You are on page 1of 24

1

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

II. SUBJEKTIF
Anamnesis
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama : nyeri kepala
Anamnesis Terpimpin :
Nyeri kepala dialami sejak 3 minggu yang lalu sebelum masuk
rumah sakit dirasakan nyeri dirasakan seperti diikat, hilang timbul.
Tidakdirasakan memberat selama ini. Demam (+) disertai bercak
merah diseluruh tubuh, sudah pernah dirawat sebelumnya di RS dan
dinyatakan cacar, lalu muncul, gejala kulit kering, rambut rontok,
muka kemerahan disekitar hidung merah, fotosensitif (-) nyeri sendi
(+), batuk (-), sesak (-), luka pada mulut 3 minggu yang lalu Sebelum
masuk rumah sakit. riwayat kejang (+) saat dirawat di RS, dan riwayat
kesadaran menurun selama 4 hari, riwayat bengkak pada tungkai (+)
BAB biasa, riwayat BAB hitam (+)
BAK lancar, riwayat BAK merah (+)
Riwayat hipertensi (-), DM (-), PJK (-)
Riwayat penyakit dahulu:
Tidak ada riwayat hipertensi,diabetes mellitus atau penyakit jantung sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang mempunyai gejala seperti pasien.
Riwayat Sosial:
Riwayat pekerjan sebagai pelajar SMA.

III. OBJEKTIF
Tanda Vital dan Antropometri
2

TD : 130/80 mmHg TB : 154 cm
Nadi : 82 x/mnt art.radialis BB : 63 kg
Pernafasan : 19 x/mnt, vesikuler IMT : 26,0 kg/m
2

Suhu : 36,5
0
C axilla
Status Generalis
Keadaan Umum: sakit sedang/gizi cukup/ composmentis
Pemeriksaan Fisis
Kepala :Ekspresi : normal
Wajah : simetris kiri = kanan , malar rash (+)
Deformitas : tidak ada
Rambut : hitam, lurus, mudah rontok dan kering
Mata :Eksopthalmus/enophtalmus : negatif
Kelopak mata : edema palpebra(-), ptosis(-)
Konjunctiva : anemis (+)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih, reflex cahaya (+/+)
Pupil: isokor, diameter 2.5mm/2.5mm
Telinga :Tophi : negatif
Pendengaran : normal
Nyeri tekan P.mastoideus : negatif
Hidung : Perdarahan : negatif
Sekret : negatif
Mulut :Bibir : kering(+),stomatitis(-)
Mulut : oral ulcer (+) (sariawan)
Tonsil: T1-T1 terang, hiperemis(-)
Gigi geligi : caries (-)
Farings : hiperemis(-)
Gusi : perdarahan (-)
Lidah : kotor(-)
Leher : Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
3

DVS : R-2cm H
2
O
Pembuluh darah: ada pulsasi, dilatasi tidak ada
Kaku kuduk : negatif
Tumor : negatif
Thorax: Inspeksi :simetris kiri dan kanan,ikut gerak napas
Bentuk : normal chest
Buah dada : simetris kiri = kanan , tidak ada kelainan
Sela iga : dalam batas normal, tidak ada pelebaran.
Palpasi: Fremitus raba: Vocal Fremitus kiri=kanan
Nyeri tekan (-)
Massa tumor (-)
Perkusi: Sonor kiri dan kanan.
Batas paru hepar : ICS VI dextra
Batas paru belakang kanan: Vertebra Thoracal XI
Batas paru belakang kiri : Vertebra Thoracal XI
Auskultasi:Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan: Ronkhi (-/-) daerah apex paru , wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba pulsasi
Perkusi : Pekak (+)
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula
sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea prasternal
dextra
Batas jantung basal ICS II
Batas jantung apex ICS V
Auskultasi :Bunyi jantung I/II murni reguler,bising (-)
Abdomen: Inspeksi :datar, ikut gerak napas
Auskultasi :Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi :Massa tumor(-), Nyeri tekan (+) daerah
epigastrium.
4

Hati, limpa tidak teraba besar
Ginjal : ballotement (-)
Perkusi :timpani (+) kesan norma
Ekstremitas: Edema (-/-), nyeri sendi (+), krepitasi (-).

IV. LABORATORIUM
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
Darah Rutin :
HGB
WBC
Hematokrit
PLT
RBC
MCV
MCH
MCHC
NEUT
LYMPH
MONO
EO
BASO



7,4g/dl
51,00x10
3
/uL
21,7%
222000/uL
2,68 x 10
6
/uL
85,1/fl
28,4/pg
33,3g/dl
8,06
1,43
0,76
0,4
0,01


12,0-16,0 g/dl
4.0-10.0 x10
3 /
uL
37,0-48,0 %
150x10
3
-400x10
3
uL
4,00 x10
6
-6,00x10
6
/uL
80,0-97,0fl
26,5-33,5pg
31,5-35,0g/dl
52,0-75,0
20,0-40,0
2,00-8,00
1,00-3,00
0,00-0,10
Kimia Darah :
GDS
AST/SGOT
ALT/SGPT
albumin
Ureum
Creatinin

114 mg/dl
39 U/L
31 U/I
2,9 mg/dl
46 mg/dl
0,5

>126 mg/dl
<38U/L
<41U/l

10-50 mg/dl
L <1,3 mg/dl P<1,1mg/dl
5

Elektrolit :
Natrium
Kalium
Klorida

144 mmol/l
3,7
112

136-145 mmol/l
3,5-5,1 mmol/l
97-111 mmol/l
URINALISA

V. ASSESMENT
Sindroma Nefrotik Sekunder
Hipertensi Grade II
Susp. Sistemic Lupus Eritamatosus (SLE)
Hiperkalemia
VI. PLANNING
Diet rendah garam
Restriksi cairan
Conecta
Valsartan 80 mg 1x1
Metilprednisolon 250 mg/24jam/IV
Omeprazole amp /24jam/IV
Rencana pemeriksaan:
ANA Test, LED, ADT, albumin,urinalisis, profil lipid, coomb test,
protein esbach
Konsul bagian radiologi USG abdomen, dan foto thorax posisi PA
Konsul subdivisi rheumatologi

VII. FOLLOW UP
Tanggal/jam
dan tanda
tanda vital

Perjalanan penyakit

Instruksi dokter

18/02/2014 Bengkak (+) kaki, tangan, perut. R/ Diet Rendah Garam
6


(Perawatan
hari 1)

TD:150/100
mm Hg

N:96 x / mnt

P:23x / mnt

S:36,1 C
Bengkak kelopak mata (-),
demam (-), rambut rontok (+),
muntah (-).


O/ SS/GC/CM
Anemis(+),sianosis (-), ikterus (-)
malar rash (+), oral ulcer (+)
BP: vesikuler
BT: Rh-/-, wheezing -/-
Cor: S1/ S2 murni reguler
Abdomen: Peristaltik (+) kesan
normal, ascites (+) NT (+)
reg.epigastrium
Ekstremitas: Edema -/- , nyeri
sendi (-), akral dingin

A/
Sindrom Nefrotik Sekunder
HT grade II
Susp. SLE
Hiperkalemia


Restriksi Cairan
Valsartan 80 mg 1x1

Periksa :
Profil lipid
Esbach
LED
Ana Test
Coomb Test
Consul Rheuma
Consul Ginjal
Hipertensi
19/02/2014

(Perawatan
hari 2)

TD:150/90
mm Hg
KU: baik
Sesak (-)
Bengkak (+)

O/ SS/GC/CM
Anemis (+/+), ikterus (-/-), KGB
(-), malar rash (+).
R/
Diet rendah garam
Restriksi cairan
Conecta
Valsartan 80 mg 1x1
Metilprednisolon 250
7


N:96 x / mnt

P:24 x / mnt

S:37,2 C

DVS R-2 cmH2O, moon face (-)
BP. Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
BJ.I/II murni reguler
Abd.Peristaltik (+) kesan N, H/L
tidak teraba, Asites (+), Shifting
Dulnes (+)
Eks : Edema (+/+), akral dingin

A/
Susp. Nefritis Lupus
HT grade II On Treatment
Hiperkalemia

BB ; 63,6 kg
LP : 99 cm
mg/24jam/IV
Omperazole amp/24jam/IV

Planning :
Periksa profil lipid, LED,
Coomb Test (p+).
Ana Profile
20/02/2014

(Perawatan
hari 3)

TD:150/90
mm Hg

N:80 x / mnt

P:20 x / mnt

S:36,5C

Bengkak (+)
KU = Baik
Anemis (+/+) ikterus (-/-),
KGB (-)
BP: Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
BJ : I/II Murni reguler
Abd : Peristaltik (+) Kesan N
H/L : Sulit dievaluasi
Asites (+)
Eks: akral hangat, Oedem (+/+)
Lab :
Kol.total : 286
HDL : 28
LDL : 166
TG : 254
Coomb Test : (-)
R/ Diet rendah garam
Restriksi cairan
Connecta
Metilprednisolon 250
mg/24j/iv
Omeprazole 40 mg/24j/IV
Valsartan 80 mg 0-0-1
Calcium 500mg 2x1

Planning :
Tunggu hasil Ana Profile
Ukur BB dan LP /hari
Tunggu hasil esbach
8

BB : 63,5 kg
LP : 98 cm

A/ Susp. Nefritis Lupus
HT Grade II on Treatment
Hiperkalemia
21/02/2014

(Perawatan
hari 4)

TD:140/90
mm Hg

N:84 x / mnt

P:23 x / mnt

S:36,7C
Bengkak (+)
KU : Baik
Anemis (-/-), ikterus (-/-),
KGB (-)
BP : Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Bj. I/II murni reguler
Abd : Peristaltik (+), kesan N
H/L : Tidak teraba
NT (-)
Eks : Oedem (+/+), akral dingin.

A)
S/ Nefritis Lupus
HT Grade II on Treatment
Hiperkalemia

Ana Profile (-)
LP (98cm)
Diet rendah garam
Restriksi cairan
Connecta
Metilprednisolon 250
mg/24jam/IV
Omeprazole 40mg/24jam/IV
Valsartan 80 mg 0-0-1
Calcium 500 2x1

Planning :
Tunggu hasil protein esbach
Ukur BB/LP tiap hari
Cek ADT, retikulosit, Bil.total
dan direct
22/02/2014

(Perawatan
hari 5)

TD:150/100
Bengkak (+)
KU ; Baik
Anemis (-/-), Ikterus (-/-),
KGB (-)
BP. Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
BJ. I/II Murni reguler
R/
Diet rendah garam
Restriksi cairan
Metilprednisolon 8mg 3x1
Calcium 500 mg 2x1
Celcept 500 mg 2x1
9

mm Hg

N:90 x / mnt

P:221x / mnt

S:36,5 C

Abd. Peristaltik (+) kesan N
H/L sulit dievaluasi
NT (-) Ascites (+)

Eks : Oedem (+/+), akral dingin

A)
Nefritis Lupis
HT Grade II on Treatment
Hiperkalemia

LP : 97cm
BB : 64 kg
Omeprazole 30 mg 1x1

Planning :
Tunggu hasil ADT dan
Retikulosit

VIII. RESUME
Seorang perempuan 36 tahun datang dengan keluhan bengkak pada kaki yang
dialami sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit dirasakan terus-
menerus. Bengkak juga dirasakan pada kedua kelopak mata pada pagi hari saat
bangun tidur. Pasien juga mengeluhkan bengkak pada perut yang memberat sejak
1 minggu terakhir. Rambut rontok sejak 1 minggu yang lalu dan bercak bercak
pada daerah muka sejak 2 minggu yang lalu. Pasien sering mengeluh lemas
walaupun sedang tidak beraktifitas, sakit semua badan (-), nyeri pada tulang dan
persendian (-). Riwayat demam (-), batuk (-), sesak (-), sakit kepala (-), nyeri dada
(-). Terdapat sariawan pada mulut sejak 3 hari yang lalu, mual (+), muntah (-),
nyeri ulu hati (-). BAB biasa, BAK lancar. Tidak ada riwayat hipertensi,diabetes
mellitus atau penyakit jantung sebelumnya. Tidak ada keluarga yang mempunyai
gejala seperti pasien. Riwayat pekerjan sebagai ibu rumah tangga.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien tampak baik , kesadaran compos
mentis , status gizi cukup , dan sakit sedang . Tekanan darah 160 / 100 mmHg ,
Nadi : 88x / menit regular art.radialis, pernapasan : 22 x /menit, suhu : 36,6 C
axilla . Selain itu, didapatkan konjungtiva anemis, malar rash (+), oral ulcer (+).
10

Pada pemeriksaan fisis thorax dan jantung dalam batas normal, pada abdomen
didapatkan ascites (+).
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan anemis. Pada pemeriksaan foto
thorax didapatkan efusi pleura sinistra dan hasil USG abdomen gambaran fatty
liver, ascites dan efusi pleura bilateral.

DISKUSI
Lupus eritematosus sistemik atau systemic lupus erythematosus ( SLE )
adalah penyakit radang multisistem yang sebabnya belum diketahui,dengan
perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan
eksaserbasi ,disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam
tubuh.SLE merupakan prototipe penyakit autoimun multisistem .SLE ditandai
oleh munculnya sekumpulan reaksi imun abnormal yang menghasilkan beragam
manifestasi klinis.Dulu penyakit ini disebut juga lupus eritematosus diseminata.
1

EPIDEMIOLOGI
SLE telah menjadi salah satu penyakit reumatik utama di dunia.Prevalensi
SLE pada berbagai populasi yang berbeda-beda bervariasi antara 2.9/100.000
400/100.000.SLE lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa Negro,
Cina dan mungkin juga Filipina. Terdapat juga tendensi familia. Faktor ekonomi
dan geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit . Penyakit ini dapat
ditemukan pada semua usia,tetapi paling banyak pada usia 15-40 tahun (masa
reproduksi). Frekuensi pada wanita dibandingkan frekuensi pada pria berkisar
antara (5,5-9) : 1. Pada lipus eritematosus yang disebabkan obat (drug induced
SLE ) rasio ini lebih rendah yaitu 3:2.
1
Beberapa data yang ada di Indonesia diperoleh dari pasien yang dirawat di
rumah sakit,ditemukan 1 kasus SLE dari setiap 666 kasus yang dirawat insidensi
sebesar 15 per 10.000 perawatan.
1

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
11

Etiologi dan patogenesis SLE masih belum diketahui dengan jelas.Meskipun
demikian,terdapat banyak bukti bahwa pathogenesis SLE bersifat multifaktor ,
dan ini mencakup pengaruh faktor genetik,lingkungan dan hormonal terhadap
respons imun.
2
Faktor genetik memegang peran penting dalam kerentanan serta ekspresi
penyakit. Sekitar 10%-20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree
relative)yang juga menderita SLE. Angka terdapatnya SLE pada saudara kembar
identik pasien SLE (24%-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non-identik
(2%-9%). Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang
berperan,terutama gen yang mengkode unsure-unsur system imun. Kaitan dengan
haplotip MHC tertentu,terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan
komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi ikat komplemen
(yaitu C1q,C1r,C1s,C4, dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang mulai terlihat
ikut berperan ialah gen yang mengkode reseptor sel T ,imunoglobulin dan
sitokin.
2
Sistem neuroendokrin ikut berperan melalui pengaruhnya terhadap sistem
imun. Penelitian telah menunjukkan bahwa sistem neuroendokrin dengan sistem
imun saling mempengaruhi secara timbal-balik. Beberapa penelitian berhasil
menunjukkan bahwa hormon prolaktin dapat merangsang respon imun.
2

Patogenesis SLE dihipotesiskan sebagai berikut:
Adanya satu atau berapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang
mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal
terhadap sel T CD4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self
antigen. Sebagai akibatnya muncullah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan
induksi serta ekspansi sel B ,baik yang memproduksi autoantibody maupun yang
berupa sel memori.
3
Pada SLE , autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang
terutama terletak pada neukloplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA ,protein
hiton dan non- histon. Kebanyakan diantaranya dalam keaadan alamiah terdapat
dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein-RNA yang disebut
12

partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka
tidak tissue specifik dan merupakan komponen integral semua jenis sel.
3
Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti nucler antibody).
Dengan antigennya yang spesifik ,ANA membentuk kompleks imun yang beredar
dalam sirkulasi.telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE
terganggu. Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang
larut,gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati,dan penurunan uptake
kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan terbentuknya
deposit kompleks imun diluar sistem fagosit mononuclear . Kompleks imun ini
akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi
komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen
yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi radang
inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/gejala pada organ atau tempat yang
bersangkutan seperti ginjal,sendi,pleura,pleksus koroideus,kulit dan sebagainya.
3
Bagian yang penting dalam patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme
regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis pada
individu yang resisten.
3

GEJALA KLINIS
Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit
dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam
tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun
diikuti oleh gejala terkenanya sistem imun.pada tipe menahun terdapat remisi dan
eksaserbasi.remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.
4
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti
kontak dengan sinar matahari,infeksi virus/bakteri,obat misalnya golongan
sulfa,penghentian kehamilan dan trauma fisik /psikis. Setiap serangan biasanya
disertai gejala umum yang jelas seperti demam,malaise,kelemahan,nafsu makan
berkurang,berat badan menurun,dan iritabilitas.yang paling menonjol ialah
demam,kadang-kadang disertai menggigil.
4
Gejala musculoskeletal
13

Gejala yang paling sering pada SLE ialah gejala musculoskeletal, berupa
artritis atau artralgia yang acapkali mendahului gejal-gejala lainnya. Yang paling
sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut,pergelangan
tangan,metakarpofalangeal,siku dan pergelangan kaki. Selain pembengkakan dan
nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi yang biasanya termasuk kelas 1 (non-
inflamasi). Kaku pagi hari jarang ditemukan.mungkin juga terdapat nyeri otot dan
miositis . Artritis biasanya simetris,tanpa menyebabkan deformitas,kontraktur atau
ankilosis. Adakalanya terdapat nodul rheumatoid . Nekrosis avaskular dapat
terjadi pada berbagai tempat,dan terutama ditemukan pada pasien yang mendapat
pengobatan dengan steroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah
kaput femoris.
4

Gejala mukokutan
Kelainan kulit,rambut,atau selaput lender ditemukan pada 85% kasus SLE
. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit
akut,subakut,discoid dan livido retikularis.Ruam kulit yang dianggap khas dan
banyak menolong dalam mengarahkan diagnosis SLE ialah ruam kulit berbentuk
kupu-kupu (butterfly rash) berupa eritema yang agak edematus pada hidung dan
kedua pipi.dengan pengobatan yang tepat,kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas
pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang
terjadi karena hipersensitivitas (photo hypersensitivity). Lesi ini termasuk lesi
kulit akut.Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular. Lesi diskoid
berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya
tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggitertutup oleh sisik keratin
disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan
terbentuk sikatriks.Vaskulitis kulit dapat meneybabkan ulserasi dari yang
berbentuk kecil sampai yang besar.sering juga tampak perdarahan dan eritema
periungual.
5,6
Lividoretikularis,suatu bentukvaskulitis ringan,sangat sering ditemui pada
SLEKelainan kulit yang jarang ditemukan ialah bulla (dapat menjadi
hemoragik),kimosis,petekie dan purpura.
6
14

Kadang-kadang terdapat urtikaria yang tidak berperan terhadap kortikosteroid dan
antihistamin. Biasanya menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah
penyakit tenang secara klinis dan serologis.Alopesia dapat pulih kembali jika
penyakit mengalami remisi. Ulserasi selaput lender paling sering pada palatum
durum dan biasanya tidak nyeri. Terjadi perbaikan spontan kalau penyakit
mengalami remisi. Fenomen Raynaud pada sebagian pasien tidak mempunyai
korelasi dengan aktivitas penyakit,sedangkan pada sebagian lagi akan membaik
jika penyakit mereda.
6
Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 685 kasus SLE .manifestasi paling sering
ialah proteinuria dan atau hematuria. Hipertensi,sindrom nefrotik dan kegagalan
ginjal jarang terjadi,hanya terdapat 255 kasus SLE yang urinnya menunjukkan
kelainan.Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal,yaitu nefritis lupus difus
dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus difus merupakan kelainan yang
paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik,gangguan fungsi
ginjal sedang sampai berat . Nefritis lupus membranosa lebih jarang
ditemukan.ditandai dengan sindrom nefrotik,gangguan fungsi ginjal ringan serta
perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis
kronik,tuberculosis ginjal dan sebagainya.gagal ginjal merupakan salah satu
penyebab kematian SLE kronik.
7

Kardiovaskular
Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (efusi
perikard),iskemia miokard dan endokarditis verukosa (Libman Sacks ) .
8

Paru
Efusi pleura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang
bilateral.mungkin ditemukan sel LE dalam cairan pleura. Biasanya efusi
menghilang dengan pemberian terapi yang adekuat.Diagnosis pneumonitis lupus
baru dapat ditegakkan jika faktor-faktor lain seperti infeksi
virus,jamur,tuberculosis dan sebagainya telah disingkirkan.
8
15

Saluran pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE ,mungkin disertai mual
(muntah jarang) dan diare. Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan
sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin
disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium
dan usus yang mengakibatkanulserasi usus.arteritis dapat juga menimbulkan
pankreatitis.
8
Hati dan limpa
Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak-anak,tetapi jarang
disertai icterus . Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang/kembali
normal.
8
Kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening sering ditemukan 50%. Biasanya
berupa limfadenopati difus ini kadang-kadang disangka sebagai limfoma.
8
Kelenjar parotis
Kelenjar parotis membesar pada 6% kasus SLE
8
Susunan saraf tepi
Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorik dan motorik.
Biasanya bersifat sementara.
8
Susunan saraf pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis
organik dan kejang-kejang.Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan
dengan gejala aktif SLE pada sistem-sistem lainnya. Pasien menunjukkan gejala
delusi/halusinasi di samping gejala khas kelainan organik otak seperti
disorientasi,sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat kembali gambar-
gambar yang pernah dilihat.Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organic
yang secara klinis tak dapt dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara
keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid
yang dipakai,psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan,sedangkan
psikosis steroid sebaliknya.Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe
grandma . Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah khorea,kejang tipe
16

Jackson,paraplegia karena mielitis transversal, hemiplegia ,afasia dan
sebagainya.Mekanisme terjadinya kelainan susunan saraf pusat tidak selalu
jelasFaktor-faktor yang memegang peran antara lain vaskulitis,deposit
gamaglobulin di pleksus koroideus.
8
Mata
Kelainan mata dapat berupa konjungtivitis,edema periorbital,perdarahan
subkonjungtival,uveitis dan adanya badan sitoid di retina.
8

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium
1.Hematologi
Ditemukan anemia,leukopenia,trombositopenia
9
2.Kelainan imunologis
Ditemukan sel LE,antibodi antinuklir,komplemen serum menurun,antiDNA,ENA
(extractable nuclear antigen), faktor rheumatoid ,krioglobulin,dan uji lues yang
positif semu.
9

DIAGNOSIS
Diagnosis SLE harus dipikirkan pada seseorang, terutama wanita dalam
masareproduktif yang mempunyai keluhan/ gejala multisystem ,disertai
terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh, terutama antibodi
terhadap komponen-komponen inti sel.Kelainan yang paling sering ditemukan
ialah arthritis /artralgia dan lesi kulit.
9


Kriteria diagnosis
Pada tahun 1982,American rheumatism association (ARA) menetapkan
kriteria baru untuk klasifikasi lupus eritematosus sistemik. Kriteria ini merupakan
perbaikan dari kriteria yang lama,yang diajukan pada tahun 1971.
9
17

Diagnosis SLE dapat ditegakkan jika pada satu periode pengamatan ditemukan 4
kriteria atau lebih dari 11 kriteria dibawah ini,baik secara berturut-turut maupun
serentak.
9
1.Ruam (rash) di daerah malar
Ruam berupa eritema terbatas,rata atau meninggi,letaknya di daerah
malar,biasanya tidak mengenai lipat nasolabialis .
9
2.Lesi diskoid
Lesi ini berupa bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin yang
melekat disertai penyumbatan folikel. Pada lesi yang lama mungkin terbentuk
sikatriks.
9
3.Fotosensitivitas
Terjadi lesi kulit sebagai akibat reaksi abnormal terhadap cahaya matahari. Hal ini
diketahui melalui anamnesis atau melalui pengamatan dokter.
9
4.Ulserasi mulut
Ulserasi di mulut atau nasofaring,biasanya tidak nyeri,diketahui melalui
pemeriksaan dokter .
9
5.Artritis
Arthritis non-erosif yang mengenai 2 sendi perifer ditandai oleh nyeri,bengkak
atau efusi.
9
6.Serositis
a.Pleuritis :adanya riwayat nyeri pleural atau terdengarnya bunyi gesekan pleura
oleh dokter atau adanya efusi pleura.
9
b.Perikarditis : diperoleh dari gambaran EKG atau terdengarnya bunyi gesekan
perikard atau adanya efusi perikard.
9
7.Kelainan ginjal
a. Proteinuria yang selalu > 0,5 g/hari atau >3+
atau
b. Ditemukan silinder sel, mungkin eritrosit,hemoglobulin granular,tubular atau
campuran
9
8.Kelainan neurologis
18

a.Kejang yang timbul spontan tanpa adanya obat-obat yang dapat menyebabkan
atau kelainan metabolik seperti uremia,ketoasidosis dan gangguan keseimbangan
elektrolit
9
atau
b.Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya obat-obat yang dapat
menyebabkannya atau kelainan metabolik seperti uremia,ketoasidosis dan
gangguan keseimbangan elektrolit
9
9.Kelainan hematologik
a.Anemia hemolitik dengan retikulositosis
9
atau
b. Leukopenia,kurang dari 4000/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau lebih
9
atau
c.Limfopenia,kurang dari 1500/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau lebih
9
atau
d.Trombositopenia,kurang dari 100.000/mm3,tanpa adanya obat yang mungkin
menyebabkannya
9
10.Kelainan imunologi
a.Adanya sel LE
atau
b.Anti DNA :antibody terhadap native DNA (anti dsDNA) dengan titer abnormal
atau
c.Anti-Sm :adanya antibody terhadap antigen inti otot polos
atau
d. Uji serologi untuk sifilis yang positif semu selama paling sedikit 6 bulan dan
diperkuat oleh uji imobilisasi Treponema pallidum atau uji fluorsensi absorpsi
antibody treponema.
9


11.Antibodi antinuclear
19

Titer abnormal antibodi antinuklear yang diukur dengan cara
imunofluoresensi atau cara lain yang setara pada waktu yang sama dan dengan
tidak adanya obat-obat yang berkaitan dengan sindrom lupus karena obat.
9

PENATALAKSANAAN/REHABILITASI
Sampai sekarang SLE belum disembuhkan dengan sempurna. Meskipun
demikian,pengobatan yang tepat dapat menekan gejala klinis dan kompliksai yang
mungkin terjadi,mengatasi fase akut dan dengan demikian memperpanjang remisi
dan survival rate.Program pengobatan yang tepat sangat individual karena
gambaran klinis dan perjalanan penyakit sangat bervariasi.
10

Pendidikan terhadap pasien
Pasien diberi penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan
penyakit,komplikasi,prognosis dan sebagainya ) ,sehingga dapat bersikap positif
terhadap penanggulangan penyakit ini. Di beberapa negara telah tersedia materi
pendidikan dalam bentuk brosur atau buklet malah telah berdiri perkumpulan
pasien SLE.
10
Beberapa prinsip dasar tindakan pencegahan pada SLE
1.monitoring yang teratur
2.penghematan enersi
Pada kebanayakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang
menonjol.diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu
ditekankan pentingnya tidur yang cukup
10
3.Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari atau sinar ultraviolet harus dikurangi atau
dihindarkan. Dapat juga dipakai lotion tertentu (sunscreener lotion)untuk
mengurangi kontak dengan sinar matahari.
10
4.Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas
sebabnya,pasien harus segera memeriksakan diri. Di Amerika dianjurkan
vaksinasi dengan vaksin influenza dan pneumokokus. Diperlukan terapi
20

pencegahan dengan antibiotik pada operasi gigi,traktus urinarius atau prosedur
bedah invasif lain.
10
5.Merencanakan kehamilan
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang mendapat
pengobatan dengan obat imunosupresif.
10
Obat-obatan
Bentuk pengobatan SLE ditentukan anatra lain oleh aktivitas penyakit. Meskipun
agak sulit ditetapkan secara tepat,aktivitas penyakit sebenarnya merupakan
gabungan antara gambaran klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium yang
mencerminkan adanya inflamasi aktif,sekunder terhadap SLE. Telah banyak
usaha yang dilakukan untuk menentukan aktivitas penyakit SLE yang melahirkan
berbagai sistem penilaian seperti ILAG,SLEDAI,SLAM dan sebagainya.Dalam
garis besarnya,berdasarkan potensi butir-butir kelainan pada SLE untuk
menimbulkan penyakit atau kematian,aktivitas penyakit dibagi dalam 2
kategori,yaitu minor dan mayor.
10
NSAID dan Salisilat
NSAID terutama dipakai pada SLE dengan gejala ringan. Sering juga dipakai
bersam-sama dengan kortikosteroid untuk mengurangi dosis kortikosteroid. Dapat
dipakai sebagai terapi simtomatis pada artritis/ arthralgia ,mialgia dan
demam:preparat salisilat atau preparat lain seperti indometasin (3x 25
mg/hari),asetaminofen (6x650 mg/hari) dan ibuprofen (4x300-400 mg/hari). Ini
harus disertai dengan istirahat yang cukup. Terapi simtomatis lain misalnya
diperlukan pada :
10
-
Eritema

Terapi lokal dengankrem atau salep kortikosteroid
-
Ulserasi mulut dan nasofaring diberi terapi local

-
Fenomen Raynaud

Pencegahan timbulnya fenomen ini diusahakan dengan protective clothing
Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat yang sangat penting dalam pengobatan
SLE . Dapat digunakan secara topikal untuk manifestasi kulit ,dalam dosis rendah
21

untuk aktivitas minor dan dalam dosis tinggi untuk aktivitas mayor.Pada keaadaan
yang berat terutama gangguan susunan saraf pusat dengan kejang-kejang dan
psikosis,diberikan prednisone dosis tinggi (100-200 mg/hari atau 2mg/kg berat
badan/hari) . Setelah kelainan klinis menjadi tenang,dosis kortikosteroid
diturunkan (tapering) dengan kecepatan 2,5-5,0 mg/minggu sampai dicapai dosis
pemeliharaan yang diberikan selang sehari.Jika terdapat kelainan ginjal,perlu
dilakukan biopsi ginjal untuk memastikan jenis kerusakan ginjal. Glomerulus
nefritis lupus fokal memberikan respon yang baik terhadap pengobatan atau dapat
sembuh spontan. Biasanya diberikan prednisone atau prednisolon 40-60 mg/hari
selama beberapa minggu sampai gejal klinis menghilang,diteruskan dengan dosis
pemeliharaan.
10
Indikasi
Manifestasi kulit Kortikosteroid topical atau intralesi
Aktivitas penyakit
Minor Prednisone (atau ekuivalennya <0,5
mg/kg BB /hari,dosis tunggal atau
terbagi
Mayor Oral:prednisone (atau ekuivalennya) 1
mg /kg BB /hari metilprednison Na-
suksinat intravena selama 30 menit
sering diberi 3 hari berturut-turut
Table 1. penggunaan kortikosteroid pada SLE
10
Pada kerusakan fokal yang berat,glomerulonefritis difus atau
membranosa,pemberian dosis tinggi (prednisone atau prednisolon 150-200
mg/hari) ternyata dapat memberikan perbaikan pada beberapa pasien
10
Obat antimalaria
Obat antimalaria efektif dalam mengatasi manifestasi kulit,
muskuloskeletal dan kelainan sistemik ringan pada SLE . Kadang-kadang juga
terdapat adenopati hilus serta kelainan paru ringan dan artralgia ringan. Preparat
yang paling sering dipakai ialah klorokuin atau hidroksiklorokuin dengan dosis
200-500 mg/hari. Selama pemakaian obat ini pasien harus kontrol ke ahli mata
22

setiap 3-6 bulan,karena adanya efek toksik berupa degenerasi macula .
Mekanisme kerjanya belum diketahui,tetapi beberapa kemungkinan telah diajukan
seperti antiinflamasi,imunosupresif,fotoprotektif dan stabilisasi nucleoprotein .
Klorokuin mengikat DNA,sehingga tidak dapat bereaksi dengan anti-DNA.
10
Obat imunosupresif
Biasanya obat imunosupresif diberikan bersama-sama dengan
korikosteroid. Pemakaiannya didasarkan atas efeknya terhadap fungsi
imun.Penggunaan obat imunosupresif sebenarnya masih diperdebatkan.umumnya
hanya dianjurkan pada kasus gawat atau lesi difus dan membranosa pada ginjal
yang tidak memberikan respons baik terhadap kortikosteroid dosis tinggi.
10
Yang paling sering dipakai ialah azatioprin dan siklofosfamid. Dosis awal
azatioprin adalah 3-4 mg/kg berat badan/hari (maksimum 200 mg/hari),kemudian
diturunkan menjadi 1-2 mg/kg berat badan/hari jika timbul gejala
toksikSiklofosfamid diberikan dengan dosis 100-150 mg/hari.diduga efek kedua
obat ini pada SLE lebih bertindak sebagai antivirus daripada sebagai obat
imunosupresif.
10
Lain-lain
Metrotreksat
Siklosporin A :mungkin diperlukan pada wanita hamil
Immunoglobulin intravena : untuk trombositopenia
Infus plasma : untuk SLE yang disertai defisiensi C2
Retinoid dan metabolitnya : untuk lesi kulit discoid dan subakut yang
refrakter terhadap pengobatan biasa
Dapson dan talidomid : untuk lesi kulit yang berat
Pengobatan terhadap komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah infeksi sekunder. Pada sistem
kardiopulmoner mungkin timbul gagal jantung karena miokarditis,efusi pleura
dan perikard sampai tamponade jantung yang memerlukan perikardiektomi.
Kelainan ginjal dapat berupa kegagalan ginjal ringan sampai berat. Dalam
keadaan ini dipertimbangkan pemberian diuretik ,obat antihipertensi, dan
mungkin juga dilakukan dialisis serta transplantasi ginjal.ada juga yang
23

menganjurkan pemberian antikoagulan. Heparin diberikan dalam dosis
antikoagulasi,kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 250 mg / hari
subkutan.
10
Terhadap kejang kejang yang timbul akibat gangguan susunan saraf pusat
,diberikan obat-obat antikonvulsi.
- Terapi eksperimental
- Total limfoid irradiation
Efek utamanya timbul melalui penurunan jumlah T4.akibatnya produksi antibody
yang T cell dependent berkurang.pada SLE secara bermakna menurunkan kadar
antibody anti-nuklir dan anti DNA .
10
Plasma exchange atau plasmapheresis
Tindakan ini mengurangi konsentrasi antibodiintravaskular kompleks imun dan
mediator inflamasi lain dalam sirkulasi.
10

KOMPLIKASI
- deep vein thrombosis atau emboli paru
- anemia hemolitik atau anemia penyakit kronik
- perikarditis,endocarditis ,atau miokarditis
- Stroke
- trombositopenia

PROGNOSIS
Sebelum tahun 1950,SLE merupakan penyakit yang fatal. Pemakaian
preparat kortikosteroid merupakan pengobatan pertama yang memberikan hasil
baik pada penyakit ini . Pemakaian kortikosteroid yang lebih teratur dan
terencana,pemakaian obat imunosupresif dan penggunaanantibiotik
,antihipertensi, dialisis serta transplantasi ginjal lebih memperpanjang survival
rate lagi. Survive rate 5 tahun sebesar 50 persen pada tahun 1954,menjadi 95
persen pada tahun 1976. Angka ini tidak banyak berubah sampai sekarang .
Kematian paling sering terjadi karena komplikasi pada ginjal dan susunan saraf
pusat.
10
24

DAFTAR PUSTAKA
1. Sidoyo, Aru.W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V,
Internal Publishing, Jakarta. pp 956, 983.
2. Wilson, Lorraine.M, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Prosese-
Proses Penyakit Edisi 6, EGC. Jakarta, pp 1392.
3. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson, 2005. Harrison's
Manual of Medicine, 16
th
edition, Mc Graw-Hill, New York, pp 779-781
4. Andreoli, 2007. Cecil's Essentials of Medicine, 6
th
edition, Elsevier, New
York, pp 745-750
5. Champion RH, 2005. Clinical Medicine, 6
th
edition, Mc Graw-Hill, United
States, pp 574-577
6. Peter Devitt, 2003. Clinical Problems in General Medicine and Surgery,
2
nd
edition, Churchill Livingstone, New York, pp 353-358
7. Leonard G. Gomella, 2007. Clinicians Pocket Reference, 11
th
edition, Mc
Graw-Hill, United States, pp 5-10
8. Ragavendra Baliga, 2007. Crash Course Internal Medicine, 16
th
edition,
Mc Graw-Hill, New York, pp 367-369
9. Frederic S. Bongard, 2003. Current Critical Care Diagnosis and
Treatment, 2
nd
edition, Mc Graw-Hill, New York, pp 665-668
10. Stephen J.Mc Phee, 2008. Current Medical Diagnosis and Treatment, 2
nd

edition, Mc Graw-Hill, New York, pp 130-132

You might also like