You are on page 1of 48

i

KEMENTERIAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAS DAN PERHUTANAN SOSIAL
BALAI PERSUTERAAN ALAM
BILI-BILI KEC. BONTOMARANNU KAB. GOWA SULAWESI SELATAN
TEL. 0411-5069240, 8212509 FAX. 0411-875027 e-mail: balaipersuteraanalam@yahoo.co.id







LAPORAN AKHIR
STUDI ADAPTASI ULAT SUTERA






BILI-BILI, DESEMBER 2013

ii

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR
STUDI ADAPTASI ULAT SUTERA
TAHUN ANGGARAN 2013








Bili-Bili, Desember 2013
Dinilai Oleh :
Kepala Seksi Pengujian PA


Ir. Izazkar Pandede
NIP. 19591110 198903 1 002
Disusun Oleh :
Tim Studi Adaptasi 2013


Dr.Ir.Andi Sadapotto, MP
NIP. 19700915 199403 1 001


Disetujui Oleh :
Kepala Balai Persuteraan Alam


Ir. Antonius T. Patandianan, MP
NIP. 19620428 199003 1 001

iii

TIM STUDI ADAPTASI 2013


Penanggung Jawab Kegiatan : Ir. Antonius T. Patandianan, MP
(Kepala Balai Persuteraan Alam)

Ketua : Dr. Ir. Andi Sadapotto, MP
( Universitas Hasanuddin)

Anggota : 1. Ir. Bertha Sampe
(Balai Persuteraan Alam)
2. Awan Siswanto, S.Si
(Balai Persuteraan Alam)
3. Ir. Siti Nuraeni, MP
(Universitas Hasanuddin)


iv

KATA PENGANTAR

Buku laporan akhir Studi Adaptasi Ulat Sutera Tahun Anggaran 2013 ini disusun
sebagai pertanggung jawaban dalam melaksanakan studi adaptasi ulat sutera hasil
pemuliaan yang dilakukan oleh Balai Persuteraan Alam.
Di dalam buku laporan akhir ini berisi uraian tentang pelaksanaan kegiatan Studi
Adaptasi Ulat Sutera, metode pelaksanaan, hasil pengujian dan pembahasan.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan studi adaptasi dan
penyusunan buku laporan akhir ini diucapkan banyak terimakasih, diharapkan buku
ini bisa memberikan informasi dan bermanfaat bagi perkembangan persuteraan alam
di masa yang akan datang.

Bili-Bili, Desember 2013
Tim Studi Adaptasi 2013

v

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................ v
I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Malasah .................................................................. 1
C. Maksud dan Tujuan ................................................................ 2
D. Keluaran ................................................................................ 2
E. Manfaat ................................................................................. 2
F. Dasar Pelaksanaan ................................................................. 2

II. PELAKSANAAN ......................................................................... 3
A. Lokasi Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan.................................. 3
B. Bahan dan Alat ...................................................................... 3
C. Analisis Data .......................................................................... 5

III. PROSEDUR PELAKSANAAN ..................................................... 7
A. Persiapan .............................................................................. 7
B. Teknis Pelaksanaan ................................................................ 7

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 13
V. PENUTUP .................................................................................. 14

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Tata waktu kegiatan studi adaptasi ulat sutera tahun
2013 ............................................................... ............ 12





1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persuteraan alam telah mengakar dan berkembang pesat di wilayah Sulawesi Selatan
sejak dahulu kala. Hal itu tidak terlepas akan kuatnya tradisi dan budaya masyarakat
Sulawesi Selatan akan sutera dalam kehidupanya sehari hari. Sampai saat ini
Sulawesi Selatan masih merupakan penghasil sutera terbesar di Indonesia. Namun
sampai sekarang masih banyak hambatan yang dihadapi dalam persuteraan alam
antara lain rendahnya kualitas bibit, pemanfaatan areal yang belum efektif untuk
tanaman murbei, produksi daun murbei yang berkualitas masih rendah, dan cara
pemeliharaan ulat yang belum memenuhi standar teknis yang dianjurkan.
Tersedianya bibit ulat sutera yang cukup dan berkualitas baik, merupakan salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan persuteraan alam. Kualitas
bibit ulat sutera merupakan salah satu masalah yang cukup penting karena walaupun
pemeliharaan ulat sudah mengikuti petunjuk teknis yang benar, akan tetapi adanya
kualitas telur ulat sutera yang masih rendah, maka hasil yang diharapkannya tetap
tidak tercapai. Oleh karena itu untuk keberhasilan perkembangan persuteraan alam
dibutuhkan bibit unggul yang berkualitas tinggi, yaitu bibit ulat sutera yang bebas
dari penyakit (terutama penyakit Pebrine), produksi telur banyak, penetasan telur
seragam, tahan terhadap penyakit, dan produksi kokon yang dihasilkan berkualitas
tinggi.
Masalah lain rata rata petani sutera di Sulawesi Selatan masih kurang pemahaman
akan arti pentingnya desinfeksi ruangan dan peralatan dalam upaya pencegahan
berkembangnya hama dan penyakit ulat sutera. Sementara itu pada umumnya
daerah di Indonesia yang beriklim tropis, maka cuaca sering berfluktuasi yang
mengakibatkan kondisi pemeliharaan menjadi kurang optimal bagi pertumbuhan ulat
sutera. Oleh karena itu, menjadi hal yang penting untuk mencari jenis ulat sutera

2

yang selain bermutu tinggi dari segi produksi juga tahan terhadap hama penyakit
untuk kondisi iklim yang berbeda beda. Bibit ulat sutera sangat sensitif terhadap
perubahan temperatur sehingga sangat diperlukan bibit yang sesuai dengan kondisi
agroklimat di wilayah pengembangan persuteraan alam di Indonesia. Oleh karena itu
perlu dilakukan uji adaptasi terhadap jenis ulat sutera dengan kondisi topografi dan
agroklimat yang sesuai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan adalah
bagaimana hasil studi adaptasi ulat sutera jenis unggul hasil persilangan benar
benar mempunyai sifat unggul dalam hal produksi, tahan terhadap hama dan
penyakit juga sesuai dengan kondisi ligkungan pemeliharaan di masyarakat.

C. Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya kegiatan ini adalah untuk melakukan uji adaptasi ulat sutera
pada petani sehingga diperoleh informasi kepada produsen dan masyarakat dalam
usaha peningkatan mutu bibit telur ulat sutera.
Adapun Tujuan kegiatan Studi adaptasi antara lain untuk :
1. Mengetahui kualitas / mutu jenis ulat sutera yang dipelihara dengan perlakukan
pemeliharaan standar di petani.
2. Mengetahui apakah jenis ulat sutera yang dipelihara tahan / cocok dengan
lingkungan / agroklimat pemeliharaan.

D. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari kegiatan studi adaptasi ini adalah :
1. Terujinya jenis ulat sutera unggul yang dapat beradaptasi dalam segala kondisi
dengan baik.

3

2. Diperolehnya jenis bibit yang dapat dikembangkan petani sutera yang sesuai
dengan kondisi di wilayahnya masing - masing.
3. Data dan informasi dalam bentuk Laporan Studi Adaptasi Ulat Sutera

E. Manfaat
Manfaat dilaksanakannya kegiatan ini adalah menggairahkan kembali budidaya sutera
alam dan tersedianya data dan informasi hasil uji adaptasi bibit sutera alam sebagai
dasar pengembangan sutera alam lanjutan.

F. Dasar Pelaksanaan
1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran BA 029 Balai Persuteraan Alam Nomor DIPA-
029.04.2.42709/2013 tanggal 5 Desember 2012



4

II. PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat
Kegiatan studi adaptasi ulat sutera ini dilaksanakan dari Bulan Mei sampai November
2013. Lokasi pemeliharaan milik petani ulat sutera di wilayah Sulawesi Selatan yaitu
dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok dataran tinggi dan kelompok dataran
rendah. Kelompok dataran tinggi yaitu Gunung Perak Sinjai, Malino Gowa, Mata Allo
Enrekang, sedangkan kelompok dataran rendah adalah Sompe dan Salotengae Wajo,
Renggeang Polman, Kamiri Barru, Tana Belange Soppeng. Waktu pemeliharaan
dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu periode musim hujan dan periode musim
kemarau.

B. Bahan
1. Bahan-bahan yang digunakan antara lain :
Telur ulat sutera hasil persilangan yaitu jenis ;
- Sayang-1
- Sayang-2
- Sayang-3
Daun murbei (Morus sp.) berkualitas baik sebagai pakan ulat sutera. Secara
teknis, ulat Instar I - III diberi daun dari tanaman murbei yang berumur
pangkas 25 30 hari, sedangkan untuk instar IV dan V dari tanaman yang
berumur pangkas 70 80 hari.
Bahan treatment yaitu HCl dan formalin.
Bahan desinfektan seperti Kaporit, Kapur, dan Formalin.
Bahan Peneluran : Kertas telur dan lem
Kotak Telur
2. Alat-alat yang digunakan antara lain :
Rak dan sasak pemeliharaan Gunting stek

5

Mesin Sprayer
Alat pengokonan
Baskom
Handuk untuk lap tangan
Sendal jepit
Termometer
Tabung gelas dan gelas ukur
Higrometer
Timbangan elektronik
Jaring ulat
Alat pintal
Masker
Kertas koran
ATK
Keranjang daun


3. Parameter yang Diamati
Parameter-parameter yang akan diamati dalam studi ini adalah sebagai berikut :
a. Persentase penetasan
- Kulit telur dan telur yang tidak menetas sisa hakitate dikumpulkan
- Berat sisa hakitate ditimbang
- Diambil 1 gram sisa hakitate sebagai sampel kemudian dihitung jumlah
keseluruhan telur yang menetas dan tidak menetas
- Banyaknya telur sampel yang tidak menetas dihitung untuk mengetahui
banyaknya telur yang menetas
- Jumlah keseluruhan telur yang menetas dihitung dengan persamaan :
telur Kulit x
gr sampel Berat
gr hakitate sisa Berat
menetas yang telur Jumlah
) 1 (
) (

- Persentase penetasan telur kemudian dihitung dengan persamaan :
% 100 (%) x
Telur Jumlah
Menetas yang Telur Jumlah
Telur Penetasan Persentase

b. Berat kokon dan Berat Kulit Kokon
- Kokon diseleksi kemudian dipilih 20 kokon normal
- Berat keseluruhan kokon ditimbang kemudian berat rata-rata kokon dihitung :
) (
) / (
butir Kokon Jumlah
kokon Berat Jumlah
butir gr Kokon rata Rata Berat

6

c. Berat Kulit Kokon
- Kokon normal yang sudah ditimbang dikupas
- Pupa dikeluarkan dari dalam kokon kemudian berat kulit ditimbang
- Berat keseluruhan kulit kokon ditimbang kemudian berat rata-rata kulit kokon
dihitung :
) (
) / (
butir Kokon Jumlah
kokon t kuli Berat Jumlah
butir gr kokon kulit rata Rata Berat

d. Persentase kulit kokon
- Setelah ditimbang kulit kokon dengan pupanya, kemudian ditimbang kulit
kokon (tanpa pupa).
- Diambil rata - rata dari keseluruhan berat kulit kokon.
- Persentase kulit kokon kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% 100
) (
) (
(%) x
gr Kokon Berat
gr Kokon Kulit Berat
Kokon Kulit Persentase

e. Panjang serat
sisa kokon I konversi Nilai diuji yang kokon Jumlah
diuji yang kokon Jumlah x haspel pada benang Panjang
Serat Panjang


f. Daya gulung
% 100 x
diuji yang kokon Jumlah
sisa kokon Konversi Nilai diuji yang kokon Jumlah
Gulung Daya


C. Rancangan Percobaan
Studi ini menggunakan tiga perlakuan jenis bibit ulat sutera dan tiga ulangan.
Ketiga Perlakuan adalah jenis ulat sutera Sayang-1, Sayang-2 dan Sayang-3.
Bertindak sebagai ulangan adalah 3 orang petani pada masing-masing lokasi.



7

D. Analisis Data
Analisis data dilakukan berdasarkan data pada parameter yang telah ditentukan di
atas. Pembahasan difokuskan pada data - data yang berhubungan erat dengan
karakteristik jenis masing - masing ulat sutera, misalnya data tentang jumlah telur,
berat kokon, persentase kulit kokon, dll. Sementara data kualitatif (corak tubuh
dan bentuk kokon) akan dianalisis kualitatif dengan membandingkan dengan data
kualitatif pada pemeliharaan reguler. Pembahasan juga dilihat dengan
membandingkan antara data pada pemeliharaan antar periode.
Pada dasarnya data yang diamati dan dibahas dikelompokkan sbb.:
1. Kualitas ulat, berdasarkan data data :
a. Persentase penetasan (%)
2. Kualitas kokon, berdasarkan data data:
a. Berat kulit kokon (g)
b. Berat kokon (g)
c. Persentase kulit kokon (%)
3. Kualitas serat sutera, berdasarkan data data:
a. Panjang serat
b. Daya gulung
Hasil pengamatan perlakuan pada masing-masing lokasi kemudian dirangking untuk
mendapatkan tingkat kesesuaian jenis ulat pada masing masing lokasi.

8

III. PROSEDUR PELAKSANAAN

A. Persiapan
1. Persiapan telur mulai dari treatment dan inkubasi.
2. Pemilihan petani yang dijadikan mitra pemelihara dengan memperhatikan ruang
pemeliharaan dan kesiapan daun untuk pakan.
3. Persiapan bahan bahan ATK, bahan penolong, dan peralatan.
4. Persiapan koordinasi tentang teknis pelaksanaan kegiatan dengan petani dan
petugas yang ada di lapangan.

B. Teknis Pelaksanaan
i. Desinfeksi ruang dan alat
Desinfeksi ruangan dilaksanakan dengan melakukan penyemprotan ruangan
dengan menggunakan bahan desinfektan kaporit (5 gr kaporit per liter air).
Campuran tersebut disemprotkan ke seluruh bagian ruang dan alat pemeliharaan
secara merata. Perbandingan jumlah bahan desinfektan adalah sekitar 1 2 liter
untuk setiap meter luas ruangan.
Selain dilaksanakan desinfeksi ruangan, juga dilaksanakan desinfeksi peralatan
pemeliharaan terutama alat pengokonan. Desinfeksi peralatan dilakukan dengan
memasukkan peralatan ke dalam ruangan saat penyemrotan ruangan.
ii. Treatment dan Inkubasi Telur
a. Telur yang akan ditetaskan di treatment dengan cara mencelupkan telur ke
dalam larutan formalin 2 - 3% selama 2 - 3 menit, lalu dicelupkan ke dalam
larutan HCl 1:1 selama 5 - 6 menit.
b. Telur diletakkan di ruang inkubasi dengan suhu 25
0
C dengan kelembaban 75
80%.
c. Pada hari ke 5 s/d hari ke 7, telur disalurkan ke petani.

9

d. Pada hari ke 8 atau setelah telur titik biru, telur-telur dibungkus.
e. Apabila telur lebih cepat menetas sebelum tanggal hakitate (terdapat titik biru
pada telur) lebih dari 20%, telur dibungkus kembali dan disimpan pada
ruangan dengan suhu 25
0
C. Kemudian telur dikeluarkan pada waktu sore hari
dan besoknya siap untuk dihakitate.

iii. Hakitate
a. Waktu pelaksanaan hakitate dilaksanakan pada pagi hari, sekitar jam 09.00
dan dilakukan pada tempat yang terang.
b. Masing-masing kertas yang berisi telur diletakkan pada sasag yang telah dialasi
dengan kertas minyak atau kertas parafin.
c. Ulat didesinfektan dengan campuran kapur dan kaporit berkadar 5% (5 gr
kaporit dicampur 95 gr kapur).
d. Setelah 15 menit ulat diberi makan dengan daun murbei yang segar dan lunak.
Pakan dirajang dengan ukuran 0,2 - 0,3 cm. Pemberian makan selanjutnya
yaitu pukul 12.00 dan pukul 16.00 (selanjutnya diberi makan 3x sehari).
e. Ulat ditutup dengan kertas parafin / minyak untuk menjaga kelembaban.
f. Masing-masing perlakuan dihitung :
- Jumlah telur yang menetas
- Jumlah telur yang tidak menetas
- Jumlah telur yang tidak dibuahi (kuning)
Ketiga parameter tersebut diatas dimaksudkan untuk mengetahui daya tetas
telur (persentase penetasan telur) dicatat waktu, suhu, dan kelembaban pada
saat hakitate.
iv. Pemeliharaan Ulat Kecil
a. Ulat kecil diberi makan sebanyak 3 kali sehari pada pukul 08.00, 12.00, dan
16.00 dengan cara dirajang / dipotong - potong. Untuk ulat instar I irisan daun
berkisar antara 0,5 - 2 cm
2
, instar II = 2 - 4 cm
2
dan instar III = 4 - 6 cm
2
.

10

b. Pakan yang diberikan adalah tanaman murbei dengan umur pangkas 25 - 30
hari, dengan daun yang diambil mulai dari pucuk sampai dengan daun yang ke-
3 (untuk Instar I), daun ke-4,5 dan 6 (untuk instar II) serta daun ke-7 dan 8
untuk instar III.
c. Bila ulat memasuki masa istirahat (tidur), kertas dibuka dan tempat ulat
diperlebar lalu ditaburi dengan kapur agar sisa daun cepat kering.
d. Sebelum pemberian makan pada awal instar, dilakukan desinfeksi tubuh ulat
guna pencegahan penyakit. Pemberian makan ulat dilakukan setelah 90 - 95%
ulat bangun, supaya pertumbuhannya seragam.
e. Tempat ulat harus segera dijaga kebersihannya dari kotoran ulat dan sisa - sisa
pakan untuk menjaga agar tidak terjadi kontaminasi penyakit. Pembersihan
dilakukan dengan memasang jaring pada sasag ulat, kemudian diberi daun
murbei, sehingga ulat akan naik ke atas jaring dan dapat diangkat. Untuk instar
I pembersihan dilakukan satu kali, instar II dua kali, dan instar III dilakukan
tiga kali.
f. Ulat yang mati dan tidak sehat agar dipisahkan dan dimusnahkan, dilakukan
pencatatan terhadap ulat yang tidak sehat dan mati.
g. Dicatat pula temperatur dan kelembaban ruangan setiap hari.

v. Pemeliharaan Ulat Besar
a. Pada awal instar IV, dipisahkan ulat yang sehat sebanyak 300 ekor/sasag.
b. Ulat diberi makan 3 kali sehari pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 dengan daun
yang baik dan diberikan secara utuh dengan batangnya. Tanaman murbei yang
diberikan untuk instar IV dan V adalah dengan umur pangkas antara 70 - 80
hari.
c. Pembersihan kotoran ulat dilakukan secara rutin.
d. Ulat yang mati dan tidak sehat agar dipisahkan dan dicatat.
e. Dicatat temperatur dan kelembaban harian.



11

vi. Mengokonkan Ulat
a. Ulat yang siap mengokon ditandai dengan mulai berkurangnya nafsu makan
dan tubuhnya tampak transparan.
b. Ulat dipindahkan ke alat pengokonan dengan hati - hati.
c. Ulat yang mati, tidak sehat dan tidak dapat mengokon agar dipisahkan dan
dicatat.
d. Setelah hari ke 6 - 7 setelah ulat menggokon, kokon siap untuk dipanen.
e. Dilakukan juga pencatatan suhu dan kelembaban ruangan.

vii. Panen Kokon
a. Pengambilan kokon dari alat pengokonan agar dilakukan dengan hati - hati.
b. Kokon dibersihkan dari serat - serat kasarnya (flossing).
c. Dipisahkan antara kokon normal dengan kokon abnormal.
d. Dihitung masing - masing kokon tersebut.
e. Ditakar kokon sebanyak 1 liter dan hitung jumlahnya.
f. Ambil 20 butir kokon dan timbang.
g. Sayat bagian ujung kokon dan keluarkan pupanya.
h. Timbang 20 kulit kokon tersebut.

viii. Pengujian Mutu Kokon
a. Siapkan Bahan dan Alat, seperti : kokon, alat pengering kokon, timbangan,
kompor, minyak tanah, alat perebusan, alat pintal, ember, baskom, sikat halus,
dan alat tulis menulis.
b. Seleksi kokon dengan cara memisahkan kokon yang baik dan kokon yang jelek.
Dari hasil seleksi diambil kokon yang baik, selanjutnya ditimbang untuk
mengetahui berat kokon tersebut. Catat semua data hasil pengamatan.
c. Keringkan kokon untuk mematikan pupa dan mengurangi kadar air yang ada
pada kokon sampai mencapai tingkat kekeringan yang diinginkan. Pengeringan

12

bisa dilakukan dengan oven selama 30 menit atau dengan sinar matahari
selama 3 5 jam.
d. Rebus kokon untuk melarutkan / melepaskan sebagian seresin (perekat) pada
serat sutera sehingga dapat dengan mudah ditarik ujung seratnya. Dalam
proses perebusan terdapat tahapan - tahapan sebagai berikut :
I II III IV


50
o
C



95
o
C

80 90
o
C


50 60
o
C




e. Waktu perebusan 15 menit, tergantung tebal kulit kokon yang sudah
masak mempunyai ciri yaitu kokon melayang terisi air dan warna tidak
putih lagi (buram) dan agak licin.
f. Aduk dengan sikat halus supaya lapisan sutera bagian luar terkupas dan
ujung-ujung dari setiap kokon melekat pada sikat.
g. Kokon yang telah diperoleh ujung seratnya (siap pintal) dipindahkan ke
dalam bak pemintalan yang berisi air panas dengan suhu 40 50
0
C
dan pH air 6,5 7,5 (netral).
h. Ujung-ujung serat kokon (5 butir) ditarik dan dililitkan ke dalam haspel
pada alat pemintalan serat, lalu dinyalakan alatnya.
i. Selama alat pemintal berjalan diperhatikan apakah seratnya putus atau
tidak. Jika ada yang putus dimatikan alatnya, kemudian disambung kembali
serat yang putus dan dinyalakan kembali alatnya sampai semua kokon habis
seratnya. Dicatat berapa kali jumlah serat putus.
I. Membasahi kokon III. Memasak Kokon
II. Menguapi kokon IV. Mendinginkan Kokon


13

j. Setelah kokon habis seratnya, catat berapa panjang serat yang tertera pada
counter.
k. Serat sutera hasil pintalan diukel, lalu diikat dan diberi label.
l. Ditimbang masing-masing sampel untuk mengetahui berat seratnya.











15

IV. HASIL

A. Gunung Perak Sinjai
1. Persentase Penetasan (%)
Hasil pengamatan persentase penetasan di Gunung Perak Sinjai disajikan
pada Gambar 1.

Gambar 1. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di Sinjai
Secara umum persentase penetasan pada ketiga perlakuan menunjukkan
hasil yang cukup tinggi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan
Sayang-3 mempunyai rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu
94,6%, sedangkan persentase penetasan terendah didapatkan pada
perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata persentase penetasan 93,3%.
2. Berat Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kokon di Gunung Perak Sinjai disajikan pada
Gambar 2.

Gambar 2. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di Sinjai
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai
rata-rata berat kokon yang tertinggi yaitu 1,73 g sedangkan yang paling
94.7
93.3
95.0
94.2
92.5
93.9
93.4
94.2
94.8
91.0
92.0
93.0
94.0
95.0
96.0
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
1.70 1.70
1.78
1.68
1.65
1.71
1.72
1.68
1.70
1.55
1.60
1.65
1.70
1.75
1.80
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

16

rendah adalah perlakuan Sayang-2 yang mempunyai rata-rata berat kokon
terendah yaitu 1,68 g.
3. Berat Kulit Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kulit kokon di Gunung Perak Sinjai disajikan pada
Gambar 3.

Gambar 3. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Sinjai
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 1 yaitu persilangan
Sayang-1 mempunyai rata-rata berat kulit kokon 0,36 g disusul oleh
perlakuan 3 yaitu persilangan Sayang-3 dengan rata-rata 0,33 g dan yang
terendah adalah perlakuan 2 yaitu persilangan Sayang-2 dengan rata-rata
0,31 g.
4. Persentase Kulit Kokon (%)
Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Gunung Perak Sinjai
ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Sinjai
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi
didapatkan oleh perlakuan 3 yaitu Sayang-3 dengan rata-rata persentase
0.38
0.31
0.32 0.32
0.31
0.34
0.38
0.32 0.32
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
15.45
14.60
16.06
16.51
15.30
16.39
16.04 16.00
16.89
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

17

kulit kokon 16,45% disusul oleh perlakuan 1 yaitu Sayang-1 dengan rata-
rata 16,0% dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu Sayang-2
dengan rata-rata 15,30%.
5. Panjang Serat
Hasil pengamatan panjang serat di Gunung Perak Sinjai disajikan pada
Gambar 5.

Gambar 5. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di Sinjai
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 1 yaitu persilangan
Sayang-1 mempunyai rata-rata panjang serat tertinggi yaitu 972,83 m
disusul dengan perlakuan 3 yaitu persilangan Sayang-3 dengan rata-rata
panjang serat 966,47 m dan yang terendah yaitu perlakuan Sayang-2
dengan rata-rata 916,98 m.
6. Daya Gulung
Hasil pengamatan daya gulung di Gunung Perak Sinjai disajikan pada
Gambar 6.

Gambar 6. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di Sinjai
1002.45
965.423
976.434
987.032
876.984
988.892
929.000
908.546
934.091
800
850
900
950
1000
1050
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
93.22
81.34
78.89
90.22
89.89 90.12 89.90
84.45
91.78
70.00
75.00
80.00
85.00
90.00
95.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

18

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 1 yaitu Sayang-1
memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 91,11 %, disusul oleh
perlakuan 3 yaitu Sayang-3 dengan rata-rata daya gulung 86,93% dan
yang terendah yaitu perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata 85,23
%.
B. Malino, Gowa
1. Penetasan (%)
Hasil pengamatan penetasan di Malino Gowa ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Penetasan pada Ketiga Perlakuan di Gowa
Pengamatan penetasan telur di Malino Gowa menunjukkan tidak ada
perbedaan rata-rata untuk perlakuan 1 dan perlakuan 3, jenis Sayang-1 dan
Sayang-3 mempunya persentase penetasan rata-rata 93,6%. Sedangkan
jenis Sayang-2 mempunyai rata-rata persentase penetasan mencapai
92,3%
2. Berat Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kokon di Malino Gowa ditunjukkan pada Gambar 8

Gambar 8. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di Gowa
92.1
90.8
92.2
94.4
93.2
94.2 94.2
93.0
94.5
88.0
89.0
90.0
91.0
92.0
93.0
94.0
95.0
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
1.75
1.73
1.83
1.70
1.68
1.71
1.72
1.68
1.75
1.60
1.65
1.70
1.75
1.80
1.85
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

19

Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3
mempunyai rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,76 gram disusul jenis
Sayang-1 yaitu 1,72 gram dan berat kokon paling ringan adalah jenis
Sayang-2 dengan berat hanya mencapai 1,70 gram,
3. Berat Kulit Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kulit kokon di Malino Gowa ditunjukkan pada
Gambar 9

Gambar 9. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Gowa
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3
mempunyai rata-rata berat kulit kokon 0,34 g disusul oleh perlakuan 1 yaitu
jenis Sayang-1 dengan rata-rata 0,33 g dan yang terendah adalah
perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 0,30 g.

4. Persentase Kulit Kokon (g)
Hasil pengamatan persentase berat kulit kokon di Malino Gowa ditunjukkan
pada Gambar 10

Gambar 10. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Gowa
0.32 0.32
0.33
0.31
0.29
0.30
0.36
0.30
0.38
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
18.92
18.40
17.90
19.23
19.41
19.32
20.30
19.72
20.08
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

20

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi
didapatkan oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata
persentase kulit kokon 19,48% disusul oleh perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-
2 dengan rata-rata 19,18% dan yang terendah adalah perlakuan 1 yaitu
jenis Sayang-1 dengan rata-rata 19,10%.

5. Panjang Serat (m)
Hasil pengamatan panjang serat di Malino Gowa ditunjukkan pada Gambar
11

Gambar 11. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di Gowa
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3
mempunyai rata-rata panjang serat tertinggi yaitu 1014,431 m disusul
dengan perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata panjang serat
974,516 m dan yang terendah yaitu perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata
898,263 m.
6. Daya Gulung (%)
Hasil pengamatan persentase daya gulung di Malino Gowa ditunjukkan
pada Gambar 12

Gambar 12. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di Gowa
1032.332
879.88
1009.556
1002.102
901.341
998.778
889.113
913.567
1034.960
800
850
900
950
1000
1050
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
94.67
79.80
90.34
87.56
90.23
89.67
93.34
88.30
93.41
70.00
75.00
80.00
85.00
90.00
95.00
100.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

21

Hasil pengamatan Sayang-1 memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu
91,86 %, disusul oleh perlakuan 3 yaitu Sayang-3 dengan rata-rata daya
gulung 91,14% dan yang terendah yaitu perlakuan 2 yaitu Sayang-2
dengan rata-rata 86,11 %.

C. Mata Allo, Enrekang
1. Penetasan (%)
Hasil pengamatan penetasan di Mata Allo Enrekang ditunjukkan pada
Gambar 13

Gambar 13. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di Enrekang
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai
rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu rata-rata 94,3%, perlakuan
Sayang-1 mempunyai rata-rata penetasan 93,6%, sedangkan persentase
penetasan terendah didapatkan pada perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata
persentase penetasan 92,4%.

2. Berat Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kokon di Mata Allo, Enrekang ditunjukkan pada
Gambar 14

Gambar 14. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di Enrekang
93.2
93.0
95.6
94.1
92.0
94.0
93.6
92.3
93.3
90.0
92.0
94.0
96.0
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
1.75
1.74
1.83
1.75
1.74
1.76
1.72
1.70
1.74
1.60
1.65
1.70
1.75
1.80
1.85
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

22

Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3
mempunyai rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,78 gram disusul jenis
Sayang-1 yaitu 1,74 gram dan berat kokon paling ringan adalah jenis
Sayang-2 dengan berat hanya mencapai 1,73 gram.

3. Berat Kulit Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kulit kokon di Mata Allo, Enrekang ditunjukkan
pada Gambar 15

Gambar 15. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Enrekang
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3
mempunyai rata-rata berat kulit kokon yang sama dengan perlakuan 1
yaitu jenis Sayang-1 dengan berat 0,36 gram. Sedangkan perlakuan 2 yaitu
jenis Sayang-2 mempunyai rata-rata berat kulit kokon 0,34 g.

4. Persentase Kulit Kokon (%)
Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Mata Allo, Enrekang
ditunjukkan pada Gambar 16

Gambar 16. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Enrekang
0.39
0.35
0.36
0.33
0.32
0.34
0.37
0.34
0.37
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
18.90
17.80
18.32
19.10
18.23
18.34
20.56
20.10 20.10
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

23

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi
didapatkan oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata
persentase kulit kokon 19,52% disusul oleh perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-
3 dengan berat rata-rata 18,92% dan yang terendah adalah perlakuan 2
yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 18,71%.

5. Panjang Serat (m)
Hasil pengamatan panjang serat di Mata Allo, Enrekang ditunjukkan pada
Gambar 17

Gambar 17. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di Enrekang
Hasil pengamatan menunjukkan jenis Sayang-1 mempunyai rata-rata
panjang serat tertinggi yaitu 1022,071 m disusul dengan Sayang-3 dengan
rata-rata panjang serat 1018,881 m dan yang terendah yaitu perlakuan
Sayang-2 dengan rata-rata 924,414 m.
6. Daya Gulung (%)
Hasil pengamatan persentase daya gulung di Mata Allo, Enrekang
ditunjukkan pada Gambar 18

Gambar 18. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di Enrekang
1045.541
871.523
1016.223
1023.332
1002.231
1034.11
997.341
899.487
1006.311
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
82.45
82.16
83.46
89.19
80.53
82.65
90.34
82.25
90.23
75.00
80.00
85.00
90.00
95.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

24

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 1 yaitu Sayang-1
memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 87,33 %, disusul oleh
perlakuan 3 yaitu Sayang-3 dengan rata-rata daya gulung 85,45% dan
yang terendah yaitu perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata 81,65 %.

D. Sompe dan Salotenga, Wajo
1. Penetasan (%)
Hasil pengamatan penetasan di Wajo ditunjukkan pada Gambar 19

Gambar 19. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di Wajo
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai
rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu rata-rata 94,3%, perlakuan
Sayang-1 mempunyai rata-rata penetasan 93,2%, sedangkan persentase
penetasan terendah didapatkan pada perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata
persentase penetasan 91,8%.

2. Berat Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kokon di Wajo ditunjukkan pada Gambar 20

Gambar 20. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di Wajo
93.1
91.2
94.1 94.1
92.0
94.2
92.3 92.3
94.7
89.0
90.0
91.0
92.0
93.0
94.0
95.0
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
1.39
1.31
1.46
1.41
1.52
1.62
1.52
1.50
1.68
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

25

Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan 3 jenis Sayang-3 mempunyai
rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,59 gram disusul jenis Sayang-1 dan
jenis Sayang-2 dengan berat sama yaitu 1,44 gram,

3. Berat Kulit Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kulit kokon di Wajo ditunjukkan pada gambar 21

Gambar 21. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Wajo
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Sayang-2 mempunyai rata-rata
berat kulit kokon yang sama dengan Sayang-3 dengan rata-rata 0,27 g.
Sayang-1 mempunyai rata-rata berat kulit kokon 0,26 g.

4. Persentase Kulit Kokon (%)
Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Wajo ditunjukkan pada
gambar 22

Gambar 22. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Wajo
0.21
0.23
0.24
0.28
0.30 0.30
0.28 0.28
0.27
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
17.30
16.92
18.44
17.52 17.52
17.68
17.78
17.67
17.98
16.00
16.50
17.00
17.50
18.00
18.50
19.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

26

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi
didapatkan oleh perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 dengan rata-rata
persentase kulit kokon 18,03% disusul oleh perlakuan 1 yaitu jenis
Sayang-1 dengan rata-rata 17,53% dan yang terendah adalah perlakuan 2
yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 17,37%.

5. Panjang Serat (m)
Hasil pengamatan panjang serat di Wajo ditunjukkan pada gambar 23

Gambar 23. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di Wajo
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3
mempunyai rata-rata panjang serat tertinggi yaitu 865,408 m disusul
dengan perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata panjang serat
853,180 m dan yang terendah yaitu perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata
843,461 m.

6. Daya Gulung (%)
Hasil pengamatan persentase daya gulung di Wajo ditunjukkan pada
gambar 24

Gambar 24. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di Wajo
789.351
688.876
701.654
876.324
965.051
989.183
893.865
876.456
905.387
0
200
400
600
800
1000
1200
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
83.20
84.30
86.67
84.21
90.12 90.12
87.34
87.05
90.02
75.00
80.00
85.00
90.00
95.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

27

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan 3 yaitu Sayang-3
memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 88,94 %, disusul oleh
perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata daya gulung 87,16% dan
yang terendah yaitu perlakuan 1 yaitu Sayang-1 dengan rata-rata 84,92
%.

E. Renggeang, Polman
1. Penetasan (%)
Hasil pengamatan persentase penetasan di Renggeang, Polman ditunjukkan
pada gambar 25

Gambar 25. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di Polman
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai
rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu rata-rata 94,5%, perlakuan
Sayang-1 mempunyai rata-rata penetasan 93,7%, sedangkan persentase
penetasan terendah didapatkan pada perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata
persentase penetasan 92,1%.

2. Berat Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kokon di Renggeang, Polman ditunjukkan pada
gambar 26

Gambar 26. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di Polman
94.0 94.0 94.2
93.8
92.3
95.1
93.2
90.0
94.3
85.0
90.0
95.0
100.0
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
1.68
1.39
1.58
1.71
1.43
1.70 1.68
1.58
1.68
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

28

Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan 1 jenis Sayang-1 mempunyai
rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,69 gram disusul jenis Sayang-3 yaitu
1,65 gram dan berat kokon paling ringan adalah jenis Sayang-2 dengan
berat rata-rata hanya mencapai 1,47 gram,

3. Berat Kulit kokon (g)
Hasil pengamatan berat kulit kokon di Renggeang, Polman ditunjukkan
pada gambar 27

Gambar 27. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Polman
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Sayang-1 mempunyai rata-rata
berat kulit kokon 0,30 g disusul oleh perlakuan 1 yaitu Sayang-1 dengan
rata-rata 0,29 g dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu Sayang-2
dengan rata-rata 0,25 g.

4. Persentase Kulit Kokon (%)
Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Renggeang, Polman
ditunjukkan pada gambar 28

Gambar 28. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Polman
0.32
0.25
0.30
0.34
0.27
0.31
0.23
0.22
0.25
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
17.56
17.02
18.21
18.53
18.03 18.02
17.71 17.68
18.45
16.00
16.50
17.00
17.50
18.00
18.50
19.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

29

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi
didapatkan oleh perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 dengan rata-rata
persentase kulit kokon 18,23% disusul oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-
1 dengan rata-rata 17,93% dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu
jenis Sayang-2 dengan rata-rata 17,58%.

5. Panjang Serat (m)
Hasil pengamatan panjang serat di Renggeang, Polman ditunjukkan pada
gambar 29

Gambar 29. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di Polman
Hasil pengamatan jenis Sayang-3 mempunyai rata-rata panjang serat
tertinggi yaitu 931,654 m disusul dengan perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1
dengan rata-rata panjang serat 921,524 m dan yang terendah yaitu
perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata 812,331 m.

6. Daya Gulung (%)
Hasil pengamatan persentase daya gulung di Renggeang, Polman
ditunjukkan pada gambar 30

Gambar 30. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di Polman
887.344
786.981
1023.221
987.224
754.982
876.342
890.004 895.031 895.398
0
200
400
600
800
1000
1200
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
94.11
86.23
87.78
88.33
87.46
90.04
95.03
86.67
90.11
80.00
85.00
90.00
95.00
100.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

30

Perlakuan 1 yaitu Sayang-1 memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu
92,49 %, disusul oleh perlakuan 3 yaitu Sayang-3 dengan rata-rata daya
gulung 89,31% dan yang terendah yaitu perlakuan 2 yaitu Sayang-2
dengan rata-rata 86,79 %.

F. Kamiri, Barru
1. Penetasan (%)
Hasil pengamatan persentase penetasan di Kamiri, Barru ditunjukkan pada
gambar 31

Gambar 31. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di Barru
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai
rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu rata-rata 94,6%, perlakuan
Sayang-1 mempunyai rata-rata penetasan 94,0%, sedangkan persentase
penetasan terendah didapatkan pada perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata
persentase penetasan 92,9%.

2. Berat Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kokon di Kamiri, Barru ditunjukkan pada gambar
32

Gambar 32. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di Barru
94.3
93.0
95.2
93.5
92.3
94.2 94.2
93.4
94.4
90.0
91.0
92.0
93.0
94.0
95.0
96.0
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
1.59
1.55
1.60
1.71
1.68
1.70
1.62
1.52
1.72
1.40
1.60
1.80
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

31

Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3
mempunyai rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,67 gram disusul jenis
Sayang-1 yaitu 1,64 gram dan berat kokon paling ringan adalah jenis
Sayang-2 dengan berat rata-rata hanya mencapai 1,58 gram,

3. Berat Kulit Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kulit kokon di Kamiri, Barru ditunjukkan pada
gambar 33

Gambar 33. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Barru
Perlakuan 3 yaitu Sayang-3 mempunyai rata-rata berat kulit kokon 0,33 g
disusul oleh Sayang-1 dengan rata-rata 0,28 g dan yang terendah adalah
perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata 0,27 g.

4. Persentase Kulit Kokon (%)
Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Kamiri, Barru ditunjukkan pada
gambar 34

Gambar 34. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Barru
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi
didapatkan oleh perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 dengan rata-rata
0.27
0.25
0.32 0.32
0.30
0.31
0.24
0.27
0.37
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
18.32
18.02
18.24
18.31
17.88
17.98
18.00
18.20
18.72
17.40
17.60
17.80
18.00
18.20
18.40
18.60
18.80
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

32

persentase kulit kokon 18,31% disusul oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-
1 dengan rata-rata 18,21% dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu
jenis Sayang-2 dengan rata-rata 18,03%.

5. Panjang Serat (m)
Hasil pengamatan panjang serat di Kamiri, Barru ditunjukkan pada gambar
35

Gambar 35. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di Barru
Hasil pengamatan di Barru menunjukkan jenis Sayang-3 mempunyai rata-
rata panjang serat tertinggi yaitu 914,072 m disusul dengan perlakuan 1
yaitu jenis Sayang-1 dengan rata-rata panjang serat 847,689 m dan yang
terendah yaitu perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata 825,119 m.

6. Daya Gulung (%)
Hasil pengamatan daya gulung di Kamiri, Barru ditunjukkan pada gambar
36

Gambar 36. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di Barru
734.688
704.555
806.881
932.457
894.456
997.332
875.923 876.345
938.002
0
200
400
600
800
1000
1200
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
90.94
87.56
90.51
86.73
90.45
93.45
86.72
87.48
89.92
82.00
84.00
86.00
88.00
90.00
92.00
94.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

33

Sayang-3 memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 91,29 %, disusul
oleh perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata daya gulung 88,50 %
dan yang terendah yaitu perlakuan 1 yaitu Sayang-1 dengan rata-rata
88,13 %.

G. Tana Belange, Soppeng
1. Penetasan (%)
Hasil pengamatan persentase penetasan di Tana Belange, Soppeng
ditunjukkan pada gambar 37

Gambar 37. Persentase Penetasan pada Ketiga Perlakuan di Soppeng
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan Sayang-3 mempunyai
rata-rata persentase penetasan tertinggi yaitu rata-rata 94,8%, perlakuan
Sayang-1 mempunyai rata-rata penetasan 94,1%, sedangkan persentase
penetasan terendah didapatkan pada perlakuan Sayang-2 dengan rata-rata
persentase penetasan 92,4%.

2. Berat Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kokon di Tana Belange, Soppeng ditunjukkan pada
gambar 38
94.5
93.2
94.6 94.6
92.3
95.1
93.2
91.8
94.7
90.0
91.0
92.0
93.0
94.0
95.0
96.0
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

34


Gambar 38. Berat Kokon pada Ketiga Perlakuan di Soppeng
Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-1
mempunyai rata-rata berat kokon tertinggi yaitu 1,81 gram disusul jenis
Sayang-3 yaitu 1,78 gram dan berat kokon paling ringan adalah jenis
Sayang-2 dengan berat rata-rata hanya mencapai 1,69 gram.

3. Berat Kulit Kokon (g)
Hasil pengamatan berat kulit kokon di Tana Belange, Soppeng ditunjukkan
pada gambar 39

Gambar 39. Berat Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Soppeng
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis Sayang-1 dan Sayang-2
mempunyai rata-rata berat kulit kokon yang sama yaitu 0,36 g disusul oleh
perlakuan 2 yaitu jenis Sayang-2 dengan rata-rata berat kulit 0,34 g.
4. Persentase Kulit Kokon (%)
Hasil pengamatan persentase kulit kokon di Tana Belange, Soppeng
ditunjukkan pada gambar 40
1.81
1.78
1.80
1.79
1.56
1.71
1.83
1.72
1.83
1.4
1.6
1.8
2
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
0.38
0.37
0.39
0.32
0.31
0.33
0.38
0.35
0.37
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

35


Gambar 40. Persentase Kulit Kokon pada Ketiga Perlakuan di Soppeng
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kulit kokon tertinggi
didapatkan oleh perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 dengan rata-rata
persentase kulit kokon 19,04% disusul oleh perlakuan 1 yaitu jenis Sayang-
1 dengan rata-rata 19,01% dan yang terendah adalah perlakuan 2 yaitu
jenis Sayang-2 dengan rata-rata 18,59%.
5. Panjang Serat (m)
Hasil pengamatan panjang serat di Tana Belange, Soppeng ditunjukkan
pada gambar 41

Gambar 41. Panjang Serat pada Ketiga Perlakuan di Soppeng
Jenis Sayang-1 mempunyai rata-rata panjang serat tertinggi yaitu 949,054
m disusul dengan perlakuan 3 yaitu jenis Sayang-3 dengan rata-rata
19.00
18.30
19.60
18.24
18.03
18.21
19.80
19.45
19.32
17.00
17.50
18.00
18.50
19.00
19.50
20.00
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3
1023.340
899.901
997.876
789.000
767.000
756.000
1034.821
994.884
1024.345
0.000
200.000
400.000
600.000
800.000
1000.000
1200.000
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

36

panjang serat 926,074 m dan yang terendah yaitu perlakuan Sayang-2
dengan rata-rata 887,262 m.
6. Daya Gulung (%)
Hasil pengamatan daya gulung di Tana Belange, Soppeng ditunjukkan pada
gambar 42

Gambar 42. Daya Gulung pada Ketiga Perlakuan di Soppeng
Sayang-3 memiliki rata-rata daya gulung tertinggi yaitu 88,82 %, disusul
oleh perlakuan 1 yaitu Sayang-1 dengan rata-rata daya gulung 87,97 %
dan yang terendah yaitu perlakuan 2 yaitu Sayang-2 dengan rata-rata
85,45 %.




84.41
82.88
88.34
86.71
84.45
86.78
92.78
89.03
91.34
76
78
80
82
84
86
88
90
92
94
Sayang-1 Sayang-2 Sayang-3

37

V. PEMBAHASAN

A. Rentang dan Rata-rata Hasil Pengamatan
Hasil analisis kuantitatif deskriptif disajikan pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Rentang dan Rata-Rata Hasil Pengamatan Parameter yang Diamati
No Parameter Rentang Rata-rata
1 Persentase Penetasan (%) 90,8 95,6 93,5
2 Berat kokon (g) 1,31 1,83 1,67
3 Berat kulit kokon(g) 0,21 0,39 0,31
4 Persentase kulit kokon (%) 14,60 20,30 18,12
5 Panjang serat (m) 688,876 1045,54 918,37
6 Daya gulung (%) 78,89 95,03 87,93
Sumber : Data Primer setelah diolah, 2013
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari ketiga perlakuan menunjukkan kisaran hasil
yang bervariasi. Parameter persentase penetasan (%) menunjukkan hasil yang
cukup baik dengan hasil terendah 90,8% dan tertinggi 95,6% dengan rata-rata
93,5%.
Pada parameter berat kokon menunjukkan hasil terendah 1,31 g dan tertinggi
1,83 g dan rata-rata 1,67 g. Pada parameter berat kulit kokon (g) terendah 0,21 g
dan tertinggi 0,39 g dengan rata-rata 0,31 g. Pada parameter persentase kulit
kokon (%) terendah 14,60 g dan tertinggi 20,30 g dengan rata-rata 18,12 g. Pada
parameter panjang serat terendah 688,876 m dan tertinggi 1045,54 g dengan
rata-rata 918,37 g. Untuk parameter daya gulung terendah 78,89 dan tertinggi
95,03 % dengan rata-rata 87,93 %.





38

Tabel 2. Nlai rentang dan rata-rata parameter pada dataran rendah dan dataran
tinggi
Parameter
Dataran Rendah Dataran Tinggi
Rentang Rata-rata Rentang Rata-rata
Penetasan (%) 91,83 - 94,80 93,46 92,33 - 94,56 93,54
Berat Kokon (g) 1,44 - 1,81 1,66 1,68 1,78 1,73
Berat Kulit (g) 0,25 - 0,36 0,32 0,30 - 0,36 0,34
Persentase Kulit (%) 17,37 - 19,52 18,49 15,30 - 19,52 18,07
Panjang Benang (m) 812,33 - 1022,07 912,74 898,26 - 1022,07 967,65
Daya Gulung (%) 81,65 - 92,49 87,96 81,65 - 91,86 87,42
Sumber : Data Primer setelah diolah, 2013
Berdasarkan lokasi tempat pelaksanaan studi adaptasi, hasil di wilayah dataran
tinggi yang terdiri dari Malino, Sinjai dan Enrekang menunjukkan hasil yang lebih
tinggi pada parameter penetasan, berat kokon, berat kulit dan panjang benang,
sedangkan hasil dari wilayah dataran rendah yang terdiri dari Barru, Wajo, Polman
dan Soppeng menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada parameter persentase kulit
dan daya gulung. Hasil persentase penetasan di dataran rendah memiliki rata-
rata 93,46 % dengan rentang 91,83 % 94,80 %, sedangkan untuk dataran
tinggi rata-rata persentase penetasannya 93,54% dengan rentang 92,33 % -
94,56 %.
Pada parameter berat kokon rata-rata berat di dataran rendah 1,66 g dengan
rentang 1,44 g 1,81 g, sedangkan untuk dataran tinggi rata-rata berat kokonnya
1,73 g dengan rentang 1,68 g 1,78 g. Parameter berat kulit kokon di dataran
rendah rata-rata beratnya 0,32 g dengan rentang 0,25 g 0,36 g, sedangkan
dataran tinggi rata-rata beratnya 0,34 g dengan rentang 0,30 g 0,36 g.
Parameter persentase kulit kokon di dataran rendah rata-rata 18,49 % dengan
rentang 17,37 % - 19,52 % sedangkan di dataran tinggi memiliki rentang 15,30
% - 19,52 % dengan rata-rata 18,07 %. Parameter panjang benang di dataran
rendah memiliki rata-rata 912,74 m dengan rentang 812,33 m 1022,07 m
dengan rata-rata 912,74 m, sedangkan di dataran tinggi rentang panjang
benangnya berkisar 898,26 m 1022,07 m dengan rata-rata panjangnya 967,65
m. Daya gulung benang di dataran rendah berkisar pada 81,65 % - 92,49 %

39

dengan rata-rata 87,96 %, sedangkan di dataran tinggi rata-rata daya gulungnya
87,42 % dengan rentang daya gulung berkisar pada 81,65 % - 91,86 %
B. Kesesuaian Bibit pada masing-masing Lokasi

Hasil analisis kesesuaian jenis bibit pada masing-masing lokasi disajikan pada
Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa urutan jenis bibit yang sesuai untuk Gunung
Perak Sinjai adalah jenis Sayang-1, Sayang-3 dan disusul oleh Sayang-2. Untuk
lokasi Salotenga dan Sompe Wajo, urutan kesesuaian bibit adalah jenis Sayang-3,
disusul dengan Sayang-1, dan terakhir Sayang-2. Pada daerah Renggeang
Polman, urutan kesesuaian jenis bibit adalah Sayang-1 ,Sayang3 dan disusul
dengan Sayang-2. Pada daerah Kamiri Barru, urutan kesesuaian bibit adalah
Sayang-3, disusul oleh Sayang-1 dan terakhir Sayang-2. Untuk daerah Malino,
Gowa, urutan kesesuaian jenis bibit adalah Sayang-1 dan Sayang-3, disusul
dengan Sayang-2. Pada daerah Mata Allo, Enrekang, urutan kesesuaian jenis bibit
adalah Sayang-1, disusul dengan Sayang-3, dan terakhir Sayang-2. Untuk daerah
Tana Belange, Soppeng, urutan kesesuaian jenis bibit adalah Sayang-3, disusul
oleh Sayang-1 dan terakhir Sayang-2.
- Berdasarkan Tabel 3, hasil analisis dengan menjumlahkan rangking
pada masing-masing lokasi menunjukkan bahwa secara keseluruhan lokasi jenis
Sayang-3 merupakan jenis yang terbaik, disusul oleh jenis Sayang-1, dan terakhir
jenis Sayang-2. Secara ringkas, jenis Sayang-1 sesuai untuk lokasi daerah
Gunung Perak Sinjai, Renggeang Polman, Malino Gowa dan Mata Allo Enrekang.
Jenis ulat sutera Sayang-3 sesuai pada daerah Gunung Perak Sinjai, Sompe &
Salotenga Wajo, Renggeang Polman, Kamiri Barru, Malino Gowa dan Tana
belange Soppeng





40





















15

Tabel 3. Rangking Kesesuaian Jenis Bibit dengan Lokasi
Lokasi Jenis rata2 rgkg
rata2
brt rgkg
rata2
brt rgkg
rata2
% rgkg
rata2
panj rgkg
rata2
daya rgkg jumlah Rgkg
pntsn kokon kulit kulit benang gulung Akhir
S
i
n
j
a
i

Sayang-1 94,1 2 1,70 2 0,36 1

16,00 2 972,8273 1 91,11 1 94,56 1
Sayang-2 93,3 3 1,68 3 0,31 3

15,30 3 916,9843 3 85,23 3 18,00 2
Sayang-3 94,6 1 1,73 1 0,33 2

16,45 1 966,4723 2 86,93 2 9,00 1
W
a
j
o

Sayang-1 93,2 2 1,44 2 0,26 2

17,53 2 853,18 2 84,92 3 13,00 2
Sayang-2 91,8 3 1,44 2 0,27 1

17,37 3 843,461 3 87,16 2 14,00 3
Sayang-3 94,3 1 1,59 1 0,27 1

18,03 1 865,408 1 88,94 1 6,00 1
P
o
l
m
a
n
Sayang-1 93,7 2 1,69 1 0,30 1

17,93 2 921,524 2 92,49 1 9,00 1
Sayang-2 92,1 3 1,47 3 0,25 3

17,58 3 812,3313 3 86,79 3 18,00 2
Sayang-3 94,5 1 1,65 2 0,29 2

18,23 1 931,6537 1 89,31 2 9,00 1
B
a
r
r
u

Sayang-1 94,0 2 1,64 2 0,28 2

18,21 2 847,6893 2 88,13 3 13,00 2
Sayang-2 92,9 3 1,58 3 0,27 3

18,03 3 825,1187 3 88,50 2 17,00 3
Sayang-3 94,6 1 1,67 1 0,33 1

18,31 1 914,0717 1 91,29 1 6,00 1
M
a
l
i
n
o

Sayang-1 93,6 1 1,72 2 0,33 2

19,48 1 974,5157 2 91,86 1 9,00 1

16

Sayang-2 92,3 2 1,70 3 0,30 3

19,18 2 898,2627 3 86,11 3 16,00 2
Sayang-3 93,6 1 1,76 1 0,34 1

19,10 3 1014,431 1 91,14 2 9,00 1
E
n
r
e
k
a
n
g

Sayang-1 93,6 2 1,74 2 0,36 1

19,52 1 1022,071 1 87,33 1 8,00 1
Sayang-2 92,4 3 1,73 3 0,34 2

18,71 3 924,4137 3 81,65 3 17,00 3
Sayang-3 94,3 1 1,78 1 0,36 1

18,92 2 1018,881 2 85,45 2 9,00 2
S
o
p
p
e
n
g

Sayang-1 94,1 2 1,81 1 0,36 1

19,01 2 949,0537 1 87,97 2 9,00 2
Sayang-2 92,4 3 1,69 3 0,34 2

18,59 3 887,2617 3 85,45 3 17,00 3
Sayang-3 94,8 1 1,78 2 0,36 1

19,04 1 926,0737 2 88,82 1 8,00 1
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2013





15

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
- Ketiga jenis ulat sutera menunjukkan kualitas yang cukup baik pada 6
parameter
- Secara umum jenis ulat sutera yang terbaik adalah Sayang-3, disusul oleh
jenis Sayang-1 dan Sayang-2
- Jenis ulat sutera Sayang-1 sesuai pada daerah Gunung Perak Sinjai,
Renggeang Polman, Malino Gowa dan Mata Allo Enrekang
- Jenis ulat sutera Sayang-3 sesuai pada daerah Gunung Perak Sinjai, Sompe
& Salotenga Wajo, Renggeang Polman, Kamiri Barru, Malino Gowa dan
Tana belange Soppeng

B. Saran
- Perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui daya tahan ulat pada tiap jenis
persilangan
- Hasil studi adaptasi perlu dilakukan pada kondisi optimum untuk
membedakan dengan kondisi pemeliharaan pada tingkat petani

You might also like