You are on page 1of 18

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

SKIZOFRENIA PARANOID












Oleh:
M Rachmat Sulthony
H1A 007 037


Pembimbing
dr. Dian W. Vietara, Sp.KJ.







DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT JIWA
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2013

1
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn.S
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Dusun Punikan Utara, Desa Batu Mekar, Kec. Lingsar, Lombok Barat
Agama : Islam
Suku : Sasak
Pendidikan : Tidak Tamat SD
Pekerjaan : Petani
Status : Belum Menikah
MRS : Jumat, 8 November 2013
Pemeriksaan : Jumat, 8 November 2013.

Pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD RSJP NTB pada hari Jumat, 8 November
2013, pukul 21.10 WITA. Ini adalah kali ketiga pasien dirawat inap di RSJP NTB.

II. Identitas Keluarga Pasien
Nama Keluarga : Suriah
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hubungan : Kakak Pasien
Alamat : Dusun Punikan Utara, Desa Batu Mekar, Kec. Lingsar, Lombok Barat
Agama : Islam
Suku : Sasak
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah






2
III. Riwayat Psikiatri
Data diperoleh dari:
Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 8 November 2013 dan 9 November
2013.
Alloanamnesis dengan teman pasien dan kepala dusun di tempat tinggal pasien pada
tanggal 8 November 2013, pukul 21.10. Alloanamnesis juga dilakukan dengan
kakak pasien melalui telepon pada tanggal 10 November 2013.

A. Keluhan Utama
Pasien mengamuk sejak 1 hari sebelum datang ke IGD RSJP NTB.

B. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien dibawa oleh tetangga dan keluarganya ke UGD RSJP NTB pada hari
Jumat 8 November 2013 dikarenakan mengamuk sejak 1 hari sebelumnya. Pasien
diceritakan marah-marah, berbicara sendiri, tertawa sendiri, serta berlari keliling
kampung sambil mengejar beberapa warga dengan menggunakan parang. Kata-kata
pasien kasar dan mengancam, namun tidak jelas maksud dan tujuannya. Sebab
mengamuk dikarenakan pasien dipaksa minum obat oleh keluarga 1 hari sebelum
MRS.
Pasien menceritakan ia tidak mengetahui mengapa bisa dibawa ke RSJ dan
merasa dirinya baik-baik saja. Pasien mengatakan saat ini suasana hatinya sedang
tenang, tidak marah ataupun sedih. Pasien menceritakan saat ini ia bisa mendengar
suara ibunya yang sudah meninggal yang menyuruhnya untuk menikah serta
mendengar suara orang-orang yang sudah meninggal. Suara-suara ini dikatakan
telah ia didengar sejak ia masih berumur 10 tahun namun terkadang bisa hilang.
Pasien juga mengatakan ia melihat bayangan orang yang sudah meninggal yang ada
di kuburan yang mengikutinya sampai ke RSJ. Pasien mengatakan tahu saat ini
sedang berada di RSJ, pasien mampu mengenali teman dan keluarga yang
mengantarnya, namun pasien tidak tahu bulan atau tahun saat ini.
Selama 2 hari terakhir ini, selain keluhan yang disebutkan di atas, pasien juga
diceritakan sulit tidur dan menjadi lebih cerewet. Dalam sehari pasien hanya tidur
sekitar +2-3 jam. Menurut keterangan keluarga, pasien diceritakan merasa dirinya
dikejar oleh orang lain yang tidak diketahui oleh keluarganya, padahal menurut

3
cerita keluarga pasien, tidak ada orang yang mencari-cari pasien ataupun mengejar-
ngejar dirinya.
Pasien pertama kali mulai mengalami kondisi ini sekitar 10 tahun yang lalu
dan sempat dirawat di RSJP NTB sebanyak 2 kali. Pasien pertama kali dirawat inap
di RSJP NTB pada tahun 2003 selama beberapa bulan. Pasien awalnya dibawa oleh
keluarganya dikarenakan pasien berbicara sendiri, suka bengong, terkadang marah-
marah sendiri, serta mengatakan melihat sosok mahluk halus dan bahkan sampai
mengamuk namun tidak pernah melukai diri atau orang lain. Pasien diceritakan
pada saat pertama kali masuk RSJ tidak tampak hiperaktif, cerewet, mengutarakan
banyak ide, ataupun tampak tidak bersemangat, tidak berminat melakukan aktivitas
ataupun berusaha untuk mengakhiri hidupnya. Setelah keluar dari RSJ, pasien
jarang kontrol karena keluarga menganggap pasien sudah sehat. Setelah keluar dari
RSJ pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti pertama kali masuk, bahkan
pasien biasanya bertani dan terkadang juga bekerja sambilan sebagai tukang ojek.
Akan tetapi pada tahun 2008, pasien dibawa kembali ke RSJP NTB dengan
keluhan yang sama seperti pada tahun 2003. Pasien akhirnya juga dirawat inap
selama beberapa bulan karena kondisinya tersebut. Setelah keluar dari RSJ,
keluarga pasien tetap rutin mengambil obat namun pasien diceritakan kurang
kooperatif dan jarang mau meminum obatnya. Setelah keluar pasien diceritakan
beraktivitas normal, tidak ada keluhan, tidak tampak sedih atau hiperaktif, namun
sekitar 2 tahun yang lalu (tahun 2011) pasien sempat berusaha mengiris lidahnya.
Keluarga pasien tidak mengetahui apa alasan pasien melakukan hal tersebut, namun
menurut pasien ia berusaha mengiris lidahnya karena ia telah berbohong dan
mengatakan lidahnya harus dipotong.
Saat ini pasien merasa kurang betah di RSJ, karena merasa dirinya sehat dan
ingin cepat pulang. Selama di RSJ nafsu makan pasien baik, tidur nyenyak, dan
perasaan tenang. BAB dan BAK lancar, demam (-), mual (-), muntah (-).

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
Pasien sebelumnya sudah pernah menjalani rawat inap di RSJP NTB sebanyak 2
kali, dimana pertama kali dirawat pada tahun 2003 dengan keluhan yang sama,
kemudian sempat juga dirawat pada tahun 2008 dengan keluhan yang juga sama.
Pasien jarang dibawa kontrol karena selalu menolak, sehingga pasien tidak minum
obat secara teratur setelah pasien pulang dari RSJP NTB. Pasien terakhir minum obat

4
pada hari Jumat pagi (8 November 2013) namun sebelumnya sangat jarang minum
obat.
Riwayat cedera kepala, kejang, sakit kepala yang lama, demam tinggi,
hipertensi, asma, dan penyakit jantung tidak ditemukan. Riwayat penggunaan
NAPZA dan minuman keras juga tidak ditemukan. Riwayat percobaan bunuh diri (-).

D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat prenatal
Pasien merupakan anak ketujuh dari sembilan bersaudara..Untuk riwayat
persalinan secara jelas tidak diketahui tetangga pasien. Penyulit selama proses
persalinan, riwayat biru atau tampak kuning tidak diketahui.
2. Masa kanak-kanak awal (<3 tahun)
Pasien diasuh oleh ayah dan ibu kandungnya. Pasien tidak pernah mengalami
sakit berat, kejang, demam tinggi, ataupun penyakit kuning. Riwayat gangguan
pertumbuhan dan perkembangan tidak diketahui.
3. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien dikenal periang, banyak teman, dan rajin membantu orang tua. Saat ini
ibu dan ketujuh saudaranya sudah meninggal dunia, sehingga pasien tumbuh
hanya bersama ayah dan kakaknya.
4. Masa Kanak-kanak akhir dan remaja (11-19 tahun)
Pasien pada saat ini dikatakan sudah mulai gampang marah, namun belum
sampai mengamuk dan mengejar-ngejar warga. Pasien dikatakan terlihat lebih
serius dan lebih banyak bekerja, walaupun masih tampak berusah menjalin
hubungan dengan orang-orang di kampungnya.

E. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang serupa dengan yang
dialami pasien.



5
Genogram keluarga pasien:
















F. Riwayat Pernikahan
Pasien belum pernah menikah.

G. Situasi Sosial-Ekonomi Sekarang
Pasien tinggal bersama ayahnya. Untuk kebutuhan sehari-hari didapat dari
penghasilan pasien dan ayahnya yang bekerja sebagai petani dan tukang ojek.

H. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien merasa dirinya sehat dan malas minum obat. Menurut pasien, mendengar
suara ibunya yang sudah meninggal bukanlah suatu masalah. Pasien merasa kurang
nyaman tinggal di RSJ namun pasien tidak mau mengatakan apa alasannya.


6
IV. Status Mental
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien laki-laki usia 40 tahun, tampak dekil dengan wajah dan rambut lusuh.
Gigi dan tangan pasien tampak kotor, kesan kemampuan merawat diri kurang.
2. Kesadaran
Jernih.
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Tenang.
4. Pembicaraan
Spontan, terarah, artikulasi kurang jelas, volume cukup, suara tidak serak.
5. Sikap Terhadap Pemeriksa
Kooperatif.

B. Alam Perasaan dan Hidup Emosi
1. Mood: Disforik
2. Afek: Luas
3. Keserasian: Ekspresi emosional sesuai dengan isi pikir.
4. Empati: Tidak dirasakan

C. Fungsi Intelektual
1. Taraf pendidikan pengetahuan dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai dengan tingkat pendidikannya.
2. Daya Konsentrasi: Cukup
3. Orientasi
Waktu : kesan terganggu.
Tempat : kesan tidak terganggu.
Orang : kesan tidak terganggu.
4. Daya ingat
Daya ingat jangka panjang : tidak terganggu.
Daya ingat masa lalu belum lama : tidak terganggu.
Daya ingat baru saja : tidak terganggu.
Daya ingat segera : tidak terganggu.
5. Pikiran Abstrak: Kurang

7
6. Bakat kreatif: Tidak dapat dinilai
7. Kemampuan menolong diri sendiri:
Cukup. Walaupun merawat diri kurang bersih, pasien masih bisa makan sendiri
tanpa diperintah, mengetahui tata cara makan dan mengambil minum dengan
baik, dan bisa mandi sendiri pada waktunya.

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi
Halusinasi auditorik (+)
Pasien bisa mendengan suara ibunya yang sudah meninggal sejak ia masih
berumur 10 tahun.
Halusinasi visual (+)
Pasien melihat bayangan ibunya dan orang lain yang sudah meninggal di
kuburan.
Halusinasi penghidu (-).
2. Depersonalisasi: tidak ditemukan.
3. Derealisasi: tidak ditemukan.

E. Proses Pikir
1. Bentuk Pikir: Non Realistik
2. Arus Pikir: Asosiasi Longgar
3. Isi Pikiran
Preokupasi: (-)
Waham Kejar (+)

F. Pengendalian Impuls
Buruk. Pasien dikatakan sering mengamuk, gampang marah, dan mudah
tersinggung.

G. Daya Nilai
1. Daya Nilai Sosial : Kurang.



8
H. Tilikan
Tilikan Derajat 1

I. Penilaian Daya Realita (Reality Test Ability-RTA)
Terganggu

J. Taraf Dapat Dipercaya
Secara umum tidak dapat dipercaya.

V. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut
A. Status Generalis
Tanda vital
a. Tensi : 130/80 mmHg.
b. Nadi : 92 x/menit.
c. Pernapasan : 20 x/menit.
d. Suhu : 36,7C.

Kepala-leher
a. Mata: anemis (-/-). ikterus (-/-), refleks pupil (+/+), isokor.
b. THT: telinga dbn, hidung tampak jejas (-), krepitasi (-), deviasi septum (-).
c. Leher: terlihat kaku,struma (-), pembesaran KGB (-).
Thoraks
a. Cor: S
1
S
2
tunggal, regular, murmur (-), gallop(-).
b. Pulmo: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing(-/-).
Abdomen
Distensi (-), bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), H/L/R :tidak teraba.
Sistem urogenital: tidak dievaluasi.
Ekstremitas: akral hangat (+), oedem (-).

B. Status Neurologis
Pupil: bentuk bulat, isokor (+/+), refleks cahaya (+/+).
Gejala rangsangan selaput otak: tidak ditemukan.
Gejala peningkatan tekanan intrakranial: tidak didapatkan.
Motorik: Normal.

9
Tonus: Normal.
Koordinasi: Baik.
Turgor: Normal.
Refleks: Tidak dievaluasi.
Sensibilitas: Baik.
Susunan saraf vegetatif: Baik.
Fungsi-fungsi luhur: Baik.

VI. Ikhtisar Penemuan Bermakna
Pasien laki-laki berusia 40 tahun dibawa keluarga dan temannya dikarenakan
mengamuk sejak 1 hari sebelumnya. Pasien diceritakan marah-marah, berbicara sendiri,
tertawa sendiri, serta berlari keliling kampung sambil mengejar beberapa warga dengan
menggunakan parang. Sebab mengamuk dikarenakan pasien dipaksa minum obat oleh
keluarga 1 hari sebelum MRS.
Pasien menceritakan ia tidak mengetahui mengapa bisa dibawa ke RSJ dan merasa
dirinya baik-baik saja. Pasien mengatakan saat ini suasana hatinya sedang tenang, tidak
marah ataupun sedih. Pasien menceritakan saat ini ia bisa mendengar suara ibunya yang
sudah meninggal yang menyuruhnya untuk menikah serta mendengar suara orang-
orang yang sudah meninggal. Suara-suara ini dikatakan telah ia didengar sejak ia masih
berumur 10 tahun namun terkadang bisa hilang. Pasien juga mengatakan ia melihat
bayangan orang yang sudah meninggal yang ada di kuburan yang mengikutinya sampai
ke RSJ.
Selama 2 hari terakhir ini, pasien juga diceritakan sulit tidur dan menjadi lebih
cerewet. Dalam sehari pasien hanya tidur sekitar +2-3 jam. Menurut keterangan
keluarga, pasien diceritakan merasa dirinya dikejar oleh orang lain.
Pasien pertama kali mulai mengalami kondisi ini sekitar 10 tahun yang lalu dan
sempat dirawat di RSJP NTB sebanyak 2 kali. Pasien pertama kali dirawat inap di RSJP
NTB pada tahun 2003 dikarenakan pasien berbicara sendiri, suka bengong, terkadang
marah-marah sendiri, serta mengatakan melihat sosok mahluk halus dan bahkan sampai
mengamuk namun tidak pernah melukai diri atau orang lain. Pasien diceritakan pada
saat pertama kali masuk RSJ tidak tampak hiperaktif, cerewet, mengutarakan banyak
ide, ataupun tampak tidak bersemangat, tidak berminat melakukan aktivitas ataupun
berusaha untuk mengakhiri hidupnya. Setelah keluar dari RSJ, pasien jarang kontrol

10
namun tidak pernah mengalami keluhan seperti pertama kali masuk, bahkan pasien
biasanya bertani dan terkadang juga bekerja sambilan sebagai tukang ojek.
Namun pada tahun 2008, pasien dibawa kembali ke RSJP NTB dengan keluhan
yang sama seperti pada tahun 2003. Pasien akhirnya juga dirawat inap selama beberapa
bulan karena kondisinya tersebut. Setelah keluar dari RSJ, keluarga pasien tetap rutin
mengambil obat namun pasien diceritakan kurang kooperatif dan jarang mau meminum
obatnya. Setelah keluar pasien diceritakan beraktivitas normal, tidak ada keluhan, tidak
tampak sedih atau hiperaktif, namun sekitar 2 tahun yang lalu (tahun 2011) pasien
sempat berusaha mengiris lidahnya.
Status mental yaitu penampilan: kurang rapi, mood/afek: disforik/luas, serasi;
gangguan persepsi: halusinasi auditorik (+), visual (+). Isi pikir Waham Kejar (+),
bentuk pikir non realistik; proses pikir assosiasi longgar. Tilikan: Derajat I. Status
generalis dan status neurologis dalam batas normal.

VII. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Skizofrenia Paranoid Episodik Berulang
DD: Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Belum dapat dievaluasi, butuh observasi lebih lanjut
Aksis III : Tidak ada (None)
Aksis IV : Dikucilkan oleh warga
Aksis V : GAF 50 (Current)
GAF 90 (HLPY/Highest Level in Past Year)

VIII. Formulasi Diagnosis
Pada pasien ini ditemukan adanya pola perilaku atau psikologis yang secara
klinis bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala yang menimbulkan
penderitaan dan hendaya dalam berbagai fungsi psikososial dan pekerjaan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami suatu gangguan jiwa.
Berdasarkan anamnesis riwayat penyakit medis, pasien tidak pernah
mengalami trauma kepala atau penyakit lainnya yang secara fisiologis dapat
menimbulkan disfungsi otak sebelum menunjukkan gejala gangguan jiwa. Oleh
karenanya, gangguan mental organik dapat disingkirkan (F00-09).


11
Pada pasien juga tidak didapatkan riwayat penggunaan zat psikoaktif sebelum
timbul gejala penyakit yang menyebabkan perubahan fisiologis otak, sehingga
kemungkinan adanya gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif
juga dapat disingkirkan (F10-19).
Pada pasien ini didapatkan gangguan dalam proses pikir dan penilaian realitas
serta tilikan yang kurang, yaitu didapatkan halusinasi auditorik berupa suara ibunya
yang telah meninggal dunia, serta didapatkan juga halusinasi visual yang berupa
bayangan orang yang sudah meninggal termasuk ibunya, sehingga pasien ini dapat
dimasukkan ke dalam kriteria Gangguan Psikotik, Skizofrenia, Gangguan Skizotipal,
dan Gangguan Waham Menetap (F20-29).
Pada pasien ini didapatkan bahwa pasien lebih banyak berbicara dan sulit
untuk beristirahat dimana dalam sehari hanya bisa tidur sekitar 2-3 jam, sehingga
pasien masih mungkin untuk mengalami suatu Gangguan Suasana Perasaan (Mood
[Afektif]) (F30-39).
Pada pasien ini didapatkan halusinasi auditorik berupa suara ibunya yang
sudah meninggal. Didapatkan juga halusinasi visual yang berupa bayangan orang
yang sudah meninggal yang ada di kuburan. Selain itu didapatkan adanya waham
berupa waham kejar pada pasien. Pasien juga dikatakan memiliki sikap yang larut
dalam diri sendiri serta menarik diri dari lingkungan sosialnya. Terdapat 3 gejala yang
paling menonjol yaitu halusinasi auditorik, halusinasi visual dan waham kejar,
sehingga Aksis I ditegakkan dengan diagnosis Skizopfrenia Paranoid (F20.0). Pasien
sebelumnya sudah pernah mengalami kondisi serupa yang terjadi 10 tahun dan 5
tahun yang lalu yang di antaranya terdapat periode bebas gejala. Oleh karena itu
berdasarkan perjalanan penyakitnya pasien ini diklasifikasikan ke dalam Skizofrenia
Paranoid Episodik Berulang (F20.03).
Pada pasien ini didapatkan adanya gejala mania berupa kebanyakan berbicara
dan kebutuhan tidur yang berkurang yang timbul sejak 2 hari yang lalu yang muncul
bersamaan dengan gejala psikotik-nya. Untuk alasan tersebut, pasien didiagnosis
banding dengan gangguan Skizoafektif Tipe Manik (F25.0).


12
Pada Aksis II belum bisa dievaluasi, perlu observasi lebih lanjut.
Pada Aksis III tidak ditemukan kelainan klinis yang bermakna.
Pada Aksis IV dapat diidentifikasi adanya masalah dengan lingkungan sosialnya yaitu
dikucilkan oleh keluarga dan warga di sekitar tempat tinggal
Pada Aksis V berdasarkan penilaian GAF (Global Assessment of Functioning Scale),
saat ini pasien berada pada nilai 50 (gejala berat, disabilitas berat).

IX. Daftar Permasalahan
A. Organobiologik : Ketidakseimbangan neurotransmitter.
B. Psikologis/Perilaku:
Mengamuk, marah-marah, berbicara sendiri, tertawa sendiri, berlari keliling
kampung sambil mengejar beberapa warga dan membawa parang, sangat sensitif
dan mudah marah, halusinasi visual (+), halusinasi auditorik (+).
C. Keluarga, Lingkungan dan Sosial Budaya:
Hubungan dengan keluarga kurang baik, tidak bisa tinggal dengan kakak karena
sering mengancam kakak. Masyarakat sekitar terganggu karena pasien terkadang
mengamuk dan berlarian keliling kampung.

X. Rencana Terapi
A. Psikofarmasi
1. Haloperidol 2 x 5 mg
2. Trihexyphenidyl 2 x 2 mg
3. Alprazolam 1 x 0.5 mg (Malam Hari)

B. Psikoedukasi
1. Psikoedukasi pada Tn. S bertujuan untuk mendukung proses terapi, membantu
pasien dalam menemukan cara mengatasi masalahnya, dan mencegah timbulnya
gejala yang sama saat pasien mendapat stressor psikologis.
2. Edukasi terhadap pasien:
Secara bertahap sesuai dengan kembalinya kemampuan penilaian realitas
pada pasien, memberi informasi dan edukasi kepada pasien mengenai
penyakit yang dideritanya, gejala-gejala, dampak, faktor-faktor penyebab,
pengobatan, komplikasi, prognosis, dan resiko kekambuhan agar pasien

13
tetap taat meminum obat dan segera datang ke dokter bila timbul gejala
serupa di kemudian hari.
Memotivasi pasien untuk berobat teratur.
3. Edukasi terhadap keluarga:
Memberikan edukasi dan informasi mengenai penyakit pasien, gejala,
faktor-faktor pemicu, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko
kekambuhan di kemudian hari.
Meminta keluarga untuk mendukung pasien pada saat-saat setelah sakit agar
pasien dapat mengalami sembuh remisi.

C. Psikoterapi
Psikoterapi yang diberikan kepada pasien adalah psikoterapi suportif yaitu
yang bertujuan untuk memperluas fungsi pengendalian dengan metode
pengendalian baru dan memperbaiki kemampuan adaptif pasien. Psikoterapi ini
dicapai dengan pendekatan bimbingan dan reassurance.

D. Sosioterapi
Mengembalikan fungsi sosial pasien melalui latihan kembali untuk
berinteraksi dengan pasien-pasien lainnya selama perawatan, dan memberi
pengertian pada pasien bahwa tujuan perawatannya adalah untuk menghilangkan
gejala penyakitnya dan berlatih untuk bisa kembali bermasyarakat di lingkungannya
setelah keluar dari rumah sakit. Memberi penjelasan kepada keluarga mengenai
keadaan yang dialami pasien sehingga keluarga dapat menciptakan lingkungan yang
optimal bagi pemulihan pasien, menurunkan stigmatisasi dan diskriminasi terutama
pada keluarga dan masyarakat sekitar. Keluarga perlu diberi edukasi dalam upaya
mendukung penyembuhan pasien berupa terapi pasien yang akan membutuhkan
waktu lama sehingga diharapkan dapat berperan sebagai PMO bagi pasien.



14
XI. Prognosis
1) Faktor pendukung:
a. Gejala positif
b. Faktor pencetus cukup jelas
2) Faktor penghambat:
a. Riwayat sosial buruk
b. Dukungan keluarga dan lingkungan yang buruk
c. Pasien kurang kooperatif dan kesulitan minum obat dengan teratur.

3) Berdasarkan faktor-faktor di atas, prognosis pasien ini adalah:
Ad Vitam : bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam

XII. Pembahasan
Pada pasien ini ditemukan gejala bermakna berupa mengamuk sejak 1 hari
sebelumnya, marah-marah, berbicara sendiri, tertawa sendiri, berlari keliling kampung
sambil mengejar beberapa warga dengan menggunakan parang, serta berkata kasar,
sedangkan pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya halusinasi auditorik dan visual,
serta waham kejar. Gejala-gejala yang timbul pada pasien merupakan gejala psikotik,
dan karena gangguan penilaian realita telah mengganggu kehidupan dan fungsi global
pasien, selama lebih dari 1 bulan, maka gejala-gejala tersebut memenuhi kriteria
skizofrenia.
Sesuai dengan pedoman diagnosis berdasarkan PPDGJ III/ICD 10 dan
berdasarkan DSM IV, beberapa kemungkinan diagnosis dapat disingkirkan dari pasien.
Tidak dijumpai adanya gangguan neurologis, riwayat kejang, riwayat trauma, atau
gangguan pada fungsi intelektual pasien, sehingga gejala psikosis pada pasien tidak
memenuhi kriteria diagnosis untuk gangguan mental organik. Pasien juga bukan
merupakan pengguna zat adiktif sehingga psikosis pada pasien tidak bisa digolongkan
dalam gangguan mental dan perilaku akibat penggunaaan zat adiktif. Selama episode
gejala psikosis, didapatkan adanya perubahan pada mood dan perilaku pasien berupa
kecenderungan untuk banyak berbicara dan kebutuhan tidurnya yang berkurang. Akan
tetapi kondisi ini berlangsung baru selama 2 hari sehingga gejala afektif yang
menyertai gejala psikotik pada pasien ini tidak memenuhi kriteria diagnosis untuk

15
gangguan skizoafektif. Semua kemungkinan lebih mengarahkan pada diagnosis
Skizofrenia Paranoid.
Permasalahan yang diduga merupakan pencetus gangguan psikotik pada
pasien ini adalah akibat kematian ibunya saat masih berusia 10 tahun. Gejala positif
dan stressor yang cukup jelas merupakan faktor pendukung untuk prognosis baik.
Namun masalah riwayat sosial yang buruk, tinggal hanya dengan ayah yang sudah tua,
dan komunikasi dengan keluarga dan tetangga yang kurang baik dapat menjadi
penghambat dalam terapi. Dengan pertimbangan tersebut maka prognosis berulangnya
gangguan pada pasien adalah buruk, sedangkan prognosis pada fungsi vitalnya baik
karena tidak ada ide untuk melukai diri sendiri, dan prognosis kembalinya fungsi
pasien ke taraf normal kemungkinan adalah baik karena pasien cukup kooperatif untuk
diterapi (walaupun saat awal masuk sempat melakukan perlawanan terhadap petugas
kesehatan) dan pencetusnya jelas.
Pilihan terapi farmakologis untuk pasien ini sesuai dengan tatalaksana fase
akut pada skizofrenia paranoid. Terapi medikamentosa yang diberikan di awal adalah
Haloperidol dengan dosis awal 1 x 5 mg, dinaikkan secara cepat setiap 2-3 hari dalam
1-3 minggu untuk mencapai dosis efektif dalam pengendalian gejala. Setelah tercapai
dosis efektif, terapi dievaluasi setelah 2 minggu, kemudian dinaikkan menjadi dosis
optimal pengendalian gejala yang dipertahankan selama 8 10 minggu dalam fase
stabilitasi, kemudian pada fase pemeliharaan dosis dapat diturunkan sampai dosis
minimal yang dapat mengendalikan gejala. Terapi dilakukan minimal selama dua
tahun.
Pada penggunaan Haloperidol atau antipsikosis tipikal lainnya dapat terjadi
efek samping berupa gejala ekstrapiramidal (akatisia, distonia akut, parkinsonisme),
yang sering terjadi. Namun efek samping ini timbul secara individual pada pasien,
artinya tidak setiap pasien akan mengalaminya. Pada pasien ini yang dominan
mendominasi adalah gejala halusinasi. Pasien berperilaku agresif namun tidak sampai
melukai diri sendiri atau orang lain, pasien mengamuk karena kesal dipaksa minum
obat. Untuk mengatasi gejala halusinasi yang dominan maka dipilihlah haloperidol
dibandingkan antipsikotik lainnya. Bila kemudian timbul gejala efek samping pada
pasien, ini dapat diatasi dengan pemberian Trihexifenidil dosis 3 x 2 mg.
Haloperidol adalah antipsikosis tipikal dari golongan nonfenotiazin dengan
potensi terapi tinggi, dengan sasaran kerja adalah reseptor dopamin D2 di sistem
nigrostriatal, mesolimbokortikal, dan tuberoinfundibuler pada otak. Obat yang bekerja

16
pada reseptor dopamin dipilih karena gejala positif pada pasien skizofrenia
diperkirakan terjadi akibat aktivitas dopamin berlebih. Pada terapi pertama pasien,
karena reaksi obat masih baik dan rentan terjadi efek samping, maka dosis awal
diberikan mulai dosis terkecil yaitu 1 x 5 mg.
Obat antipsikosis atipikal tidak dipilih walaupun dengan kemungkinan efek
samping ekstrapiramidal lebih kecil (efek terhadap reseptor adrenergik lebih kecil)
karena obat atipikal memiliki afinitas terhadap reseptor serotonin 10 kali lebih besar
dibandingkan pada reseptor dopamin sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi
untuk pasien ini. Disamping itu, peningkatan aktivitas serotonin akan menimbulkan
gejala negatif pada skizofrenia, yang tidak terjadi pada pasien ini. Dengan
pertimbangan ini, maka haloperidol dipilih sebagai terapi lini pertama pada pasien ini.
Bila kemudian terjadi efek samping pada pasien, alur pertama dalam
tatalaksana efek samping adalah penurunan dosis. Bila tetap terjadi, maka diberi obat
antikolinergik yaitu trihexifenidil dosis 3 x 2 mg di awal, dapat dinaikkan sampai 15
mg/hari untuk mengatasi gejala. Bila pasien kaku sampai tidak bisa menelan, dapat
diberi injeksi difenhidramin 25 50 mg/hari secara IM atau IV.
Selain terapi medikamentosa, pada pasien gangguan psikotik perlu mendapat
psikoterapi dan sosioterapi. Psikoterapi bertujuan membantu menguatkan pikiran
pasien mengenai mana realita dan mana halusinasi sehingga dapat melawan gejalanya
sendiri, menjelaskan mengenai penyakitnya secara perlahan, sehingga pasien mengerti
pentingnya minum obat secara teratur dan tidak putus. Psikoedukasi juga perlu
diberikan kepada keluarga dan lingkungan sekitar agar tidak terjadi stigmatisasi
terhadap pasien, dan membangun sistem pendukung yang kuat untuk menunjang
perbaikkan pasien.
Sosioedukasi mengajarkan pada pasien bagaimana cara untuk kembali pada
masyarakat. Pada sosioedukasi pasien diajarkan untuk tidak malu dengan penyakitnya,
dan cara bermasyarakat yang benar sehingga dirinya dapat diterima. Sosioedukasi juga
seharusnya dilakukan pada keluarga untuk dapat menerima pasien tanpa stigmatisasi,
dan membantu meningkatkan rasa penghargaan dirinya.



17
XIII. Riwayat Perjalanan Gangguan Pada Pasien








Gambar Riwayat Perjalanan Gangguan Pada Pasien.


Tabel 1. Riwayat Perjalanan Gangguan Pada Pasien
2003 2008 2 hari sMRS
Pencetus:
Mengingat kembali ibunya
yang sudah meninggal

Gejala:
Berbicara sendiri, suka
bengong, terkadang
marah-marah sendiri
Mengamuk namun tidak
pernah melukai diri atau
orang lain
Melihat sosok mahluk
halus

Pencetus:
Tidak diketahui

Gejala:
Berbicara sendiri, suka
bengong, terkadang
marah-marah sendiri
Mengamuk namun tidak
pernah melukai diri atau
orang lain
Melihat sosok mahluk
halus

Pencetus:
Dipaksa minum obat

Gejala:
Mengamuk
Marah-marah, berbicara
sendiri, tertawa sendiri,
berlari keliling kampung
sambil mengejar beberapa
warga dengan menggunakan
parang
Mendengar suara ibunya dan
orang yang sudah meninggal
Melihat bayangan orang yang
sudah meninggal
Sulit tidur dan menjadi lebih
cerewet. Dalam sehari hanya
tidur +2-3 jam.
Pasien merasa dirinya dikejar
orang lain.



2003 2 hari sebelum MRS 2008

You might also like