You are on page 1of 9

Menyusui dan Resiko Demam Setelah Imunisasi

Abstrak
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh
menyusui pada resiko demam setelah imunisasi rutin
METODE: Sebuah penelitian kohort prospektif dilakukan pada pusat vaksinasi
anak di Naples, Italia. Para ibu dari bayi dijadwalkan untuk menerima imunisasi
rutin dan diinstruksikan tentang bagaimana mengukur dan merekam temperatur
bayi pada malam hari setelah vaksinasi dan untuk 3 hari berikutnya. Informasi
tentang kejadian demam diperoleh melalui telepon pada hari ketiga setelah
vaksinasi. isiko relatif untuk demam dalam kaitannya dengan jenis !SI
diperkirakan dalam analisis multivariat yang disesuaikan untuk dosis vaksin,
pendidikan maternal dan merokok, dan jumlah anak"anak lain dalam rumah
tangga.
HASIL: Sebanyak #$% bayi direkrut, dan informasi tentang hasil yang diperoleh
sebanyak #&% bayi '()*+. ,emam dilaporkan pada masing"masing kelompok
bayi yaitu 3% '-&*+, #) '3.*+, dan (# '&3*+ dari bayi yang sedang menjalani
!SI eksklusif, sebagian !SI, atau tidak sama sekali !SI, masing"masing 'P/ .%.+.
isiko relatif untuk demam pada bayi yang se0ara eksklusif dan sebagian !SI
adalah masing"masing %,#$ '(&* 0on1den0e interval2 %,33"%,$$+ dan %,&) '(&*
0on1den0e interval2 %,##"%,33+. Perlindungan diberikan dengan menyusui
bertahan bahkan ketika mempertimbangkan peran dari beberapa pembaur
potensial.
KESIM!LA": ,alam penelitian ini, menyusui dikaitkan dengan penurunan
kejadian demam setelah imunisasi. Pediatrics 2010; 125: e1448-e1452
,emam adalah satu efek samping paling umum terjadi setelah imunisasi bayi
dan ini dipi0u oleh sistem kekebalan dan tanggapan in4amasi terhadap
komponen vaksin. ,emam yang berhubungan dengan vaksinasi biasanya ringan
dan berdurasi pendek, namun akan sangat berguna untuk mengetahui apakah
tindakan preventif tersedia. !SI bayi memiliki respon imun yang berbeda untuk
beberapa penyakit sebaik vaksin dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi
!SI. Seperti tanggapan yang berbeda yang mungkin disebabkan oleh beberapa
anti"in4amasi dan imunomodulator 5aktor"faktor yang hadir dalam !SI. Namun
demikian, karena tidak ada data yang telah dipublikasikan pada rea0togeni0ity
untuk vaksin sesuai dengan kebiasaan pemberian pola makan, tujuan penelitian
ini adalah untuk menyelidiki kejadian demam setelah imunisasi antara yang
diberikan !SI dan yang tidak diberikan !SI.
METODE
Desain enelitian
6ami melakukan penelitian kohort untuk membandingkan kejadian demam
selama 3 hari setelah imunisasi antara bayi yang diberi !SI dan bayi yang tidak
diberi !SI.
Tem#at dan $aktu enelitian
Penelitian ini dilakukan di Pusat 7aksinasi pada ,istri0 #( Naples antara
tanggal . 8ktober -%%) dan 3. 9ei -%%(.
eserta
Semua bayi yang dijadwalkan untuk menerima dosis pertama atau kedua
dari kombinasi vaksin heksavalen 'difteri, tetanus, pertusis aselular, hepatitis :,
virus polio yang tidak aktif, dan ;aemophilus in4uen<ae tipe b+, dipakai
bersamaan dengan vaksin radang paru heptavalent 0onjugate, yang terdaftar.
:ayi dikeluarkan dari penelitian saat berat lahir mereka adalah /-&%% gr, ketika
mereka memiliki 0a0at bawaan besar atau penyakit serius kronis, dan ketika
mereka memiliki penyakit demam akut di minggu sebelum vaksinasi. Tidak ada
bayi yang dimasukkan dua kali selama periode penelitian. Setelah
memberitahukan orang tua mereka dan memperoleh persetujuan tertulis
mereka, data yang dikumpulkan mengenai karakteristik sosial ekonomi, dan jenis
pemberian makanan bayi ini diselidiki dengan rata"rata -# jam diet re0all. Ibu
kemudian diinstruksikan tentang bagaimana untuk mengukur suhu rektal bayi
dan untuk merekam nilai yang tepat pada kartu buku 0atatan. 8rang tua diminta
untuk mengukur suhu tubuh pada malam setelah vaksinasi dan dua kali hari
selama 3 hari berikutnya, satu kali pada pagi dan sekali di sore hari sebelum
makan, dan setiap kali di0urigai demam. Termometer standar 'Pi0"!rtsana,
=omo, Italia+ dan buku 0atatan kartu demam yang diberikan kepada ibu. Salah
satu penulis, menyadari kebiasaan makan dari bayi, dan menghubungi semua
keluarga melalui telepon pada hari ketiga setelah vaksinasi. Penelitian telah
disetujui oleh :adan Peninjau !S> Napoli ..
De%nisi O#erasional
6ami menggunakan metode diet re0all -# jam yang telah direkomendasikan
oleh 8rganisasi 6esehatan ,unia untuk mende1nisikan pemberian !SI se0ara
eksklusif 'Tidak ada makanan atau 0airan yang diberikan+ dan parsial '9akanan
dan 0airan nutrisi, termasuk susu formula, ditambahkan ke air susu ibu+.
De%nisi dan enilaian Hasil
;asil utama dari penelitian ini adalah demam, dide1nisikan sebagai suhu
tubuh ? 3)@ =, saat suhu tubuh diperoleh melalui jalur dubur menggunakan
termometer yang disediakan kepada keluarga oleh tim penelitian. Para ibu
dihubungi melalui telepon dan diminta untuk memba0a informasi yang telah
mereka 0atat pada kartu buku harian. Antuk setiap bayi, informasi yang
diperoleh yaitu berapa kali suhu telah telah direkam, bagaimana dan kapan itu
diukur, dan nilai"nilai yang tepat dalam derajat =el0ius.
otensi #embaur
,alam penelitian ini dianggap pendidikan ibu dan ibu yang merokok, jumlah
anak"anak lain dalam rumah tangga, dan dosis vaksin sebagai potensi pembaur
dari hubungan antara menyusui dan demam. Informasi tentang variabel tersebut
diperoleh dari ibu pada saat vaksinasi.
&aksin dan 'aksinator
7aksin yang digunakan adalah InfanriB heBa 'ClaBoSmith6line+ dan Prevnar
'Dyeth >ederle 7aksin S!+. 7aksin diberikan melalui injeksi intramuskular ke
aspek anterolateral paha dengan menggunakan panjang jarum .$"mm. ,okter
spesialis anak ',r 9i0hele ,e+ dan seorang perawat pediatrik '9s Palma+ adalah
vaksinator selama periode penelitian.
Analisis statistik
Perbandingan antara kelompok dilakukan dengan 0ara rata"rata tes E
-
. isiko
relatif dengan interval keper0ayaan (&* '=I+ digunakan untuk membandingkan
kejadian demam diantara kelompok pemberi makan. !nalisis bertingkat
dilakukan untuk menyelidiki peran pengganggu dan efek modi1kasi variabel
yang dianggap sebagai potensi pembaur atau pengubah efek dari hubungan
antara menyusui dan demam. Seperti dalam penelitian ini prevalensi dari hasil
adalah tinggi 'F.%*+, untuk memperkirakan risiko relatif atau rasio risiko
disesuaikan untuk pembaur potensial, kami menggunakan software S!S P8=
CGN98, log"binomial regression 'S!S Institute, In0, =ary, N=+.
Sam#el !kuran
,ata preliminary yang tidak terpublikasi pada kelompok kami disarankan
bahwa kejadian ,emam setelah imunisasi heptavalent antara bayi nonbreastfed
adalah #%*. ,engan asumsi kerugian -%* untuk tindak lanjut, kami menghitung
bahwa kita akan membutuhkan ..% bayi dalam setiap feeding grup untuk
mendeteksi se0ara statistik signifikan menurun dari &%* 'H I %.&, . J K I )%*+
dalam tingkat demam setelah imunisasi.
HASIL
eserta
Sebanyak #)& pasangan ibu"bayi dinilai untuk kelayakan. ,iantara mereka, -&
pasang dikeluarkan '.( bayi memiliki berat badan lahir rendah, dan $ memiliki
demam di minggu sebelum imunisasi+. Semua ibu yang direkrut 'n I #$%+
diterima berpartisipasi dalam penelitian ini, dan data untuk analisis yang
tersedia untuk #&% '()*L Cambar .+. Sepuluh ibu menghilang untuk melanjutkan
keikutsertaan2 # dari mereka tidak menjawab berturut"turut 3 kali panggilan
telepon, dan $ tidak mengumpulkan dan merekam informasi suhu tubuh pada
bayi. ,ari .% jumlah anak tersebut, - yang !SI eksklusif, # yang sebagian !SI,
dan # adalah tidak disusui.
(ambar )* +a,an enelitian
Karakteristik enelitian
eserta
Tabel . menunjukkan beberapa karakteristik dasar dari ibu dan bayi yang
terdaftar dalam penelitian. Sebanyak total -%$ bayi '#$*+ menerima dosis
vaksin pertama dan -## '&#*+ yang keduaL Asia rata"rata mereka masing"
masing adalah .%. hari 'S,2 (% hari+ dan .3$ hari 'S,2 )$ hari+. Para bayi yang
menerima dosis pertama se0ara signi1kan lebih eksklusif dalam breastfeeding
dibandingkan dengan mereka yang menerima dosis kedua '#.* vs .&*L P
/.%.+.
Tabel )* Karakteristik +ayi -an, Terda.tar ada enelitian /n 0 1234
otensi #embaur
Tabel - memberikan informasi tentang distribusi beberapa pembaur potensial
antara kelompok feeding. Ibu yang merokok dan pendidikan ibu, jumlah anak"
anak lain dalam rumah tangga, dan dosis vaksin dikaitkan dengan menyusui
'Tabel -+, juga dengan demam 'Tabel 3+, dan bisa kemudian menga0aukan
hubungan antara menyusui dan demam.
Tabel 5* Kum#ulan Dari +ebera#a &ariabel en,,an,,u Den,an a#aran
Tabel 6* Kum#ulan +ebera#a &ariabel en,,an,,u Den,an Hasil
Hasil data
Tabel # menunjukkan frekuensi demam antara kelompok"kelompok 0ara
memberi makan 'feeding+. ,i antara bayi yang diberi !SI eksklusif, hanya
sebagian !SI dan tidak disusui, kejadian demam itu masing"masing, -&*, 3.*,
dan &3* 'P / %..+. ,ibandingkan dengan bayi yang tidak disusui, mereka yang
diberikan !SI eksklusif memiliki risiko relatif untuk demam sebesar %,#$ '(&*
=I2 %,33"%,$$+ dan mereka yang hanya diberikan sebagian !SI sebesar %,&) '(&*
=I2 %,##"%,33+. Tak satu pun dari variabel yang diselidiki berubah menjadi salah
satu sebagai efek pengubah 'Tabel &+ atau pembaur dari hubungan antara
menyusui dan demamL sebenarnya, risiko relatif yang telah disesuaikan, ketika
mempertimbangkan semua pembaur potensial, menghasilkan masing"masing
sebesar %,3) '(&* =I2 %,-."%,33+ dan %,#$ '(&* =I2 %,-3"%,)#+ untuk eksklusif
dan menyusui sebagian 'Tabel #+.
Tabel 1* emba,ian Demam +erdasarkan 7enis 8ara emberian Makan
/.eedin,4
Tabel 2* Hubun,an Antara Menyusui dan Tin,katan Demam Menurut
&ariabel en,,ann,u
Tabel $ menunjukkan pembagian pengukuran suhu dan suhu pun0ak rata"rata
pada hari pertama setelah vaksinasi. Pemilihan hari pertama disarankan oleh
pengamatan bahwa untuk .&& '(%*+ dari .3- bayi, demam dilaporkan telah
terjadi selama hari pertama setelah vaksinasi. >amanya demam adalah yang
paling pendek untuk anak"anak '3&* dari bayi mengalami demam selama .
hari+, dan durasi tidak terkait dengan jenisM 0ara pemberian makan. Suhu tubuh
F 3(,% @= terjadi pada ) '.,3*+ bayiL # pada feeding dengan sebagian !SI, dan #
pada feeding dengan tidak memberikan !SI.
Tabel 9* :rekuensi Suhu -an, Di;atat dan Suhu un;ak Rata<Rata ada
Hari ertama Setelah Imunisasi Menurut 7enis :eedin,
EM+AHASA"
Penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang diberi !SI adalah 0enderung lebih
rendah mengalami demam setelah imunisasi dibandingkan dengan mereka yang
tidak disusui. Sebenarnya, perbedaan risiko yang signi1kan masih mun0ul
setelah kontrol terhadap beberapa variabel pengganggu, dan juga rata"rata suhu
pun0ak berbeda antara kelompok"kelompok feeding pada hari pertama setelah
vaksinasi.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Satu adalah bahwa suhu tubuh
diambil oleh ibu bukan oleh tenaga kesehatan profesional. :ahkan jika ibu dilatih
se0ara akurat tentang 0ara mengukur suhu rektal, dengan disediakan
termometer standar yang sesuai dengan mengambil dan men0atat suhu, tidak
mungkin untuk menge0ualikan bias dalam penilaian demam. Sebenarnya, ibu
menyusui memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan bisa saja lebih akurat
dalam mendeteksi demam, namun demam kurang sering terjadi pada bayi yang
disusui, dan tidak mungkin ibu yang berpendidikan lebih rendah se0ara
sistematis melaporkan bias tubuh suhu. 6eterbatasan kedua adalah bahwa
demam setelah imunisasi bisa menjadi bagian yang infektif. meskipun tidak
mudah untuk berurusan dengan pembaur potensial ini, demam tersebut
umumnya berdurasi singkat dan terjadi dalam jangka waktu -# jam setelah
dilakukan imunisasi yang menghilangkan semua infeksi. namun demikian,
keterbatasan dalam penelitian ini juga terjadi pada riset dengan topik yang
sama, hal ini menunjukkan tingginya tingkat kesulitan untuk memperoleh data
yang dilakukan oleh praktisi kesehatan profesional
Penjelasan lain untuk hubungan antara menyusui dan demam setelah
imunisasi harus bersifat terkaan. Tanggapan berbeda terhadap ;aemophilus
in4uen<ae tipe b dan pneumo0o00al maupun vaksin 0ampak"gondok"rubella
telah dilaporkan di antara !SI bayi dibandingkan dengan mereka yang tidak
disusui, ini kemudian dapat dibayangkan bahwa rea0togeni0ity mungkin dapat
berbeda pula. 6arena sitokin proin4amasi bertindak sebagai endogen pirogen,
beberapa 0omponen antimikroba atau anti"in4amasi !SI bisa mengurangi
demam dengan menurunkan produksi interleukin tersebut atau dari Toll"seperti
re0eptor dan efek mereka pada jaringan vaskular memasok pusat
thermoregulatory dalam anterior hypothalamus.
Produksi sitokin proin4amasi dapat dikurangi tidak hanya oleh komponen !SI
tetapi juga oleh menyusui itu sendiri. Sebenarnya, menyusui memenuhi fungsi
mempertemukan kebutuhan emosional pertemuan bayi, dan dapat dibayangkan
bahwa bayi yang sakit sering menyusui untuk mengurangi ketidaknyamanan dan
untuk mendapatkan dukungan emosional dari kontak intim dengan ibu mereka.
Ini bisa menjadi alasan bahwa berkurang asupan kalori setelah imunisasi telah
dilaporkan pada bayi yang tidak disusui tapi tidak di antara mereka yang
mendapatkan !SI. demikian mengurangi asupan kalori telah dikaitkan dengan
peningkatan leptin serum dan interleukin proinflamasi .K dan faktor tumor
ne0rosis H
.&
dan bisa jadi . dari alasan dimana bayi nonbreastfed lebih beresiko
demam, namun, bayi yang diberi !SI ke0enderungannya kurang rentan terhadap
penyakit yang disebabkan anoreksia juga karena adanya asam do0osaheBaenoi0
pada !SI.
KESIM!LA"
9enyusui tampaknya dikaitkan dengan penurunan risiko untuk demam setelah
imunisasi, namun sebagai tambahan, penelitian yang terorganisasi dengan baik
diperlukan. ,esain penelitian tersebut haruslah men0akup metode penelitian
yang lebih obyektif, seperti pengukuran yang diambil oleh perawatan kesehatan
profesional pada saat yang sama waktu siang atau malam, dan harus
mengevaluasi peran infeksi inter0urrent ringan dengan pemantauan medis.

You might also like