You are on page 1of 16

APPENDISITIS

A. ANATOMI FISOLOGI
Appendiks merupakan
suatu organ limfoid seperti tonsil,
payer patch (analog dengan Bursa
Fabricus) membentuk produk
immunoglobulin, berbentuk
tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15 cm) dengan
diameter 0,5-1 cm, dan
berpangkal di sekum. Lumennya
sempit di bagian proksimal dan
melebar dibagian distal. Basis
appendiks terletak pada bagian postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal. Ketiga
taenia caecum bertemu pada basis appendiks. Apendiks vermiformis disangga oleh
mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah
ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya
terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak
terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar
dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan
submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf,
pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa
terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta
lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding
luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan
caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di
bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior,
medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3
tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke seikum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya
berperan pada patogenesis appendisitis.
Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT ( Gut Associated Lymphoid Tissue ) yang
terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks , ialah IgA immunoglobulin ini sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran
cerna dan seluruh tubuh.

B. PENGERTIAN
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab
paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997).
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inchi),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal (Smeltzer, Suzanne, C., 2001).

C. ETIOLOGI
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks
merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan
limfoid, timbunan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam
tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya
sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan
limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang
biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh
bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada
peradangan usus buntu (Anonim,2008).



Menurut Joyce, M.Black tahun 1995 apendisitis dapat disebabkan oleh:
1. Fekolit yang terperangkap dalam lumen
Adanya fekolit menyebabkan terjadinya obstruksi sekret appendiks yang disertai pelebaran alaat
tubuh. Pelebaran ini mengakibatkan terjadinya tekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang
menyebabkan edema dinding apendiks, karena edema maka resistensi selaput berkurang dan
mudah diserang kuman.
2. Kekakuan appendiks
Sama halnya dengan peyumbatan oleh fekolit, dimana appendiks yang kaku dapat meyebabkan
terjadinya obstruksi pada lumen.
3. Bengkak pada dinding usus / tumor appendiks.
Jenis tumor yang paling sering pada appendiks adalah tumor carcinoid. Carcinoid pada appendiks
tumbuh mengelilingi rongga, tidak mempunyai batas yang jelas dan dapat tumbuh infiltrat kedalam
lapisan otot sehingga menimbulkan obstruksi pada lumen.
4. Fibrosis yang luas disekeliling appendiks.
Benang fibrin juga akan dapat menyebabkan terjadinya obstruksi pada lumen.
5. Tersumbatnya usus oleh adhesi
Iritasi atau adhesi pada usus menyebabkan obstruksi pada appendiks.
6. Hiperplasia jaringan limfe
Pembesaran jaringan limfe dapat menyebabkan penyumbatan yang berakibat radang pada
appendiks.
7. Cacing Ascaris
Cacing ascaris lumbricoides jika masuk appendiks dapat menyebabkan penyumbatan radang
sekunder.
8. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti Entamoeba Histolytica dapat menyebabkan
terjadi infeksi.
Penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan
intra sekal yang mengakibatkan timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan
pertumbuhan kuman flora normal kolon, semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

D. KLASIFIKAS PENDISITIS
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya
adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar
dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan
tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain
yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
b. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat
iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif
dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa,
dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut
kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan
akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.
Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya
dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya
obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril,
musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu
kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah.
Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan
timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi
apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi
kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan
diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan
(flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan
pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang
menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan
adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks
menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi
ileosekal atau hemikolektomi kanan

E. PATOFISIOLOGI
Menurut Mansjoer, 2000:
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami
penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang
terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama
mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis
akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan
epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan
mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah
peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan
akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut
dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah,
akan menyebabkan apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.

Tahapan Peradangan Apendisitis
1. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)
2. Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks sebenarnya
sudah terjadi mikroperforasi)





Terputusnya
kontinuitas jaringan
Resiko terjadi
infeksi
Nyeri
Resiko kurang
volume cairan
F. PATHWAYS

Idiopatik makan tak teratur Kerja fisik yang keras

Massa keras feses

Obstruksi lumen

Suplay aliran darah menurun
Mukosa terkikis


Perforasi Peradangan pada appendiks distensi abdomen
Abses
Peritonitis Nyeri
Menekan gaster

Appendiktomy pembatasan intake cairan peningk prod HCL

Insisi bedah mual, muntah







G. TANDA DAN GEJALA
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
a. Anoreksia biasanya tanda pertama.
b. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat
appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri
terbuka.
c. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;
1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam bisa mencapai 37,8-
38,8 Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak
terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya
bersifat meriang, atau mual-muntah saja
2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar
(tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai
dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan
bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik
tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap
usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama
dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus
buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina.
Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)
Pemeriksaan Diagnosa Penyakit
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya
penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiology:
1. Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut
tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas
juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis
apendisitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka
rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan
atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
e. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya
radang usus buntu.
f. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka
Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah
putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari
itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang
membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu
dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat
keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 98 %). Dengan CT scan
dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto
abdomen, USG abdomen dan apendikogram.

Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
Mual, muntah
Anoreksia, malaisse
Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
Spasme otot
Konstipasi, diare
(Brunner & Suddart, 1997)

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75%
Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir
Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah
(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997)


I. KOMPLIKASI
Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau
abses apendiks
Tromboflebitis supuratif
Abses subfrenikus
Obstruksi intestinal

J. PENATALAKSANAAN
Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra
vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam
sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila
operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan
ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit
dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan
antibiotik dan drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang taktertangani yakni:
1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
a. Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
b. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan
c. Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
d. Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
(Brunner & Suddart, 1997)

1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih
belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan
tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis
ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan
darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,
diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah
timbulnya keluhan.
b. Antibiotik.
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

2. Operasi
1.Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)
2.Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
3.Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud
Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid

3. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di dalam,
syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar,
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii Fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan
sampai fungsi usus kembali normal.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan
dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.



K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan menurut NANDA, 2012-2014 yang mungkin muncul pada klien dengan
appendiksitis adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
b. mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan nyeri
c. defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
d. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik ( nyeri )

Diagnose yang muncul dengan ksus appendiks menurut rumusan diagnose NANDA antara lain :
a. Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah.
b. Post operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
2. Resiko kehilangan volume cairan berhubunmgan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan luka post operasi
4. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

Perencanaan keperawatan
Pre Operasi
No Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi
1.



















.
Nyeri akut























Klien akan dapat
melaporkan nyeri
berkurang dalam waktu 3
jam dengan criteria hasil :
- Klien mengeluh nyeri
jarang
- Skala nyeri 4
- Rileks
- Selera makan normal
- Tidak ada bukti nyeri yang
diamati
- Dapat melakukan teknik
relaksasi nafas dalam












1. Minta klien untuk menilai
nyeri atau ketidaknyamanan
pada skala 0 10
2. Gunakan bagan alir nyeri
untuk memantau peredaan
nyeri oleh analgesic dan
kemungkinan efek
sampingnya.
3. Kaji dampak agama, budaya,
kepercayaan, dan lingkungan
terhadap nyeri dan respon
klien
4. Dalam mengkaji nyeri klien,
gunakan kata-kata yang
sesuai dengan usia dan
tingkat perkembangan
pasien.
5. Informasikan kepada pasien
tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping
yang disarankan.
6. Pemberian analgesic :
menggunakan agen-agen
farmakologi untuk
mengurangi atau
menghilangkan nyeri

2 Nutrisi,
ketidakseimbangan
: kurang dari
kebutuhan tubuh
Klien akan dapat
melaporkan asupan
makanan dan cairan
adekuat dengan criteria
hasil :
- Berat badan meningkat 1
kg
- Komponen gizi adekuat
- Menoleransi diet-diet yang
dianjurkan


a. Identifikasi factor pencetus
mual dan muntah
b. Catat warna, jumlah, dan
frekuensi muntah
c. Instruksikan pasien agar
menarik napas dalam
perlahan dan menelan secara
sadar untuk mengurangi mual
dan muntah
d. Tawarkan hygiene mulut
sebelum makan
e. Berikan obat anti emetic dan /
analgesic sebelum makan
atau sesuai dengan jadwal
yang dianjurkan

Post Operasi
No. Diagnose
keperawatan
Tujuan dan criteria hasil intervensi
1.





















Nyeri akut























Klien akan dapat melaporkan
nyeri berkurang dalam waktu
3 jam dengan criteria hasil :
- Klien mengeluh nyeri jarang
- Skala nyeri 4
- Rileks
- Selera makan normal
- Tidak ada bukti nyeri yang
diamati
- Dapat melakukan teknik
relaksasi nafas dalam












1. Minta klien untuk menilai nyeri
atau ketidaknyamanan pada
skala 0 10
2. 8. Gunakan bagan alir nyeri
untuk memantau peredaan nyeri
oleh analgesic dan
kemungkinan efek sampingnya.
3. 9. Kaji dampak agama,
budaya, kepercayaan, dan
lingkungan terhadap nyeri dan
respon klien
4. 10. Dalam mengkaji nyeri klien,
gunakan kata-kata yang sesuai
dengan usia dan tingkat
perkembangan pasien.
5. 11. Informasikan kepada pasien
tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping yang
disarankan.
6. 12. Pemberian analgesic :
menggunakan agen-agen
farmakologi untuk mengurangi
atau menghilangkan nyeri

1.
2

Mobilitas fisik,
hambatan

Klien akan dapat melaporkan
tidak mengalami gangguan
dalam waktu 2 x 24 jam
dengan criteria hasil :
- Tidak mengalami gangguan
sendi dan otot
- Bisa berjalan
- Bisa bergerak dengan
mudah

1. Kaji kebutuhan terhadap
bantuan pelayanan kesehatan
di rumah dan kebutuhan
terhadap peralatan pengobatan
yang tahan lama
2. Ajarkan klien tentang dan
pantau penggunaan alat bantu
mobilitas ( misalnya tongkat,
walker, kruk atau kursi roda )
3. Ajarkan dan bantu pasien dan
proses berpindah ( misalnya
dari tempat tidur ke kursi )
4. Rujuk ke ahli terapi fisik untuk
program latihan
5. Berikan penguatan positif
selama aktifitas
6. Bantu pasien untuk
menggunakan alas kaki anti
selip yang mendukung untuk
berjalan


3.

Defisiensi
pengutahuan

Klien akan dapat melaporkan
deskripsi rasional untuk
apendiks dalam waktu 2 jam
dengan criteria hasil :
- Klien dan keluarga dapat
mengidentifikasikan
kebutuhan informasi
tambahan tentang program
terapi
- Memperlihatkan
kemampuan menjelaskan
kembali materi yang telah
disampaikan

1. Periksa keakuratan umpan balik
untuk memastikan bahwa
pasien memahami program
terapi dan informasi lainnya
yang relevan
2. Penyuluhan individual : tentukan
kebutuhan belajar pasien,
lakukan penilaian terhadap
tingkat pengetahuan pasien
saat ini dan pemahaman
terhadap materi
3. Kaji daya belajar pasien
4. Beri penyuluhan sesuai dengan
tingkat pemahaman pasien,
ulangi informasi bila diperlukan
5. Gunakan berbagai pendekatan
penyuluhan, redemonstrasi, dan
berkaitan umpan balik secara
verbal dan tertulis
6. Beri informasi tentang sumber-
sumber komunitas yang dapat
menolong pasien dalam
mempertahankan program
terapi



4.

Insomnia Klien akan dapat melaporkan
kualitas tidur tidak terganggu
dalam waktu 1 x 24 jam
dengan criteria hasil :
- Jumlah jam tidur setidaknya
5 jam/24 jam
- Perasaan segar setelah
tidur
- Terbangun di waktu
yang sesuai
1. Tentukan efek samping
pengobatan terhadap pola tidur
pasien
2. Pantau pola tidur pasien dan
catat hubungan factor-faktor
fisik ( misalnya :
nyeri/ketidaknyamanan dan
berkemih )
3. Anjurkan klien untuk membatasi
asupan cairan di sore hari untuk
menurunkan kemungkinan
terbangun di malm hari karena
ingin berkemih
4. Bantu klien untuk memilih
aktifitas fisik dan social di siang
hari yang sesuai dengan
kemampuan fungsionalnya
(misalnya berjalan )
5. Gunakan lampu malam hari
untuk keamanan pasien
6. Pertimbangkan menggunakan
pispot di samping tempat tidur
untuk digunakan di malam hari
meskipun tidak digunakan di
siang hari

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius: FK UI
Schwartz, et al. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi Keenam. EGC: Jakarta
Soda, K., et al. 2001. Detection of Pinpoint Tenderness on the Appendix Under Ultrasonography Is
Useful to Confirm Acute Appendicitis.
Jong, W., Sjamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC: Jakarta.
Jehan, E. 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis Akut. Bagian Ilmu
bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
Reksoprodjo, S., dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara: Jakarta.
Hardin, M. 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American Academy of Family
Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple, Texas

You might also like