Untuk biaya pengobatan penderita saat ini ditanggung
oleh askes.

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Glasgow Coma Scale (GCS) : E
4
M
6
V
5
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,0
0
C
Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, Pupil bulat isokor
3mm/3mm, refleks cahaya +/+ Normal
Telinga : Sekret tidak ada
Hidung : Septum tidak ada deviasi, sekret tidak ada
11

Mulut : Bibir tidak sianosis, deviasi lidah ke kanan
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax : Bentuk simetris, retraksi tidak ada
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas-batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal.
bising (-)
Pulmo : Inspeksi : pergerakan simetris
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor kanan sama dengan kiri
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, ronkhi (-/-),
wheezing(-/-)
Abdomen : Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

Status Neurologis
Pemeriksaan nervus cranialis :
Nervus Tes Dekstra Sinistra
N. I (N. Olfaktorius)
Sensorik
- Tes penciuman
Normal Normal
N. II (N. Optikus)
Sensorik
- Tes ketajaman
penglihatan
- Tes lapang pandang

normal

normal

normal

normal
N. III (N.
Okulomotorius)
N. IV (N.
Troklearis)
N. VI (N. Abdusen)
Motorik
- Ptosis
- Posisi bola mata
- Pupil



Tidak ada
normal
Refleks Cahaya
(positif) bulat,
isokor

Tidak ada
normal
Refleks Cahaya
(positif) bulat,
isokor
12

- Gerakan bola mata normal Normal
N. V (N.
Trigeminus)
Motorik
- Menggerakkan
rahang
- Kontraksi m. Maseter
dan m. Temporalis
Sensorik
- Rasa Raba
- Refleks Kornea

normal
normal


normal
normal

normal
normal


normal
normal
N. VII (N. Fasialis) Motorik
- Angkat alis
- Memejamkan mata
- Memperlihatkan gigi

Sensorik
- Pengecapan (2/3
anterior lidah)

menurun
normal
menurun


normal

normal
normal
normal


normal
N. VIII (N.
Vestibulo-
Koklearis)
Sensorik
- Tes pendengaran
- Romberg Test

normal
Tidak dievaluasi
N. IX
(N. Glosofaringeus)
N. X (N. Vagus)
Motorik
Letak uvula
Sensorik
- Pengecapan (1/3
posterior lidah)

tengah

normal
N. XI
(N.Aksesorius)
Motorik
- Otot Sternokleido-
mastoideus
- Otot Trapezius

normal

normal

normal

normal
N. XII (N.
Hipoglosus)
Motorik
- Menjulurkan lidah

deviasi ke kanan



13

Status Motorik dan Sensorik :
Status
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Gerakan Menurun Normal Menurun Normal
Kekuatan otot 1/1/1/1 5/5/5/5 1/1/1/1 5/5/5/5
Tonus otot
Atrofi otot
Meningkat
(-)
Normal
(-)
Meningkat
(-)
Normal
(-)
Refleks fisiologis Meningkat (+)Normal Meningkat (+)Normal
Refleks patologis (-) (-) (-) (-)
Sensibilitas :
Protopatik
Propioseptif

(+)Normal
(+)Normal

(+)Normal
(+)Normal

(+)Normal
(+)Normal

(+)Normal
(+)Normal

Status Otonom :
Buang air kecil biasa via pampers, buang air besar biasa via pampers

Hasil Lab 11/6/14
LED 70 GDP 92 Glob 4,4 Na 135
Leu 13700 Prot total 7,8 SGOT/PT 22/11 K 3,92
Eri 3,68 Cr 1,1 Tot Chol 114 Cl 102,5
Hb 11,2 Ur 25 HDL 25
Hct 32,9 Uric acid 5,9 LDL 98
Trom 220 Alb 3,4 Trigl 105






14

Pemeriksaan Computed Tomography-Scan :



Indeks Barthel
Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai
Bladder Kontinensia, tanpa memakai alat bantu.
Kadang-kadang ngompol.
Inkontinensia urin.
10
5
0
5
Bowel/BAB Kontinensia, supositoria memakai alat bantu.
Dibantu.
Inkontinensia alvi.
10
5
0
5
15

Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai
Toileting Tanpa dibantu (buka/pakai baju, bersihkan dubur tidak
mengotori baju), boleh berpegangan pada dinding, benda,
memakai bad pan. Dibantu hanya salah satu kegiatan diatas.
Dibantu.
10


5
5
Kebersihan
diri
Tanpa dibantu cuci muka, menyisir rambut, hias, gosok
gigi, termasuk persiapan alat-alat tersebut.
Dibantu.
5

0
5
Berpakaian Tanpa dibantu/dibantu sebagian.
Dibantu.
10
5
10
Makan Tanpa dibantu.
Memakai alat-alat makan dibantu sebagian.
Dibantu.
10
5
0
5
Transfer/
berpindah
Tanpa dibantu berpindah.
Bantuan minor secara fisik atau verbal.
Bantuan mayor secara fisik, tetapi dapat duduk tanpa
dibantu.
Tidak dapat duduk / berpindah.
15
10
5

0
5
Mobilitas Berjalan 16m di tempat datar, boleh dengan alat bantu
kecuali rolling walker, berjalan tanpa dibantu.
Menguasai alat bantunya, memakai kursi roda dengan
dibantu.
Immobile.
15

10

5
10
Naik turun
tangga
Tanpa dibantu.
Dibantu secara fisik / verbal.
Tidak dapat.
10
5
0
0
Mandi Tanpa dibantu.
Dibantu.
5
0
0
16

Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai
Total 100 50

Nilai Interpretasi
0-20 Disabilitas Total
25-45 Disabilitas Berat
50-75 Disabilitas Sedang
80-90 Disabilitas Ringan
100 Mandiri
Interpretasi : 50 (Disabilitas Sedang)

Resume
Perempuan, 76 tahun dengan kelemahan anggota gerak kanan yang terjadi secara
tiba-tiba sejak 2 minggu yang lalu saat penderita bangun tidur di pagi hari. Riwayat
penyakit dahulu, hipertensi sejak 30 tahun yang lalu, tidak terkontrol. Penyakit jantung
sejak 10 tahun yang lalu, tidak terkontrol. Mulut mencong ke kanan (+), gangguan
bicara (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah : 120/70 mmHg, nadi 80
kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu 36 C. Pada pemeriksaan nervus cranialis didapatkan
kesan paresis N. VII dan XII sentral dextra. Pada pemeriksaan motorik, kekuatan otot ekstremitas
superior dekstra 1/1/1/1 dan ekstremitas inferior dekstra 1/1/1/1, tonus otot meningkat pada
ekstremitas superior dan inferior dextra. Indeks Barthel : 50 (disabilitas sedang).

Diagnosis
Diagnosis Klinik : Hemiperesis dextra, Paresis N.VII perifer dextra
+ Disartria
Diagnosis Topis : Lesi subkortikal
Diagnosis Etiologis : Stroke iskemik
Diagnosis Fungsional : Impairment : Kelemahan anggota gerak kanan
Disability : Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Handicap : tidak dapat melakukan kegiatan sosial (bekerja
dan beribadah)

17

Problem Rehabilitasi Medik
Kelemahan anggota gerak kanan.
Gangguan transfer dan ambulasi.
Gangguan mobilisasi
Gangguan bicara.
Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (AKS).
Penderita tampak lebih pendiam dan kurang berinteraksi dengan keluarga
Kecemasan keluarga akan kondisi pasien

Penatalaksanaan
Fisioterapi
Evaluasi :
Kontak dan pemahaman baik.
Kelemahan extremitas superior dan inferior dekstra, dengan kekuatan otot 1/1/1/1
dan 1/1/1/1.
Program :
Infra red ekstremitas superior dan inferior dextra
Latihan lingkup gerak sendi (LGS) pasif untuk ekstremitas superior dan inferior
dextra
Latihan peningkatan kekuatan otot-otot ekstremitas superior dan inferior dextra
Streching ekstremitas superior dan inferior dextra

Terapi Okupasi
Evaluasi :
Kontak dan pemahaman baik.
Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, seperti toileting (memegang gayung),
kebersihan diri (memegang sikat gigi), feeding (memegang sendok serta gelas),
berpakaian (memakai baju, mengancing baju, melepaskan baju), ambulasi dan naik
turun tangga.
Program :
Latihan peningkatan aktivitas sehari-hari dengan ketrampilan.

18

Terapi Wicara
Evaluasi :
Kontak dan pemahaman baik.
Bicara pelo (+)
Program :
Masase otot bicara
Latihan bicara dan artikulasi.

Ortotik Prostetik
Evaluasi :
Kontak dan pemahaman baik.
Kelemahan extremitas superior dan inferior dekstra, dengan kekuatan otot 1/1/1/1
dan 1/1/1/1
Program :
Saat ini penderita menggunakan wheel chair
Rencana ankle foot orthosis (AFO)
Rencana arm sling

Psikologi
Evaluasi :
Kontak dan pemahaman baik.
Penderita tampak lebih pendiam dan kurang berinteraksi dengan keluarga
Keluarga pasien cemas dengan kondisi pasien

Program :
Memberikan dukungan mental pada penderita dan keluarga tentang penyakit
penderita dan prognosisnya.


19

Sosial Medik
Evaluasi :
Penderita seorang pensiunan, mempunyai 7 orang anak dan sudah menikah,
tidak ada tanggungan lagi. Tinggal di sebuah rumah permanen bersama
suaminya dan 1 orang anak beserta menantu dan cucunya. Kamar mandi dan
water closed (WC) terletak di dalam rumah, kloset jongkok. Biaya pengobatan
penderita saat ini ditanggung oleh ASKES.
Program :
Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita untuk berobat dan berlatih
secara teratur.
Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan rumah.
Modifikasi kloset jongkok menjadi kloset duduk.


PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam









20

DAFTAR PUSTAKA

1. Karema W. Diagnosis dan klasifikasi stroke; simposium stroke up date 2001.
Bagian SMF Saraf FK UNSRAT/RSUP Manado. 2001: 10-5.
2. Runtuwene Th. Faktor risiko dan pencegahan stroke; Simposium Stroke Up Date
2001. Bagian SMF Saraf FK UNSRAT/RSUP Manado. 2001: 20 - 9.

3. Van Gijn J. Main groups of cerebral and spinal vascular disease: overview. In:
Ginsberg MD, Bogousslavsky J, eds. Cerebrovascular disease: pathophysiology,
diagnosis, and management. 1 ed. Malden: Blackwell Science; 1998:1369-1372
4. Soendoro T, On behalf of RISKESDAS team. Report on result of National Basic
Health Research (RISKESDAS) 2007. Jakarta: The National Institute of Health
Research and Develompment Ministry of Health Republic of Indonesia; 2008.
5. Mardjonjo M, Sidharta P. Neuro klinis dasar. Edisi VI. Jakarta : Dian Rakyat,
1995 ; 269-302.
6. Prawirosumarto K. Rehabilitasi fisik pada pasien stroke; REHABILTASI
MEDIK, Hasil Simposium 1987. Departemen Rehabilitasi Medik.Jakarta. 1987:
121-25.
7. Wirawan RP. Rehabilitasi stroke dalam pelayanan kesehatan primer. SMF
Rehabilitasi Medis RS Fatmawati. Jakarta;2009.p.61-2.

8. Sutrisno, Alfred. Stroke? you must know before you get it!. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13
9. Feigin, Valery. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan
stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
10. Misbach J, Wendra A. Stroke In Indonesia. A first large prospective hospital
based study of acute stroke in 28 hospitals in indonesia. Jakarta. 1996
11. Walelang Th. Faktor resiko dan pencegahan stroke. Poceeding symposium stroke
up date. Manado. Perdosi, 2001.
12. Sengkey L, Angliadi LS, Mogi TI. Ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi medik.
Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik; 2006.p.55-9
13. Kotambunan RC. Diagnosis stroke. Bagian Neurologi FK UNSRAT/SMF RSUP
Manado. Manado, 1995 ; 1-12.
21

14. Angliadi LS. Rehabilitasi medik pada stroke. Proceeding symposium stroke up
date. Manado. Perdosi, 2001.
15. Sinaki M, Dorsher PT. Rehabilitation after stroke. In : basic clinical rehabilitation
medicine. Philadelphia. Mosby, 1993 ; p. 87-8.
16. Kolb, Bryan , Whishaw, Ian Q. 1996. Fundamentals of Human Neuropsychology,
Fourth Edition. New York : W. H. Freeman and Company.
17. Harvey RL, et all. Stroke Syndromes. In: Braddom LR. Physical Medicine and
Rehabilitation. Second Volume. New York :Elsevier Saunders; 2011; p. 1180-
1181.
18. Reding MJ, Potes E. Rehabilitation outcome following initial unilateral
hemispheric stroke. Life table analysis approach. Stroke 1988;19:1354-8
19. The Committee of National Institute of Neurological Disorder and Stroke.
National Institute of Health, Bethesda, Maryand: Classification of
Cerebrovasculer Disease III. In Stroke 1990: 21;4 : 637-76.














22

LAMPIRAN

You might also like