You are on page 1of 9

1

PEMBUATAN SPEKTRUM IR DARI SAMPEL P-


DIMETILAMINOBENZALDEHIDA DAN PENENTUAN KADAR
KAFEIN DALAM TEH DENGAN SPEKTROFOTOMETER FTIR
Avisenna Radindra
1
, Antonio Kautsar
2
, Zulhan Arif
3

Department Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, Bogor 16680, Indonesia
ABSTRAK
Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah metode analisis yang digunakan
untuk memperoleh spektrum inframerah dari absorbans, emisi, fotokonduktivitas, dan
penghamburan raman dari sampel padat, cair, dan gas. FTIR digunakan untuk
mengamati interaksi molekul dengan menggunakan radiasi elektromagnetik yang
berada pada panjang gelombang 0,75-1000 m atau pada bilangan gelombang
13.000- 10 cm
-1
. Daerah inframerah yang digunakan pada percobaan ini adalah MIR
(Middle Infrared) yang bilangan gelombangnya berkisar dari 4000-400 cm
-1
.
Penentuan kadar kafein dalam sampel teh menggunakan larutan standar kafein 300,
500, 1000, 5000, dan 10000 ppm. Kemudian dibuat kurva standarnya, sehingga
didapat persamaan garis yang akan digunakan untuk menentukan kadar kafein dalam
sampel teh. Bilangan gelombang khas pada analisis kafein adalah 1658 cm
-1
dan kadar
kafein dalam sampel teh didapat sebesar 3.39% (b/b).

Kata kunci : FTIR, Spektrofotometer, Spektrum IR, dan kafein
PENDAHULUAN
Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah metode analisis yang digunakan
untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbans, emisi, fotokonduktivitas, dan
penghamburan raman dari sampel padat, cair, dan gas. FTIR digunakan untuk
mengamati interaksi molekul dengan menggunakan radiasi elektromagnetik yang
berada pada panjang gelombang 0.75-1000 m atau pada bilangan gelombang 13.000-
10 cm
-1
. Daerah inframerah terbagi menjadi tiga daerah, yaitu inframerah dekat
(12.500-4000cm
-1
), inframerah sedang (4000-400 cm
-1
), dan inframerah jauh (400-10
cm
-1
). Karakterisasi menggunakan FTIR dapat dilakukan dengan menganalisis
2

spektrum yang dihasilkan sesuai dengan puncak-puncak yang dihasilkan oleh suatu
gugus fungsi karena senyawa tersebut dapat menyerap radiasi elektromagnetik pada
daerah inframerah. Fourier Transform merupakan perubahan gambaran intensitas
gelombang radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekuensi atau
sebaliknya (Pavia 2009).
Prinsip spektrofotometer FTIR adalah interaksi sampel dengan sinar (radiasi
elektromagnetik), ikatan kimia pada panjang gelombang tertentu akan menyerap sinar
ini dan bervibrasi. Vibrasi ini dapat berupa vibrasi tekuk atau vibrsi ulur. Absorbans
atau vibrasi ini dihubungkan dengan ikatan tunggal atau gugus fungsi dari molekul
untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui. Komponen penting dari FTIR terdiri
atas sumber sinar yang terbuat dari filamen Nerst atau globar, beam splitter berupa
material transparan dengan indeks relatif, interferometer yang berfungsi membentuk
interferogram yang akan diteruskan menuju detektor, daerah cuplikan, dan detektor
yang merupakan piranti untuk mengukur energi pancaran yang lewat akibat panas yang
dihasilkan (Skoog 2004).
Teh memiliki banyak khasiat bagi kesehatan karena mengandung senyawa
polifenol, teofilin, flavonoid, tanin, katekin, dll. Teh juga mengandung kafein. Zat ini
dapat menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki seperti insomnia, gelisah,
pernapasan meningkat, dan diuresis (Misra 2008). Penentuan kadar kafein pada sampel
teh dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri FTIR. Percobaan ini bertujuan
membentuk spektrum FTIR, menginvestigasi rasio signal terhadap noise pada sampel
p-dimetilaminobenzaldehida, dan menentukan kadar kafein dalam sampel teh.






Gambar 1 Struktur molekul kafein

3


ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan dalam percobaan meliputi spektrofotometer FTIR, neraca
analitik, alat pembuat pelet, dan tabung reaksi. Bahan yang digunakan meliputi KBr,
p-dimetilaminobenzaldehida, sampel teh, standar kafein, NH4OH 2M, dan kloroform.

PROSEDUR PERCOBAAN
Pembuatan pellet dan pengukuran p-dimetilaminobenzaldehida. Sebanyak
100-200 mg KBr dimasukkan ke dalam mortar, lalu 1-2 mg p-
dimetilaminobenzaldehida dimasukkan. Kedua zat tersebut dicampurkan hingga
homogen. Setelah itu campuran zat dimasukkan ke dalam alat pembuat pellet, lalu
divakum dan ditekan menggunakan pompa hidrolik hingga terbentuk pellet sampel.
Pellet yang terbentuk kemudian ditempatkan pada kompartemen sampel pada alat
FTIR dan dilakukan pembuatan spektrum IR dengan parameter yang sesuai seperti
pada Tabel 1. Payaran latar diatur dengan nilai tetap.

Tabel 1 Jumlah payar dan resolusi untuk membuat spektrum IR p-
dimetilaminobenzaldehida
Jumlah payar Resolusi
4 8 16
8 4-8 - -
16 4-16 - -
32 4-32 8-32 16-32
64 4-64 - -

Ekstraksi kafein dalam sampel teh. Sebanyak 250 mg serbuk the ditimbang
akurat dalam suatu wadah. Sebanyak 5 mL NH4OH 2M ditambahkan ke dalam wadah
tersebut lalu campuran dikocok selama 2 menit. Kemudian ditambhakan 5 mL
kloroform ke dalam campuran tersebut lalu dikocok kembali selama 2 menit. Setelah
itu larutan dipisahkan secara sentrifugasi. Fase kloroform yang terbentuk diambil.
Penentuan kadar kafein dalam sampel teh secara spektrofotometri FTIR. Fase
kloroform dari campuran tersebut diambil. Kemudian dibuat spektrum IR diantara
4

bilangan gelombang 4000-600 cm
-1
. Spektrum background diperoleh dari larutan
blanko (kloroform). Penentuan nilai serapan kafein dilakukan koreksi garis dasar mulai
bilangan gelombang 1658 cm
-1
pada sampel yang kemudian diinterpolasikan pada
kurva kalibrasi standar kafein dengan konsentrasi 300, 500, 1000, 5000, dan 10000
ppm.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan spektrum IR dilakukan dengan cara sampel dibuat dalam bentuk
pelet dengan penambahan bahan pengisi berupa Kalium Bromida (KBr). Penambahan
bahan pengisi tersebut bertujuan mengencerkan sampel agar konsentrsinya tidak terlalu
pekat. Konsentrasi yang pekat akan menghasilkan spektrum yang tidak proporsional
(Skoog 2004). KBr digunakan sebagai bahan pengisi karena energi ikatannya tidak
masuk dalam kisaran daerah inframerah, sehingga tidak akan muncul puncak pada
spektrum yang dihasilkan. Pembuatan pelet tersebut harus dalam keadaan vakum dan
cepat karena KBr sifatnya higroskopis, yaitu mampu menyerap air dari udara, sehingga
pada spektrum bisa terdapat puncak gugus OH bila dalam pembuatan pelet tersebut
tidak cepat dan keadaannya tidak vakum (Misra 2008).
Spektrum IR dari sampel p-dimetilaminobenzaldehida dengan jumlah payar
berbeda, tetapi dengan resolusi yang sama (resolusi 4) disajikan pada Gambar 2.
Berdasarkan spektrum IR sampel p-dimetilaminobenzaldehida pada berbagai
parameter jumlah payar, dapat dilihat rasio signal terhadap noise (S/N). Rasio S/N
menandakan bagus atau tidaknya spektrum yang dihasilkan, semakin besar nilai rasio
S/N artinya spektrum yang dihasilkan semakin bagus (Pavia 2009). Nilai rasio S/N
yang paling besar terdapat pada jumlah payar 8, yaitu sebesar 110.804 untuk S/N
(RMS) dan 26.790 untuk S/N (PP). Untuk nilai rasio S/N dengan jumlah payar yang
lain dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Nilai S/N pada jumlah payar yang berbeda
Jumlah payar S/N (RMS) S/N (PP)
8 110.804 26.790
16 109.210 26.478
32 108.151 26.259
5

64 107.487 26.061












Gambar 2 Spektrum IR p-dimetilaminobenzaldehida pada jumlah payar yang berbeda

Spektrum IR dari sampel p-dimetilaminobenzaldehida dengan resolusi berbeda,
tetapi dengan jumlah payar yang sama (payar 32) disajikan pada Gambar 3. Resolusi
adalah derajat keterpisahan sinyal suatu komponen. Berdasarkan spektrum IR sampel
p-dimetilaminobenzaldehida pada berbagai parameter resolusi, dapat dilihat rasio
signal terhadap noise (S/N). Nilai rasio S/N yang paling besar terdapat pada jumlah
resolusi 16, yaitu sebesar 113.535 untuk S/N (RMS) dan 31.219 untuk S/N (PP). Untuk
nilai rasio S/N dengan resolusi yang lain dapat dilihat pada tabel 2. Artinya, semakin
besar derajat keterpisahan sinyal suatu komponen, maka rasio S/N yang dihasilkan
semakin besar. Dapat dilihat pada pula pada gambar 3, spektrum yang dihasilkan pada
resolusi 16, keterpisahan antar puncaknya baik dan mudah dibaca, sehingga dalam
melakukan interpretasi struktur semakin mudah.







6

Tabel 2 Nilai S/N pada resolusi yang berbeda
Nilai resolusi S/N (RMS) S/N (PP)
4 108.151 26.259
8 105.892 26.914
16 113.535 31.219

















Gambar 3 Spektrum IR p-dimetilamino benzaldehida pada resolusi yang berbeda

Selanjutnya adalah penentuan kadar kafein pada sampel teh. Pada saat preparasi
sampel, sampel teh tersebut diberi reagen NH4OH dengan tujuan untuk memecah
dinding sel pada daun teh tersebut. Kemudian diberi reagen CHCl3 (Kloroform) dengan
tujuan untuk mengekstrak kafein yang terdapat pada daun teh tersebut. Setelah itu
dibuat larutan standar kafein dengan konsentrasi 300, 500, 1000, 5000, dan 10000 ppm.
Nilai absorbans yang digunakan adalah nilai absorbans pada bilangan gelombang 1658
cm
-1
karena kafein memiliki bilangan gelombang yang khas untuk vibrasi gugus C=N
7

(Nersyanti 2006). Setelah menginterpolasikan nilai absorbans yang didapat dari
masing-masing larutan standar kafein, didapat persamaan garis y = 9.10
-5
x 0.0121
dengan nilai koefisien korelasi (r
2
) sebesar 0.9984. Dari persamaan tersebut, diperoleh
kadar kafein sebesar 1694.44 ppm yang kemudian dikonversi menjadi bobot/bobot,
sehingga didapat kadar kafein sebesar 3.39% (b/b).

SIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan spektrum sampel p-
dimetilaminobenzaldehida, spektrum dengan kualitas terbaik diperoleh saat pemayaran
dengan parameter resolusi-jumlah payar 4-8 dan parameter jumlah resolusi-jumlah
payar 16-32 berdasarkan nilai S/N (RMS) dan S/N (PP) terbesar dibandingkan
parameter lainnya. Kadar kafein dalam sampel teh diperoleh sebesar 3.39% (b/b).

DAFTAR PUSTAKA
Misra H, Mehta D, Mehta BK, Soni M, Jain DC. 2008. Study of extraction and HPTLC
estimation of caffeine in marked tea (Camellia sinensis) granules. International
Journal of Green Pharmacy. 2(3): 47-51.
Nersyanti F. 2006. Spektrofotometri derivatif ultraviolet untuk penentuan kadar kafein
dalam minuman suplemen dan ekstrak teh [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS dan Vyvyan JR. 2009. Introduction do
Spectroscopy. Washington (US): Brooks/Colecengagelearning.
Skoog DA, Holler PJ, Nieman TA. 2004. Principles of Instrumental Analysis 5
th
ed.
Philadelphia: Hartcaurt Brace.






8

LAMPIRAN




Gambar 4 Spektrum IR larutan standar kafein (a) 300 ppm, (b) 500 ppm, (c) 1000 ppm, (d)
5000 ppm, (e) 10000 ppm, dan (f) sampel kafein dalam teh





a b
c d
e
f
9

y = 9E-05x + 0.0121
R = 0.9984
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
A
b
s
o
r
b
a
n
s
Konsentrasi(ppm)
Tabel 3 Hasil pengukuran kafein dalam sampel teh
Larutan Konsentrasi (ppm) Absorbans
Standar 1 300.00
0.0381
Standar 2 500.00 0.0449
Standar 3 1000.00 0.1242
Standar 4 5000.00 0.4471
Standar 5 10000.00 0.9171
Sampel teh 1694.44
0.1404

















Gambar 5 Kurva larutan standar kafein

Contoh perhitungan:

Konsentrasi kafein dalam 250 mg sampel teh
y = 9.10
-5
x 0.0121 r
2
= 0.9984
0.1404 = 9.10
-5
x 0.0121
x = 1694.44 ppm

1694.44 mg
L
x 5 mL x
1 L
1000 mL
x
1 g
1000 mg
x
1
0.25 g
x 100 = 3.39 % b/b

Konsentrasi kafein pada sampel teh = 3.39 % b/b

You might also like