You are on page 1of 5

1.

Manakah yang lebih efektif, penisilin intramuskuler atau penisilin per oral untuk mencegah rekurensi demam
rematik dan infeksi streptokokus tenggorok? Manakah yang lebih baik, injeksi penisilin tiap 2-3 minggu atau tiap 4
minggu?
- STEP 1
Pasien : Bagaimanakah cara mencegah rekurensi demam rematik dan infeksi streptokokus
tenggorok?
Intervention : Pemberian antibiotik seperti apa dan kapan waktu yang tepat yang dapat diberikan untuk
mencegah rekurensi demam rematik dan infeksi streptokokus tenggorok
Comparison : Manakah yang lebih efektif, penisilin intramuskuler atau penisilin per oral dan pemberian
tiap 2-3 minggu atau tiap 4 minggu untuk mencegah rekurensi demam rematik dan infeksi
streptokokus tenggorok?
Outcome : Apakah dengan pemberian antibiotik penisilin dapat mencegah terjadinya rekurensi
demam rematik dan infeksi streptokokus tenggorok?
- STEP 2
Pada praktikum ini kami memilih mengakses Pudmed. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Buka google
b. Tulis di search engine: Pubmed
c. Lalu pilih Pubmed Clinical Queries
d. Setelah terbuka pilih Clinical Study Categories
e. Pada kotak Category, pilih Diagnosis
f. Pada kotak Scope, pilih Broad
g. Pada kotak search engine, tulis prostate spesific antigen or digital rectal examination prostate carcinoma
h. Lalu pilih jurnal yang sesuai
i. Kami memilih jurnal yang berjudul: Intramuscular penicillin is more effective than oral penicillin in
secondary prevention of rheumatic fever--a systematic review dan Penicillin for secondary prevention of
rheumatic fever
- STEP 3
o Validity
Berdasarkan hierarki metode penelitian dapat dilihat bahwa Meta Analisis/Systematic Reviews menempati
urutan teratas sehingga validitasnya juga paling kuat dari yang lain.
o Importance
Temuan ini sangat penting untuk memilih bagaimanacara pemberian dan waktu pemberian penisilin yang
paling efektif untuk mencegah rekurensi demam rematik dan infeksi streptokokus tenggorok.
o Applicability
Temuin ini sangat dapat diaplikasikan dalam penelitian ataupun praktik kedokteran sehari-hari apabila
mendapatkan pasien dengan dengan keluhan demam rematik ataupun infeksi streptokokus tenggorok
untuk mencegah rekurensi demam rematik dan infeksi streptokokus tenggorok tersebut.
- STEP 4
Mengintegrasikan hasil evaluasi kritis dengan ketrampilan klinis kita dan dengan keadaan biologis,
nilai-nilai dan situasi pasien kita yang unik.
Orang denganriwayat demamrematikberada pada risiko tinggi terhadapseranganberulang danpenyakit
jantungrematiksetelah infeksitenggorokan olehstreptokokus.Pemberian penisilin untuk orang-orang ini dapat
mencegah serangan berulang dari demam rematik dan penyakit jantung reumatik lanjutan.
Pemberian penisilin secara intramuskular memberikan hasil yang lebih efektif dari pemberian penisilin
oral dalam mencegah rekurensi demam reumatik (RR 0.45, 95% CI 0.22 to 0.92) dan infeksi tenggorok oleh
streptokokus (RR 0.84, 95% CI 0.72 to 0.97). Dan pemberian suntikan intramuskular selama 2-3 minggu lebih
efektif dibandingkan dengan pemberian suntikan selama 4 minggu dalam mencegah rekurensi demam
reumatik (RR 0.52, 95% CI 0.33 to 0.83) dan infeksi tenggorok oleh streptokokus (RR 0.60, 95% CI 0.42 to 0.85).
- STEP 5
Mengevaluasi efektivitas dan efisiensi kita dalam melaksanakan langkah 1-4 dan terus berusaha mencari jalan
meningkatkan kemampuan kita.

2. Apakah akupunktur efektif dan aman untuk mengobati depresi ?
- STEP 1
Pasien : Apakah pengobatan yang aman dan efektif untuk mengobati pasien penderita depresi?
Intervention : Pengobatan apa yang dapat diberikan pada orang depresi?
Comparison : Pengobatan mana yang lebih baik untuk penderita depresi?akupuntur / obat anti depresi?
Outcome : Apakah terapi akupuntur dapat mengobati depresi ?
- STEP 2
Pada praktikum ini kami memilih mengakses Pudmed. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Buka google
b. Tulis di search engine: Pubmed
c. Lalu pilih Pubmed Clinical Queries
d. Setelah terbuka pilih Clinical Study Categories
e. Pada kotak Category, pilih Diagnosis
f. Pada kotak Scope, pilih Broad
g. Pada kotak search engine, tulis acupuncter and depression therapy
h. Lalu pilih jurnal yang sesuai
i. Kami memilih jurnal yang berjudul: The effectiveness of acupuncture for depression a systematic review
of randomised controlled trials
- STEP 3
o Validity
Berdasarkan hierarki metode penelitian dapat dilihat bahwa Systematic Reviews menempati urutan teratas
sehingga validitasnya juga paling kuat dari yang lain.
o Importance
Temuan ini sangat penting untuk memilih therapy terbaru untuk mengobati pasien yang menderita
penyakit depresi.
o Applicability
Temuan ini sangat dapat diaplikasikan dalam penelitian saya. Apabila saya mendapatkan pasien dengan
diagnosis depresi maka saya akan menganjurkan untuk melakukan terapi dengan akupuntur selain dengan
obat anti-depresi.
- STEP 4
Bukti dari control trial tidak cukup menyimpulkan bahwa terapi akupuntur efektif sebagai pengobatan
pada pasien yang menderita depresi. Tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam penggunaan
electroacupuncture sebagai pilihan terapi pada penderita depresi.
Dalam kenyataannya, terapi akupuntur belum bisa diterapkan sebagai terapi pengobatan pada
penderita depresi. Hal ini dikarenakan kurangnya tenaga ahli atau akupunturist dan sarana dan prasarana untuk
melakukan terapi akupuntur tersebut
- STEP 5
Mengevaluasi efektivitas dan efisiensi kita dalam melaksanakan langkah 1-4 dan terus berusaha mencari jalan
meningkatkan kemampuan kita.Langkah 1 muncul pertanyaan yang menjadi masalah.Langkah 2 mencari bukti-
bukti tentang masalah tersebut dengan mengakses Pubmed.Langkah 3 menguji dengan melakukan critical
appraisal apakah bukti yang kita dapat valid, importance, dan applicability. Langkah 4 mengintegrasikan
evaluasi kritis

3. Manakah yang lebih baik, pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau Computer Tomography
Scan (CT-Scan) untuk mengidentifikasi stroke kecil multiple?
- STEP 1
Pasien : Bagaimanakah penegakan diagnosis pasien yang dicurigai menderita Stroke multiple kecil?
Intervention : Pemeriksaan penunjang apakah yang terbaik atau menjadi gold standar dalam
menegakkan diagnosis Stroke multiple kecil?
Comparison : Manakah yang terbaik/gold standar antara Magnetic Resonanse Imaging (MRI) dan
Computer Tomography Scan (CT-Scan) dalam penegakan diagnosis Stroke multiple kecil?
Outcome : Apakah dengan didiagnosisnyanya Stroke multiple kecil secara tepat dan cepat dapat
memperbaiki gejala klinis, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat Stroke
multiple kecil?
- STEP 2
Pada praktikum ini kami memilih mengakses Pudmed. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Buka google
b. Tulis di search engine: Pubmed
c. Lalu pilih Pubmed Clinical Queries
d. Setelah terbuka pilih Clinical Study Categories
e. Pada kotak Category, pilih Diagnosis
f. Pada kotak Scope, pilih Broad
g. Pada kotak search engine, tulis magnetic resonance imaging or computer tomography scan small multiple
stroke
h. Lalu pilih jurnal yang sesuai
i. Kami memilih jurnal yang berjudul: Magnetic resonance imaging versus computed tomography for
detection of acute vascular lesions in patients presenting with stroke symptoms.
- STEP 3
o Validity
Berdasarkan hierarki metode penelitian dapat dilihat bahwa Meta Analisis/Systematic Reviews menempati
urutan teratas sehingga validitasnya juga paling kuat dari yang lain.
o Importance
Temuan ini sangat penting untuk memilih apakah Magnetic Resonanse Imaging (MRI) dan Computer
Tomography Scan yang terbaik/gold standar dalam menegakkan diagnosis stroke multipel kecil.
o Applicability
Temuin ini sangat dapat diaplikasikan dalam penelitian saya. Apabila saya mendapatkan pasien dengan
stroke symptom maka saya akan menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan MRI.
- STEP 4
Mengintegrasikan hasil evaluasi kritis dengan ketrampilan klinis kita dan dengan keadaan biologis, nilai-nilai
dan situasi pasien kita yang unik. Dalam kenyataannya, pasien dengan gejala stroke harus lebih sabar dalam
melakukan pemeriksaan MRI. Hal ini dikarenakan pasien merasa tidak nyaman jika harus diam dan tidak
bergerak untuk periode waktu yang cukup lama. Walaupun, pemeriksaan MRI merupakan pemeriksaan
penunjang yang sangat akurat. Perbandingan sensitivity dan specificity untuk MRI adalah 0,99 dan 0,92 ;
sedangkan untuk CT Scan adalah 0,39 dan 1,0. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa sensitivity MRI
lebih tinggi dibanding CT Scan. Namun, specificity CT Scan lebih tinggi jika dibandingkan MRI. Selain itu, kita
juga harus mempertimbangkan segi biaya (cost) dari pemeriksaan MRI yang lebih mahal jika dibandingkan
dengan CT Scan
- STEP 5
Mengevaluasi efektivitas dan efisiensi kita dalam melaksanakan langkah 1-4 dan terus berusaha mencari jalan
meningkatkan kemampuan kita. Langkah 1 muncul pertanyaan yang menjadi masalah. Langkah 2 mencari
bukti-bukti tentang masalah tersebut dengan mengakses Pubmed. Langkah 3 menguji dengan melakukan
critical appraisal apakah bukti yang kita dapat valid, importance, dan applicability. Langkah 4 mengintegrasikan
evaluasi kritis.



4. Apakah continuous positive airway pressure efektif pada bronchiolitis?
- STEP 1
Pasien : Bagaimana penanganan yang tepat jika seseorang menderita Bronchiolitis?
Intervention : Pemeriksaan penunjang / terapi apakah yang terbaik atau menjadi gold standar dalam penanganan
Bronchiolitis?
Comparison : Manakah yang terbaik penanganan bronchiolitis dengan menggunakan continuous positive airway
pressure atau dengan penanganan suportif dan pemberian oksigen?
Outcome : Apakah dengan penggunaan continuous positive airway pressure secara tepat dan cepat mampu
memperbaiki gejala klinis, menurunkan angka morbiditas,dan mortalitas pada pasien bronchiolitis?
- STEP 2
Pada praktikum ini kami memilih mengakses Pudmed. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Buka google
b. Tulis di search engine: Pubmed
c. Lalu pilih Pubmed Clinical Queries
d. Setelah terbuka pilih Clinical Study Categories
e. Pada kotak Category, pilih Diagnosis
f. Pada kotak Scope, pilih Broad
g. Pada kotak search engine, tulis continuous positive airway pressure and bronchiolitis
h. Lalu pilih jurnal yang sesuai
i. Kami memilih jurnal yang berjudul:Treatment of Acute Viral Bronchiolitis
- STEP 3
o Validity
Berdasarkan hierarki metode penelitian dapat dilihat bahwa RCT menempati urutan kedua teratas sehingga
validitasnya kuat meskipun tidak sevalid dari meta analisis.
o Importance
Temuan ini sangat penting untuk memilih apakah penanganan dengan continuous positive airway pressure efektif
untuk penatalaksanaan pada bronchiolitis.
o Applicability
Temuan ini tidak begitu kami aplikasikan pada pasien saya.Semua tergantung dari tingkat keparahan
penyakitnya.Apabila saya mendapatkan pasien yang menderita bronchiolitis yang belum dikatakan parah sampai
terjadi penyumbatan jalan nafas yang permanen maka saya belum memakai continuous positive airway pressure
sebagai penatalaksanaan lini pertama. Dari kedua sumber yang didapat untuk penanganan bronchiolitis akut yang
harus dilakukan adalah penanganan suportif terlebih dahulu dan oksigen, continuous positive airway pressure bisa
dibutuhkan bisa juga tidak. Pada keadaan bronchiolitis berat perpaduan Heliox (oksigen) dan continuous positive
airway pressuremampu memberikan efek yang baik.
- STEP 4
Mengintegrasikan hasil evaluasi kritis dengan ketrampilan klinis kita dan dengan keadaan biologis, nilai-nilai dan
situasi pasien kita yang unik.
Dalam menegakkan diagnosis bronkiolitis harus berdasarkan tingkat keparahan penyakit berdasarkan sejarah dan
fisik pemeriksaan.Dalam kenyataannya, pasien dengan bronchiolitis yang dikatakan masih tergolong ringan cukup diberikan
penanganan suportif, apabila bronkiolitis tersebut menyebabkan obstruksi jalan nafas maka selain penanganan suportif juga
memerlukan pemakaian continuous positive airway pressure.Continuous positive airway pressure merupakan lini pertama
untuk penanganan sleep apnea karena penyakit ini sudah tergolong penyakit yang sangat berat.Untuk penanganan
bronkiolitis yang disebabkan oleh RSV dapat dicegah dengan pemberian palivizumab dan menjaga kebersihan tangan
dengan mencuci tangan untuk mencegah penyebaran nosokomial. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa
sensitivity, specificity, and positive predictive value continuous positive airway pressure lebih rendanh dibandingkan
penanganan suportif seperti pemberian O
2.
, terapi NCPAP merupakan terapi yang menggabungkan antar segala terapi.
Perbandingan sensitivity, specificity, and positive predictive value untuk PSA adalah 72.1%, 93.2% and 25.1%, respectively;
and untuk DRE adalah 53.2%, 83.6% and 17.8%, respectively.Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa sensitivity,
specificity, and positive predictive value PSA lebih tinggi dibanding DRE.Selain itu, PSA disebut juga sebagai tumor marker
untuk prostat. Apabila kadar PSA meningkat maka terjadi pembesaran di prostat. Biasanya pasien yang memerlukan
perawatan di rumah sakit adalah pasien dengan kriteria tertentu, misalnya umur pasien, fase penyakit, kemampuan pasien
untuk mamasukkan cairan melalui mulut, tingkat keparahan penyakit serta keadaan sosial dari pasien. Berdasarkan jurnal
yang dibaca oleh kami, penggunaan continuous positive airway pressure sebagai terapi akan lebih baik jika dikombinasikan
dengan pemberian oksigen untuk mengurangi tekanan karbon dioksida di pembuluh darah arteri. Pengunaan continuous
positive airway pressure ini juga dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh tanpa ditemukannya komplikasi. Namun, sebuah
penelitian yang lebih besar masih diperlukan untuk mengetahui apakah penggunaan continuous positive airway pressure
bisa mengurangi kebutuhan ventilasi invasiv
- STEP 5
Mengevaluasi efektivitas dan efisiensi kita dalam melaksanakan langkah 1-4 dan terus berusaha mencari jalan
meningkatkan kemampuan kita. Langkah 1 muncul pertanyaan yang menjadi masalah. Langkah 2 mencari bukti-bukti
tentang masalah tersebut dengan mengakses Pubmed. Langkah 3 menguji dengan melakukan critical appraisal apakah bukti
yang kita dapat valid, importance, dan applicability. Langkah 4 mengintegrasikan evaluasi kritis.

5. Apakah skrining kanker prostat, baik dengan teknik Digital Rectal Examination (DRE) ataupun tes darah Prostate Spesific
Antigen (PSA) berguna untuk menurunkan morbiditas atau mortalitas dianjurkan untuk dilakukan?
- STEP 1
Pasien : Bagaimanakah penegakan diagnosis pasien yang dicurigai menderita Ca Prostat?
Intervention : Pemeriksaan penunjang apakah yang menjadi gold standar dalam menegakkan diagnosis Ca
Prostat?
Comparison : Manakah yang terbaik/gold standar antara Digital Rectal Examination (DRE) dan Prostate
Specific Antigen (PSA) dalam penegakan diagnosis Ca Prostat?
Outcome : Apakah dengan didiagnosisnya Ca Prostat secara tepat dan cepat dapat memperbaiki gejala
klinis, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat Ca prostat?
- STEP 2
Pada praktikum ini kami memilih mengakses Pudmed. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Buka google
b. Tulis di search engine: Pubmed
c. Lalu pilih Pubmed Clinical Queries
d. Setelah terbuka pilih Clinical Study Categories
e. Pada kotak Category, pilih Diagnosis
f. Pada kotak Scope, pilih Broad
g. Pada kotak search engine, kami menulis prostate spesific antigen or digital rectal examination prostate
carcinoma
h. Lalu pilih jurnal yang sesuai
i. Kami memilih 2 jurnal yang berjudul:
1. Meta-analysis of prostate-specific antigen and digital rectal examination as screening tests for prostate
carcinoma
2. Population-based case-control study of PSA and DRE screening on prostate cancer mortality
- STEP 3
o Validity
Berdasarkan hierarki metode penelitian dapat dilihat bahwa jurnal pertama adalah Meta Analisis/Systematic
Reviews menempati urutan teratas sehingga validitasnya juga paling kuat dari yang lain. Sedangkan pada jurnal
yang kedua adalah case-control dimana kekuatan validitasnya lebih dari cukup.
o Importance
Temuan pada jurnal pertama ini sangat penting untuk memilih apakah Prostate Spesific Antigen (PSA) atau
Digital Rectal Examination (DRE) yang terbaik/gold standar dalam menegakkan diagnosis karsinoma
prostat.Sedangkan temuan pada jurnal yang kedua sangat penting untuk memberi informasi apakah screening
tersebut dapat bermanfaat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas.
o Applicability
Temuin pada jurnal 1 dan 2 ini sangat dapat diaplikasikan dalam memberi saran diagnosisi kepada pasien.
Apabila saya mendapatkan pasien dengan Lower Urinary Tract Syndrome (LUTS) maka saya akan menganjurkan
untuk melakukan pemeriksaan PSA karena menurut jurnal yang pertama menyatakan bahwa PSA lebih sensitive,
specific dan prediksi positifnya lebih baik dari DRE. Dan pada jurnal yang kedua kami mendapat informasi bahwa
kedua screening tersebut bermanfaat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita Ca prostate
- STEP 4
Mengintegrasikan hasil evaluasi kritis dengan ketrampilan klinis kita dan dengan keadaan biologis, nilai-nilai dan
situasi pasien kita yang unik.
Dalam kenyataannya, pasien dengan gejala LUTS tidak menyukai pemeriksaan DRE.Hal ini dikarenakan pasien merasa
tidak nyaman apabila duburnya harus dicolok.Selain itu, pemeriksaan PSA merupakan pemeriksaan kimiawi yang
sangat akurat.Perbandingan sensitivity, specificity, and positive predictive value untuk PSA adalah 72.1%, 93.2% and
25.1%, respectively; and untuk DRE adalah 53.2%, 83.6% and 17.8%, respectively.Berdasarkan data tersebut dapat
dilihat bahwa sensitivity, specificity, and positive predictive value PSA lebih tinggi dibanding DRE.Selain itu, PSA
disebut juga sebagai tumor marker untuk prostat. Apabila kadar PSA meningkat maka terjadi pembesaran di prostat.
Selain itu juga kita perhatikan keadaan pasien apakah secara materiil mampu untuk melakukan pemeriksaan
screening ini, karena dijelaskan pada jurnal yang ke- dua bahwasannya screening tersebut bermanfaat dalam
menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita ca prostat.
- STEP 5
Mengevaluasi efektivitas dan efisiensi kita dalam melaksanakan langkah 1-4 dan terus berusaha mencari jalan
meningkatkan kemampuan kita.
Pada step 1 muncul pertanyaan yang menjadi masalah. Lalu Step 2 mencari bukti-bukti tentang masalah tersebut
dengan mengakses Pubmed. Step 3 menguji dengan melakukan critical appraisal apakah bukti yang kita dapat valid,
importance, danapplicability. Langkah 4 mengintegrasikan evaluasi kritis. Kelompok kami berkesimpulan bahwa step
1 s.d 4 adalah efisien dan efektif karena kami mendapatkan jurnal yang valid, importance dan applicability, sehingga
dapat menyelesaikan masalah yang ada pada pasien kita.

You might also like