You are on page 1of 15

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SISTEMIK LUPUS ERYTHEMATOSUS

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


DENGAN
SISTEMIK LUPUS ERYTHEMATOSUS




A. PENGERTIAN
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya
belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik
remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.
Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto imun, dimana
tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti
ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi seharusnya ditujukan
untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.( Smeltzer. Suzanne C.
2002)
SLE (Sistemisc lupus erythematosus)adalah suatu penyakit komplek yang bersifat genetis dan
di duga lebih dari satu gen menentukan seseorang akan terkena atau tidak (Sharon moore,
2008).



ETIOLOGI
Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi
penyakit SLE. Sekitar 10% 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree
relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%)
lebih tinggi daripada saudara kembar non-identik (2-9%). Penelitian terakhir menunjukkan
bahwa banyak gen yang berperan antara lain haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-
DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi pengikatan komplemen
yaitu C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gen-gen yang mengkode reseptor sel T,
imunoglobulin, dan sitokin.
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang mengubah
struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun di
daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit. SLE juga dapat diinduksi
oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4
menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga
memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon
sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear
(ANA) untuk menyerang benda asing tersebut. Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang
mengandung asam amino L-cannavinedapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B
sehingga dapat menyebabkan SLE. Selain itu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan
perubahan pada sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral
sehingga mengaktivasi sel B limfosit nonspesifik yang akan memicu terjadinya SLE ..
MANIFESTASI KLINIS
1. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak,
rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal
hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura
di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral
tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem perkemihan
.Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit
neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.












PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan utoantibodi
yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-
faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal), juga trdapat
komplek kekebalan(klompok antibody,antigen, dan virus di dalam darah) yang tak dapat
dipecah oleh tubuh. Komplek-komplek itu menyebabkan peradangan dan perusakan ketika
mengendap dalam jaringan dan organ-organ. Pada kasus kronik, pembuluh adarah
menunjukan penebalan fibrosa dan penyempitan lumen.
GINJAL. Terlihat pada hampir semua kasus SLE. Ada 5 bentuk lupus nefritis:
Kelas I. Normal pada mikroskop cahaya, mikroskop elektron, dan mikroskop
fluoresens; jarang.
Kelas II. Glumerulonefritis lupus mesangial, ditemuka pada 25% penderita,
dihubungkan denga adanya hematuria atau proteinuria minimal. Sedikit peningkatan matriks
dan sel mesangial dengan Ig mesangial granuler dan deposit komplemen.
Kelas III. Glumerulonefritis ploroferansi fokal; 20% penderita. Berhubungan dengan
hematuria berulang, proteinuria sedang, dan insufisiensi ginjal ringan. Pembengkakan
glomerulus fokal dan segmental denga proliferasi endotel dan mesangial, infiltrasi neutrofil,
dan kadang-kadang ada deposit fibrinoid dan trombus kapiler.
Kelas IV. Glomerulusnefritis proliferatif difus; 35%-40% penderita, kebanyakan dari
mereka menunjukan gejala yang jelas, dengan hematuria mikroskopik sampai dengan
hematuria yang nyata (gross hematuria), proteinuria (kadang-kadang seperti pada nefrotik),
hipertensi dan hilangnya laju filtrasi glomerulus.
Kelas V. Glumerulonefritis membranosa; 15% penderita; menunjukan proteinuria berat
atau sindrom nefrotik. Dinding kapiler melebar secara luas seperti pada glumerulonefritis
mebranosa idopatik, dan ditandai oleh deposit kompleks imun subepitel.
KULIT. Gejala khas adalah eritema, termasuk jembatan hidung. Juga ditemukan lesi kulit
bervariasi daro eritema sampai bulla. Lesi menjadi lebih parah oleh sinar matahari. Secara
mikroskopik terdapat degenerasi lapisan basal dan deposit Ig dan komplemen pada batas
dermis-epidermis. Pada dermis terlihat fibrosis, infiltrasi perivaskuler sel mononukleus dan
perubahan fibrinoid vaskuler.
SENDI. khas sebagai sinovitis non-spesifik, non-erosif. Deformitas sendi minimal
dibandingkan atritis reumatoid.
SUSUNAN SARAF PUSAT. Manifestasi neuropsikiatrik mungkin sekunder setelah jejas dan
penyumbatan endotel (antibodi antifosfolipid) atau kerusakan fungsi neuron.
SEROSITIS. Mula-mula membentuk jaringan fibrin vaskulitis fokal, nekrosis fibrinoid, dan
edema, meningkat menjadi adhesiyang menyumbat ruang serosa.(Kumar R.C.1999).
Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa
preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-
supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan
jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi
tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.


























E. PATHWAY

imun












obat sinarUV

stuktur DNA
sendi gen HLA DR4

asetilasi obat
apoptosis
sinovitis sel keratonosit

degeneras ilapisan
deformitas sendi obat berikatan dg basal dan deposit Ig
protein tubuh










nyeri



fibrosa pd dermis
sekresi protein

Gangguan citra
tubuh

terganggu
sakit ketika
bergerak
sindom urenia


Kerusakan mobilitas
fisik

depresi



keletihan

perpospaternia

Gangguan intregritas
kulit


F. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan
darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta penurunan berat badan dan
kemungkinan pula artritis, peuritis dan perikarditis.
Pemeriksaan serum : anemia sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau
leukopenia dan antibodi antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya
mendukung tapi tidak memastikan diagnosis.

G. Penatalaksanaan Medis
1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama
kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan
vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekste.sor lenfan bawah
atau sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
5. Sistemintregumen
Lesi pada kulit yang terdiri atas ruamberbentuk kupu-kupu yang melingkar pangkal
hidungserta pipi.
Ulkus oral dapat menganai mukosa pipi atau palatum $upum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau perfusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papulep,eritemapous dan purpupa
di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
8. sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi
SSP lainnya.

B. Masalah Keperawatan
1. Nyeri
2. Keletihan
3. Gangguan integritas kulit
4. Kerusakan mobilitas fisik
5. Gangguan citra tubuh

C. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan : perbaikan dalam tingkat kenyamanan
Intervensi :
a. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres panas /dingin;
masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga, bidai; teknik relaksasi,
aktivitas yang mengalihkan perhatian)
b. Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap
penatalaksanaan nyeri.
d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik
penyakitnya.
e. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa nyeri
sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk
memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.

2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.
Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup sehari-hari yang
diperlukan untuk mengubah.
Intervensi :
a. Beri penjelasan tentang keletihan :
hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan
menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara melaksanakannya
mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk tidur (mandi air hangat dan
teknik relaksasi yang memudahkan tidur)
menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik, artikuler dan
emosional
menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat tenaga
kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan kelelahan.
b. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat.
c. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya.
d. Rujuk dan dorong program kondisioning.
e. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan suplemen.


3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit,
penumpukan kompleks imun.
Tujuan : pemeliharaan integritas kulit.
Intervensi :
a) Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi
b) Hilangkan kelembaban dari kulit
c) Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya sedera termal akibat penggunaan kompres
hangat yang terlalu panas.
d) Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
e) Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan
otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik.
Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang optimal.
Intervensi :
a. Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam mobilitas.
b. Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi :
Menekankan kisaran gerak pada sendi yang sakit
Meningkatkan pemakaian alat bantu
Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman.
Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat.
c. Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.
d. Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan.
Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas
Memberikan kesempatan istirahat sesudah melakukan aktivitas.
Menguatkan kembali prinsip perlindungan sendi

5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan perubahan fisik serta psikologik yang
ditimbulkan penyakit.

Intervensi :
a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan
penanganannya.
b. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut
Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.
Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.
Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif.



LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN
SISTEMIK LUPUS ERYTHEMATOSUS


















Di susun :

Dwi Waluyo 2010 849
Nanang Adhoni 2010 866
Resma Kurnianingsih 2010 871
Wisnu Arifin 2010 882
Yohana Septilia 2010 883
Yuni Kurnianingsih 2010 885


AKADEMI KEPERAWATAN NGESTI WALUYO
PARAKAN
2012


DAFTAR PUSTAKA




Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Moore,Sharon.2008. Lupus : Terapi-terapi Alternativ yang Berhasil.
Kumar R.C.1999. Dasar Patologi Penyakit.Edisi 5.Jakarta:EGC

You might also like