You are on page 1of 43

ANTI KOLINERGIK DAN OBAT

PERINTANG GANGLIONER
ANTI KOLINERGIK DAN OBAT PERINTANG GANGLIONER


Sistem saraf terdiri dari dua kelompok yakni :
1. Susunan Saraf Pusat
Terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang.
1. Susunan Saraf Perifer
Terdiri dari Saraf Motorik dan Saraf Otonom.
Saraf Otonom terdiri dari Saraf Simpatis (S)dan Saraf Parasimpatis(P).

SUSUNAN SARAF OTONOM

Fungsinya mengatur secara otomatis keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan, tekanan
dan peredaran darah,serta pernafasan, dan bekerja menurut aturannya sendiri (tidak sadar).

PENERUSAN IMPULS
Penerusan impuls oleh neurotransmitter (penghantar impuls listrik), terdiri dari dopamin,
asetilkolin dan noradrenalin. Impuls atau rangsangan dikrim dari SSP melaui saraf motoris ke
otot tersebut. Impuls lisrik dari SSP dalam sinaps dialihkan dari satu neuron pada yang lainya
secara kimiawi melalui neurotransmitter. Sinaps berada di sela antara dua neuron (pre-ganglion
danpst-ganglion) di dalam ganglion.

Saraf Simpatis disebut juga adrenergik atau simpatomimetika. Adrenergik adalah zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi susunan simpatis dan melepaskan noradrenalin
di ujung-ujung sarafnya.
Parasimpatik adalah bagian dari http://kamuskesehatan.com/arti/sistem-saraf-
otonom/”>sistem saraf otonom yang cenderung bertindak berlawanan terhadap sistem
saraf simpatik, seperti memperlambat detak jantung dan melebarkan pembuluh darah. Sistem ini
mengatur fungsi kelenjar, seperti memproduksi air mata dan air liur, dan merangsang motilitas
dan sekresi dari sistem pencernaan. Bandingkan sistem saraf simpatik.

Saraf parasimpatis terdiri atas Kolinergik dan Antikolinergik.
Kolinergik adalah zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi susunan
saraf parasimpatis karena melepas asetilkolin. Efeknya menyerupai keadaan istirahatdan
tidur. Efek kolinergis yang faal adalah :
- Stimulasi pencernaan
- Memperlambat sirkulasi darah
- Memperlambat pernafasan
- Kontraksi otot mata dengan penyempitan pupil
- Kontraksi kandung kemih dan ureter
- Dilatasi pembuluh dan menekan SSP.
Reseptor Kolinergik terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron post-ganglioner dari saraf
parasimpatis. Reseptor ini terbagi atas dua,yaitu Muskarinik dan Nikotin.

Antikolinergik atau parasimpatikolitik melawan khasiat asetilkolin dengan jalan
menghambat terutama reseptor-reseptor muskarin yang terdapat di SSP dan organ perifer.
Zat-zat ini tidak bekerja terhadap reseptor nikotin, kecuali zat ammonium kwartener yang
berdaya ringan terhadapnya. Misalnya relaksasi otot pankuronium dan vekuronium serta
ganglion-blockers yang terutama menghambat reseptor-N di pelat ujung myoneural dan
di ganglia otonom.
Khasiat Antikolinergik:
Meningkatkan denyut nadi dan mempercepat penerusan impuls diberkas his yang
disebabkan penghambatan saraf paru-lambung
Mengurangi sekresi mukus (liur,keringat,dahak)
Menurunkan peristaltik dan mengurangi tonus dan motilitas saluran lambung-usus
Meningkatkan retensi urine dengan merelaksasi otot detrusor yang menyebabkan
pengosongan kandung kemih sehingga kapasitasnya meningkat.
o Dilatasi pupil mata (midriasis) dan berkurangnya akomodasi

Penggunaan:
Sebagai midriatikum untuk melebarkan pupil dan melumpuhkan akomodasi
(atropin,homatropin, dan tropikamida). Jika efek terakhir tiak diinginkan maka harus digunakan
suatu adrenergikum misalnya fenilefrin.
Sebagai spasmolitikum dari saluran lambung usus, saluran empedu, dan organ urogenital
(hyoscyamin, butilskopolamin dan propantelin)
Pada inkonintensi urin pada kandung kemih instabil akibat hiperaktivitas dari otot detrusor
(flavoxat, oxybutinin, tolterodin)
Pada parkinson
Pada asma dan bronchitis (ipratropium, tiotropium)
Sebagai premedikasi pra-bedah untuk mengurang sekresi ldah dan bronchi dan sebagai sedativ
berkat efek menekan SSP (atropin dan skopolamin)
Sebagai zat anti mabuk jalan untuk mencegah mual dan muntah (skopolamin)
Pada hiperhidrosus, untuk menekan keringat berlebih
Sebagai zat penawar pada intoksikasi dengan zat penghambat kolinesterase (atropin)
Efek samping :
- Efek Muskarin : mulut kering, obstipasi, retensi urin,tachycardia, palpitasi dan aritmia,
gangguan akomodasi, midriasis dan berkeringat.
- Efek sentral : gelisah, bingung, eksitasi, halusinasi, dan delirium.
- Efek nikotin, blokade ganglion : hipotensi ortostatis dan impotensi.
- Kehamilan dan laktasi, hanya atropin yang aman, sedangkan obat-obat lain belum cukup
aman.

Penggolongan obat:
Alkaloida belladonna : atropin, hyoscyamin, skopolamin, dan homatropin
Zat ammonium kwartener : propantelin, ipratropium, dan tiotropium
Zat amin tersier : pirenzepin, flavoxat, oksibutinin, tolterodin, dan tropicamida.
Zat-zat tersendiri :
1. Alkaloid belladonna
a. atropin
Berkhasiat antikolinergik kuat dan merupakan antagonis khusus dari efek muskarin ach. Atropin
juga memiliki daya kerja atas SSP (sedativ) dan daya bronchodilatasi ringan berdasarkan
peredaran otot polos bronchi . Zat ini sebagai midriatikum kerja panjang yang melumpuhkan
akomodasi juga sebagai spasmolitikum, premedikasi anestesi dan zat penawar keracunan ach.
Resorpsinya di usus cepat dan lengkap. Melaluikulit tubuh dan mata tidak mudah. Distribusinya
ke seluruh tubuh baik, ekskresinya melalui ginjal, yang separuhnya dalam keadaan utuh.
Hyoscyamin
Adalah bentuk levo-aktif dari atropin dengan khasiat sentral dan perifer lebih kuat. Zat ini
khusus digunakan pada kejang lambung.

Homatropin
Adalah derivat atropin yang sepuluh kali lebih lemah dari atropin. Digunakan sebagai tetes mata.

b. Skopolamin
Derivat epoksi ini dari atropin bekerja lebih kuat mengenai perintangan sekresi ludah dan
keringat. Juga efek sentralnya kira-kira 3 kali lebih kuat. Zat ini digunakan sebagai obat mabuk
jalan.

Butilskopolamin
Adalah derivat ammonium kwartner yang banyak digunakan sebgai spasmolitik organ dalam.


2. Zat-zat Ammonium Kwartener

Khasiat antikolinergiknya lebih lemah daripada atropin. Pnggunaannya terutama untuk menekan
peristaltik dan mengurangi sekresi getah lambung dalam tukak lambung.

Propantelin
Dosis tinggi memiliki efek kurare, yakni mengendurkan otot-otot lurik kerangka.

Ipratropium
Digunakan sebagai inhalasi pada asma dan bronchitis. Berkhasiat bronchodilatasi dengan
mengurangi hiper sekresi dahak dari bronchi tanpa efek buruk terhadap silia.

Piltropium
Derivat lebih baru dengan penggunaan sama seperti ipratropium, tetapi khasiat bronchdilatasinya
lebih kuat dan bertahan lebih lama, sehingga dapat diberikan dosis 1kali sehari.

3. Zat-zat Amin Tersier

Pirenzepin
Dalam dosis rendah menghambat reseptor muskarin dalam sel-sel parietal lambung yang
membentuk HCl. Penghambatan reseptor di organ lain terjadi pada dosis tinggi.

Flavoxat
Berhasiat relaksasi langsung terhadap otot kandung kemih sehingga kapasitasnya meningkat.
Berdaya lokal anastesi dan analgetik dengan kerja antikolinergik lemah.

Oksibutinin
Berkhasiat spasmoitik pada otot polos kandung kemih sehingga kapasitasnya diperbesar dan
kontraksi tak terkendali dikurangi.

Tolterodin
Berkhasiat antikolinergik sedang. Efeknya terhadap kelenjar liur lebih ringan daripada obat lain.

Tropicamida
Berkhasiat antikolinergik kuat, dan terutama digunakan sebagai midriatikum untuk diagnosa.
PERINTANG GANGLIONER
Ganglion adalah kumpulan sel-sel saraf di luar sistem saraf pusat. Perintang ganglioner adalah
menghambat penghantaran rangsangpada sinapsis ganglion simpatis dan parasimpatis(merintangi
penerusan impuls sel-sel ganglion).Hambatan spesifik hanya pada satu jenis ganglion, misalnya
ganglion simpatis atau parasimpatis saja. Dampak efek perintangnnya luas sehingga digunakan
pada efek hipertensi tertentu, tetapi tidak digunakan lagi untuk hipertensi.
Sinaps adalah sel-sel persimpangan yang memungkinkan sinyal-sinyal kimia atau listrik
diteruskan dari satu neuron ke neuron lain atau sel otot.
Trimetaphan
Digunakan untuk memelihara kondisi hipotensi pada saat operasi.

Farmakologi Obat
Obat-obat kolinergik dan antikolinesterase
Obat otonom yang merangsang sel efektor yang dipersarafi serat dapat dibagi menjadi 3 yaitu
1. Ester kolin dalam golongan ini termasuk asetilkolin, metakolin, karbakol, beta karbakol. Indikasi
obat kolinergik adalah iskemik perifer (penyakit Reynauld, trombofleibitis), meteorismus, retensi
urin, feokromositoma
2. antikolinesterase, dalam golongan ini termasuk fsostigmin (eserin), prostigmin (neostigmin) dan
diisopropilfluorofosfat (DFP). Obat antikolinesterase bekerja dengan menghambat kerja
kolinesterase dan mengakibatkan suatu keadaan yang mirip dengan perangsangan saraf
kolinergik secara terus menerus. Fisostigmin, prostigmin, piridostigmin menghambat secara
reversibel, sebaliknya DFP, gas perang (tabun, sarin) dan insektisida organofosfat (paration,
malation, tetraetilpirofosfat dan oktametilpirofosfortetramid (OMPA) menghambat secara
irreversibel. Indikasi penggunaan obat ini adalah penyakit mata (glaukoma) biasanya digunakan
fisostigmin,penyakit saluran cerna (meningkatkanperistalsis usus) basanya digunakan
prostigmin, penyakit miastenia gravis biasanya digunakan prostigmin.
3. Alkaloid termasuk didalamnya muskarin, pilokarpin dan arekolin. Golongan obat ini yang dipakai
hanyalah pilokarpin sebagai obat tetes mata untuk menimbulkan efek miosis.
Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik,
penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk
(1). mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik
(2). Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum
(3). Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona, oksifenonium
bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsang susunan saraf pusat
(merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson), mata (midriasis dan
sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem
kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan darah),
saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan
menghambat sekresi asam lambung)
Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan mengurangi efek
sistemik yang tidak menyenangkan.
Beberapa jenis obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai
antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen
digunakan untuk penyakit parkinson.
Obat Adrenergik
Obat ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya mirip efek neurotransmitter
norepinefrin dan epinefrin (dikenal juga sebagai obat noradrenergik dan adrenergik atau simpatik
atau simpatomimetik). Kerja obat adrenergik dibagi dalam 6 jenis yaitu:
1. perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darahn kulit dan mukosa, kelenjar
liur dan keringat
2. penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka
3. perangsangan jantung dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi
4. perangsangan SSP seperti peningkatan pernafasan, kewaspadaan, dan pengurangan nafsu
makan
5. efek metabolik mislnya peningkatan glikogenolisisdi hati dan otot, lipolisis dan pelepasan
asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. efek endokrin misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon hipofisis.
Mekanisme kerja obat adrenergik adalah merangsang reseptor alfa () dan beta () pada sel
efektor. Efek obat adrenergik dapat dilihat pada tabel-1 dibawah ini
Penggunaan klinis epinefrin adalah pada
1. Sistem kardiovaskular: terjadinya vasokonstriksi (tekanan darah meningkat),
meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung
2. Susunan Saraf Pusat: terjadinya kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala dan tremor.
3. Otot polos : efeknya berbeda tergantung pada jenis reseptor yang terdapat pada organ
tersebut. Pada saluran cerna terjadi relaksasi otot polos saluran cerna, pada uterus terjadi
penghambatan tonus dan kontraksi uterus, pada kandung kemih terjadi relaksasi otot
detrusor kandung kemih, pada pernafasan menimbulkan relaksasi otot polos bronkus.
4. Proses metabolik: menstimulasi glikogenolisis di sel-sel hati dan otot rangka, lipolisis dan
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
5. lain-lain : menhambat sekresi kelenjar , menurunkan tekanan intraokular, mempercepat
pembekuan darah
Efek samping epinefrin adalah perasaan takut, khawatir, gelisah, tegang, tremor, kepala
berdenyut, palpitasi.
Obat-obat yang termasuk golongan adrenergik yaitu
1. Golongan katekolamin : epineprin, norepinefrin, isoproterenol, dopamin, dobutamin dan
sebagainya
2. Golongan nonkatekolamin: amfetamin, metamfetamin, fenilpropanolamin,
metaproterenol (orsiprenalin), terbutalin, efedrin dan sebagainya.
Obat Antiadrenergik
Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang menghambat perangsangan
adrenergik. Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi
1. penghambat adrenoseptor (adrenoseptor bloker) yaitu obat yang menduduki adrenoseptor baik alfa
(a) maupun beta (b) sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergik.
2. penghambat saraf adrenergik yaitu obat yang mengurangi respons sel efektor terhadap
perangsangan saraf adrenergik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis, penyimpanan,
dan pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk penghambat saraf adrenergik adalah
guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini umumnya
dipakai sebagai antihipertensi.
3. penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu obat yang menghambat perangsangan
adrenergik di SSP.
Obat yang termasuk alfa bloker adalah derivat haloalkilamin (dibenamid dan
fenoksibenzamin), derivat imidazolin (tolazolin, fentolamin), prazosin dan alfa bloker lain
misalnya derivat alkaloid ergot dan yohimbin. Indikasi alfabloker adalah hipertensi,
feokromositoma, fenomen Raynaud dan syok.
Obat yang termasuk beta bloker adalah isoproterenol, propanolol, asetabutolol, timolol,
atenolol, oksiprenolol dan sebagainya. Obat betabloker digunakan untuk mengurangi denyut
jantung dan kontraktilitas miokard, antihipertensi, bronkodilator, menghambat glikogenolisis di
sel hati dan otot rangka, menhambat lipolisis menghambat sekresi renin. Efek samping
betabloker adalah gagal jantung, bradiaritmia, bronkospasm, ekstremitas dingin, memperberat
gejala penyakit Reynaud dan menyebabkan kambuhnya klaudikasio intermitten.
Obat penghambat saraf adrenergik bekerja dengan cara menghambat sintesis,
penyimpanan, dan pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk penghambat saraf adrenergik
adalah guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini
umumnya dipakai sebagai antihipertensi.
Obat penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu klonidin dan metildopa
yang dipakai sebagai obat antihipertensi.
Obat Anestetik dan Analgesik
A. Obat Anestetik
Istilah anestetik dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit.
Anestetik dibedkan menjadi 2 kelompok yaitu
1. Anestetik lokal yaitu penghilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran
2. Anestetik umum yaitu penghilang rasa sakit yang disertai hilangnya kesadaran.
Sejak dahulu sudah dikenal tindakan anestesi yang digunakan untuk mempermudah tindakan
operasi. Orang Mesir dahulu menggunakan narkotik, sedangkan orang cina menggunakan
Canabis indica dan pemukulan kepala dengan tongkat untuk menghilangkan kesadaran. Hal ini
tidak memberikan keuntungan. Tahun 1776 ditemukan anestetik gas pertama yaitu N2O, tetapi
anestetik gas ini kurang efektif sehingga diusahakan mencari zat lain.
Mekanisme kerja obat anestesi umum sampai sekarang belum jelas, meskipun mekanisme kerja
susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer mengalami banyak kemajuan pesat, maka
timbullah berbagai teori. Beberapa teori yang dikemukan adalah
1. teori koloid
zat anestesi akan menggumpalkan sel koloid yang menimbulkan anestesi yang bersifat reversibel
diikuti dengan proses pemulihan. Christiansen (1965) membuktikan bahwa pemberian eter dan
halotan akan menghambat gerakan dan aliran protoplasma dalam amuba
1. teori lipid
Ada hubungan kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anestesi. Makin tinggi
klerutan dalam lemak makin kuat sifat anestestetiknya. Teori ini cocok untk obat anestetik yang
larut dalam lemak
1. teori adsorpsi dan tegangan permukaan
Pengumpulan zat anestesi pada permukaan sel menyebabkan proses metabolisma
dan transmisi neural terganggu sehingga timbul anestesi.
1. teori biokimia
pemberiaan zat anestesi invitro menghambat pengambilan oksigen di otak dengan cara
menghambat sistem fosforilasi oksidatif. Akan tetapi hal ini mungkin hanya menyertai anestesi
bukan penyebab anestesi.
1. teori neurofisiologi
pemberian zat anestesi akan menurunkan transmisi sinaps di ganglion cervicalis superior dan
menghambat formatio retikularis asenden untuk berfungsi mempertahankan kesadaran.
1. teori fisika
zat anestesi dengan air di dalam susunan saraf pusat dapat membentuk mikrokristal sehingga
menggangu fungsi sel otak.
Semua zat anestesi umum menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-mula fungsi yang
kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula oblongata yang mengandung
pusat vasomotor dan pusat pernafasan yang vital. Guedel (1920) membagi anestesi umum
dengan eter menjadi 4 stadia:
1. Stadium I (analgesia) yaitu stadia mulai dari saat pemberian zat anestesi hingga hilangnya
kesadaran. Pada stadia ini penderita masih bisa mengikuti perintah tetapi rasa sakit sudah
hilang
2. Stadium II (delirium/eksitasi) yaitu hilangnya kesadaran hingga permulaan stadium
pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak
menurut kehendak, seperti tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, gerakan pernafasan
yang tak teratur, takikardia, hipertensi hingga terjadinya kematian, sehingga harus segera
dilewati
3. Stadium III yaitu stadia sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga hilangnya
pernafasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernafasan spontan, hilangnya
refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah.
Stadia ini dibagi lagi menjadi 4 tingkat yaitu
a. Tingkat I : pernafasn teratur, spontan, gerakan bola mata tak teratur, miosis,
pernafasan dada dan perut seimbang. Belum tercapai relaksasi otot lurik yang
sempurna
b. Tingkat II : pernafasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan tingkat I, bola
mata tak bergerak, pupil melebar, relaksasi otot sedang, refleks laring hilang.
c. Tingkat III: pernafasan perut lebih nyata daripada pernafasan dada karena otot
interkostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih
lebar tetatpi belum maksimal
d. Tingkat IV: pernafasan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal
sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya
menghilang.
4. Stadium IV (Paralisis mediula oblongata) yaitu stadium dimulai dengan melemahnya
pernafasan perut dibanding stadoium III tingkat 4, tekanan darah tak terukur, jantung
berhenti berdenyut dan akhirnya penderita meninggal.
Sebelum diberikan zat anestesi pada pasien diberikan medikasi preanestesi dengan tujuan
untuk mengurangi kecemasan, memperlancar induksi, merngurangi keadaan gawat anestesi,
mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardia dan muntah sesudah atau selama anestesia.
Untuk tindakan ini dapat digunakan
1.
a. analgesia narkotik untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan, mengurangi
rasa sakit dan menghindari takipneu. Misalnya morfin atau derivatnya misalnya
oksimorfin dan fentanil
b. barbiturat biasanya diguankan untuk menimbulkan sedasi. Misalnya pentobarbital
dan sekobarbital.
c. Antikolinergik untuk menghindari hipersekresi bronkus dan kelenjar liur terutama
pada anestesi inhalasi. Obat yang dapat digunakan misalnya sulfas atropin dan
skopolamin.
d. Obat penenang digunakan untuk efek sedasi, antiaritmia, antihistamin dan enti
emetik. Misalnya prometazin, triflupromazin dan droperidol
Obat-obat anestesi umum yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi
1. kelompok inhalasi (gas) : Nitrous oksida (N2O), siklopropan, eter, enfluran, isofluran, halaotan,
metoksifluran, trikoretilen, etil klorida, fluroksen
2. anestesi parenteral (injeksi) dibagi menjadi beberapa golongan yaitu
a. Barbiturat, bekerja dengan blokade sistem stimulus di formasio retikularis sehingga kesadaran
akan hilang. Efek samping yang dapat terjadi adalah depresi pusat nafas dan menurunnya
kontraktilitas otot jantung. Contoh obatnya adalah natrium tiopental, ketamin
b. Droperidol dan Fentanil digunakan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik dan anestesia
neuroleptik (bila digunakan bersama N2O)
c. Diazepam, obat ini menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan
bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesia sehingga harus dikombinasi dengan obat-obat
analgesia.
d. Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi tetapi tidak
berefek analgesia. Etomidat hanya menimbulkan efek minimal terhadap sistem kardiovaskular
dan pernafasan. Efek anestesinya berlangsung segera, dalam waktu 1 menit pasien sudah tidak
sadar.
Efek samping anestesi umum yang dapat terjadi adalah depresi miokardium dan hipotensi
(anestesi inhalasi), depresi nafas (terutama anestesi inhalasi), gangguan fungsi hati ringan,
gangguan fungsi ginjal, hipotermia dan menggigil pasca operasi, batuk dan spasme laring serta
delirium selama masa pemulihan.
Obat anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada setiap bagian saraf.
Pemberian anestetik lokal pada kulit akan menghambat transmisi impuls sensorik, sebaliknya
pemberian anestetik lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik dan motorik di
daerah yang dipersarafinya. Mekanisme kerja anestetik lokla adalah mencegah konduksi dan
timbulnya impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel. Obat anestetik lokal
dikelompokkan menjadi
1. Kokain
2. Anestetik lokal sintetik seperti prokain, lidokain , butetamid, dibukain,
mepivakain, tetrakain dan sebagainya.
Tehnik pemberian anestetik lokal dapat berupa
1. anestetik permukaan yaitu penyuntikan obat anestetik secara permukaan misalnya pada
kulit, selaput lendir mulut, faring dan esofagus
2. anestetik infiltrasi yaitu penyuntikan untuk menimbulkan anestesi pada ujung saraf
melalui kontak langsung dengan obat. Cara anestesi infiltrasi yang sering digunakan
adalah ring block.
3. anestetik blok yaitu anestesi bertujuan untuk mempengaruhi konduksi saraf otonom
maupun somatis dengan anestesi lokal. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal
misalnya saraf oksipital, pleksus brachialis, sampai ke anestesia epidural dan spinal.
4. anestetik spinal yaitu anestesi blok yang lebih luas.
B. Obat Analgesik
Obat analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu
kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Mekanisme
kerja obat analgesik adalah menghambat ensim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakhidonat menjadi PGG2 terganggu dan reaksi inflamasi akan tertekan.
Obat-obat analgesik ini juga mempunyai sifat antipiretik dan antiinflamasi, tetapi ada perbedaan
dari masing-masing obat, contohnya parasetamol bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat
antiinflamasinya lemah sekali.
Efek samping obat-obat analgesik yang paling sering adalah iritasi pada lambung hingga tukak
lambung, gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa tromboksan A2 (TXA2)
dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan, gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati pada
pemamakaian lama dan reaksi alergi.
Obat-obat yang tergolong analgesik adalah salisilat, paraaminofenol (fenasetin dan asetaminofen
atau parasetamol), pirazolon (antipirin, aminopirin, dipiron), fenilbutazon dan oksifenbutazon.
Obat AINS yang lainnya adalah asam mefenamat dan meklofenamat, diklofenak, fenbufen,
ibuprofen, ketoprofen, nafroksen, indometasin, piroksikam.
Obat Antiepilepsi
Antiepilepsi atau antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan
epilepsi (epileptic seizure). Epilepsi merupakan nama kolektif untuk sekelompok gangguan atau
penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut bangkitan
atau seizure) dan gejala utama berupa penurunan kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan
ini biasanya disertai dengan terjadinya kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonom, gangguan
sensorik atau psikis, dan selalu disertai gambaran letupan EEG (electroencephalogram) abnormal
dan eksesif. Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik
atau depolarisasi abnormal dan ksesif, terjadi disuatu fokus dalam otak yang menyebabkan
bangkitan paroksismal. Dalam fokus ini terdapat neuron epilepsi yang sensitif terhadap
rangsangan. Neuron epileptik inilah yang menjadi pencetus bangkitan epilepsi. Epilepsi
dikelompokkan menjadi 2 yaitu
1. Epilepsi fokal atau parsial, yaitu epilepsi yang ditandai oleh terjadinya kejang pada
bagian tubuh tertentu misalnya tangan, muka dan sebagainya dan biasanya tanpa disertai
dengan penurunan kesadaran.
2. Epilepsi umum yaitu epilepsi yang doitandai oleh terjadinya kejang menyeluruh (kejang
umum) disemua bagian tubuh baik yang bersifat tonik, klonik ataupun tonik-klonik dan
biasanya disertai dengan terjadinya penurunan kesadaran.
Obat antikonvulsi atau antiepilepsi berdasarkan cara kerjanya dibagi mnejadi 2 yaitu
1. dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam
fokus epilepsi
2. dengan mencegah terjadnya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh
dari fokus epilepsi.
Obat epilepsi dibagi nejadi 8 kelompok yaitu
1. Golongan Hidantoin, terdiri atas fenitoin, mefenitoin, dan etotoin
Indikasi obat golongan ini adalah epilepsi umum tonik-klonik (grandmal epilepsi) dan bangkitan
parsial atau fokal. Efek samping yang dapat terjadi adalah pada susunan saraf pusat (ataksia,
nistagmus, sukar bicara, tremor dan ngantuk), saluran cerna dan gusi (nyeri ulu hati, anoreksia,
mual dan muntah serta pembesaran gusi), Kulit (ruam morbiliform) dan hepatotoksik (ikterik)
serta anemia megaloblastik.
1. Golongan barbiturat, misalnya fenobarbital dan primidon. Selain sebagai antikonvulsi,
obat ini juga digunakan sebagai hipnotik-sedatif.
Fenobarbital digunakan untuk terapi bangkitan tonik-klonik atau berbagai bangkitan parsial atau
fokal. Efek samping fenobarbital relatif kecil berupa ruam kulit. Primidon digunakan untuk
semua bentuk bangkitan atau epilepsi, kecuali epilepsi jenis petit mal. Efek samping yang dapat
terjadi berupa kantuk, ataksia, pusing, sakit kepala, mual, ruam kulit , anoreksia dan impotensi.
1. Golongan Oksazolidindion, misalnya trimetadion. Indikasi obat ini adalah epilepsi jenis
petit mal (bangkitan lena). Disamping itu trimetadion juga bersifat hipnotik dan
analgesik. Efek samping ringan berupa ngantuk, dan ruam kulit. Disamping itu dapat juga
terjadi gangguan fungsi hati, darah dan ginjal.
2. Golongan Suksimid, misalnya etosuksimid, metsuksimid, dan fensuksimid. Efek
antikonvulsi suksimid sama dengan trimetadion. Indiasi penggunaan obat ini adalah
epilepsi tipe petit mal. Efek samping berupa mual, sakit kepala, kantuk, dan ruam kulit.
3. Golongan Karbamazepin, misalnya karbamazepin. Selain mempunyai efek antikonvulsif
obat ini juga memperbaiki kewaspadaan dan perasaan. Selain itu juga mempunyai efek
analgesia selektif dan digunakan pada pengobatan tabes dorsalis dan neuropati lainnya.
Obat ini digunakan untuk mengatasi semua bangkitan epilepsi kecuali epilepsi tipe petit
mal dan digunakan secara luas di Amerika Serikat. Efek samping yang dapat terjadi
adalah pusing, vertigo, ataksia, penglihatan kabur, mual, muntah dan gangguan darah.
4. Golongan Benzodiazepin, misalnya diazepam, klonazepam, nitrazepam. Selain untuk
antikonvulsi obat ini uga dipakai sebagai antiansietas. Diazepam intravena merupakan
obat terpilih untuk status epileptikus dan merupakan obat antikonvulsi yang paling
banyak dipakai. Obat ini digunakan untuk kejang umum maupun fokal. Efek samping
yang dapat terjadi adalah obstruksi saluran nafas oleh lidah akibat relaksasi otot, depresi
nafas hingga apneu, hipotensi, henti jantung dan ngantuk. Klonazepam dan nitrazepam
digunakan untuk epilepsi tipe mioklonik, akinetik dan spasme. Efek samping berupa
ngantuk, ataksia dan gangguan kepribadian.
5. Golongan Asam Valproat. Mekanisme kerja asam valproat didasarkan meningkatnya
kadar asam gama aminobutirat (GABA) di otak. Indikasi pemberian obat ini adalah
epilepsi petit mal, mioklonik dan tonik-klonik. Efek samping yang terjadi adalah
gangguan saluran cerna, berupa mual dan muntah susunan saraf pusat (ngantuk, ataksia,
tremor), gangguan fungsi hati, ruam kulit dan alopesia.
6. Antiepilepsi lain misalnya fenasemid dan asetazolamid.
Prinsip pengobatan epilepsi adalah (1) melakukan pengobatan kausal (penyebab) misalnya
pembedahan pada tumor serebri, (2) menghindari faktor pencetus suatu bangkitan, misalnya
alkohol, emosi dan kelelahan fisik maupun mental, (3) penggunaan antikonvulsi.
Kriteria obat epilepsi yang baik adalah (1) dapat menekan bangkitan, (2) memiliki batas
keamanan yang lebar, (3) satu jenis obat yang dapat menekan semua jenis bangkitan dan
bekerjalangsung pada fokus bangkitan, (4) diberikan peroral dan masa kerja panjang, tidak
menimbulkan gejala putus obat, (5) harganya murah.

Sistem Saraf Parasimpatik
Sistem Saraf Parasimpatik adalah bagian dari sistem saraf otonom yang cenderung bertindak
berlawanan terhadap sistem saraf simpatik, seperti memperlambat detak jantung dan melebarkan
pembuluh darah. Sistem ini mengatur fungsi kelenjar, seperti memproduksi air mata dan air liur,
dan merangsang motilitas dan sekresi dari sistem pencernaan. Bandingkan sistem saraf simpatik.
1. Saraf Simpatik
Saraf simpatik adalah saraf yang berpangkal pada sumsum tulang belakang (medula spinalis) di
daerah dada dan pinggang. Saraf simpatik merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang
cenderung bertindak berlawanan terhadap sistem saraf parasimpatik dan umumnya berfungsi
untuk memacu dan mempercepat kerja organ-organ tubuh, seperti mempercepat detak jantung
dan menyebabkan kontraksi pembuluh darah. Sistem ini mengatur fungsi kelenjar keringat dan
merangsang sekresi glukosa dalam hati. Sistem saraf simpatik diaktifkan terutama dalam kondisi
stres. Sistem saraf simpatik disebut juga sistem saraf torakolumbar, karena saraf preganglion
keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-12. Sistem saraf ini berupa 25 pasang
ganglion atau simpul saraf yang terdapat di sumsum tulang belakang.
(Selengkapnya baca artikel tentang Sistem Saraf Pada Manusia)
Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah sebagai berikut.
1. Mempercepat denyut jantung
2. Mempersempit diameter pembuluh darah
3. Memperlambat proses pencernaan
4. Memperkecil bronkus
5. Menurunkan tekanan darah
6. Memperlambat gerak peristaltis
7. Memperlebar pupil
8. Menghambat sekresi empedu
9. Menurunkan sekresi ludah
10. Meningkatkan sekresi adrenalin.
2. Saraf Parasimpatik
Saraf parasimpatik adalah saraf yang berpangkal pada sumsum lanjutan (medula oblongata) dan
dari sakrum yang merupakan saraf pre-ganglion dan post-ganglion. Sistem saraf parasimpatik
disebut juga dengan sistem saraf kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah otak
dan daerah sakral. Fungsi saraf parasimpatik umumnya memperlambat kerja organ-organ tubuh.
Susunan saraf parasimpatik berupa jaring- jaring yang berhubung-hubungan dengan ganglion
yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai oleh susunan
saraf simpatik.
Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf
simpatik. Misalnya pada sistem saraf simpatik berfungsi mempercepat denyut jantung,
sedangkan pada sistem saraf parasimpatik akan memperlambat denyut jantung. Berikut adalah
fungsi dari sistem saraf parasimpatik.
1. Menghambat denyut jantung
2. Memperlebar diameter pembuluh darah
3. Mempercepat proses pencernaan
4. Memperlebar bronkus
5. Menaikkan tekanan darah
6. Mempercepat gerak peristaltis
7. Mempersempit pupil
8. Mempercepat sekresi empedu
9. Menaikkan sekresi ludah
10. Meninurunkan sekresi adrenalin.
3. Perbedaan Saraf Simpatik dan
Parasimpatik
Perbedaan antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik
mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang
belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek,sedangkan saraf parasimpatik
mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang
dibantu.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf
parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah
dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.
Pada saraf simpatik dan saraf parasimpatik terdapat penghubung antara sistem saraf pusat dan
efektor, yang dinamakan ganglion. Ganglion saraf simpatik berada dekat sumsum tulang
belakang. Serabut praganglion saraf simpatik berukuran pendek, sementara serabut pasca
ganglionnya berukuran panjang. Sebaliknya, saraf parasimpatik memiliki serabut praganglion
yang berukuran panjang dan serabut pascaganglion yang pendek.
Dilihat dari ganglionnya
1. Simpatik: Ganglion saraf simpatik berada dekat sumsum tulang belakang. Serabut praganglion
saraf simpatik berukuran pendek, sementara serabut pascaganglionnya berukuran panjang.
2. Parasimpatik: Saraf parasimpatik memiliki serabut praganglion yang berukuran panjang dan
serabut pascaganglion yang pendek. ganglia neuron parasimpatik terletak di dekat atau di dalam
organ target.
Dilihat dari dari cara kerjanya :
1. Simpatik merangsang kerja organ
2. Parasimpatik menghambat kerja organ
4. Persamaan Saraf Simpatik dan
Parasimpatik
Peranan utama komponen simpatik dan parasimpatik sistem saraf otonom pada divisi motoris
dalam mengatur fungsi tubuh bagian internal. Pada saraf simpatik dan saraf parasimpatik
terdapat penghubung antara sistem saraf pusat dan efektor, yang dinamakan ganglion.

Sistem saraf parasimpatis adalah bagian saraf
otonom yang berpusat dibatang otak dan bagian
kelangkang sumsum belakang yang mempunyai dua
reseptor terhadap reseptor muskarinik dan reseptor
nikotik.
Susunan saraf parasimpatis disebut sebagai syaraf
kolinergik karena bila dirangsang ujung sarafnya akan
melepaskan asetilkolin (Ach). Dan Efek asetilkolin ini
adalah: Jantung: Denyut diperlambat, Arteri koronari:
Kontriksi, Tekanan darah: Turun, Pupil mata: Kontriksi,
S.P.M: Peristaltik bertambah.


A. Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem organ yang terdiri atas sel
neuron yang mengkoordinasikan aktivitas otot,
memonitor organ, membentuk atau menghentikan
masukan dari indra, mengaktifkan aksi, dan
mempertahankan kelangsungan hidup melalui berbagai
mekanisme sehingga tubuh tetap mencapai keseimbangan.
Sedangkan cabang dari ilmu kedokteran yang menangani
kelainan pada sistem saraf adalah neurologi.
Sistem saraf tak sadar (otonom)
a) Sistem saraf simpatik
b) Sistem saraf parasimpatik
Kedua saraf tersebut bersifat antagonis. Jika saraf
simpatik menyebabkan kontraksi pada suatu efektor, saraf
parasimpatik menyebabkan relaksasi pada efektor
tersebut. Mekanisme kerja seperti itu bertujuan agar
proses-proses di dalam tubuh berjalan dengan normal.
Contoh pengaruh saraf simpatik dan parasimpatik
terhadap efektor
adalah saraf simpatik menyebabkan kecepatan dan
volume kecepatan jantung bertambah, sedangkan saraf
parasimpatik menyebabkan kecepatan volume kecepatan
jantung berkurang.

B. Sistem Saraf Otonom
Sistem otonom ini dibagi menjadi sistem simpatis dan
parasimpatis secara anatomi, fungsional, dan alasan
farmakologis yang luas. Secara anatomis, sistem saraf
simpatik memiliki motor cell station di substansia gresia
lateral torakalis dan dua segmen teratas lumbal dari
sumsum tulang belakang. Sistem parasimpatis berjalan
sepanjang saraf kranial III, VII, IX dan X, dan sakral
outflow, dengan cell station di segmen kedua, ketiga
kadang-kadang segmen keempat sakral.
Menurut fungsinya, sistem saraf simpatis berhubungan
erat dengan reaksi stress tubuh. ketika saraf ini
dirangsang, terjadi pupil dilatasi, konstriksi pembuluh
darah perifer, penigkatan pemakaian oksigen dan denyut
jantung, dilatasi bronkus, menurunkan aktivitas viseral
dengan menghambat peristaltik dan peningkatan
kekuatan sfingter, proses glikogenolisis dihati,
menstimulasi medula supradrenal dan berkeringat dan
piloereksi. saraf simpatik pelvis menghambat kontraksi
vesika urinaria.
Aliran darah koroner meningkat, sebagian disebabkan
oleh efek langsung simpatis dan sebagian disebabkan oleh
faktor tidak langsung yang termasuk kontraksi jantung
yang kuat, menurunnya sistole, diastole relatif meningkat
dan peningkatan konsentrasi metabolit vasodilator.
Sistem saraf simpatis berefek antagonis terhadap sistem
simpatis. perangsangannya menyebabkan konstirksi pupil,
penurunan frekwensi, hantaran dan respon rangsangan
otot jantung, peningkatan peristaltik usus dengan
relaksasi spingter . tambahan pada sistem parasimpatis
pelvis menghambat spingter internal vesika urinaria.
Sistem saraf simpatis mempunyai efek yang luas,
menstimulasi banyak organ yang menimbulkan respon
yang bervariasi. berbanding terbalik dengan aktivitas
parasimpatis yang biasanya tidak menyeluruh dan
terlokalisir. perbedaan ini dapat dijelaskan, setidaknya
sebagian, oleh perbedaan secara anatomi yang telah
diterngkan sebelumnya.
Sistem saraf perifer dapat bekerja secara sinergis
contohnya reflek penurunan detak jantung sebagian
disebabkan oleh rangsangan vagal dan sebagian karena
penurunan rangsangan simpatis. beberapa organ
mendapat inervasi otonom hanya dari satu sistem
contohnya medulla supradrenal dan arteriol kutan hanya
oleh saraf simpatis, sedangkan sekresi lambung
neorogenik seluruhnya dikontrol oleh sistem para simpatis
melalui saraf vagus.


C. Obat yang bekerja pada saraf parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis adalah bagian saraf
otonom yang berpusat dibatang otak dan bagian
kelangkang sum-sum belakang yang mempunyai dua
reseptor terhadap reseptor muskarinik dan reseptor
nikotik.

Obat-obat yang yang termasuk kelompok obat sitem
parasimpatik
* Asetilkolin (Ach)
* Fisostigmin(Eseri,Anticholium)
* Neostigmin(Prostigmin)
* Piridostigmin (Mestinon)
* Distigminbromida (ubretid)

Farmakokinetik
Ester kolin kurang diserap dan didistribusi kedalam
SSP dari saluran cerna (kurang aktif per oral),namun
kepekaannya untuk di hidrolisa oleh kolinestrase sangat
berbeda.Asetilkolin sangat cepat dihidrolisa sehingga
untuk mencapai efek yang memuaskan obat ini harus
diberikan melalui infus secara IV dalam dosis besar.efek
asetilkolin yang dibelikan dalam bentuk bolus besar IV
diperoleh selama 5-20 detik,sedangkan suntikan IM dan
SC hanya memberikan efek lokal. Metakolin lebih tahan 3
kali terhadap hidrolisa dan dapat memberikan efek
sistemik walaupun diberikan secara SC.

Farmakodinamik
Aktifasi sistem saraf parasimpatis memodifikasi
fungsi organ melalui 2 mekanisme utama. Pertama,
asetilkolin yang dilepas dari saraf para simpatis dapat
mengaktifkan reseptor muskarinik pada organ efektor
unuk mengubah fungsinya secara langsung. Kedua,
asetilkolin yang dilepas dari saraf para simpatis dapat
berinteraksi dengan reseptor muskarinik pada ujung saraf
untukmenghambat pelepasan neurotransmiternya.
Melalui mekanisme ini, asetilkolin yang dilepas dan
kemungkinan, mensirkulasi agonis muskarinik secara
tidak langsung mengubah fungsi organ dengan
memodulasi efek para simpatis dan sistem saraf simpatis
serta kemungkinan juga sistem nonkolinergik, dan
adrenergik.

Efek samping
Dapat menimbulkan banyak keringat, ludah, nause,
muntah dan diare, yang merupakan tanda naiknya tonus
parasimpatikus.

Interaksi obat
Pemakain obat tidak dapat diberikan secara per-oral
karena obat tersebut dihidrolisis oleh asam lambung,
karena cara kerjanya terlalu singkat sehingga segera
dihancurkan oleh asetilkolinestrase atau
outirilkolinestrase.

D. Golongan Obat untuk Parasimpatis
Obat parasimpatis itu sendiri dibagi dalam 2 kelompok
besar yakni:
A. Kolinergik
B. Antikolinergik

Kolinergik/ Parasimpatikomimetika
Sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama
dengan stimulasi Susunan Parasimpatis(SP), karena
melepaskan Asetilkolin( Ach ) di ujung-ujung neuron.
dimana tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari
makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya
asimilasi.

Efek kolinergis yang terpenting adalah:
o stimulasi pencernaan, dengan cara memperkuat
peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah
lambung(HCl), juga sekresi air mata.
o memperlambat sirkulasi, dengan cara mnegurangi
kegiatan jantung, vasodilatasi dan penurunan tekanan
darah.
o memperlambat pernafasan, dengan cara mengecilkan
bronchi sedangkan sekresi dahak diperbesar.
o kontraksi otot mata, dengan cara miosis( penyempitan
pupil) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat
lancarnya pengeluaran air mata.
o kontraksi kandung kemih dan ureter, dengan cara
memperlancar pengeluaran urin
o dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
o menekan SSP (Sistem Saraf Pusat), setelah stimulasi
pada permulaan.
Setelah mengetahui efek obat kolinergis, kita akan beralih
ke reseptor-reseptor kolinergis yang merupakan tempat
substrat obat menempel supaya "obat" dapat
menghasilkan efek yang kita inginkan.

Reseptor kolinergis dibagi 2 yakni:
1. Reseptor Muskarin (M)
berada pada neuron post-ganglion dan dibagi 3 subtipe,
yaitu Reseptor M1, M2, dan M3 dimana masing-masing
reseptor ini memberikan efek berbeda ketika dirangsang.
Muskarin (M) merupakan derivat furan yang bersifat
toksik dan terdapat pada jamur Amanita muscaria sebagai
alkaloid.
Reseptor akan memberikan efek-efek seperti diatas setelah
mengalami aktivasi oleh neurotransmitter
asetilkolin(Ach).
2. Reseptor Nikotin (N)
berada pada pelat ujung-ujung myoneural dan pada
ganglia otonom.
Stimulasi reseptor ini oleh kolinergik (neostigmin dan
piridostigmin) yang akan menimbulkan efek menyerupai
adrenergik, berlawanan sama sekali. Misalnya
vasokonstriksi dengan naiknya tensi, penguatan kegiatan
jantung, stimulasi SSP ringan.
Efek Nikotin dari ACh juga terjadi pada perokok, yang
disebabkan oleh jumlah kecil nikotin yang diserap ke
dalam darah melalui mukosa mulut.
Penggolongan
Kolinergika dapat pula dibagi menurut cara kerjanya,
dibagi menjadi zat-zat bekerja langsung dan zat-zat
bekerja tak langsung.
1. Bekerja langsung: karbachol, pilokarpin, muskarin dan
arekolin. Zat-zat ini bekerja langsung terhadap organ
ujung dengan kerja utama seperti efek muskarin dari ACh.
2. Bekerja tak-langsung: zat-zat antikolinesterase seperti
fisostigmin, neostigmin, piridostigmin. Obat-obat ini
menghambat penguraian ACh secara reversibel, yakni
hanya untuk sementara. Setelah habis teruraikan oleh
kolinesterase, ACh akan segera dirombak kembali.
Ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara ireversibel,
misalnya parathion dan organofosfat lain. Kerjanya cukup
panjang dengan cara membuat enzim baru lagi dan
membuat enzim baru lagi.

Penggunaan
Obat-Obat kolinergik digunakan pada penyakit glaukoma,
myasthenia gravis, demensia Alzheimer dan atonia.

Glaukoma
Merupakan penyakit yang bercirikan peningkatan tekanan
cairan mata intraokuler(TIO) diatas 21 mmHg, yang
menjepit saraf mata. Saraf ini berangsur-angsur dirusak
secara progresif sehingga penglihatan memburuk dan
menyebabkan kebutaan.
Antikolinergik
Antikolinergik adalah ester dari asam aromatik
dikombinasikan dengan basa organik. Ikatan ester adalah
esensial dalam ikatan yang efektif antara antikolinergik
dengan reseptor asetilkolin. Obat ini berikatan secara
blokade kompetitif dengan asetilkolin dan mencegah
aktivasi reseptor.
Efek selular dari asetilkolin yang diperantarai melalui
second messenger seperti cyclic guanosine
monophosphate (cGMP) dicegah.Reseptor jaringan
bervariasi sensitivitasnya terhadap blokade.
Faktanya : reseptor muskarinik tidak homogen dan
subgrup reseptor telah dapat diidentifikasikan : reseptor
neuronal (M1),cardiak (M2) dan kelenjar (M3) (Askep,
2009). Dalam dosis klinis, hanya reseptor muskarinik
yang dihambat oleh obat antikolinergik yang akan dibahas
pada bab ini. Kelebihan efek antikolinergik tergantung
dari derajat dasar tonus vagal.
Beberapa sistem organ dipengaruhi : A. Kardiovaskular
Blokade reseptor muskarinik pada SA node berakibat
takikardi. Efek ini secara khusus mengatasi bradikardi
karena reflek vagal (reflek baroreseptor,stimulasi
peritoneal atau reflek okulokardia). Perlambatan transien
denyut jantung karena antikolinergk dosis rendah telah
dilaporkan. Mekanisme ini merupakan respon paradoks
karena efek agonis perifer yang lemah, diduga obat ini
tidak murni antagonis. Konduksi melalui AV node akan
memendekkan interval P-R pada EKG dan sering
menurunkan blokade jantung disebabkan aktivitas vagal.
Atrial disritmia dan ritme nodal jarang terjadi.
Antikolinergik berefek kecil pada fungsi ventrikel atau
vaskuler perifer karena kurangnya persarafan kolinergik
pada area ini dibanding reseptor kolinergik. Dosis besar
antikolinergik dapat menghasilkan dilatasi pembuluh
darah kutaneus (atropin flush).


Daftar Pustaka:
Gunawan s, dkk. (2007). Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5.
Jakarta: Gaya Gon
Katzung G, Betram. (1997). Farmakologi Dasar Dan Klinik.
Edisi 6. Jakarta: EGC
Pearce, Evelyn C. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum

Obat Umum (Dapat dibeli bebas)
Nama
Produk
: ATROVENT
Farmasi : Boehringer Ingelheim
Komposisi : Procaterol HCL
Indikasi : Inhaler : sbg bronkodilator utk terapi pemeliharaan bonkospame yg berhubungan
dg PPOK, termasuk bronkitis kronik, emfisema. Inhalasi : sbg bronkodilator utk
pencegahan & pengobatan gejala obstruksi sal nafas kronik & bronkospame
reversibel, seperti asma b
Kontra
Indikasi
: Diketahui hipersensitif thd atropin atau derivatnya. Inhaler : riwayat hipersensitif
thd lesitin soya atau produk makanan yg mgd kacang kedelai.
Perhatian : Pasien dg predisposisi glaukoma sudut smepit, hipertrofi prostat, atau obstruksi
leher kandung kemih, fibrosis kistik. Hindari kontak dg mata. Hamil & laktasi.
Anak < 12 thn.
Efek
Samping
: Ggn motilitas GI, mulut kering, sakit kepala, takiakrdi, palpitasi, takiakrdi
supraventrikuler, fibrillasi atrial ; ggn akomodasi mata, mual, retenal urin, batuk,
iritasi lokal, bronkospasme g diinduksi oleh inhalasi, reaksi alergi.
Interaksi
Obat
: -
Kemasan : Inhaler 20 mcg/semprot x 200 semprot x 10 mL (Rp. 83,435). Lar inhalasi 0.025 %
x 20 ml (Rp. 104,280)
Dosis
-Dewasa : Inhaler Dws & anak > 12 thn 2 semprot 4x/hr. Utk mempertahankan keadaan bebas
dr gejala, lakukan inhalasi teratur dg interval 4 jam. Pemeliharaan : maks 12
semprot/hr. Lar inhalasi Dws termasuk usia lanjut, remaja > 14 thn 0.4 - 1 mL (5-
40 tetes/hr), anak
-Anak-
anak
: -
-Balita : -
Harga : -
Gambar : -
Terakhir diperbaharui:
* Harga dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
* Bila sakit berlanjut, harap menghubungi dokter anda secepatnya











Atrovent (Ipratropium Bromide)

Atrovent
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 ).
Anti-cholinergic Agents

Acetylcholine adalah kimia yang dilepaskan oleh syaraf-syaraf yang melekat pada
receptor-receptor pada otot-otot yang mengelilingi saluran udara menyebabkan otot-otot untuk
berkontraksi dan saluran-saluran udara menyempit. Obat-obat anti-cholinergic seperti
Ipratropium Bromide (Atrovent) melebarkan saluran-saluran udara dengan menghalangi
receptor-receptor untuk acetylcholine pada otot-otot dari saluran-saluran udara dan mencegah
mereka menyempit. Ipratropium bromide (Atrovent) biasanya dimasukan via MDI. Pada pasien-
pasien dengan COPD, ipratropium telah ditunjukan mengurangi dyspnea, memperbaiki toleran
latihan dan memperbaiki FEV1. Ipratropium mempunyai penimbulan aksi yang lebih perlahan
namun durasi aksi yang lebih panjang daripada beta-2 agonists yang beraksi singkat. Ipratropium
biasanya ditolerir dengan baik dengan efek-efek sampingan yang minimal bahkan ketika
digunakan pada dosis-dosis yang lebih tinggi. Tiotropium (SPIRIVA) adalah versi Ipratropium
yang beraksi lama dan lebih bertenaga dan telah ditunjukan lebih efektif.
Ipratropium memerlukan waktu lebih lama untuk bekerja dibanding dengan beta-2
agonis, dengan puncak efektifitas terjadi pada 2 jam setelah masuk dan berakhir sekitar 6 jam.
Obat ini lebih efektif pada pasien dengan COPD.
Dalam membandingkan ipratropium dengan beta-2 agonists pada
perawatan dari pasien-pasien dengan COPD, studi-studi menyarankan bahwa ipratropium
mungkin lebih efektif dalam melebarkan saluran-saluran udara dan memperbaiki gejala-gejala
dengan lebih sedikit efek-efek sampingan. Ipratropium terutama cocok untuk penggunaan oleh
pasien-pasien kaum tua yang mungkin mempunyai kesulitan dengan denyut jantung yang cepat
dan tremor (gemetar) dari beta-2 agonists. Pada pasien-pasien yang merespon dengan buruk pada
beta-2 agonists atau ipratropium sendiri, kombinasi dari kedua obat-obat adakalanya berakibat
pada respon yang lebih baik daripada pada setiap obat sendiri tanpa tambahan efek-efek
sampingan.
Komposisi :
Ipratropium Bromide
Indikasi :
Suatu bronkodilator untuk mencegah dan mengobati gejala obstruksi kronis saluran nafas pada
asma bronkial dan bronkitis kronis dengan atau tanpa emfisema
Dosis :
Larutan Inhalasi :
Dosis disesuaikan kebutuhan individu pasien
Dewasa/orang tua dan remaja umur >14 tahun : 3-4 x 0,4-2 ml/hari
Anak 6-14 tahun : 3-4x 0,4-1 ml/hari
Dilarutkan dengan larutan garam fisiologis
Inhalasi dosis terukur :
Dewasa dan anak : pengobatan berkala dan jangka panjang 3-4 x 2 semprot
Untuk mempertahankan keadaan bebas dari gejala-gejala, lakukan inhalasi secara teratur dengan
selang 4 jam dengan maksimal 12 semprot/hari
Kontra indikasi :
Penderita yang hipersensitif terhadap zat-zat seperti atropin atau zat tambahan obat ini
Perhatian :
Dalam dosis tinggi, obat ini dapat menimbulkan bronkokonstriksi pada beberapa pasien,
glaukoma sudut sempit, obstruksi saluran kencing karena hipertrofi prostat
Efek samping :
Mulut kering, iritasi tenggorokan atau reaksi alergi; peninggian tekanan intra okular pada
penderita glaukoma sudut sempit bila salah satu masuk ke mata
Interaksi obat :
Preparat beta adrenergik dan xanthine akan memperkuat efek bronkodilatasi. Efek antikolinergik
obat lain dapat ditingkatkan.
Kemasan :

Inhalasi dosis terukur (Inhaler) 0,02 mg/semprot 200 semprot; 10 ml
Larutan inhalasi 0,025% 20 ml
Tanggung jawab Perawat dalam Pemberian Obat :
Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan cepat dan
luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. Perawat diharapkan terampil dan tepat saat
melakukan pemberian obat. Tugas perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi
obat melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat
tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting untuk
dimiliki perawat.

Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah
satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian
obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan bahwa
obat itu benar diminum. Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman.
Caranya adalah perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan
mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau kurang jelas dan dosis yang diberikan
diluar batas yang direkomendasikan. Secara hukum perawat bertanggung jawab jika mereka
memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan
kontraindikasi bagi status kesehatan klien. Perawat wajib membaca buku-buku referensi obat
untuk mendapatkan kejelasan mengenai efek terapeutik yang yang diharapkan, kontraindikasi,
dosis, efek samping yang mungkin terjadi atau reaksi yang merugikan dari pengobatan.Rencana
keperawatanmya pun harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil pengkajian,
pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program dokter.
Daftar Pustaka:
http://urangcijati.blogspot.com/2008_06_01_archive.html
http://puskesmas-oke.blogspot.com/2008_12_01_archive.html
http://widiantopanca.blogdetik.com/info-penyakit/asma/
http://www.totalkesehatananda.com/copd6.html

Diposkan oleh tiona_nizz di 03.26

ATROVENT SOL 0.025% 20ML
Kandungan
Ipratropium Br 0.25 mg
Indikasi
Obstruksi kronis saluran nafas yang reversibel, bronkitis kronis
Kontra Indikasi
Efek Samping
Perhatian
Sebaiknya tidak digunakan selama triwulan pertama kehamilan, kecuali manfaat lebih besar dari resiko.
Dosis
Dewasa: 3-4x/hr 1-2 semprot. Anak 6-12 tahun dan <6 tahun: 3-4x/hr 1-2 semprot
Interaksi
Kemasan
botol 20 ml














TEOFILIN
NAMA GENERIK
Teofilin
NAMA KIMIA
Anhydrous theophylline 3,7-Dihydro-1,3-dimethylpurine-2,6(1H)-dione atau 1,3 dimethyl
xanthine
STRUKTUR KIMIA
C7H8N4O2
GB STRUKTUR KIMIA
235
SIFAT FISIKOKIMIA
USP 29: bersifat anhidrous atau mengandung 1 molekul air. Berupa serbuk kristal putih dan
tidak berbau. Sedikit larut dalam air, lebih larut dalam air panas, sedikit larut dalam alkohol,eter,
dan klorofrom, sangat larut dalam larutan bersifat basa hidroksida dan dalam amonia.1
SUB KELAS TERAPI
Antiasma
KELAS TERAPI
Saluran nafas, obat untuk
DOSIS PEMBERIAN OBAT
Cara pemberian:2 1.Sediaan dalam bentuk kapsul lepas lambat dapat dibuka dan dapat
dicampurkan dengan makanan yang lunak dan tidak panas, misalnya: puding, telan segera dan
jangan dikunyah. Tidak direkomendasikan untuk membagi-bagi isi kapsul.2.Jangan memecah
atau mengunyah sediaan lepas lambat.3. Untuk menjaga konsistensi kadar obat dalam darah,
sediaan lepas lambat harus selalu diminum selalu sebelum makan, atau selalu setelah makan.
Bronchial Asthma oral:4 Dosis awal yang harus diberikan untuk mencapai kadar dalam darah 10
mcg/mL adalah: a. pada pasien yang belum mendapatkan teofilin dalam 24 jam terakhir: 4-
6mg/kg b. pada pasien yang telah mendapatkan teofilin dalam 24 jam terakhir: berikan 1/2 dari
loading dose atau 2-3 mg/kg dapat diberikan jika kadar dalam darah tidak diketahui. Setiap
pemberian 1mg/kg terjadi peningkatan kadar dalam darah sebesar 2 mcg/mL.;Bronchial Asthma
untuk 3 hari pertama, teofilin oral:4 usia < 1tahun: 0,2 mg/kg x (usia dalam minggu) + 5 usia 1-9
tahun: 16 mg/kg sampai dengan maks 400mg/24 jam usia 9-12 tahun: 16 mg/kg sampai dengan
maks 400mg/24 jam usia 12-16 tahun: 16 mg/kg sampai dengan maks 400mg/24 jam Dewasa:
400mg/24 jam. Bronchial Asthma untuk 3 hari kedua, teofilin oral:4 usia < 1tahun: 0,2 mg/kg x
(usia dalam minggu) + 5 usia 1-9 tahun: 20 mg/kg usia 9-12 tahun: 16 mg/kg sampai dengan
maks 600mg/24 jam usia 12-16 tahun: 16 mg/kg sampai dengan maks 600mg/24 jam Dewasa:
600mg/24 jam. Bronchial Asthma dosis pemeliharaan, teofilin oral:4 usia < 1tahun: 0,3 mg/kg x
(usia dalam minggu) + 8 usia 1-9 tahun: 22 mg/kg usia 9-12 tahun: 20 mg/kg sampai dengan
maks 800mg/24 jam usia 12-16 tahun: 18 mg/kg sampai dengan maks 900mg/24 jam Dewasa:
900mg/24 jam. Bronchial Asthma peningkatan dosis:4 dosis dapat ditingkatkan sekitar 25%
dengan interval waktu 2-3 hari selama dosis tersebut masih dapat ditoleransi atau sampai dosis
maksimum tercapai ;Dosis untuk pengobatan Acute Bronchospasm; dosis untuk 12 jam pertama:
4 bayi usia 6 minggu-6 bulan: 0,5 mg/kg/jam anak usia 6 bulan-1 tahun: 0,6-0,7 mg/kg/jam anak
usia 1-9 tahun: 0,95 mg/kg/jam (1,2 mg/kg/jam) anak usia 9-16 tahun dan dewasa muda perokok:
0,79 mg/kg/jam (1 mg/kg/jam) Dewasa sehat dan tidak merokok: 0,55 mg/kg/jam (0,7
mg/kg/jam) pasien yang lebih tua dan pasien dengan cor pulmonale: 0,47 mg/kg/jam (0,6
mg/kg/jam) pasien dengan gagal jantung kongestif: 0,39 mg/kg/jam (0,5 mg/kg/jam). Dosis
untuk pengobatan Acute Bronchospasm; dosis setelah 12 jam pertama:4 anak usia 1-9 tahun:
0,79 mg/kg/jam (1 mg/kg/jam) anak usia 9-16 tahun dan dewasa muda perokok: 0,63 mg/kg/jam
(0,8 mg/kg/jam) Dewasa sehat dan tidak merokok: 0,39 mg/kg/jam (0,5 mg/kg/jam) pasien yang
lebih tua dan pasien dengan cor pulmonale: 0,24 mg/kg/jam (0,3 mg/kg/jam) pasien dengan
gagal jantung kongestif: 0,08-0,16 mg/kg/jam (0,1-0,2 mg/kg/jam) ;Dosis pemeliharaan untuk
gejala akut: pemberian oral: 4 bayi prematur atau bayi baru lahir sampai dengan usia 6 minggu
(untuk apnea/bradikardia): 4mg/kg/hari bayi usia 6 minggu-6 bulan: 10 mg/kg/hari bayi 6 bulan-
1 tahun: 12-18 mg/kg/hari anak usia 1-9 tahun: 20-24 mg/kg/hari anak usia 9-12 tahun dan
remaja merokok atau pengguna marijuana, serta dewasa perokok: 16 mg/kg/hari remaja yang
tiak merokok: 13 mg/kg/hari dewasa yang tidak merokok: 10 mg/kg/hari (tidak boleh lebih dari
900 mg/hari) Cardiac decompensation, cor pulmonale, dan/atau liver dysfunction: 5mg/kg/hari
(tidak boleh lebih dari 400 mg/hari
FARMAKOLOGI
Absorbsi dengan rute oral dalam bentuk eliksir dan tablet terjadi dengan cepat dan sempurna.
Waktu yang dibuthkan untuk mencapai kadar puncak adalah 1-2 jam. Pemberian tablet lepas
lambat: waktu untuk mencapai kadar puncak (400mg tablet) 8,1 jam 3,7 jam (pada saat puasa)
sampai dengan 12,8 jam 4,2 jam (pada saat adanya makanan). Keberadaan makanan
memberikan sedikit pengaruh pada proses absorpsi( oral, eliksir dan tablet).2
STABILITAS PENYIMPANAN
Stabilitas: sediaan eliksir dan tablet atau kapsul lepas lambat harus disimpan dalam suhu 25oC.2
Jangan gunakan larutan jika terjadi perubahan warna atau terdapat kristal dalam larutan.4
KONTRA INDIKASI
Hipersensitivitas terhadap teofilin, atau kompoonen lain dalam sediaan. Memiliki riwayat alergi
terhadap jagung atau larutan yang mengandung dextrose.2
EFEK SAMPING
Efek Samping yang sering muncul: gastrointestinal: mual, muntah, neurologik: sakit kepala,
insomnia, tremor, psikiatrik: lekas marah, kegelisahan. ;Efek pada ginjal: diuresis Efek samping
yang serius: kardiovaskuler: atrial fibrilasi, tachyarrhythmia dermatologik: stevens-Johnson
syndrome. Neurologik: perdarahan intrakranial, kejang.2;Efek lain yang muncul : peningkatan
serum AST (SGOT). Reaksi hipersensitivitas seperti urtikaria, pruritus, angiodema, sindrom
SIADH.3
INTERAKSI MAKANAN
Makanan tidak mempengaruhi absorbsi sediaan cair, sediaan lepas lambat. ;Namun makanan
mungkin dapat menginduksi percepatan pelepasan dari sediaan lepas lambat, sehingga dapat
menyebabkan peningkatan kadar obat dalam serum dan potensial toksisitas.4
INTERAKSI OBAT
Major: Bupropion, cimetidine, ciprofloxacin, enoxacin, erythromycin, ethinyl estradiol,
etintidine, etonogestrel, fluvoxamine, halothane, idrocilamide, imipenem, levofloxacin,
mestranol, mexiletine, norelgestromin, norethindrone, norgestrel, pefloxacin, peginterferon alfa-
2a, rofecoxib, thiabendazole, troleandomycin, zileuton. ;Moderate: Adenosine, adinazolam,
alprazolam, aminoglutethimide, amiodarone, azithromycin, bromazepam, brotizolam, cannabis,
carbamazepine, chlordiazepoxide, clobazam, clonazepam, clorazepate, diazepam, disulfiram,
estazolam, flunitrazepam, flurazepam, fosphenytoin, halazepam, interferon alfa-2a, ipriflavone,
isoproterenol, ketazolam, lorazepam, lormetazepam, medazepam, methotrexate, midazolam,
nilutamide, nitrazepam, oxazepam, pancuronium, pentoxifylline, phenobarbital, phenytoin,
piperine, prazepam, propafenonequazepam, rifampin, rifapentine, riluzole, ritonavir,
secobarbital, tacrine, tacrolimus, telithromycin, temazepam, ticlopidine, triazolam, viloxazine,
zafirlucast.2;Obat-obat yang dapat meningkatkan kadar Teofilin: Propanolol, Allopurinol
(>600mg/day), Erythromycin, Cimetidin, Troleandomycin, Ciprofloxacin (golongan Quinolon
yang lain), kontrasepsi oral, Beta-Blocker, Calcium Channel Blocker, Kortikosteroid,
Disulfiram, Efedrin, Vaksin Influenza, Interferon, Makrolida, Mexiletine, Thiabendazole,
Hormon Thyroid, Carbamazepine, Isoniazid, Loop diuretics. Oabt lain yang dapat menghambat
Cytochrome P450 1A2, seperti: Amiodaron, Fluxosamine, Ketoconazole, Antibiotik Quinolon,
dapat meningkatkan kadar Theofilin.4;Obat-obat yang dapat menurunkan kadar Teofilin:
Phenytoin, obat-obat yang dapat menginduksi CYP 1A2 (seperti: Aminoglutethimide,
Phenobarbital, Carbamazepine, Rifampin), Ritonavir, IV Isoproterenol, Barbiturate, Hydantoin,
Ketoconazole, Sulfinpyrazone, Isoniazid, Loop Diuretic, Sympathomimetics.4
PENGARUH ANAK
Tidak ada data
PENGARUH HASIL LAB
Teofilin menyebabkan reaksi positif palsu terhadap peningkatan kadar asam urat apabila diukur
dengan menggunakan metode Bittner atau Colorimetric tetapi tidak demikian halnya apabila
diukur dengan menggunakan metode Uricase. ;Penelitian in vitro yang telah dilakukan dengan
metode pengukuran menggunakan spektrofotometri menunjukkan peningkatan palsu kadar
teofilin dalam darah akibat pengaruh penggunaan furosemide, sulfathiazole, fenilbutazon,
probenesid, theobromin, kafein, coklat, dan asetaminofen. Tidak demikian halnya apabila
metode pengukuran yang digunakan adalah HPLC.3
PENGARUH KEHAMILAN
Faktor risiko C.4
PENGARUH MENYUSUI
Berdasarkan WHO dan American Academy of Pediatrics Rating: kompatibel dengan ibu
meyusui.Sedangkan berdasarkan Thomson Lactation Rating: risiko pada bayi minimum.2
PARAMETER MONITORING
1. Penurunan gejala asma 2. Test fungsi paru 3. Serum Teofilin (rentang normal: 10-20
mcg/mL).2
BENTUK SEDIAAN
Tablet, eliksir, tablet lepas lambat. 5
PERINGATAN
1.usia: neonatus (term and premature), anak - anak dibawah satu tahun, usia lanjut (lebih dari 60
tahun) mengalami penurunan clearance; risiko terjadinya "fatal theophylline toxicity"
meningkat.2 2.active peptic ulcer; memperparah ulcer.2 3.cardiac arrhythmias (tidak termasuk
bradiaritmia);memperparah keadaan. 4.penggunaan obat lain yang menghambat atau
mempengaruhi metabolisme teofilin ; meningkatkan risiko terjadinya efek samping yang serius
dan potensi efek samping yang fatal. 5.congestive heart failure; mengurangi clearance teofilin,
meningkatkan risiko terjadinya efek samping yang serius dan potensi efek samping yang fatal
akibat keracunan teofilin.6.peningkatan dosis harus didasarkan pada kadar puncak theophyllin
pada saat steady state. 7.demam; 102 derajat Fahrenheit (38.8 derajat celcius) atau lebih yang
terjadi selama 24 jam (atau bahkan lebih), atau peningkatan suhu yang lebih rendah yang terjadi
selama periode waktu yang lama; penurunan clearance teofilin, meningkatkan risiko terjadinya
efek samping yang serius dan potensi efek samping yang fatal akibat keracunan teofilin.
8.hipotiroid;menurunkan clearance teofilin, meningkatkan risiko terjadinya efek samping yang
serius dan potensi efek samping yang fatal akibat keracunan teofilin. 9.penyakit hati, sirosis,
hepatitis akut; mengurangi clearance teofilin, meningkatkan risiko terjadinya efek samping yang
serius dan potensi efek samping yang fatal akibat keracunan teofilin.10.pulmonary edema (acute)
atau cor pulmonale; mengurangi clearance teofilin, meningkatkan risiko terjadinya efek samping
yang serius dan potensi efek samping yang fatal akibat keracunan teofilin. 11.kejang;
memperparah kondisi yang sedang terjadi . 12.sepsis dengan kelainan multi-organ; mengurangi
clearance teofilin, meningkatkan risiko terjadinya efek samping yang serius dan potensi efek
samping yang fatal akibat keracunan teofilin. 13.shock; mengurangi clearance teofilin,
meningkatkan risiko terjadinya efek samping yang serius dan potensi efek samping yang fatal
akibat keracunan teofilin.14.Penghentian merokok; mengurangi clearance teofilin, meningkatkan
risiko terjadinya efek samping yang serius dan potensi efek samping yang fatal akibat keracunan
teofilin. Catatan : merokok (cigarettes, marijuana) dapat menurunkan serum teofilin4; oleh
karena itu dengan penghentian merokok, serum teofilin dapat meningkat.. 15. bayi kurang dari 3
bulan dengan penurunan fungsi ginjal menyebabkan berkurangnya clearance teofilin dan
meningkatkan risiko toksisitas teofilin yang parah. 16. keracunan yang parah tidak selalu harus
didahului munculnya efek samping ringan atau sedang
KASUS TEMUAN
Teofilin kontraindikasi pada pasien yang memiliki alergi terhadap teofilin atau kafein atau
teobromin.3
INFORMASI PASIEN
Oral: Kegunaan obat Penggunaan obat: sesuai yang dianjurkan doker; dapat diminum pada saat
perut kosong atau bersama makanan. Bila diminum pada saat perut kosong, maka seterusnya
diminum pada saat perut kosong, bila diminum bersama makanan maka seterusnya diminum
bersama makanan. Bila lupa minum obat: Gunakan secepatnya pada saat ingat. ;Bila saat ingat,
sudah hampir waktunya untuk minum dosis berikutnya, maka tidak perlu minum dosis
sebelumnya, cukup minum dosis berikutnya. Jangan mendobel dosis. Penyimpanan obat
Tanyakan pada dokter atau apoteker mengenai obat dan makanan lain yang perlu dihindari.
Konsultasikan ke dokter bila terjadi efek samping.2 ;Injeksi Obat dan makanan apa yang harus
dihindari. Beritahukan pada dokter obat, makanan, vitamin atau herbal apa saja yang sedang
digunakan. Bila mengalami efek samping, beritahukan pada dokter.2;Segera laporkan kepada
dokter/apoteker apabila mengalami tanda dan gejala toksisitas teofilin, seperti: muntah, aritmia,
kejang. Jangan menghentikan atau merubah dosis yang telah diberikan tanpa sepengaetahuan
dokter.2
MEKANISME AKSI
Teofilin, sebagai bronkodilator, memiliki 2 mekanisme aksi utama di paru yaitu dengan cara
relaksasi otot polos dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan nafas (suppression of airway
stimuli). Mekanisme aksi yang utama belum diketahui secara pasti. Diduga efek bronkodilasi
disebabkan oleh adanya penghambatan 2 isoenzim yaitu phosphodiesterase (PDE III) dan PDE
IV. Sedangkan efek selain bronkodilasi berhubungan dengan aktivitas molekular yang lain.
Teofilin juga dapat meningkatkan kontraksi otot diafragma dengan cara peningkatan uptake Ca
melalui Adenosin-mediated Chanels.2
MONITORING
1.Perbaikan pada gejala asma, 2.Tes fungsi paru, 3.Rentang terapeutik teofilin adalah 4.Serum
teofilin (ambil sampel darah pada waktu kadar puncak yang diharapkan); setelah awal pemberian
terapi, sebelum dosis ditingkatkan, jika tanda terjadinya toksisitas Teofilin muncul, atau dengan
terjadinya perubahan status penyakit atau terapi obat.2 10 sampai 20 mcg/mL,
DAFTAR PUSTAKA
1. Martindale 35th edition p.1001 2.MICROMEDEX 3.AHFS 2008 4.Drug Information
Handbook International 2008-2009 5. MIMS volume 9 tahun 2008 6. BNF 57th ed

TEOFILIN



Teofilin
(Bronchophylin, Bronsolvan, Bufabron, Euphylin, Retaphyl, Theobron)

A. NAMA OBAT
Teofilin adalah bronkodilator yang digunakan untuk pasien asma dan penyakit paru obstruktif
yang kronik, namun tidak efektif untuk reaksi akut pada penyakit paru obstruktif kronik. Teofilin
dapat meningkatkan risiko efek samping jika digunakan bersamaan dengan agonis reseptor beta,
seperti munculnya hipokalemia.
Teofilin dimetabolisme oleh hati. Pada pasien perokok atau gangguan fungsi hati dapat
menyebabkan perubahan kadar teofilin dalam darah. Kadar teofilin dalam darah dapat meningkat
pada gagal jantung, sirosis, infeksi virus dan pasien lanjut usia. Kadar teofilin dapat menurun
pada perokok, pengkonsumsi alkohol, dan obat-obatan yang meningkatkan metabolisme di hati.
Penggunaan teofilin harus lah berhati-hati karena batas keamanan dosis yang cukup sempit.
Dosis terapi dapat dicapai pada kadar 10-20 mg/lt, namun efek samping juga sudah muncul pada
kadar tersebut dan lebih berat lagi pada kadar diatas 20 mg/lt.
B. INDIKASI : obstruksi saluran nafas yang reversibel, serangan asma berat.
C. KONTRAINDIKASI : hati-hati penggunaan pada pasien dengan penyakti jantung, hipertensi,
hipertiroid, ulkus lambung, epilepsi, lanjut usia, gangguan hati, kehamilan dan menyusui.
Kehamilan : pada trimester ketiga berisiko bayi tidak bernafas.
Menyusui : terdapat pada ASI, dapat muncul gejala iritabilitas pada bayi.
D. DOSIS : (Dosis tergantung juga dari tiap merk teofilin)
Secara umum dosis 200-400 mg tiap 12 jam.
Anak 6-12 tahun : 125-200 mg tiap 12 jam
Anak 2-12 tahun : 9mg/kg setiap 12 jam (maksimal 200 mg)
E. SEDIAAN :
Tablet/kapsul 125 mg, 130 mg, 150 mg, 250 mg, 300 mg
Syrup 130 mg/15 ml, 150 mg/15 ml
F. INTERAKSI OBAT :
Allupurinol : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
Ketamine : meningkatkan risiko kejang
Halotan : meningkatkan risiko artimia
Adenosine : teofilin berlawanan efek dengan antiaritmia adenosine.
Propafenon : meningkatkan kadar teofilin dalam darah
Azitromisin, isoniazid, claritromisin, eritromisin, ciprofloxacin, norfloxacin : meningkatkan
kadar teofilin dalam darah
Rifampisin : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
Kuinolon : meningkatkan risiko kejang.
Fluvoxamin : meningkatkan kadar teofilin dalam darah, teofilin dosis rendah masih dapat
digunakan dengan pemantauan kadar teofilin dalam darah.
Carbamazepine, pirimidone : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin
dalam darah.
Fenitoin : kadar keduanya menurun.
Fluconazole, ketokonazole : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
Ritonavir : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
Benzodiazepin : teofilin menurunkan efek benzodiazepine.
Barbiturate : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
Diltiazem, verapamil : meningkatkan kadar teofilin dalam darah, meningkatkan efek teofilin.
Kortikosteroid : meningkatkan risiko hipokalemia.
Metotrexate : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
Disulfiram : meningkatakan risiko toksisitas dari teofilin.
Acetazolamide : meningkatkan risiko hipokalemia.
Doxapram : meningkatkan efek rangsangan terhadap saraf pusat.
Interferon : menghambat metabolism teofilin, meningkatkan kadarnya dalam darah.
Zafirlukast : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
Litium : teofilin meningkatkan sekresi litium sehingga menurunkan kadar litium dalam darah.
Estrogen : menurunkan ekskresi teofilin sehingga meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
Pentoxifilin : meningkatkan kadar teofilin dalam darah
Sulfinpirazone : menurunkan kadar teofilin dalam darah.
Simpatomimetik : pabrik pembuat teofilin tidak menganjurkan penggunaan bersamaan dengan
efedrin terutama pada anak-anak.
Simetidin : menghambat metabolism teofilin, meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
Sukralfat : menghambat penyerapan teofilin, minum dengan jarak 2 jam satu sama lain.
Vaksin : vaksin influenza meningkatkan kadar teofilin.
G. EFEK SAMPING :
Denyut jantung meningkat, berdebar-debar, mual-muntah, gangguan saluran cerna lainnya, sakit
kepala, gangguan tidur, gangguan irama jantung, kejang.
H. PERAN PERAWAT
Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah
satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses
pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan
memastikan bahwa obat itu benar diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana
keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap
pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat tertentu
(dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang
mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus dipertimbangkan.
Rencana perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil
pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program
dokter.
Prinsip Enam Benar
1. Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang
identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup
berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika
pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari
cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu
diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing
(baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk
menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label
pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat
dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta,
ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan
harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat
harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.


3. Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien.
Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik
ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya
ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4
mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus
tetap hati-hati dan teliti !
4. Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian
rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat
kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral,
sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
1) Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis,
paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau
bukal) seperti tablet ISDN.
2) Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus,
jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset /
perinfus).
3) Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion,
krim, spray, tetes mata.
4) Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair
pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi
(dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian
obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral,
namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5) Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk
absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada
salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan
darurat misalnya terapi oksigen.
5. Benar Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau
mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk
memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam
pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat
sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan,
untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6. Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu
diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus
dicatat alasannya dan dilaporkan.
Cara Penyimpanan Obat
Dalam menyimpan obat harus diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
1) Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau
berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang
berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15C (tapi tidak boleh
beku), vaksin tifoid antara 2 - 10C, vaksin cacar air harus < 5C. 2) Posisi, pada tempat yang
terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci. 3) Kedaluwarsa, dapat dihindari
dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang lama diambil duluan.
Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi basah / bentuknya
rusak. Kesalahan Pemberian Obat Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah,
mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi
obat, memberi obat dua sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu
yang salah, atau memberi obat yang benar pada rute yang salah. Jika terjadi kesalahan pemberian
obat, perawat yang bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau
perawat yang senior segera setelah kesalahan itu diketahuinya.
Diposkan oleh i_ein di 05.10
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

You might also like