PENGARUH PENGOLAHAN TANAH MINIMUM DAN TANPA OLAH TANAH
TERHADAP PRODUKSI JAGUNG
(Tugas Paper Produksi Tanaman Pangan)
Oleh : Kelompok 3 Nimalia Estika Ratna 1214121154 Rahmadyah Hamiranti 1214121174 Riska Chairani Yuka 1214121188 Risqi Kurnia Suci 1214121190
JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKLUTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permintaan pasar komoditas jagung dalam dan luar negeri cenderung meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk kebutuhan pangan maupun non pangan. Produksi jagung Indonesia menempati urutan kedua sesudah padi, dan cenderung mengalami peningkatan produksi sehingga dapat menekan angka impor jagung. Pada tahun 2003 dari 1,5 juta ton mengalami penurunan impor menjadi 170 ribu ton pada tahun 2004 (Anonim, 2004). Keberhasilan ini perlu dipertahankan agar tidak terjadi lagi peningkatan jumlah impor. Peluang peningkatan produksi jagung dalam negeri masih sangat terbuka baik melalui peningkatan produktivitas yang sekarang masih rendah maupun melalui pemanfaatan potensi lahan yang masih luas terutama di luar Jawa.
Salah satu cara peningkatan produksi jagung nasional adalah dengan pengolahan lahan dengan baik. Pengolahan lahan dimaksudkan untuk menghasilkan permukaan tanah yang kasar sehingga dapat memungkinkan mempertahankan atau meningkatkan produksi. Beberapa cara persiapan tanam yang baru diperkenalkan dan sudah memenuhi kriteria pengolahan tanah konservasi yaitu olah tanah sempurna, olah tanah minimum, dan tanpa olah tanah. Namun saat ini, para petani di Indonesia lebih cenderung sering melakukan olah tanah sempurna untuk mendapatkan hasil produksi semaksimal mungkin. Tanpa disadari, olah tanah sempurna yang dilakukan secara terus menerus dapat memicu terjadinya degradasi lingkungan dan menurunnnya produktifitas tanah.
Untuk mencegah terjadinya degradasi lingkungan dan menurunnya produktifitas tanah, maka dapat dilakukan olah tanah minimum dan tanpa olah tanah. Agar hasil produksi jagung tinggi maka kedua jenis pengolahan ini harus dilakukan pada lahan yang sebelumnya digunakan untuk pertanaman sawah.
Oleh karena itu, paper ini dibuat untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pengolahan minimum dan tanpa olah tanah terhadap hasil produksi jagung di dalam lahan bekas sawah.
II. PENGARUH PENGOLAHAN TANAH MINIMUM DAN TANPA OLAH TANAH TERHADAP PRODUKSI JAGUNG
2.1 Pengertian pengolahan tanah
Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menyiapkan tempat persemaian, memberantas gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk penetrasi akar, infiltrasi air dan udara. Dalam pengolahan tanah diperlukan kehati-hatian, terutama olah tanah sempurna karena dapat menyebabkan percepatan oksidasi dan merusak agregat tanah. Pengolahan tanah yang dilakukan secara intensif akan mengakibatkan lahan terbuka secara total, tanah dihancurkan oleh alat pengolah tanah sehingga agregat tanah mempunyai kemantapan rendah yang sangat merugikan lahan pertanian dalam jangka panjang bila sistem pertanian terus menurus dilakukan pengolahan tanah. Pengolahan tanah (tillage) akan diperlukan ketika kondisi sifat fisik tanah kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman seperti tanah yang padat, keras dan aerasi yang minim. Intensitasnya akan tergantung pada kondisi tanah dan jenis tanaman. Pemadatan tanah, hardpans dan pembentukan lapisan keras (crusting) merupakan penyebab utama degradasi fisik tanah. Pemadatan tanah dapat meningkatkan berat isi yang berpengaruh pada penetrasi akar, konduktifitas hidrolik dan aerasi. Untuk mengurangi pemadatan tanah, pengolahan tanah hingga lapisan dalam diikuti pemberian bahan organik dapat dilakukan. Selain untuk persiapan lahan, pengolahan tanah juga dilakukan untuk pemeliharaan tanaman. Pengolahan tanah selama musim tumbuh dilakukan terutama untuk memecahkan kerak-kerak keras yang disebabkan pukulan air hujan untuk menjamin aerasi yang cukup serta mematikan tanaman pengganggu. Pengolahan tanah menyebabkan tanah menjadi longgar dan lebih cepat menyerap air hujan sehingga mengurangi aliran permukaan, akan tetapi pengaruh ini bersifat sementara karena tanah yang telah diolah dan menjadi longgar akan lebih mudah tererosi. Kondisi tersebut tentu akan menyebabkan dampak negatif terhadap lapisan permukaan tanah. Beberapa praktek persiapan lahan dan kegiatan merubah kondisi fisik zona perakaran ternyata dapat menyebabkan: 1. hilangnya lapisan atas tanah dan lapisan bahan organik 2. terkikisnya lapisan humus dan serasah yang belum terdekomposisi yang menyebabkan lapisan mineral tanah menjadi terbuka 3. tercampurnya bahan organik pada permukaan tanah dengan lapisan mineral tanah 4. persiapan lahan secara mekanik juga dapat memusnahkan vegetasi lainnya (Megasari, 2009).
2.2 Perbedaan pengolahan tanah minimum dan tanpa olah tanah
1. Pengolahan tanah minimum Pengolahan tanah minimum adalah teknik konservasi tanah dimana gangguan mekanis terhadap tanah diupayakan sesedikit mungkin. Sehingga bagian tanah yang akan diolah hanya pada calon zona perakaran dengan kelembaban dan suhu yang sesuia untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Teknik ini juga mengurangi biaya dan tenaga kerja untuk pengolahan tanah dan mengurangi biaya atau tenaga kerja untuk penyiangan secara mekanik. Pengolahan tanah minimum cukup efektif dalam mengendalikan erosi, dan biasa dilakukan pada tanah-tanah yang berpasir dan rentan terhadap erosi. Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada tanah yang gembur. Tanah gembur dapat terbentuk sebagai hasil dari penggunaan mulsa secara terus menerus dan / atau pemberian pupuk hijau / pupuk kandang / kompos dari bahan organik yang lain secara terus menerus (Utomo, 2006).
2. Tanpa olah tanah Tanpa olah tanah adalah cara penanaman yang tidak memerlukan penyiapan lahan, kecuali membuka lubang kecil untuk meletakkan benih. Di negara-negara maju peletakkan benih menggunakan alat berat planter yang dilengkapi dengan disk-opener, sedangkan di negara-negara berkembang seperti di Indonesia umumnya masih menggunakan tongkat kayu yang diruncingkan di bagian bawahnya (tugal). Tanpa olah tanah biasanya dicirikan oleh sangat sedikitnya gangguan terhadap permukaan tanah, kecuali lubang kecil untuk meletakkan benih. Prasyarat utama budidaya pertanian tanpa olah tanah yaitu adanya mulsa yang berasal dari sisa-sisa tanaman musim sebelumnya. Mulsa dibiarkan menutupi permukaan tanah untuk melindungi tanah dari benturan langsung butiran hujan, disamping untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan tanaman. Tanpa olah tanah hanya dapat dilakukan pada tanah yang gembur atau tanah bekas sawah (Utomo, 2012).
2.3 Pengaruh kedua jenis pengolahan tanah terhadap produksi tanaman jagung
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman jagung saat panen pada percobaan pengolahan tanah Tanpa olah tanah Olah tanah minimum 152,06 cm 179, 48 cm (Yunus, dkk. 2007) 154,65 cm 160,86 cm (Yunizar. 2010) Dari tabel 1, menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman tanpa olah tanah lebih rendah dibandingkan dengan olah tanah minimum
Tabel 2. Tinggi letak tongkol jagung pada percobaan pengolahan tanah Tanpa olah tanah Olah tanah minimum 69,91 cm 73,17 cm (Yunus, dkk. 2007) 83,15 cm 86,80 cm (Yunizar. 2010) Dari tabel 2, menunjukkan bahwa tinggi letak tongkol jagung tanpa olah tanah lebih rendah dibandingkan dengan olah tanah minimum.
Tabel 3. Diameter tongkol jagung pada percobaan pengolahan tanah Tanpa olah tanah Olah tanah minimum 3,75 cm 4,22 cm (Yunus, dkk. 2007) 4,53 cm 4,5 8 cm (Yunizar. 2010) Dari tabel 3, menunjukkan bahwa diameter tongkol jagung tanpa olah tanah lebih rendah dibandingkan dengan olah tanah minimum.
Tabel 4. Produksi tongkol jagung pada percobaan pengolahan tanah Tanpa olah tanah Olah tanah minimum 5,47 ton/ha 6,35 ton/ha (Yunus, dkk. 2007) 1,3 ton/ha 3,34 ton/ha (Muminah. 2009) Dari tabel 4, menunjukkan bahwa produksi tongkol jagung tanpa olah tanah lebih rendah dibandingkan dengan olah tanah minimum
Dari keempat tabel diatas menunjukkan bahwa dengan menggunakan sistem pengolahan tanah minimum lebih tinggi hasilnya dibandingkan dengan menggunakan sistem tanpa olah tanah. Pengolahan tanah minimum dapat menciptakan kondisi tanah yang baik bagi perkembangan akar, karena pengolahan tanah minimum dapat memperbaiki sirkulasi udara pada awal pertanaman, sehingga akar yang akan tumbuh dapat menyerap unsur-unsur hara yang tersedia. Akhirnya tanaman dan jagung tumbuh baik. Pertumbuhan tanaman yang baik mampu menghasilkan fotosintesis yang tinggi, sehingga produksinya pada tanah yang diolah lebih tinggi dari pada tanah yang tidak diolah. Selain itu, lahan yang menggunakan sistem pengolahan tanah minimum tentunya dapat menghindari persaingan tanaman dengan gulma dalam memanfaatkan hara dan air serta penerimaan cahaya matahari pada awal pertumbuhan.
III. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari data di atas adalah:
1. Perbedaan antara sistem pengolahan tanah minimum dengan tanpa olah tanah adalah jika pengolahan tanah minimum tanah yang akan diolah hanya pada calon zona perakaran tanaman, sedangkan tanpa olah tanah adalah cara penanaman yang tidak memerlukan penyiapan lahan, kecuali membuka lubang kecil untuk meletakkan benih. 2. Dari keempat tolak ukur dalam produksi jagung, didapatkan hasil yang lebih tinggi dengan menggunakan pengolahan tanah minimum dibandingkan dengan menggunakan tanpa olah tanah. 3. Pengolahan tanah minimum dapat membuat kondisi fisik tanah lebih baik bagi pertumbuhan akar dibandingkan dengan tanpa olah tanah. Hal ini yang menyebabkan dari keempat tolak ukur menunjukkan hasil yang lebih tinggi dengan menggunakan pengolahan tanah minimum dibandingkan dengan menggunakan tanpa olah tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004. Data Tahunan Sub Sektor Tanaman Pangan Dan Hortikultura. Pusat Data Dan Informasi Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Megasari, D. 2009. Pengaruh Sistem Pengolahan Tanah Dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang Terhadap Laju Respirasi Tanah Pada Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung.Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 42 Hlm.
Muminah. 2009. Pengaruh Pengolahan Tanah Dan Pemberian Mulsa Jerami Terhadap Produksi Tanaman Jagung. Jurnal. Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Sulawesi Selatan. 11 Hlm.
Utomo, M. 2006. Bahan Buku Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 25 Hlm.
Utomo, M. 2012. Tanpa Olah Tanah (Teknologi Pengelolaan Pertanian Lahan Kering). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 110 Hlm.
Yunizar. 2010. Peningkatan Produktivitas Jagung Melalui Pengolahan Tanah dan Kompos Jerami Padi Sesudah Padi di Bayas Jaya Riau. Jurnal. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau. Pekanbaru. 11 Hlm. . Yunus, dkk. 2007. Evaluasi Produktivitas Jagung Melalui Pengelolaan Populasi Tanaman, Pengolahan Tanah dan Dosis Pemupukan.Jurnal. Fakultas Pertanian UNHAS. Makasar. 15 Hlm.