You are on page 1of 4

KEJANG DEMAM

17-02-2014 | dr. SRI REDJEKI, Sp.A.



Kejang Demam merupakan penyebab kejang yang paling sering dijumpai pada anak,biasanya terjadi
antara usia 3 bulan sampai 5 tahun dengan perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan hamper
sama. Insiden kejang demam pada anak mencapai 15 %. Di Amerika Serikat 2-5 % anak akan mengalami
kejang demam, sementara di Negara-negara lainnya seperti jepang angka kejadian lebih tinggi yaiyu 6-
9 %.
Kejang Demam dapat dibagi menjadi dua jenis yang berbeda berdasarkan pada fenotipe dan durasi
kejang yaitu kejang demam sederhana (65%) dan kejang demam komplek (35 %). Faktor resiko seperti
usia,durasi kejang,suhu pada saat kejang dan riwayat keluarga dapat memberikan predictor akan
berkembang menjadi masalah neurologis di masa depan.
Definisi Kejang Demam
Definisi Kejang Demam menurut National Institutes of Health Consensus Conference adalah kejadian
kejang pada bayi dan anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berkaitan dengan
demam tanpa adanya bukti-bukti infeksi atau sebab intracranial. Sedangkan menurut UKK Neurologi
IDAI, kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada suhu tubuh 38
0
C (rectal),
biasanya terjadi pada bayi terjadi pada bayi dan anak antara usia 6 bulan dan 5 tahun yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium dan tidak terbukti adanya penyebab tertentu.
Klasifikasi Kejang Demam
Kejang Demam dikelompokkan menjadi dua,yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
komplek. Yang termasuk kejang demam sederhana apabila:
1. Kejang bersifat umum
2. Lama bangkitan kejang berlangsung kurang dari 15 menit
3. Dalam waktu 24 jam atau selama periode demam tidak ada bangkitan kejang berulang
Sedangkan yang termasuk kejang demam kompleks apabila:
1. Lama bangkitan kejang berlangsung lebih dari 15 menit
2. Manifestasi kejang bersifat local
3. Didapatkan bangkitan kejang berulang dalam kurun waktu 24 jam
Sebagian besar kejang demam (65%) berupa kejang demam sederhana dan 35% berupa kejang demam
kompleks.
Faktor Resiko Kejang Demam
Faktor resiko seperti usia,durasi kejang,suhu pada saat kejang dan riwayat keluarga dapat memberikan
predictor akan berkembang menjadi masalah neurologis di masa depan. Faktor resiko berulangnya
kejang demam yaitu adanya riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 15 bulan,
temperature yang rendah saat kejang, cepatnya kejang setelah demam. Bila terdapat seluruh factor di
atas,maka kemungkinan berulang 80 %, sedangkan bila tidak terdapat factor tersebut hanya 10-15 %
kemungkinan berulang. Faktor resiko lain yang diketahui juga dapat menimbulkan bangkitan kejang
berulang yaitu riwayat keluarga 1 atau 2 tingkatan dalam pedigree yang pernah kejang demam,
perawatan neonatus di rumah sakit lebih dari 30 hari, adanya keterlambatan perkembangan atau kejang
demam pertama kali. Kejang Demam kebanyakan disertai infeksi virus dibandingkan bakteri, umumnya
terjadi pada 24 jam pertama sakit dan berhubungan dengan dengan infeksi saluran nafas akut, seperti
faringitis dan otitis media, pneumonia, infeksi saluran kemih serta gangguan gastroenteritis. Kejang yang
disebabkan oleh infeksi menurut Benner dan kawan-kawan pada penelitiannya didapatkan odd ratio
6,09 dengan tingkat kepercayaan 95 %. Adanya pertumbuhan janin terganggu selama kehamilan, akan
meningkatkan resiko terjadinya kejang demam pada 2 tahun kehidupan pertamanya.
Patofisiologi Kejang Demam
Kejang merupakan manifestasi klinis akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak
karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimia maupun anatomi. Sel
syaraf seperti juga sel hidup pada umumnya, mempunyai potensial membran. Potensial membran yaitu
selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negative dibandingkan dengan
dengan ekstrasel. Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori, antara lain:
o Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na- K, misalnya pada hipoksemia,
iskemia dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan
terjadi hipoksemia.
o Perubahan permeabilitas membrane sel syaraf , misalnya hipokalsemia dan hipomagnesia.
o Perubahan relatif neurotransmitter yang bersifat eksitasi dibandingkan denagn
neurotransmitter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan.
Patofisiologi Kejang Demam terjadi karena peningkatan reaksi kimia tubuh, dengan demikian reaksi-
reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis sehingga terjadilah
keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel
meningkat. Apabila neurotransmiter eksitator lebih dominan daripada inhibitor maka akan terjadi
depolarisasi post sinapsis. Adanya peristiwa sumasi dan fasilitasi mengakibatkan keadaan depolarisasi
diperbesar dan apabila mencapai nilai ambang letup akan terjadi potensial aksi pada neuron post
sinapsis. Apabila potensial aksi meluas dan terjadi sinkronisasi akan menimbulkan bangkitan kejang
demam.
Diagnosis Kejang Demam
Diagnosis Kejang Demam didasarkan dari pemeriksaan fisik, derajat kesadaran, adanya meningimus,
ubun-ubun besar yang tegang atau menonjol, tanda kernig atau brudzinski, kekuatan dan tonus, harus
diperiksa dengan teliti dan dinilai secara periodik. Kira-kira 6 % anak akan mengalami rekurensi dalam 24
jam pertama, namun belum diketahui kasus yang mana akan cepat mengalami kejang kembali.
Penyebab lain dari kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya ensefasilitis atau
meningitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaanklinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti
otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotic maka perlu
pertimbangan lumbal pungsi.
Tanda klinis meningitis yang tipikal biasanya sulit diperoleh pada bayi kurang dari 12-18 bulan,sehingga
pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi berumur kurang dari 12 dan 18 bulan. Jika dijumpai
peninggian tekanan intracranial, mengingat resiko pungsi lumbal dan keterlambatan diagnosis
meningitis.
Penatalaksanaan Kejang Demam
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu:
1. Pengobatan pada fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Penanganan pada saat kejang:
1. Menghentikan Kejang
2. Turunkan demam
3. Pengobatan penyebab
4. Penanganan suportif lainnya meliputi:
Bebaskan jalan nafas
Pemberian Oksigen
Menjaga keseimbangan air dan elektrolit
Pertahankan keseimbangan tekanan darah
Hal-hal yang perlu diwaspadai pada Kejang Demam
Beberapa hal yang harus diwaspadai dan dievaluasi pada anak dengan kejang demam adalah mortalitas,
perkembangan mental dan neurologis, berulangnya kejang demam dan resiko terjadinya epilepsy di
kemudian hari. Mortalitas pada Kejang Demam sangat rendah yaitu 0,64-0,74 %. Hal-hal yang perlu
diwaspadai bisa dibagi menjadi konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang.
a. Konsekuensi Jangka Pendek
Kejang Demam Berulang
Sepertiga anak yang mengalami kejang demam akan mengalami kejang demam berulang. Faktor resiko
terjadinya kejang demam berulang antara lain: riwayat kejang demam, epilepsi dalam keluarga, usia dan
tipe kejang demam,interval waktu antara onset demam dan terjadinya kejang, adanya keterlambatan
perkembangan (developmental delay) sebelum terjadinya kejang dan derajat demam saat kejang.
Status epileptikus
Status epileptikus adalah bangkitan kejang yang berlangsung selama 30 menit atau lebih, baik secara
terus menerus atau berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran di antara kejang. Sekitar 25 % anak
dengan kejang demam bisa berkembang menjadi status epileptikus oleh karena demam yang sangat
tinggi.
b. Konsekuensi Jangka Panjang
Gangguan mental dan neurologis
Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Kelainan neurologis yang terbanyak ialah hemiparesis, disusul diplegia,koreoatetosis atau rigiditas
deserebrasi.
Gangguan Tingkah Laku
Kejang Demam multiple beresiko terjadi gangguan tingkah laku karena terjadinya sklerosis di daerah
hipokampus. Timbulnya kejang demam pertama saat usia kurang dari 1 tahun juga merupakan factor
resiko terjadinya gangguan tingkah laku.
Gangguan Intelektual dan gangguan belajar
Gangguan intelektual dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih
rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi seperti
adanya retardasi mental.
Resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari
Angka kejadian epilepsy pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih banyak dibandingkan populasi
umum. Faktor resiko terjadinya epilepsi adalah:
Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan
(development delay)
Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua atau saudara kandung.
Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.
Kejang Demam plus
Kejang Demam plus adalah kejang yang terjadi pada anak di atas usia 6 tahun, sekitar 2-10 % anak yang
mengalami kejang demam dapat mengalami kejang demam berulang saat usia di atas 6 tahun. Faktor
resikonya antara lain adanya riwayat epilepsi dalam keluarga dan terdapatnya gangguan neurologis
sebelum timbulnya kejang demam.
Epilepsi lobus temporalis
Kejang demam saat anak-anak menyebabkan kerusakan lobus temporalis dan mencetuskanepilepsi di
kemudian hari.
(Dr.Sri Redjeki, SpA/RSUD Blambangan)

You might also like