You are on page 1of 2

Laksemil.

com/artikel tahun 2013


dr Jualianto Witjaksono AS., MGO., Sp.OG(K)., Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), bahkan
mengakui upaya penerapan program KB memang masih terhambat berbagai kesulitan. Ia pun
mengisahkan sebuah penelitian yang pernah dilakukan BKKBN.

"Sekitar 50 persen dari seluruh pasangan yang sudah mempunyai 2 orang anak, mengaku
tidak mau punya anak lagi kemudian memasang KB. Tapi kebanyakan dari mereka justru drop
out, alias punya anak lagi. Itu kan berarti anaknya di luar rencana. Program KB-nya gagal,"
jelasnya.
Rupanya bukan hanya upaya pemasangan yang terganjal kendala, ternyata jenis KB yang
dipasangkan pada pasien pun masih banyak yang salah sasaran. Misalnya, imbuh dr Julianto,
bisa dipasangkan implan atau IUD ternyata hanya diberi pil atau suntik. Padahal jenis yang
berbeda tersebut juga menentukan masa efektif KB tersebut dalam tubuh.
www.bkkbn.go.id
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Morotai 14 Sepetember
2012. BKKBN akan semakin fokus menggarap daerah-daerah hardcore, seperti daerah
kepulauan dan daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan (galcitas). Selama ini daerah
kepulauan dan daerah galciitas tertinggal di dalam penggarapan program KB. Karena letak
geografis yang sulit, akses petugas pelayanan KB maupun peserta dan calon peserta KB ke
pusat-pusat pelayanan kesehatan menjadi terbatas. Padahal, unmetneed (mereka yang ingin
ber-KB tetapi tidak terlayani) cukup tinggi di daerah tersebut. Secara nasional, saat ini
unmetneed mencapai 9,1 persen. Kondisi seperti ini, dialami hampir seluruh daerah galcitas
di Indonesia, tak terkecuali di Provinsi Maluku Utara. Dalam rangka Sail Morotai, BKKBN ikut
berpartisipasi aktif untuk meningkatkan pelayanan KB di Provinsi Masluku Utara yang jumlah
penduduknya mencapai 1.000.035 ribu jiwa (BPS, 2010), dengan laju pertumbuhan penduduk
(LPP) sebesar 2, 44 persen pertahun dan unmetneed mencapai 13 persen. Angka yang tinggi
bila dibandingkan dengan unmetneed tingkat nasional.

Selain kondisi geografis, keterbatasan jumlah penyuluh lapangan KB sangat minim. Ironisnya,
hanya ada 125 penyuluh yang melayani 1085 desa se-Maluku Utara, artinya satu penyuluh KB
harus dapat menjangkau sekitar 12 desa. Sama halnya dengan bidan desa, jumlahnya
semakin hari semakin sedikit. Ada sekitar 613 bidan, tetapi hanya 79 bidan saja yang
membuka praktek. Hal ini tidak sebanding dengan angka kelahiran di Provinsi Maluku Utara
yang terus meningkat dari tahun ke tahun yakni mencapai 25.000 kelahiran per tahun.

Oleh karena itu, Indra menegaskan, walaupun banyak kendala yang dihadapi baik kendala
geografis maupun keterbatasan anggaran, dirinya akan terus berupaya untuk mencapai
target peningkatan akseptor KB sebanyak 39.000 orang peserta KB baru. (MAS/AH)

health.detik.com/artikel 2014
Menurut Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes, ketua pengurus pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI),
hambatan ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah kurangnya
dukungan untuk program KB ini. Pelayanan KB kan bukan hanya menjadi tugas
bidan saja, melainkan juga banyak pihak. Butuh support yang besar dari daerah.
KB dinilai membutuhkan dukungan yang besar agar bisa berjalan dengan baik. "Dari
sisi masyarakat, bisa dikatakan bahwa masih ada budaya 'banyak anak banyak
rezeki'. Itu kan yang juga menghambat," ungkap Dr. Emi
HAMBATAN DAN UPAYA PENANGGULANGAN
A. Hambatan Dan Masalah
Beberapa hambatan dan masalah yang dihadapi dalam Pelaksanaan program KB di
Kabupaten Samosir selama Tahun Anggaran 2010, antara lain :
1.Ketenagaan / Personil
a. Petugas Lapangan KB (PLKB)
Jumlah PLKB di Kab. Samosir yang berstatus PNS hanya 12 orang ditambah 5 orangPLKB
Kontrak yang diangkat dan digaji oleh BKKBN Prop. Sum. Utara. Dengan demikianseorang
PLKB membina atau mempunyai wilayah kerja 9-10 Desa/Kelurahan idealnyaseorang PLKB
membina 2 buah Desa.
b. Pejabat Struktural Yang Lowong
Dari 4 orang pejabat struktural Eselon IV yang tersedia sampai saat ini masih terdapat
jabatan lowong yaitu Kasi Pembinaan KS/KK (Keluarga Sejahtera/Ketahanan Keluarga)
c. Staf KB Tingkat Kabupaten
Staf Kantor KB di Tingkat Kabupaten berstatus PNS hanya 3 (tiga) orang, dimana 1(satu)
orang ditempatkan menjadi Bendahara Pengeluaran, 2 (dua) orang adalahPenempatan PNS
formasi Tahun 2009. Sehingga untuk menjabat Bendahara PUM(Pemegang Uang Muka) dan
Bendaharawan Barang tidak tersedia tenaga Staf.
2.Sarana dan Prasarana Penyuluhan dan Pelayanan KB
Sarana Operasional Penyuluhan dan Pelayanan KB sangat terbatas, antara lain :
a. Masih terbatasnya KIE KIT
b. Bill Board KB terbatas dan yang lama sudah rata-rata berkarat
c. Dokter Laparascopi Pelayanan KB Kontap tidak tersedia
d. Gudang Alat/Obat Kontrasepsi tidak ada
3. Kelembagaan KB di Tingkat Kecamatan
Tidak ada UPTD KB di Kecamatan karena organisasi berbentuk Kantor di Tingkat Kabupaten
sehingga Petugas Lapangan KB mengalami hambatan koordinasi pada level Kecamatan.
4. Alat dan Obat Kontrasepsi (Alokon)
Alat dan Obat Kontrasepsi (Alokon) sangat terbatas karena tersedia hanya untuk Keluarga
Pra-Sejahtera dan KS-I sehingga sebahagian Pasangan Usia Subur (PUS) kesulitan
memperolehalat/obat kontrasepsi dalam pelestarian peserta KB.

Seberapa persenkah keberhasilan kampanye penggunaan kondom ini untuk menekan tingkat
aborsi dan kehamilan di luar nikah di kalangan remaja kita? Apakah kebijakan pengadaan
kampanye ini merupakan satu-satunya cara terakhir yang dianggap ampuh untuk
menyelesaikan masalah ini?
Tentu saja, banyak pihak yang pro dan kontra dengan kebijkanan ini. Logika saja, jika orang
awam membaca kalimat awal dari tulisan ini tanpa berpikir panjang dengan mencermati kata
per kata, maka sebagian besar dari mereka pasti menduga bahwa free seks itu boleh asal
memakai alat kontrasepsi sehingga tidak khawatir nantinya akan tertular penyakit menular,
hamil di luar nikah, dan aborsi. Begitupun bagi orang yang sebenarnya tahu maksud baik
dari tujuan kebijakan ini, namun justru disalah artikan.
Bagi pihak yang pro, memang benar jika penggunaaan alat kontrasepsi sudah sepantasnya
dikampayekan, mengingat angka penderita penyakit menular seperti HIV/AIDS yang salah
satunya disebabkan oleh pergaulan bebas semakin meningkat, namun, apakah benar
keadaan Indonesia separah ini? Apakah benar hanya ini satu-satunya cara untuk mengatasi
masalah kesehatan di negeri yang menganut budaya kental ketimuran ini?
Menurut Menteri Kesehatan, kebijakan ini muncul setelah melihat data bahwasanya undang-
undang yang mengatur pelarangan penggunaan alat kontrasepsi di kalangan remaja tidak
mampu lagi menekan tingkat aborsi dan kehamilan di luar nikah di kalangan remaja. Jika
memang karena ini alasan munculnya kebijakan kampanye penggunaan alat kontrasepsi,
sungguh sulit sekali rupanya menjadi menteri, dan betapa hebatnya sebuah data. Sebuah
data yang mampu menggeser budaya dan adat ketimuran yang telah dianut oleh
rakyat Indonesia sejak zaman dahulu kala. Kebijakan yang secara halus memberikan kesan
kepada kita bahwa seks is free as long as you have a contraceptive!

You might also like