You are on page 1of 11

PRESENTASI KASUS

INTOLERANSI MAKANAN
KELOMPOK D1:
Viny Agustini
G1A011031
Stefanus Andityo
G1A011032
Dina Nurmala Sari G1A011033
Puti Hasana Kasih
G1A011034

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usia Anak sangat
rentan terhadap
gangguan
saluran
pnecernaan
Faktor makanan
(Yohmi et al.,
2001)

Reaksi Imunologi
(Alergi makanan)

Respon atau reaksi


tubuh yang tidak
diinginkan (Siregar,
2001)

Reaksi non
imunologi
(Intoleransi
makanan)

lanjutan..
Intoleransi laktosa merupakan sindrom klinis yang terdiri dari berbagai
manifestasi seperti sakit perut, diare, mual kembung dll defisiensi enzim
hidrolisa (Heyman, 2006)
Secara global, diperkirakan 65-75% penduduk dunia sebenarnya mengalami
defisiensi laktase primer dan sangat sering terjadi pada orang Asia, Amerika
Selatan, dan Afrika (Swallow, 2003)
Frekuensi kejadian intoleransi laktosa mulai dari 5% pada penduduk di
Eropa Utara sampai lebih dari 90% pada beberapa negara di Afrika dan Asia
(Bulhoes et al., 2007)
Laktosa yang terdapat pada susu mamalia merupaka disakarida dipecah
terlebih dahulu oleh enzim laktase.
Defisiensi laktase laktosa tidak bisa dipecah manifestasi klinis

2. Kasus

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. DEFINISI
Intoleransi makanan adalah suatu reaksi yang tidak diinginkan terhadap
makanan atau yang disebut juga reaksi simpang makanan (adverse food reaction)
akibat mekanisme non imunologis (Siregar, 2001). Intoleransi makanan yang
paling sering terjadi adalah intoleransi terhadap laktosa.
Intoleransi laktosa merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh satu atau lebih
manifestasi klinis seperti sakit perut, diare, mual, kembung, produksi gas di usus
meningkat setelah konsumsi laktosa atau makanan yang mengandung laktosa
(Heyman, 2006).

B. Etiologi
Intoleransi makanan disebabkan karena sistem pencernaan seseorang kekurangan enzim yang
dibutuhkan untuk mencerna zat tertentu dalam makanan.
Pada Intoleransi Laktosa ketidakseimbangan antara laktosa yang dikonsumsi dengan
kapasitas laktase untuk menghidrolis, baik karena difisiensi laktase primer maupun sekunder
sekunder (Heyman, 2006)

C. Epidemiologi
Intoleransi makanan masalah umum di dunia berhubungan dengan pencernaan makanan
non imunologis
Dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin.
Intoleransi laktosa seringkali terjadi pada usia balita dan anak-anak.
Frekuensi kejadian intoleransi laktosa sendiri berkisar dari 5% di Eropa Utara hingga 90% di
beberapa negara di Afrika dan Asia (Bulhoes et al., 2007).
The European Community Respiratory Health Survey (ECRHS) 17% dan 25% responden
penderita asma di Australia dan Swedia pernah mengalami intoleransi makanan

D. Patogenesis
Konsistensi
makanan

pasien striktur atau


karsinoma
esophagus

Makanan ph
relatif rendah
(jeruk) dan
makanan pedas

masalah
pencernaan pada
pasien ulkus
peptic

Makanan
berlemak tinggi

Kelainan deficit
enzim pencernaan
tertentu yang
bersifat bawaan

pasien dengan
penyakit pancreas
atau saluran bilier
salah satunya
defisiensi enzim
lactase

mudah mencerna
cairan susah cerna

tidak ditolerir dengan


baik karena
pencernaan dan
absorbsi intestinal
terganggu

makanan

Tidak bisa
mengkatalisis
hidrolisis laktosa

susu tidak bisa


ditolerir
Intoleransi makanan

E. Patofisiologis
Defisiensi lactase bersifat congenital, primer, dan sekunder
Intoleransi primer merupakan intoleransi karbohidrat yang sering terjadi pada
semua kelompok usia, biasanya pada masa pubertas
Defisiensi lactase sekunder merupakan kondisi transien yang terjadi secara
sekunder akibat adanya infeksi bacterial ataupun viral yang menyebabkan
kerusakan mukosa epitel lambung kerusakan vili dan akan menurunkan
aktivitas enzim lactase
Defisiensi laktase kongenital biasanya jarang terjadi karena adanya lactase
yang cukup untuk mencerna laktosa dengan baik
Defisiensi laktase Molekul laktosa yang tidak tercerna dan produk dari digesti
laktosa oleh bakteri symptom

F. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis dari intoleransi laktosa akibat defisiensi lactase ditegakkan berdasarkan
satu atau lebih dari beberapa patokan berikut (Vesa et al., 2000):
1. Menggali anamnesis pasien selengkapnya terutama terkait riwayat gejala
gastrointestinal yang mungkin muncul setelah mengkonsumsi makanan
tertentu
2. Melihat respon dari percobaan empiris pengurangan makanan tertentu atau
menghindari makanan tertentu yang diduga terkait pada munculnya symptom
pada pasien
3. Mengukur kadar hydrogen abnormal dengan menggunakan breath test
4. Abnormalitas pada tes toleransi glukosa
5. Penurunan pH sampel feses atau menjadi keadaan asam
6. Biopsi usus halus untuk menilai langsung aktivitas enzim lactase

G. Penatalaksanaan.
Intoleransi Makanan
A.Penanganan Umum
1.Pembatasan nutrisi tertentu
2.Suplemen vitamin dan mineral
3.Suplemen enzim pencernaan
B. Rencana Tindak Lanjut
Setelah gejala menghilang, makanan yang dicurigai diberikan kembali untuk melihat
reaksi yang terjadi. Hal ini bertujuan untuk memperoleh penyebab intoleransi.
C. Konseling dan Edukasi
1.Keluarga ikut membantu dalam hal pembatasan nutrisi tertentu pada pasien.
2.Keluarga juga mengamati keadaaan pasien selama pengobatan.
D. Kriteria Rujukan
Perlu dilakukan konsultasi ke spesialis penyakit bila keluhan tidak menghilang
walaupun tanpa terpapar

Intoleransi Laktosa
1. Pemberian probiotik atau susu fermentasi
2. Pemberian diet rendah atau bebas laktosa

You might also like