You are on page 1of 11

1

Apendisitis Akut Abdomen


Dianitha Pujantoro
10-2012-184
Kelompok C8
dianitha.pujantoro@civitas.ukrida.ac.id

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
tu.fk@ukrida.ac.id

Pendahuluan
Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen bagian kanan
bawah. Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
dipahami. Salah satu yang dikatakan penting adalah terjadi produksi imunoglobulin oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama dengan lapisan
pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit, pengangkatan apendiks
dikatakan tidak mempengaruhi sistem peranan mukosa saluran cerna. Apendiks juga
menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml setiap harinya. Aliran ini akan dialirkan ke sekum dan
berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis seringkali terjadi karena
gangguan aliran cairan apendiks ini. Apendisitis akut merupakan keadaan akut abdomen yang
paling sering ditemukan dan memerlukan pembedahan. Pada hakikatnya, diagnosis diferensial
apendisitis akut meliputi setiap proses akut yang dapat terjadi di dalam abdomen. Apendisitis
akut memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-
30 tahun, insidens pada lelaki lebih tinggi.


2

Analisis Masalah
Anamnesis
Tujuan anamnesis digunakan untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan
penyakit pasien dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat riwayat
penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah
penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk penyakit bersangkutan. Selain itu
tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik adalah mengembangkan pemahaman
mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosis banding. Selain itu, proses ini juga
memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga sebaliknya, serta memahami masalah
medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial pasien. Anamnesis yang baik akan
terdiri dari identitas (mencakup nama, umur, alamat, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi,
budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit sosial dan kondisi lingkungan tempat
tinggalnya. Hal yang dapat ditanyakan pada pasien dalam skenario juga adalah bagaimana
jenis nyerinya ( mendadak) ?.
1


Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik namun, bagi penyakit yang
tidak memiliki gejala klinik khas, untuk menegakkan diagnosisnya kadang-kadang diperlukan
pemeriksaan penunjang.
2,3

Pemeriksaan Fisik
1. Pada inspeksi perut tidak ada gambaran spesifik, kembung selalu terliat pada
perforasi apendisitis, penonjolan perut kanan bawah bias dilihat pada massa atau
abses periapendikular.
2. Palpasi dan tanda tanda appendicitis yang dapat dilakukan adalah :
Nyeri tekan Mc Burney : nyeri tekan di titik Mc Burney
Rovsing sign : nyeri tekan pada kiri perut bawah
Blumberg sign : nyeri tekan lepas
Psoas sign : nyeri pada saat paha pasien diekstensikan
Obturator sign : nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan
3

3. Pada auskultasi sering normal peristaltiknya kecuali sudah berlaku perforasi dan
berlaku peritonitis dan menyebabkan berlakunya ileus paralitik.

Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap (complete bloodcount)leukositosis, neutrofilia, tanpa eosinofil.
2. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan apendiks serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum.

Differential Diagnosis
Differential diagnosis dilakukan untuk membanding-bandingkan tanda klinis suatu
penyakit dengan tanda klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala
yang dialami pasien, pasien biasa dicurigai menderita beberapa penyakit seperti :

Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi tumbuh dan
berkembang diluar endometrium kavum uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami
proses abortus maka disebut dengan Kehamilan Ektopik Terganggu. Pada banyak
kasus yang dijumpai adalah kehamilan pada tuba fallopii. Gejala berupa nyeri
abdomen kanan bawah, haid abnormal, nyeri tekan abdomen dan panggul. Gejala
klinis mirip dengan apendisitis akut. Hampir selalu ada riwayat terlambat haid
dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan
di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak di daerah
pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
4


Salpingitis Akut ( Adneksitis Akut) : merupakan suatu infeksi tuba fallopi yang
dapat disebabkan oleh gonore atau piogenik. Gejala klinis dapat berupa nyeri
abdomen kanan bawah, nyeri lepas, demam, mual muntah, anoreksia, dismenorea,
sering buang air kecil dan menstruasi dapat meningkat dalam jumlah dan
lamanya. Tes laboratorium dengan hitung darah lengkap dan apusan darah
terdapat peningkatan pada hitung leukosit dan sel PMN serta peningkatan rasio
4

batang dengan segmen. Kadar hemoglobin dan hematokrit biasanya dalam batas
normal bila terjadi peningkatan berkaitan dengan dehidrasi. Salpingitis akut kanan
sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai
keputihan.
5



Working Diagnosis
Work Diagnosis atau diagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa hipotesis
tentang kemungkinan penyakit yang ada pada pasien. Diagnosis apendisitis bergantung pada
penemuan klinis, yaitu dari anamnesis mengenai gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk
menemukan tanda-tanda yang khas pada apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut
beserta perjalanan penyakitnya, gejala penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada
tidaknya gejala gastrointestinal. Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-
tanda vital juga sudah dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam
sedang merupakan tanda-tanda yang sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut,
sering ditemukana adanya lidah kering dan terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan abdomen
dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari auskultasi sering ditemukan bising usus menurun
karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi, dapat ditemukan bahwa dinding perut terlihat
kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi. Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan
nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular). Palpasi dilakukan pada beberapa titik
diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney, uji Rovsig, dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji
obturator juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan apendisitis yang terjadi secara
retrosekal.
6,7,8
Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karena
penegakan diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan
darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi
secara umum, yaitu adanya leukositosis dan keberadaan pyuria. Dengan penemuan klinis dan
pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut,
yaitu Alvarado Score.



5

Dengan memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat
ditegakkan. Komponen Alvarado Score adalah :
9


Tabel 1. Alvarado Score
Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri meliputi pembentukan sedikit eksudat
neutrofil pada dinding apendiks. Berbagai hal berperan mencetuskan terjadinya apendisitis
akut diantaranya adalah sumbatan lumen apendiks yang diajukan sebagai pencetus. Di
samping hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing ascaria dapat
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain diduga dapat menimbulkan apendisitis akut adalah
kerusakan struktur sekitar, erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti Entamoeba
hystolitica. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berserat
sehingga menimbulkan konstipasi. Konstipasi menyebabkan peningkatan pertumbuhan flora
normal kolon, keadaan ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.
3

Epidemiologi
Insiden apendisitis dinegara maju lebih tinggi dari pada dinegara berkembang, namun
dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna, hal ini diduga
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
6

jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insidens pada lelaki lebih tinggi.
6

Patofisiologi
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat
infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang
terjadi mengganggu fisiologi dari aliran mukus apendiks, dimana menyebabkan tekanan
intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi
pada daerah tersebut. Pada sebagian kecil kasus, infeksi dapat terjadi semerta-merta secara
hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi. Infeksi terjadi pada
tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding apendiks pada 24-48 jam pertama.
Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks dengan
struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa. Hal ini yang menyebabkan
terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat
apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga
menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits. Pada sebagian kasus,
apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan
seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung
berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang
rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi
lebih besar.
6,7,8


Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain :
2,3

1. Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium atau sekitar
umbilikus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah
(titik Mc Burney).Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupanyeri
7

somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh
nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun
4. Konstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum
panas. Suhu biasanya berkisar 37,5-38,5 C. Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak
spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
menunjukkan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis
apendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. Pada orang berusia lanjut gejalanya juga
sering samar-samar saja, tidak jarangterlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.
6. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, danmuntah. Yang
perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering jugaterjadi mual dan
muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong kekraniolateral sehingga
keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih keregio lumbal kanan.
Gejala klinis berdasarkan letak anatomis apendiks :
Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang
timbul tersebut:
2,3

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh
sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan
gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena
adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis - Bila apendiks terletak di dekat atau menempel
pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). Bila
apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
8

Penatalaksanaan
Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan
antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali
datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga analgetik perlu diberikan.
Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 3 dan Metronidazole. Hal ini
secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi seperti infeksi
luka dan pembentukan abses intraabdominal. Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-
sulbactam, ampicilin-asam klavulanat. Beberapa protokol mengajukan apendisitis akut
diberikan dalam waktu 48 jam. Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi
antibiotik 7-10 hari.
7,8
Bila sudah terdiagnosis dengan tepat, tindakan paling tepat adalah apendiktomi.
Tindakan Operasi Apendiktomi, merupakan tindakan pemotongan apendiks. Dapat dilakukan
secara terbuka atau laparoskopi.


Gambar 1. Apendiktomi secara terbuka
Pada apendiktomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih. Operasi ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Jika apendiks mengalami perforasi maka abses disedot dan
diguyur dengan NaCl dan disedot hingga bersih.
2,3


9


Gambar 2. Apendiktomi dengan menggunakan laparoscopy
Laparoskopi merupakan tindakan mengguankan kamera fiberoptik yang dimasukkan
kedalam abdomen, apendiks dapat divisualisasi secara langsung. Teknik ini dilakukan
dibawah pengaruh anestesi umum. Bila saat melakukan tindakan ini di dapatkan peradangan
pada apendiks maka dapat langsung dilakukan pengangkatan apendiks.
2,3


Komplikasi
Komplikasi yang paling berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakukan
penanganan segera adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya diawali dengan
adanya masa periapendikuler terlebih dahulu. Masa periapendikuler terjadi apabila gangren
apendiks masih berupa penutupan lekuk usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini
dapat diremisi oleh tubuh setelah inflamasi akut sudah tidak terjadi. Akan tetapi, risiko
terjadinya abses dan penyebaran pus dalam infilitrat dapat terjadei sewaktu-waktu sehingga
massa periapendikuler ini adalah target dari operasi apendektomi. Perforasi merupakan
komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis karena selain angka morbiditas yang
tinggi, penanganan akan menjadi semakin kompleks. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis
purulenta yang ditandai nyeri hebat seluruh perut, demam tinggi, dan gejala kembung pada
perut. Bising usus dapat menurun atau bahkan menghilang karena ileus paralitik yang terjadi.
Pus yang menyebar dapat menjadi abses intraabdomen yang paling umum dijumpai pada
rongga pelvis dan subdiafragma. Tatalaksana yang dilakukan pada kondisi berat ini adalah
laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang ada. Sekarang ini sudah
dikembangkan teknologi drainase pus dengan laparoskopi sehingga pembilasan dilakukan
lebih mudah.
6

10

Prognosis
Baik, jika diagnosis yang akurat dan awal serta pembedahan akan menurunkan tingkat
mortalitas dan morbiditas.
Preventif
Penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari dan defekasi yang teratur.
Kesimpulan
Hipotesis jika wanita usia 35 tahun mengalami apendisitis akut diterima, karena dilihat dari
gejala klinis, pemeriksaan fisik, penunjang dan lain-lain.
Daftar Pustaka
1. Sabiston DC. Buku ajar bedah. Ed
1
. Jakarta: EGC; 1995.h.490.
2. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, et al. Sabiston textbook of surgery. Ed
18
.
Elsevier, India, 2008.p.1333.
3. Anand N, Kent TS. First aid for the surgery. McGraw-Hill; 2003.p.251-57.
4. Levena JK, Cunningham FG, Gant NF, et al. Obstetri williams panduan ringkas. Ed
21
.
Jakarta: EGC; 2009.h.68.
5. Taber B. Kedaruratan obstetri dan ginekologi. Ed
2
. Jakarta: EGC; 1994.h.319.
6. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Ed
3
. Jakarta: EGC; 2011.h.755-64.
7. Humes DJ, Simpson J. Clinical review acute appendicitis. BMJ. 2007.p.540-34.
8. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, et al. Textbook of surgery. Ed
3
. Blackwell
Publishing; 2006.h.123-27.
9. Brunicardi FC. Schwartzs manual of surgery. Ed
8
. London: McGraw-Hill; 2006.
p.784.






11

You might also like