You are on page 1of 3

Hambatan yang besar muncul di dalam atmosfer yang rapat, dan satelit dengan perigee

dibawah ~120 km memiliki kala hidup yang pendek. Disisi lain, satelit pada ketinggian diatas
600 km, hambatan atmosfernya lemah dimana satelit biasanya bertahan pada orbitnya lebih dari
kala hidup operasional satelit. Pada ketinggian ini, gangguan periode orbit sangat kecil sehingga
kita bisa dengan mudah menghitungnya tanpa pengetahuan yang tepat mengenai kerapatan
atmosfer. Di ketinggian menengah, dua variabel kasar dari sumber energi menyebabkan variasi
yang besar dalam kerapatan atmosfer dan menimbulkan gangguan orbit. Variasi ini dapat
diprediksi dengan dua model empiris: Mass Spectometer Incoherent Scatter (MSIS) dan model
Jacchia [Hedin,1986; Jacchia,1977].
Ketinggian diantara 120 dan 600 km termasuk dalam termosfer Bumi, daerah diatas 90
km dimana absorpsi Radiasi Ultraviolet Ekstrim (EUV) dari Matahari menghasilkan penurunan
temperatur terhadap ketinggian dalam laju yang sangat cepat. Pada ketinggian ~200-250 km,
temperatur ini mendekati nilai batas, dinamakan dengan temperatur eksosfer, dimana nilai rata-
ratanya berada pada rentang diantara ~600 dan 1200 K selama siklus Matahari. Termosfer
mungkin juga mengalami pemanasan yang kuat dari aktivitas geomagnet, yang merupakan
transfer energi dari magnetosfer dan ionosfer. Pemanasan termosfer menurunkan kerapatan
atmosfer dikarenakan pemuaian termosfer menyebabkan penurunan tekanan pada ketinggian
yang bersangkutan.
Pemanasan selama radiasi ultraviolet ekstrim dan variasi siklus Matahari mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kala hidup satelit. Badai Geomagnet biasanya terlalu singkat
untuk mempengaruhi kala hidup satelit secara signifikan. Radiasi ultraviolet ekstrim dari
Matahari diserap secara sempurna oleh atmosfer sebelum menyentuh permukaan Bumi dan itu
tidak dihitung secara berkala oleh instrumen bawaan satelit; konsekuensinya, pengaruh terhadap
satelit tidak dapat diprediksikan. Aktivitas Matahari dipantau menggunakan semacam indeks
seperti bilangan sunspot dan indeks F10.7 yang sebelumnya didiskusikan.
Gambar 8-1 hingga 8-4 memberikan cara memperkirakan kala hidup satelit berdasarkan
informasi yang tersedia untuk perancang misi antariksa. Gambar 8-2 memberikan informasi
mengenai kerapatan atmosfer sebagai fungsi dari ketinggian yang berhubungan dengan berbagai
macam nilai indeks F10,7. Kerapatan diperoleh dari model atmosfer MSIS [Hedin,1986].
Dibawah 150 km, kerapatan tidak terlalu dipengaruhi oleh aktivitas Matahari. Bagaimanapun,
pada ketinggian satelit dalam rentang 500 sampai 800 km, variasi kerapatan diantara aktivitas
Matahari maksimun dan aktivitas Matahari minimum menunjukan perbedaan yang besarnya
mendekati orde 2.
Variasi yang besar dalam kerapatan menyatakan secara tidak langsung bahwa satelit akan
jatuh lebih cepat selama periode aktivitas Matahari maksimum dan lebih lambat selama aktivitas
Matahari minimum. Hal ini secara jelas didemostrasikan dalam Gambar 8-3 yang menunjukan
ketinggian sebagai fungsi dari waktu untuk kumpulan hipotesis 9 satelit yang diluncurkan
selama periode waktu 6 tahun.
Kami mengasumsikan bahwa seluruh satelit yang diluncurkan dalam orbit lingkaran
sempurna pada ketinggian 700 km- tahun 1956 tiga satelit diluncurkan pada permulaan aktivitas
Matahari maksimum, tahun 1959 tiga satelit diluncurkan menjelang akhir dari aktivitas
Matahari maksimum, dan tahun 1962 tiga satelit diluncurkan mendekati waktu aktivitas
Matahari minimum. Dalam setiap kelompok, masing-masing satelit memiliki koefisien balistik
yaitu 20 kg/m2, 60 kg/m2 dan 200 kg/m2. Sejarah dari 9 satelit ini ditunjukan pada grafik.
Beberapa karakteristik satelit yang jatuh dapat dengan mudah dilihat dalam Gambar 8-3.
Satelit jatuh sangat lambat selama aktivitas Matahari minimum, kemudian sangat cepat selama
aktivitas Matahari maksimum. untuk satu satelit, setiap periode aktivitas Matahari maksimum
akan menghasilkan kejatuhan yang besar dibandingkan saat aktivitas Matahari maksimum
sebelumnya karena satelit mengalami pelemahan. Hal ini tentu akan terjadi bergantung pada
tingkat aktivitas Matahari maksimum tertentu. Pengaruh dari aktivias Matahari maksimum juga
akan bergantung pada koefisien balistik satelit. Satelit dengan koefisien balistik yang rendah
akan bereaksi dengan cepat terhadap atmosfer dan akan cenderung jatuh dengan segera. Satelit
dengan koefisien balistik yang tinggi akan mendorong melewati nilai yang besar dari siklus
Matahari dan akan jatuh lebih lambat. Perlu dicatat bahwa waktu satelit jatuh menghasilkan
perhitungan yang lebih baik dalam siklus matahari dibandingkan dalam tahun. 9 satelit tersebut
seluruhnya jatuh selama periode aktivitas Matahari maksimum. Untuk rentang koefesien balistik
yang ditunjukan, kala hidup bervariasi dari yang mendekati setengah siklus Matahari (5 tahun)
hingga 17 siklus Matahari (190 tahun). Untuk memprediksikan dimana satelit akan jatuh benar-
benar sulit.
Gambar 8-4 menyajikan kejatuhan satelit dengan cara tepat yang digunakan untuk
analisis misi antariksa. Tiga kumpulan kurva menunjukan kala hidup sebagai fungsi dari
ketinggian awal lingkaran untuk satelit dengan koefisien balistic yang rendah (20 kg/m2),
pertengahan (65 kg/m2), dan tinggi (200 kg/m2). Lebar di pertengahan kurva merepresentasikan
perbedaan diantara aktivitas Matahari maksimum (F10,7=225) dan aktivitas Matahari minimum
(F10,7=75). Di sebelah kiri gambar, dibawah ketinggin 200 km, satelit yang mengorbit jatuh
dalam beberapa hari, kerapatan atmosfer sebagian besar bebas dari pengaruh sikus Matahari,
dan kurva di bagian atas dan bawah untuk setiap koefisien mulai menyatu. Dilihat dari kala
hidup satelit pada setengah siklus Matahari (mendekati 5 tahun), terdapat perbedaan yang sangat
besar diantara satelit yang diluncurkan pada permulaan aktivitas Matahari minimum (kurva atas)
dan yang diluncurkan pada permulaan aktivitas Matahari maksimum (kurva bawah). Juga
perhatikan bahwa perbedaan diantara kurva aktivitas Matahari maksimum dan aktivitas Matahari
minimum lebih besar untuk satelit dengan koefisien balistik yang rendah seperti yang sudah kita
prediksikan. Setelah setengah siklus Matahari, satelit di kurva atas dari setiap pasangan akan
menyentuh aktivitas Matahari maksimum dan kurva akan menjadi lebih datar. Perbedaan
terdapat pada kurva bawah yang akan menyentuh aktivitas Matahari minimum dan akan hampir
berhenti jatuh sedemikian sehingga kurva menjadi hampir vertikal. Pola osilasi ini berlanjut
dengan frekuensi 11 tahunan siklus Matahari yang dapat dilihat dibagian atas kurva. Pada
akhirnya di ketinggian yang tinggi dan kala hidup yang panjang, kurva menyatu karena satelit
akan melihat jumlah yang besar dari siklus Matahari dan akan membuat perbedaan yang sangat
kecil ketika satelit diluncurkan, tentunya kala hidup sebenarnya untuk setiap satelit tertentu akan
bergantung pada kedua hal yaitu variasi indeks F10,7 sebenarnya dan rancangan serta letak
satelit.

You might also like