You are on page 1of 43

1

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B


BLOK 15

Disusun Oleh :
Kelompok 12
Tutor : dr. Syarifah Aini
dr. Puji Rizki Suryani

Afifurrahman 04101401002
Nadia Aini Putri 04101401004
M.Alvin Astian 04101401016
Tri Hasnita 04101401019
Dzikrina Miftahul 04101401022
Ista Fatimah Kurnia 04101401024
Riska Asri 04101401075
Flavia Angelina 04101401088
Esmaralda Nurul Ammy 04101401102
Ade Kurnia Oprisca 04101401119
Preetibah Ratenavelu 04101401136



FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012


2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tugas
tutorial skenario ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan
sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan di kemudian hari.


Palembang, November 2012

Penyusun









3

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR .................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial ....................................................................................................... 5
2.2 Skenario .............................................................................................................. 6
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah ............................................................................................ 7
II. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 7
III. Analisis Masalah ............................................................................................. 7
IV. Hipotesis ........................................................................................................ 23
V. Kerangka Konsep ............................................................................................ 23
BAB III SINTESIS.................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 43










4

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Blok Sistem Indra merupakan blok 15 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
















5

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Data Tutorial
Tutorial Skenario B
Tutor : dr. Syarifah Aini
dr. Puji Rizki Suryani
Moderator : M. Alvin Astian
Sekretaris papan : Preetibah Ratenavelu
Sekretaris meja : Tri Hasnita
Waktu : Senin, 19 November 2012
Rabu, 21 November 2012
Peraturan tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat dengan cara
mengacungkan tangan terlebih dahulu dan apabila telah
dipersilahkan oleh moderator.
3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama proses tutorial
berlangsung.
4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.














6

Skenario B Blok 15
Anamnesis
Andi, 6 years old boy, brought by his mother to the hospital with complaits of decreased hearing and
discharge from his left ear. These complaints happened everytime Andi suffered from cough and
runny nose. His mother said that Andi was only 3 years-old when his left excreted fluid for the first
time.
Physical Examination
General Examination : N 86 x/m, RR 20 x/m, Temp 36,7 C
Otoscopy :



Rhinoscopy : Anterior ; hyperemic mucosa, secretion (+).
Oropharynx : Normal pharynx, tonsil T1-T1, hyperemic, detritus (+).
Audiometric Examination
Left Ear :
- Frequency : 250 500 1000 2000 4000Hz
- Bone Conduction : 5 10 5 10 10dB
- Air Conduction : 45 50 45 45 50dB
Right Ear :
- Frequency : 250 500 1000 2000 4000Hz
- Bone conduction : 5 5 10 5 5 dB
- Air conduction : 5 10 10 5 5 dB







Right Ear Left Ear
Auricula Within normal limit Within normal limit
EAC Within normal limit Liquid (+)
Tympanic membrane normal Central perforation
7

I. Klarifikasi Istilah
a. Decreased hearing : penurunan pendengaran.
b. Discharge from his left ear : ekskreasi atau pengeluaran substansi dari telinga kiri.
c. Cough : ekspulsi udara yang timbul tiba-tiba sambil mengeluarkan sura dari paru-paru.
d. Runny Nose : pilek
e. Auricula : daun telinga
f. Central perforation : (subtotal) letak perforasinya di sentral dan parstersa membran
timpani. seluruh tepi perforasi masih mengandung sisa membran timpani.
g. EAC : external auditory canal
h. Detritus : bahan partikular yang dihasilkan atau sisa pengausan atau dintegrasi
substansi atau jaringan.
i. Rhinoscopy : pemeriksaan lubang hidung dengan spekulum.
j. Otoscopy : pemeriksaan dengan menggunakan otoskop untuk memeriksa atau
mengauskultasi telinga.
k. Air conduction : konduksi gelombang suara menuju telinga dalam melalui saluran
audiotorius external dan telinga tengah.
l. Bone conduction : konduksi gelombang sura menuju telinga dalam melalui tulang-
tulang tengkorak.

II. Identifikasi Masalah
1. Andi, 6 tahun, mengeluh mengalami penurunan pendengaran dan keluarnya cairan
dari telinga kirinya dan keluhan tersebut selalu terjadi saat ia batuk dan pilek.
2. Andi mengalami keluarnya cairan dari telinga kirinya pertama kali ketika ia usia 3
tahun.
3. Hasil Pemeriksaan Fisik
4. Hasil Pemeriksaan Audiometry

III. Analisis Masalah
1. a. Bagaimana anatomi telinga ? (sintesis)
b. Bagaimana fisiologi pendengaran ? (sintesis)
c. Bagaimana etiologi dan mekanisme penurunan pendengaran ?
Jawab :
Etiologi :
A. Kelainan telinga luar
atresia liang telinga
8

sumbatan oleh serumen
otitis eksterna sirkumskripta
osteoma liang telinga
B. Kelainan telinga tengah
sumbatan tuba eustachius
otitis media
otosklerosis
timpanosklerosis
hemotimpanum
dislokasi tulang pendengaran
C. Kelainan telinga dalam
labirinitis
neuroma akustik
intoksikasi telinga dalam karena obat, missal streptomisin, kanamisin, dan alkohol

Infeksi nasofaring respon infeksi dan inflamasi pada telinga kerusakan
membran timpani tak dapat mengantarkan getaran ke koklea dengan baik TULI
KONDUKTIF (didukung dengan hasil pemeriksaan audiometri) penurunan
pendengaran

d. Bagaimana etiologi dan mekanisme keluarnya cairan dari telinga kiri ?
Jawab :
Infeksi bakteri, virus batuk dan pilek menyebar ke telinga tengah melalui tuba
eustachius edema dan peradangan oklusi tuba eustachius retraksi membran
timpani akibat tekanan negatif pada telinga tengah vasodilatasi pembuluh darah
di membran timpani membran timpani hiperemis edema yang hebat pada
membran timpani, hilangnya sel epitel superfisial pada membran timpani dan
terbentuk sekret yang purulen pada cavum timpani sehingga membran timpani
menonjol lama kelamaan terjadi iskemik dan nekrosis perforasi membran
timpani pengeluaran sekret jika tidak terjadi stadium resolusi maka akan
terjadi perforasi membran timpani yang menetap dan pengeluaran sekret yang
terus menerus dan hilang timbul


9

2. Bagaimana progresivitas penyakit yang dialami Andi ?
Jawab :


























Akumulasi sekret di nasofaring dan saat batuk sekret mudah masuk ke
tuba eustachius, menyumbat tuba eustachius.
Stadium Oklusi Tuba



Pembuluh darah membran timpani melebar, membran
timpani tampak hiperemis dan edem.
Stadium Hiperemis (Pre-Supurasi)

Membran timpani menonjol (bulging) ke arah telinga luar akibat edema mukosa telinga
tengah makin hebat, sel epitel superfisial hancur, dan terbentuknya eksudat purulen di
kavum timpani.
Tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan
pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis
mukosa dan submukosa.
Stadium Supurasi


Stadium Supurasi
Ruptur membran timpani, nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga
luar akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman tinggi.
Otitis Media Akut Stadium Perforasi (usia 3 tahun)
s

Perforasi menetap, sekret berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik
atau virulensi kuman rendah,maka resolusi dapat terjadi walau tanpa pengobatan.
Stadium Resolusi (saat anak tanpa infeksi)
Setiap infeksi saluran napas atas, sekret keluar dari telinga akibat perforasi menetap.
Dipengaruhi faktor-faktor : terapi terlambat diberikan, terapi tidak
adekuat,virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah, higiene buruk.
Gangguan pendengaran dan keluar sekret dari telinga.
Otitis Media Supuratif Kronik (usia 6 tahun)
Umur 3 tahun
Infeksi saluran napas atas, timbul mekanisme pertahanan mukosa
hidung berupa sekresi sekret oleh sel goblet mukosa hidung (pilek)
10

3. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan dan mekanisme abnormalnya :
a. Pemeriksaan Otoscopy
Jawab :
Pemeriksaan otoscopy Telinga Kanan Telinga Kiri
Auricula Within Normal limit Within normal limit
EAC Within Normal limit Liquid (+) menunjukkan
adanya secret akibat dari
proses peradangan
Tympanic membrane Normal Central perforation : pada
OMSK benigna,
peradangan terbatas pada
mukosa saja, tidak
mengenai tulang.
Perforasi terletak di
sentral. Jarang
menimbulkan komplikasi
berbahaya dan tidak
terdapat kolesteatom

b. Pemeriksaan Rhinoscopy
Jawab :
Rhinoscopy Andi Interpretasi
Anterior Hyperemic mucosa Abnormal menandakan
vaskularisasi yang meningkat
dijaringan mukosa akibat
terjadinya reaksi inflamasi
Secretion (+) Abnormal hipersekresi
mucus sebagai pertahanan aktif
dalam rongga hidung +
gangguan fungsi silia

- Adanya inflamasi pada rongga hidung terjadi vasodilatasi pembuluh darah
hiperemic mucosa.
- Sebagai bentuk pertahanan tubuh terhadap adanya infeksi saluran napas atas yang
disebabkan mikroorganisme memproduksi cairan ( secretion ).


11

c. Pemeriksaan Oropharynx
Jawab :
Tonsilitis T1-T1
T0 tonsil dalam fossa tonsil atau telah diangkat
T1 bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula
T2 bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula
T3 bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula
T4 bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih

Detritus (+)
Timbul akibat debris hasil peradangan (epitel, leukosit, virus dan bakteri)

Hiperemic
Menandakan vaskularisasi yang meningkat dijaringan mukosa akibat
terjadinya reaksi inflamasi.
Bagaimana metode pemeriksaan :
d. Pemeriksaan Otosocopy (sintesis)
e. Pemeriksaan Rhinoscopy (sintesis)
f. Pemeriksaan Oropharynx (sintesis)

4. a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan audiometri ?
Jawab :
Telinga Kiri :
Frequency 250 500 1000 2000 4000Hz
BC 5 10 5 10 10dB
AC 45 50 45 45 50dB

12

Derajat ketulian menurut ISO:
0-25 dB Normal
26-40 dB Tuli ringan
41-60 dB Tuli sedang
61-90 dB Tuli berat
>90 dB Tuli sangat berat
BC
75 , 8
4
10 10 5 10


AC
5 , 47
4
50 45 45 50

derajat tuli sedang



Audiogram :










Telinga Kanan :
Frequency 250 500 1000 2000 4000Hz
BC 5 5 10 5 5dB
AC 5 10 10 5 5dB

BC
25 , 6
4
5 5 10 5


AC
5 , 7
4
5 5 10 10

Normal



250 500 1000
0
2000
0
4000
0
10
0
10
20
30
40
50
BC < 25, AC > 25 Ada gap
Tuli konduksi
13

Audiogram :









b. Bagaimana metode pemeriksaan audiometri ? (sintesis)

5. Apa DD pada kasus ini ?
Jawab :
Perbedaan Benigna Maligna
Proses peradangan Mukosa Mukosa dan tulang
Jenis perforasi Sentral Atik dan Marginal
Kolesteatoma Tidak dijumpai Selalu dijumpai
Tulang pendengaran Biasanya utuh Tdpt dstruksi tulang awalnya nekrosis
incus krn plg miskin vaskularisasinya &
hanya mndpt vascularisasi dari
mukosa
Perubahan mukosa
cavum tymphani
Mukosa menebal Degenerasi mukosa dgn terbtknya jar
granulasi/ polip telinga
Sekret Mukoidmuko purulen (spt
susu kental), tdk berbau
Sekret berbau busuk (aroma
kolesteatoma) dalam jarak 1 m
baunya dpt di kenali, krn mrpk produk
tulang. Spt susu kental atau susu
encer
Komplikasi Jarang,tp tdk tertu tup
kemu ngkinan
Bisanya terdapat komplikasi
Pm/ rontgen mastoid Pneumatisasi tlg mastoid
baik
Terlihat rongga (tanda koleasteatoma)
250 500 1000
0
2000
0
4000
0
10
0
10
20
30
40
50
BC, AC < 25 normal
Ada gap
14


6. Bagaimana cara penegakkan diagnosis pada kasus ini dan apa WD nya ?
Jawab :
Cara Penegakkan Diagnosis :
a. Anamnesis.
- Identitas
- Keluhan utama : penurunan pendengaran, keluarnya cairan
- Keluhan tambahan : nyeri telinga, suhu tubuh tinggi (pada stadium supuratif)
- Riwat penyakit sebelumnya : batuk dan pilek, biasa didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas
- Riwayat pengobatan

b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan tanda vital ( suhu, tekanan darah, denyut nadi, dan sebagainya
2. Pemeriksaan status gizi yang erat hubungannya dengan sistem kekebalan
tubuh pasien, biasanya dengan melihat kesesuaian data-data antropometrik
pasien.
3. Pada inspeksi dilihat keadaan umum pasien apakah tampak sakit atau tidak,
kemudian juga dilihat apakah ada kemerahan pada telinga, adakah
pengeluaran sekret yang mengalir dar telinga tengah ke liang telinga.
4. Pada palpasi diperiksa apakah ada nyeri tekan pada telinga

c. Pemeriksaan THT
1. Otoskopi (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas)
dengan tujuan melihat apakah ada membran timpani yang mengembung,
perubahan warna pada membran timpani menjadi kemerahan atau agak
kuning suram, serta melihat apakah ada cairan di liang telinga. Pada kasus
omsk biasanya ditemukan membran timpani yang telah perforasi dan
keluarnya sekret.
2. Rhinoskopi. Biasanya ditemukan hiperemis mukosa dan sekresi +
3. Pemeriksaan orofaring. Ditemukan hiperemis dan detritus +
4. Pemeriksaan dengan menggunakan tes penala (tes rinne, weber, swabach).
Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui
adanya gangguan pendengaran secara kualitatif.
15

5. Pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur dan BERA (Brainstem
evoked response audiometry) untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan
pendengaran.

d. Pemeriksaan Radiologi
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus
lateral dan tegmen.
2. Proyeksi Mayer atau Owen
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran
tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang
sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat.
4. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.

e. Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus
pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada
OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.
1. Bakteri spesifik
Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari 1%
menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru
yang lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media
tuberkulosa dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu
yang tidak dipateurisasi.
16

2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob
Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, stafilokokus
aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa
adalah ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin, sefalosporin
dan makrolid. Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik kecuali
makrolid. Stafilokokus aureus resisten terhadap sulfonamid dan trimethoprim
dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan gentamisin.

Berdasarkan Anamnesis dan Pemeriksaan tambahan lainnya yang telah
dilakukan, maka working diagnosis pada kasus ini adalah Otitis Media Supuratif
Kronis tipe Benigna
7. Bagaimana epidemiologi dari kasus ini ?
Jawab :
Sering menyerang orang-orang dengan sosioekonomi rendah, pada anak-anak umur 6
bulan kejadiannya 61-73%, umur 1 tahun 77-85%, 2 tahun 77-99%. Semakin tinggi
status sosio ekonomi angka kejadian semakin berkurang. Paling sering terjadi pada
anak-anak karena faktor imunologi, struktur tuba auditory yang lebih pendek, lebih
lebar dan lebih horizontal dibanding dengan dewasa. Lebih sering terjadi pada anak
laki-laki dibanding perempuan.

8. Apa etiologi dan faktor risiko dari kasus ini ?
Jawab :
Etiologi :
a. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui factor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis.
b. Infeksi
kuman penyebab : Streptococcus hemolitikus, Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza (sering pada anak < 5 tahun), Escherichia
coli, S. anhemoliticus


17

c. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi salurannafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkanmenurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal beradadalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

- Faktor Risiko OMA menjadi OMSK :
a. Terapi yang terlambat diberikan
b. Terapi yang tidak adekuat
c. Virulensi kuman tinggi
d. Daya tahan tubuh rendah
e. Gizi kurang
f. Higiene buruk

- Faktor Risiko pada anak-anak :
1. sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan
2. saluran eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek
sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
3. adenoid (salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi
adenoid berdekatan dengan muara saluran eustachius sehingga adenoid yang
besar dapat menganggu terbukanya saluran eustachius. Selain itu adenoid
dapat erinfeksi dimana infeksi kemudian menyebar ke telinga tengah lewat
saluran eustachius.

9. Bagaimana patogenesis penyakit ini ?
Jawab :







18


















10. Apa manifestasi klinis dari penyakit ini ?
Jawab :
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai
reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai
adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga
Batuk dan Pilek
Infeksi Saluran Nafas
Atas Yang Berulang
Gangguan sistem
pertahanan tubuh
Mikroorganiame Masuk
ke Eustachian Tube
Otitis Media Akut
Stadium Oklusi
Tuba Eustachius
Otitis Media Supuratif
Kronik
Stadium Hiperemis
Stadium Supurasi
Stadium Resolusi
Stadium Perforasi
Keluarnya Sekret ke
External Auditory Canal
Perforasi Sentral
Membran Timpani
Tuli Konduksi Otorrhea
Berlangsung
berulang-ulang
19

dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat.
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal
abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo
dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan
labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum.
11. Bagaimana tatalaksana kasus ini ?
Jawab :
a. Saat aktif (sekret keluar terus menerus) Aural Toilet
cuci telinga dengan larutan H
2
O
2
3% 2-3x sehari, selama 3-5 hari.
b. Antibiotik oral selama 7 hari :
Antibiotik sistemik. Antibiotic harus diberikan pada setiap fase aktif dan disesuaikan
dengan kuman penyebab. Patoen OMSK terutama adalah kuman negative gram, yaitu
pseudomonas aeroginosa yang tidak snsitif lagi terhadap antibiotika klasik seperti
20

penisilin G, Amoksisilin, Eritromisin, Tetrasiklin dan Kloramfenikol. Contrimoksazol
juga kurang potensial tetapi masih lebih baik.
Antibiotika sistemik lini pertama adalah Amoksilin. Namun demikian dapat juga
langsung dipilih antibiotic yang sesuai dengan keadaan klinis, menilai penampilan
secret yang keular serta riwayat pengobatan sebelumnya. Secret hijau kebiruan
menandakan Pseudomonas sebagai kuman penyebab, secret kuning pekak sering kali
disebabkan oleh Staphylococus, secret berbau busuk sering kali mengandung
golongan kuman anaerob.
Contrimoksazol atau Ampicilin-sulbaktam dapat dipakai bila tidak ada kecurigaan
terhadap Pseudomonas sebagi kuman penyebab. Dari penelitian sebelumnya
kebanyakan kuman tersebut masih sensitive terhadap Fluroquinon (Ofloxacin atau
Ciprofloxacin) sehinga dapat dipakai pada orang dewasa bila tidak ada kecurigaan
terhadap kuman anaerob sebagai penyebab.
Bila diduga ada kuman anaerob dapat dipilih Metronidazol Klindamisin atau
Kloramfenicol. Bila sukar menetukan kuman penyebab, dapat dipakai campuran
Trimetoprim + Sulfametoxazol atau Amoxicilin + Clavulanat. Pada penderita berusia
lebih ari 18 tahun dapat dipilih Ciprofloxacin atau Ofloxacin.
Bila dalam 7 hari tidak tampak perbaikan klinis, sebaiknya diusahakan pemeriksaan
mikrobiologik guna memilih antibiotic apabila lebih tepat. Pemeriksaan mikrobiologi
secret telinga, apabila dapat dilakukan akan sangat membantu menentukan antibiotic
yang sesuai, tetapi pengobatan dengan antibiotic lini pertama tidak harus menunggu
hasil pemeriksaan ini.
Pengobatan dengan antibiotic sistemik saja kadang kadang tidak efektif karena pada
OMSK biasanya sudah terjadi perubahan mukosa yang menyebabkan keaadaan yang
relative sistemik.

c. antibiotik topikal
Antibiotik topical. Obat tetes antibiotika dapat dipakai sebagai obat lini pertama dan
sebagai obat tungal. Keuntungan antibiotika topical adalah dapat memberikan dosis
adekuat tetapi penggunannya harus hati-hati. Antibiotic topical seperti Gentamisin,
Neomisin, soframisin, bahkan kloramfenikol bersifat ototoksik bila masuk ke telinga
dalam melalui venestra rotundum atau venestra ovale.
21

Obat tetes telinga Oloxacin terbukti aman, tidak toksik terhadap labirin ;
mempunyai efektifitas tingi sebagai obat tunggal untuk pengobatan OMSK
karenanya irekomendasikan sebagai obat lini pertama baik untuk dewasa maupun
anak anak. Harus iingat benar bahwa obat tetes telinga tidak dipakai sebagai obat
profilaksis OMSK.

d. bila sekret kering, perforasi masih ada setelah observasi 2 bulan :
Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan
nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK
tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat
atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa.
Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Menurut Fung 2004, terapi difokuskan kepada penghilangan gejala dan infeksi.
Antibiotik mungkin dikesepkan untuk infeksi bakteri, terapi antibiotik biasanya untuk
jangka panjang, yaitu melalui pemberian per oral atau tetes telinga jika ada perforasi
membran tympani. Pembedahan untuk mengangkat adenoid mungkin cocok untuk
membuka tuba eustachius. Pembedahan dengan membuka membrana tymponi
(miringotomi) dengan maksud untuk mengalirkan atau mengeluarkan cairan dari
daerah ditelinga dalam.
Decangestan atau antibismin dapat digunakan untuk membantu mengeluarkan cairan
dari tuba eustachius.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga
rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
22

Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak
jarang pula operasi ini terpaksa dilalakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12
bulan.

12. Apa komplikasi dari penyakit ini ?
Jawab :
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis

13. Bagaimana prognosis kasus ini ?
Jawab : Bonam dengan terapi yang tepat.

14. Apa KDU pada kasus ini ?
Jawab : 3A, mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).


23

IV. Hipotesis
Andi, 6 tahun, mengalami tuli konduksi derajat sedang pada telinga kiri karena Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) tipe Benigna.


V. Kerangka Konsep






























Anamnesis :
- Penurunan pendengaran
- Sekret dari telinga kiri
- Sekret keluar tiap saat
batuk dan pilek
- Pertama kali sekret keluar
dari telinga kiri saat umur 3
tahun.
Pemeriksaan fisik :
- Telinga kiri: EAC liquid (+),
membran timpani
perforasi sentral
- Rinoskopi anterior :
mukosa hiperemis, sekresi
(+)
- Orofaring : normal faring,
tonsil T1-T1, hiperemis,
detritus (+)
Pemeriksaan audiometri :
Telinga kiri: tuli konduktif derajat
sedang
Telinga kanan: normal
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK tipe benigna
24

BAB III
SINTESIS
A. Anatomi Telinga
1. Telinga Luar, terdiri dari :
1. Auricula, untuk menerima dan mengumpulkan suara yang amsuk, mendeteksi
dan mencari arah suara.teriri dari tulang rawan elastin dan kulit.
2. Liang telinga (MAE), Pada bagian 1/3 awalnya dihasilkan cairan serumen.







2. Telinga tengah, terdiri dari :
1. Membran timpani, penghubung antara teinga luar dantelingah dalam. Bentuknya
bubndar dan cekung. Bagian ats disebut pars flaksida dan bagian bawah disebut
pars tensa.
2. Osikulus auditorius. Tulang-tulang pendengaran maleus, incus dan stapes. Maeus
melekatpada membran timpai, maleiusmelekat pada inkus dan inkus melekat
pada stapes. Stapes terletak pada foraen ovale yang berhubungan dengan koklea.
3. tuba eustachius, saluran penghubung telinga tengah dan nasoparing.






25

3. Telinga dalam, terdiri dari :






Labirin ( telinga dalam ) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak
pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri dari :
Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea.
Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, terdiri dari :
kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea.

Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan
perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam
labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria
vaskularis dan diresorbsi pada sakkus endolimfatikus.
Vestibulum
Vestibulum adalah suatu ruangan kecil yang berbentuk oval, berukuran 5 x 3 mm
dan memisahkan koklea dari kanalis semisirkularis. 8,9 Pada dinding lateral terdapat
foramen ovale ( fenestra vestibuli ) dimana footplate dari stapes melekat disana.
Sedangkan foramen rotundum terdapat pada lateral bawah. Pada dindingmedial
bagian anterior terdapat lekukan berbentuk spheris yang berisi makula sakkuli dan
terdapat lubang kecil yang berisi serabut saraf vestibular inferior. Makula utrikuli
terletak disebelah belakang atas daerah ini. Pada dinding posterior terdapat muara
dari kanalis semisirkularis dan bagian anterior berhubungan dengan skala vestibuli
koklea.


26

Kanalis Semisirkularis
Terdapat 3 buah kanalis semisirkularis : superior, posterior dan lateral yang
membentuk sudut 90 satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran,
berdiameter antara 0,8 1,0 mm dan membesar hampir dua kali lipat pada bagian
ampula. Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis semisirkularis dimana kanalis
superior dan posterior bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki
vestibulum.8,10
Koklea
35
mm. Koklea membentuk 2 - 2 kali putaran dengan sumbunya yang disebut
modiolus yang berisi berkas saraf dan suplai darah dari arteri vertebralis. Kemudian
serabut saraf ini berjalan ke lamina spiralis ossea untuk mencapai sel-sel sensorik
organ Corti.
Koklea bagian tulang dibagi dua oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini adalah
lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea,
sehingga ruang yang mengandung perilimfe terbagi 2 yaitu skala vestibuli dan skala
timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala
vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen
rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer
membentuk suatu membran yang tipis yang disebut membran Reissner yang
memisahkan skala vestibuli dengan skala media (duktus koklearis).
Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh
jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari N. koklearis dan
organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan
duktus Reuniens. Organ Corti terletak diatas membran basilaris yang mengandung
organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti
terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan 3 baris sel
rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-
lubang lengan horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel
penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut.
Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung
27

yang cenderung datar yang dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria
disekresi dan disokong oleh limbus.
Sakulus dan utrikulus
Terletak didalam vestibulum yang dilapisi oleh perilimfe kecuali tempat masuknya
saraf didaerah makula. Sakulus jauh lebih kecil dari utrikulus tetapi strukturnya sama.
Sakulus dan utrikulus ini berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus
utrikulo-sakkularis yang bercabang menjadi duktus endolimfatikus dan berakhir pada
suatu lipatan dari duramater pada bagian belakang os piramidalis yang disebut sakkus
endolimfatikus, saluran ini buntu. Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang
dikelilingi oleh sel-sel penunjang yang terletak pada makula. Pada sakulus terdapat
makula sakuli dan pada utrikulus terdapat makula utrikuli.
Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang
berasal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan
suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli,
krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari
utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir
pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna
mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi
putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior.
Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena
ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.
Persarafan
28

N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus
internus dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar
meatus akustikus internus terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak
ganglion spirale.
B. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan, tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibula bergerak.
Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius, sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis
- Hantaran udara
Suara aurikula MAE M. Timpani tlg pendengaran (maleus,inkus,stapes)
foramen ovale koklea N.VIII Otak
- Hantaran tulang
Suara tulang mastoid / tulang yang berhubungan dgn mastoid
(maleus,inkus,stapes) for.ovale koklea N.VIII Otak

C. Otitis Media Supuratif Kronik
Definisi
Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membrane timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus
atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis
29

media supuratisf kronis selian merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga
merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali /
tidak pernah terjadi resolusi spontan.
Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena
terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik.
Penyakit OMSK ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan
gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah
kronis ini dapat berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga
tengah yang terus menerus ( hilang timbul ) dan gangguan kedua adalah kehilangan
fungsi pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan
kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung.
Jenis Otitis Media Supuratif Kronik
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :

a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja
dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi
sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan
penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba
eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal
pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri
aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari
epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis
berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah
pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini
letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik
30

utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin
sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah
proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan
mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui
dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-,
dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit
matriks kolesteatom yang bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu
berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ
sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis
terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu
1. Kongenital
2. Didapat.
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:
Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada daerah
atik atau pars flasida.
Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani. Kolesteatom
terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir
perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat
31

metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori
metaplasia)
Tanda dan Gejala
OMS TIPE BENIGNA
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk , ketika
pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan
penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat
konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat
ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang2 pendengaran dan koklea selama infeksi
nekrotik akut pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu
meninggalkan sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani
terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan
tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan
tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada
meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah sampai polip
tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba
eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali pengobatan local abu busuk
berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe sentral
dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani merupakan
diagnosa khas pada omsk tipe benigna.

OMSK TIPE MALIGNA DENGAN KOLESTEATOM
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan
berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil,
berwarna putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom
bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans
32

akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea
yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatomi.
Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila
didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat
digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi
atas: konservatif dan operasi
A. Otitis media supuratif kronik benigna
a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
b) Otitis media supuratif kronik benigna aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi
perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga)
33

a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari
sampai telinga kering.
b) Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian
dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat
efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran
infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang
dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan
serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.
c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi
adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa
yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya
terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara
ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga
dengan H
2
O
2
3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan displacement
methode seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotika
a. Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak progresif lagi
diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan
34

dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan media yang buruk
untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah,
maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak
lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali Pseudomonas
aeruginosa.
b. Antibiotik sistemik.
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor
penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya
35

golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada
konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya
bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan
ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson)
yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat bakterisid. Pada
OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg
per 8 jam selama 2-4 minggu.
B. Otitis media supuratif kronik maligna.
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis
pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis
kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)
7. Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran
36

yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

37


Gambar 2.5. Pedoman Tatalaksana OMSK

Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang
baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan
tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi
dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani
dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah
mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.



38

D. Pemeriksaan-Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Audiometri
Untuk membuat audiogram diperlukan audiometer
Bagian dari audiometer:
- Tombol pengatur bunyi
- Tombol pengatur frekuensi
- Headphone untuk memeriksa AC (air conduction = hantaran udara)
- Bone conductor untuk memeriksa BC (Bone conduction = hantaran tulang)

Persiapan pasien :
1. Pasien harus duduk sedemikian rupa sehingga tidak dapat melihat panel control
ataupun pemeriksa.
2. Benda benda yang dapat menganggu pemasangan earphone harus disingkirkan,
missal anting-anting, kacamata, dan kapas dalam liang telinga.
3. Pemeriksa memeriksa apakah ada penyempitan liang telinga dengan cara mengamati
gerakan dinding kanalis saat menekan pinna dan tragus.
4. Intruksi harus jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa yang didengar dan apa
yang diharapkan sebagai jawaban. Pasien harus didorong untuk memberi jawaban
terhadap bunyi terlemah yang dapat didengarnya.
5. Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang telinga.
Biasanya jawaban yang diminta adalah mengacungkan tangan atau jari atau menekan
tombol yang menghidupkan sinyal cahaya. Pasien diintruksikan untuk memberI
jawaban selama ia masih menangkap sinyal pengujian.

Penentuan ambang pendengaran :
1. Periksalah telinga yang lebih baik terlebih dahulu menggunakan rangkaian frekuensi
1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz, 1000 Hz (diulang), 500 Hz, 250 Hz
39

2. Dengan pengeculian ulangan frekuensi 1000 Hz, rangkaian yang sama dapat
digunakan untuk telingan satunya. Jika terdapat perbedaan ambang sebesar 15 dB
atau lebih maka harus dilakukan pemeriksaan dengan frekuensi setengah oktaf.
3. Mulailah dengan intensitas tingkat pendengaran 0 dB, nada kemudian dinaikkan
dengan peningkatan 10 dB dengan durasi satu atau dua detik hingga pasien memberi
jawaban.
4. Nada harus ditingkatkan 5 dB dan bila pasien member jawaban, maka nada perlu
diturunkan dengan penurunan masing-masing 10 dB hingga tidak lagi terdengar.
5. Peningkatan berulang masing-masing 5 dB dilanjutkan hingga dicapai suatu modus
ayau jawaban tipikal. Biasanya jarang mencapai 3 kali peningkatan.
6. Setelah menentukan ambang pendengaran untuk frekuensi pengujian awal,
cantumkan symbol-simbol yang sesuai pada audiogram.
Lanjutkan dengan frekuensi berikutnya dalam rangkaian. Mulailah nada tersebut pada
tingkat yang lebih rendah 15-20 dB dari ambang frekuensi sebelumya. Misalnya ambang
pendengaran untuk frekuensi 1000 Hz adalah 50 dB, maka mulailah frekuensi 2000 Hz
pada intensitas 30-35 dB.

2. Pemeriksaan Otoskopi
Otoskop adalah suatu sumber cahaya biasa yang dilekatkan pada speculum yang
mempunyai kaca pembesar. Tersedia speculum berbagai ukuran untuk dipakai pada
anak-anak dan dewasa. Tutup yang dapat dibuang mencegah terjadinya kontaminasi
silang. Kebanyakan alat juga dilengkapi untuk pemasangan pipa karet dan pompanya
untuk insuflasi udara.





Cara melakukan pemeriksaan otoskop:
1. Untuk memeriksa telinga kanan, letakkan daun telinga di antara ibu jari dan jari telunjuk
kiri.
2. Miringkan kepala pasien.
40

3. Luruskan kanalis auditorius dengan hati-hati masukkanlah otoskop.
4. Stabilkanlah tangan yang memegang otoskop dengan meletakkan 2 jari terakhir pada pipi
pasien.
5. Pemeriksa jangan membungkukkan punggung lebih dari 20-30
o
, jika perlu ubahlah posisi
pasien.
6. Periksalah membran timpani.
Membran timpani yang normal berwarna abu-abu seperti mutiara dan cekung. Pantulan
cahaya terang berbentuk segitiga timbul dengan apeks menuju ke bagian tengah
membrana timpani dan basisnya menuju ke arah rahang. Tonjolan setempat di dekat
apeks cahaya ini adalah ujung maleus. Lengan maleus berjalan ke atas dan ke depan ke
arah mata prosesus brevis. Dari prosesus brevis tersebar dua lipatan membrana timpani
yang berjalan ke depan dan ke belakang.











3. Pemeriksaan Rinoskopi
Rhinoskopi anterior
RA dilakukan dengan menggunakan speculum hidung yang disesuaikan dengan
besarnya lubang hidung. Spekulum hidung dipegang dengan tangan yang dominant.
Spekulum digenggam sedemikian rupa sehingga tangkai bawah dapat digerakkan
bebas dengan menggunakan jari tengah, jari manis dan jari kelingking. Jari telunjuk
digunakan sebagai fiksasi disekitar hidung. Lidah speculum dimasukkan dengan hati-
hati dan dalam keadaan tertutup ke dalam rongga hidung. Di dalam rongga hidung
41

lidah speculum dibuka. Jangan memasukkan lidah speculum terlalu dalam atau
membuka lidah speculum terlalu lebar. Pada saat mengeluarkan lidah speculum dari
rongga hidung , lidah speculum dirapatkan tetapi tidak terlalu rapat untuk
menghindari terjepitnya bulu-bulu hidung.
- Amati struktur yang terdapat di dalam rongga hidung mulai dari dasar rongga hidung,
konka-konka, meatus dan septum nasi.
- Perhatikan warna dan permukaan mukosa rongga hidung, ada tidaknya massa , benda
asing dan secret. Struktur yang terlihat pertama kali adalah konka inferior . Bila ingin
melihat konka medius dan superior pasien diminta untuk tengadahkan kepala.
- Pada pemeriksaan RA dapat pula dinilai Fenomena Palatum Molle yaitu pergerakan
palatum molle pada saat pasien diminta untuk mengucapkan huruf i . Pada waktu
melakukan penilaian fenomena palatum molle usahakan agar arah pandang mata
sejajar dengan dasar rongga hidung bagian belakang. Pandangan mata tertuju pada
daerah nasofaring sambil mengamati turun naiknya palatum molle pada saat pasien
mengucapkan huruf i . Fenomena Palatum Molle akan negatif bila terdapat massa di
dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum molle, atau terdapat
kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini.
- Bila rongga hidung sulit diamati oleh adanya edema mukosa dapat digunakan tampon
kapas efedrin yang dicampur dengan lidokain yang dimasukkan ke dalam rongga hidung
untuk mengurangi edema mukosa.

Rhinoskopi posterior
Pasien diminta untuk membuka mulut tanpa mengeluarkan lidah, 1/3 dorsal lidah
ditekan dengan menggunakan spatel lidah. Jangan melakukan penekan yang terlalu
keras pada lidah atau memasukkan spatel terlalu jauh hingga mengenai dinding faring
oleh karena hal ini dapat merangsang refleks muntah.
Cermin nasofaring yang sebelumnya telah dilidah apikan, dimasukkan ke belakang
rongga mulut dengan permukaan cermin menghadap ke atas. Diusahakan agar cermin
tidak menyentung dinding dorsal faring.
- Perhatikan struktur rongga nasofaring yang terlihat pada cermin. Amati septum nasi
bagian belakang, ujung belakang konka inferior, medius dan superior, adenoid (pada
anak), ada tidak secret yang mengalir melalui meatus.
- Perhatikan pula struktur lateral rongga nasofaring : ostium tuba, torus tubarius, fossa
Rossenmulleri Selama melakukan pemeriksaan pasien diminta tenang dan tetap
42

bernapas melalui hidung. Pada penderita yang sangat sensitif, dapat disemprotkan
anestesi lokal ke daerah faring sebelum dilakukan pemeriksaan.

4. Pemeriksaan Orofaring
Oral hygiene
Mukosa bucoginggiva
Lidah : Gigi :
- Bentuk - Karies gigi
- Warna - Karang gigi
- Gerakan - Fraktur
- Parese - Palatum (simetris, massa, hiperemis)
- Massa
Faring

Tonsil (keduanya) : Uvula (letak, hiperemis)
- Ukuran Arcus faring (simetris)
- Hiperemis
- Kripta
- Detritus
Swab faringeal (etiologi dan tes resistensi)





43

DAFTAR PUSTAKA

Dorland. 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC
Guyton AC, Hall JE 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Iskandar N, sopeardi EA, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok,
edisi ketiga FKUI Jakarta 1997
Adam GL, Boies LC, Hilger PA. Bois Fundamentals of otolaryngology. A textbook of
Ear, Nose and Throat Disease. 6 th edition WB Saunders Co, 1989.
P.D. Bull : Disease of the Ear, Nose and throat, edisi 6, Blackwell science ; 1995
www. Klinikumsolingen : chronic suppurative otitits media
www. Bcm.edu/oto/otologyprimer : otitis media complications
www.utmb.edu/otoref : otitis media complications.

You might also like