You are on page 1of 11

DEFINISI

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan
adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk
vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis.
BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan
vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit
EPIDEMIOLOGI
Terdapat kekurangan dari studi epidemiologi pada BPPV. Prevalensi BPPV telah dilaporkan
10.7-64 per 100.000 populasi. Menurut sebuah penelitian terbaru di Jerman yang menggunakan
telepon berbasis wawancara, prevalensi BPPV adalah 2,4% dengan kejadian 1 tahun 0,6%.
BPPV idiopatik biasanya terjadi pada orangtua dan perempuan, dengan rasio perempuan-lakilaki adalah 2-3:1 dan usia puncaknya terjadi dalam dekade keenam kehidupan. BPPV lebih
sering melibatkan telinga kanan, faktor yang mungkin terkait adalah kebiasaan tidur ke sisi
kanan pada populasi umum.
Sebagian besar BPPV berkembang dalam kanal semisirkular horizontal dan posterior. PC-BPPV
mewakili 60-90% dari semua kasus BPPV dan HC-BPPV 5-30% kasus. Namun, HC-BPPV
sekarang tampaknya lebih banyak daripada yang diperkirakan sebelumnya. Proporsi HC-BPPVdihubungkan penurunan kasus dengan peningkatan interval waktu rata-rata dari onset gejala ke
diagnosis, mungkin karena tingkat resolusi spontan yang lebih tinggi pada HC-BPPV. Dengan
demikian, proporsi relatif dari setiap jenis BPPV mungkin tergantung pada nilai setiap klinik.
BPPV jarang melibatkan kanalis semisirkularis anterior. BPPV timbul dari beberapa kanal yang
juga telah dijelaskan.
ETIOLOGI
Penyebab BPPV sebagian besar tidak diketahui (idiopatik). Mengingat tingginya prevalensi
BPPV kalangan perempuan paruh baya, faktor hormonal mungkin memainkan peran dalam
perkembangan BPPV. Dalam penelitian terbaru, nilai densitas mineral tulang menurun baik pada
perempuan maupun laki-laki dengan BPPV idiopatik dibandingkan dengan kontrol normal tanpa
ada riwayat pusing. Prevalensi osteopenia (-2,5 < T-score < 1,0 ) dan osteoporosis (T-score <2,5) juga ditemukan lebih tinggi baik pada perempuan dan laki-laki dengan BPPV dibandingkan
dengan kontrol normal. Selain itu, perempuan dengan usia > 45 tahun, T-score terendah juga
menurun pada kelompok rekuren, dibandingkan dengan kelompok de novo. Temuan ini
menunjukkan keterlibatan metabolisme kalsium yang terganggu pada BPPV idiopatik dan
hubungan yang signifikan antara osteopeni/osteoporosis dan BPPV idiopatik. Otokonia
merupakan deposit kalsium karbonat dalam bentuk gabungan kristal kalsit dan tulang yang
mengandung 99% kalsium yang ditemukan dalam tubuh. Penurunan kadar estrogen dapat
menganggu struktur internal otokonia atau interkoneksinya dan keterikatan matriks gelatin.

Selain itu, peningkatan konsentrasi kalsium bebas dalam endolymph karena peningkatan resorbsi
kalsium dapat mengurangi kapasitas untuk melarutkan otokonia yang lepas.
BPPV dapat terjadi secara sekunder untuk berbagai gangguan yang merusak telinga bagian
dalam dan melepas otolit dari makula utrikular. Trauma kepala menyebabkan kerusakan mekanik
pada telinga yang merupakan penyebab umum dari BPPV. Pasien jarang mengalami BPPV
setelah operasi mastoid atau jika terlibat dalam posisi miring kepala yang persisten, seperti
tukang cukur atau dokter gigi.
Dibandingkan dengan bentuk idiopatik, BPPV traumatik memiliki beberapa ciri khas, yaitu
tingginya kejadian bilateral, keterlibatan multiple kanal pada sisi yang sama, setara antara
perempuan dan laki-laki, distribusi pada usia lebih muda, lebih sulit untuk diobati dan frekuensi
rekuren/ sering kambuh. Selain itu, BPPV dapat berkembang secara sekunder ke salah satu dari
penyakit telinga bagian dalam (misalnya, neuritis vestibular, labyrinthitis dan penyakit Meniere)
yang menyebabkan degenerasi dan melonggarnya otokonia, tetapi tidak sepenuhnya
menghambat fungsi kanal semicircular. Insiden BPPV juga diketahui lebih tinggi pada pasien
dengan migrain, walaupun mekanisme yang tepat masih belum jelas. BPPV telah dilaporkan
terjadi dalam hubungannya dengan giant-cell arteritis, diabetes, and hyperuricemia.
PATOFISIOLOGI
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV.
Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen
otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi,
menernpel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis
posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini
analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini
menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring
partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa
pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes
Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak
secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo).
Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan
adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.

Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di
dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi
yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke
belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini
menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula
membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi

waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing
dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolaholah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar
lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf
dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat
menerangkan keterlambatan delay (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh
waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar
dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag
dapat menerangkan konsep kelelahan fatigability dari gejala pusing.
Lepasnya debris otolith dapat menempel pada cupula (cupulolithiasis) atau dapat
mengambang bebas di kanal semisirkular (canalolithiasis) Penelitian patologis telah
menunjukkan bahwa kedua kondisi tersebut dapat terjadi. Debris otholith menyingkir dari
cupula dan memberikan sensasi berputar melalui efek gravitasi langsung pada cupula
atau dengan menginduksi aliran endolymph selama gerakan kepala di arah gravitasi
Menurut teori cupulolithiasis, deposit cupula (heavy cupula) akan memicu efek gravitasi
pada krista. Namun, gerakan debris yang bebas mengambang adalah mekanisme
patofisiologi yang saat ini diterima sebagai ciri khas BPPV. Menurut teori canalolithiasis,
partikel mengambang bebas bergerak di bawah pengaruh gravitasi ketika merubah posisi
kanal dalam bidang datar vertical. Tarikan hidrodinamik partikel menginduksi aliran
endolymph, menghasilkan perpindahan cupular dan yang penting mengarah ke respon
yang khas diamati.
Beberapa studi telah berusaha untuk mengidentifikasi utrikular (otolithic) abnormalitas di
BPPV, tetapi telah menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Pasien dengan BPPV dapat
menunjukkan kelainan di vestibular yang menimbulkan potensial myogenic, horizontal
visual subjektif dan gain during off-vertical axis rotation
DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk.
Vertigo bisa diikuti dengan mual.
B. Pemeriksaan fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada
evaluasi neurologis normal.6 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike.
Cara melakukannya sebagai berikut :
- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo
mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.

Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o 40o, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang
berada di KSS posterior.
Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan
selama 10-15 detik.
Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan ipsilateral.
Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang, namun saat
gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi
ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang
kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi
lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.
Setiap jenis BPPV didiagnosis dengan mengamati pola nistagmus yang diinduksi selama
manuver posisi yang telah dirancang untuk bergerak hanya saluran yang terlibat dalam arah
gravitasi maksimum. Namun, pengamatan yang tepat dari nistagmus memerlukan fiksasi yang
dihilangkan selama manuver.
PC-BPPV
Dalam PC-BPPV, posisi nistagmus diinduksi dengan Dix-Hallpikesmaneuver ke arah kanal
yang terkena
Selama Dix-Hallpikes maneuver, diyakini bahwa debris otolitik yang bebas mengambang
(canalolithiasis) dalam kanal posterior bergerak menjauh dari cupula dan menstimulasi kanal
posterior dengan menginduksi ampullofugal aliran endolymph (hukum pertama Ewald). Eksitasi
dari kanal posterior mengaktifkan otot superior oblik ipsilateral dan otot rectus inferior
kontralateral, yang menghasilkan deviasi mata ke bawah dengan torsi ke arah telinga atas.
Akibatnya, nistagmus yang dihasilkan akan ke atas dan torsional, dengan kutub teratas mata ke
arah telinga bawah. Nistagmus biasanya dimulai dengan latensi singkat beberapa detik, sembuh
dalam waktu 1 menit (biasanya kurang dari 30 detik) dan arahnya berlawanan dari posisi duduk.
Nistagmus berkurang (misalnya mata lelah) dengan pemeriksaan ulang. Cupulolithiasis dapat
ada dalam kanal posterior. Dibandingkan dengan canalolithiais, cupulolithiasis tipe PC-

BPPV cenderung memiliki latensi lebih pendek dan waktu konstan yang lebih lama (yaitu lebih
persisten).
Dix-Hallpikes maneuver telah dianggap sebagai gold standard untuk diagnosis PC-BPPV.
Namun, manuver ini harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat operasi leher,
sindrom radikulopati cervical dan diseksi pembuluh darah, karena memerlukan posisi rotasi dan
ekstensi leher. The side-lying test dapat digunakan sebagai alternative ketika DixHallpikes maneuvertidak dapat dilaksanakan; setelah pasien duduk di meja pemerikaan, pasien
segera berbaring dengan kepala berpaling 45 ke arah yang berlawanan
HC-BPPV
HC-BPPV didiagnosis dengan supine roll test (manuver Pagnini-McClure), di mana kepala
diputar sekitar 90 ke setiap sisi dengan posisi supine. Nistagmus horizontal akan mengarah ke
dasar (geotropic nystagmus) atau mengarah ke atas (apogeotropic nystagmus). Nistagmus yang
diinduksi cenderung lebih persisten pada HC-BPPV dibandingkan PC-BPPV. Nistagmus yang
timbul selama posisi HC-BPPV biasanya menunjukkan kelelahan yang lebih kecil dan lebih
singkat dibandingkan yang timbul pada PC-BPPV.
Penentuan sisi yang terkena (lateralisasi) sangat penting untuk pengobatan yang tepat dari HCBPPV menggunakan CRMs, yang akan dibahas kemudian Karena aliran ampullopetal
endolymph menimbulkan respon yang lebih besar daripada aliran ampullofugal dalam kanal
horizontal (Hukum kedua Ewald), nistagmus yang diinduksi akan lebih kuat ketika kepala
menoleh ke arah telinga yang terkena pada tipe geotropic HC-BPPV. Sebaliknya, kepala
berpaling ke telinga yang sehat akan menghasilkan nystagmus kuat pada HC-BPPV
apogeotropic.
Penentuan telinga yang terkena kadang sulit karena adanya respon yang agak simetris terutama
jika nistagmus yang diinduksi tidak diketahui. Dalam kasus ini, temuan lain mungkin
memberikan petunjuk untuk menentukan telinga terkena. Pada HC-BPPV, nistagmus dapat
dirangsang dengan berbaring telentang dari posisi duduk [lying-down nystagmus (LDN)] atau
dengan menekuk kepala ke depan sambil duduk [head-bending nystagmus (HBN)]. Hingga 80%
kasus HC-BPPV, LDN dan HDN saling berlawanan. Pada geotropic HC-BPPV, HBN lebih
berpengaruh pada telinga yang terkena, sedangkan LDN lebih ke arah telinga yang sehat. HBN
pada geotropic HC-BPPV berasal dari migrasi ampullopetal dari otolith, sedangkan LDN
dijelaskan dengan perpindahan ampullofugal dari otolith pada kanal horizontal. Sebaliknya,
sebagian besar HBN adalah kontralesi dan LDN biasanya ipsilesional ketika diamati pada HCBPPV apogeotropik. HBN dan LDN pada HC-BPPV apogeotropik dijelaskan dengan
defleksi heavy cupulasebagai respon perubahan posisi.
Pada HC-BPPV apogeotropik, nistagmus horizontal yang diinduksi dapat hilang ketika
kepala menoleh 10-20 ke arah telinga yang terkena, dengan posisi supine (titik nol). Titik nol
merupakan sejajarnya heavy cupula dalam arah vektor gravitasi.
Nistagmus spontan yang juga dikenal sebagai pseudospontaneus nystagmus, tidak jarang
dalam HC-BPPV. Pada laporan sebelumnya, 66-76% pasien HC-BPPV memperlihatkan
nistagmus spontan. Nistagmus spontan pada HC-BPPV berhubungan dengan posisi anatomi

kanal semisirkular horizontal, yang cenderung 30 ke arah yang berlawanan dari bidang
horizontal. Oleh karena itu, gaya gravitasi dapat mempengaruhi debris otolithic dalam kanal
atau heavy cupula, bahkan ketika dalam posisi duduk tegak. Untuk alasan yang sama, nistagmus
pseudospontaneous hilang ketika kepala pasien ditundukkan ke depan sekitar 30. Dalam posisi
ini, karena kanal horisontal sejajar dengan bidang datar horizontal, efek gravitasi
dikesampingkan. Namun, nistagmus pseudospontaneous harus dibedakan dari continues
nystagmus dengan vertigo terus menerus yang dihasilkan dari apa yang disebut canalith jam dan
tekanan endolymph negatif antara plug dan cupula.
Pada BPPV, reversal spontan pada nistagmus posisi awal jarang terjadi tanpa perubahan posisi.
Pada geotropic HC-BPPV, nistagmus geotropik awal kadang berbalik arah ketika kepala
menoleh ke arah sisi yang lesi dan nistagmus yang diinduksi kuat (kecepatan fase lambat
maksimal = 104 62 / sec, mean SD). Adaptasi jangka pendek dari reflek vestibule-ocular
tampaknya menjadi mekanisme utama yang mendasari reversal spontan dari posisi awal
nistagmus.
AC-BPPV
BPPV jarang melibatkan kanal semisirkular anterior, dan AC-BPPV menunjukkan beberapa
karakteristik yang berlawanan dengan PC-BPPV. Pada AC-BPPV, SHH seperti DixHallpikes maneuver keduanya dapat menimbulkan nistagmus dengan komponen ipsitorsional
(kutub atas mata ke arah telinga yang terkena). Selain itu, nistagmus torsional pada AC-BPPV
dapat tidak jelas, seperti pada PC-BPPV.
Tipe kanal-campuran BPPV
BPPV dapat melibatkan multiple kanal semisirkular. Tipe kanal-campuran dari BPPV, yang
paling umum adalah kombinasi PC dan HC-BPPV, sekitar 1,5-5,0% dari seluruh kasus BPPV di
literature. Tipe kanal-campuran dari BPPV sering melibatkan kanal pada sisi yang sama
(misalnya kanal horizontal kanan dan posterior kanan), tetapi keterlibatan bilateral juga telah
dilaporkan. Trauma dapat meningkatkan resiko dari kanal-campuran BPPV.
DIAGNOSA BANDING
Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan suatu
kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang
hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga
hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit wrtuk mengatasi gejala
dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan
ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada
fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.
Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga dalam.
Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau
kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada

struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya.
Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular.
Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan
disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri
akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan
pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat
timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau
perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.
Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan
mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan
vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.
Patofisiologi : pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe dalam skala media
oleh stria vaskularis terhambat.
Manifestasi klinis : vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai
beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang
kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat
disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuansinya
bertambah.

Banyak pasien BPPV khawatir bahwa mereka menderita gangguan serius, seperti stroke.
Meskipun BPPV adalah penyakit jinak dan timbul dengan sendirinya, penyakit yang lebih serius
seperti stroke sirkulasi posterior dapat menyerupai BPPV. Namun, posisi sentral nistagmus
biasanya menyertai vertigo persisten, ketidakseimbangan dan gejala serta tanda neurologis lain
Karena nistagmus posisional merupakan temuan khas dari lesi yang mengenai cerebellum dan
AC-BPPV merupakan kondisi yang jarang, hanya 1,5-5% dari seluruh kasusu BPPV, diagnosis
AC-BPPV seharusnya hanya pada kasus khas tanpa defisit neurologis lain. Bahkan pada pasien
itu, kemungkinan patologi sentral harus diteliti ketika CRMs berulang gagal untuk mengatasi
gejala dan nistagmus.
Dalam studi sebelumnya, 72% pasien dengan nistagmus posisional menunjukkan
kelainan sentral, sementara 24% (sebagian besar diduga AC-BPPV) tidak diketahui etiologinya
tanpa patologi sentral.
Pada kesempatan langka, telah dilaporkan vertigo posisional paroksismal sentral
menyerupai BPPV setelah infark dorsolateral lalu ventrikel keempat atau nodulus atau plak
soliter yang mengenai brachium conjunctivum.
PENGOBATAN
BPPV biasanya berupa gangguan yang timbul dengan sendirinya dan dapat sembuh dengan
berjalannya waktu tanpa pengobatan khusus. Menurut sebuah laporan pada BPPV yang tidak
diobati, sebagian besar HC-BPPV sembuh dalam waktu 16 19 hari dan PC-BPPV 39 47 hari

sejak onsetnya. Namun, diagnosis yang benar dan manuver reposisi yang tepat memungkinkan
penyembuhan yang cepat dan sederhana untuk BPPV.
Pada tahun 1970an, pengobatan BPPV banyak melibatkan pemberian supresan vestibular
dan pembatasan perubahan posisi yang sangat berperan menimbulkan vertigo, yang berarti
bahwa perbaikan kondisi membutuhkan waktu yang lama. Setelah latihan Brandt-Daroff
diperkenalkan tahun 1980, disarankan agar pasien dengan BPPV melakukan latihan aktif.
Dengan mengadopsi latihan Brandt-Daroff, masa pengobatan BPPV lebih singkat 10-14 hari.
Namun, tujuan dari latihan ini adalah untuk habituasi dan kompensasi sistem vestibular. Pasien
dengan BPPV tidak diobati secara efektif sampai akhir tahun 1980 dan awal 1900, ketika CRMs
diperkenalkan.
CRMs
PC-BPPV
Metode yang paling popular untuk pengobatan PC-BPPV adalahSemonts liberatory dan Epleys
maneuver. Epleys maneuver menggunakan perubahan posisi kepala secara bertahap untuk
membersihkan free floating otolithic debris keluar dari kanalis semisirkular dan kembali ke
dalam utrikulus. Awalnya diterapkan vibrasi mastoid yang tidak lama kemudian manuver
reposisi oleh Eplay dianjurkan. Awalnya, pasien diminta untuk mempertahankan posisi tegak
selama 48 jam setelah manuver reposisi, namun pembatasan posisi setelah pengobatan tidak
diharuskan dan dapat disederhanakan.
Secara teori, vertigo posisional dapat diatasi setelah reposisi debris otolitic ke dalam utrikulus
dengan Epleys maneuver. Tingkat keberhasilan yang dilaporkan adalah sekitar 80% setelah satu
putaran manuver reposisi, tingkat keberhasilan meningkat dengan pengulangan. Menurut metaanalisis terbaru darimodified Epleys maneuver untuk PC-BPPV, pengobatan menunjukkan
peningkatan perbaikan gejala empat kali dan nistagmus lima kali lebih tinggi dibandingkan
kelompok placebo.
Hasil dari Epleys maneuver dapat diprediksi bahkan selama dilakukan manuver. Ketika
kepala diputar 90 kearah sisi yang tidak terkena setelah Dix-Hallpikes maneuver, posisi
nistagmus berkembang ke arah yang sama dengan manuver (orthotropic nystagmus), jika
sekelompok partikel bergerak ke arah yang sesuai ke dalam crus, menghasilkan keberhasilan
reposisi. Namun, arah nistagmus dapat terbalik ketika heavy cupula dengan debris otolithic
melekat pada ampullopetally atau jika partikel bergerak kembali ke cupula, menandakan bahwa
reposisi tidak berhasil. Epleys maneuver merupakan metode yang dianjurkan untuk pengobatan
PC-BPPV, dengan konfirmasi bukti level A menurut American Academy of Neurology.
Semonts liberatory maneuver juga membantu pengobatan PC-BPPV dan dapat dianggap
sebagai alternatif untuk kondisi ini, terutama pasien dengan kesulitan menegakkan leher karena
gangguan tulang belakang. Namun efektivitas dari Semonts liberatory maneuver belum dapat
ditetapkan. Baru-baru ini, sebuah protokol untuk pengobatan PC-BPPV telah diperkenalkan
denganEpleys dan Semonts maneuver. Setelah didiagnosisi oleh dokter, pengobatan dengan
manuver dijelaskan ke pasien, yang dapat dengan mudah dilakukan di luar rumahsakit.
Geotrpik HC-BPPV

Rotasi 270 atau 360 sekitar sumbu (disebut juga barbecue maneuver) ke arah telinga
yang tidak terkena merupakan metode popular untuk pengobatan geotropic HC-BPPV.
Maneuver ini dilakukan dengan memutar kepala 90 ke arah sisi yang sehat dengan posisi
supine. Dengan manuver ini, debris otolith yang bebas mengambang bermigrasi dalam arah
ampullofugal, yang akhirnya memasuki utrikulus terus menuju kanal horizontal akhir
nonampula.
Berbaring dengan telinga yang sehat di bawah selama sekitar 12 jam (posisi yang lama)
dapat digunakan, terutama pada pasien dengan gejala berat yang tidak dapat membuat perubahan
posisi. Gufonis maneuver merupakan alternatif lain. Setelah duduk di meja periksa, pasien
berbaring miring ke arah sisi yang sehat dengan gerakan lateral yang cepat dan tetap dalam
posisi ini selama 1-2 menit sampai terjadi resolusi dari nistagmus. Setelah melakukan rotasi
kepala yang cepat 45 ke arah lantai, dengan pasien tetap mempertahankan posisi ini selama 2
menit, kemudian kembali ke posisi awal secara perlahan-lahan. Keuntungan utama dariGufonis
maneuver adalah manuver ini sederhana untuk dilakukan.
Apogeotropik HC-BPPV
Apogeotropik HC-BPPV dihubungan dengan cupulolitiasis atau canalolithiasis dengan lengan
anterior pada kanal semisirkular horizontal. Penjelasan ini sesuai dengan karekterisitik nistagmus
posisional yang diamati pada HC-BPPV, tujuan terapi untuk melepaskan debris otholith dari
cupula atau memindahkan debris dari lengan anterior ke posterior pada kanal horizontal.
Jika debris otolitik melekat pada sisi utrikulus dari cupula, pelepasan seharusnya dengan
resolusi segera dari vertigo positional dan nistagmus. Dalam hal adhesi dari sisi kanal pada
cupula atau free-floating particles dalam lengan anterior, pelepasan dan pergeseran debris otolith
ke dalam lengan posterior akan menyebabkan transisi ke geotropic HC-BPPV. Terapi
menggoyangkan kepala pada bidang horizontal, modified Semont maneuver, dan
metode Gufonis maneuver telah diusulkan sebagai regimen pengobatan untuk apogeotropik
HC-BPPV.
Tujuan dari menggoyangkan kepala untuk melepas debris otholithic dari cupula, terlepas
dari sisi yang mana yang terlekat, menggunakan alternatif kekuatan percepatan dan perlambatan.
Modified semonts maneuver terdiri dari tiga tahap: 1) pasien dibawa ke posisi berbaring
dengan sisi telinga yang terkena di bagian bawah. 2) kepala pasien dimiringkan ke bawah 45,
dipertahankan selama 2-3 menit. 3) pasien kembali ke posisi duduk semula. Manuver ini
awalnya dirancang unutk menghilangkan debris yang melekat pada sisi utrikulus dari cupula.
Pada Gufonis maneuver untuk apogeotropik HC-BPPV, pasien duduk dengan kepala
diarahkan lurus ke depan kemudian dengan cepat bergerak ke posisi berbaring dengan arah sisi
yang terkena, pertahankan posisi ini untuk 1 sampai 2 menit setelah akhir dari nistagmus
apogeotropik. Kepala kemudian dengan cepat diangkat 45 dan dipertahankan selama 2 menit,
kemudian kembali ke posisi duduk secara perlahan. Gufonis maneuver dirancang untuk
menyingkirkan debris otholithic dari lengan anterior dari kanal semisirkular horizontal dekat
cupula.

Sebuah studi baru-baru ini mengadopsi uji coba prospektif secara acak, menemukan
bahwa manuver menggoyangkan kepala lebih efektif daripada modified semonts
maneuver dalam pengobatan HC-BPPV. Namun, efektivitas dari masing masing manuver harus
ditentukan dengan menerapkan perbandingan kepala per kepala.
AC-BPPV
Berbagai manuver reposisi juga telah dikembangkan untuk pengobatan AC-BPPV.
Sebaliknya dalam Epleys maneuver, pasien juga mengalami urutan perubahan posisi yang sama
setelah Dix-Hallpikes maneuver pada sisi telinga yang sehat. Manuver reposisi modifikasi dan
mempertahankan posisi yang berkepanjangan juga diadopsi untuk pengobatan BPPV tertentu.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang terdapat pada
utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah manuver seperti yang diperlihatkan pada
gambar di bawah. Manuver mungkin diulangi jika pasien masih menunjukkan gejala-gejala.
Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama manuver dilakukan untuk
menghilangkan
debris.
Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan kepala dimiringkan
45o pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-pike sampai vertigo
dan nistagmus mereda. (2) kepala pasien kemudian diposisikan sebaliknya, hingga telinga yang
terkena berada di atas dan telinga yang tidak terkena berada di bawah. (3) seluruh badan dan
kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga yang terkena pada posisi lateral dekubitus,
dengan posisi wajah menghadap ke bawah. (4) langkah terakhir adalah mendudukkan kembali
pasien
dengan
kepala
ke
arah
yang
berlawanan
pada
langkah
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini gagal berespon
dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi intrakranial pada
pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkuler
posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama nervus vestibuler.
Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus vestibuler
dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi pendengaran.
REHABILITASI
Terlepas dari saluran/kanal yang terkena, latihan Brandt-Daroff dapat dicoba saat
menuver reposisi gagal atau jika pasien tidak dapat mentoleransi maneuver reposisi Latihan
dapat diulang bebas sampai gejala berkurang.
Berhubungan dengan PC-BPPV, rehabilitasi vestibular menunjukkan hasil pengobatan
yang lebih unggul dibandingkan dengan placebo. Namun, rehabilitasi vestibular kurang efektif
dibandingkan CRMs dalam menghasilkan resolusi gejala yang lengkap. Ada cukup data tentang
respon HC-BPPV untuk rehabilitasi vesibular.
TERAPI BEDAH
Dengan CRMs berulang dan latihan Brandt-Daroff, pasien masih dapat mengalami
veritigo persisten akibat disabilitas posisi atau frekuensi kambuhan yanga merupakan refrakter

dari manuver reposisi. Terapi bedah dapat dipertimbangkan dalam kesempatan yang jarang, yang
disebut juga incratable BPPV.
Transeksi nervus ampula posterior yang mempersarafi kanal posterior(singular
neurectomy) atau oklusi kanal semisirkular posterior (saluran penutup) telah dilakukan
untuk incratable BPPV.
Neurektomi tunggal, dijelaskan oleh Gacek pada tahun 1974, merupakan prosedur yang
efisien yang dibuat untuk mengontrol gejala incratable BPPV., dengan risiko yang dapat
diterima gangguan pendengaran pasca operasi. Penyumbatan dan oklusi kanal juga merupakan
teknik yang efektif dengan rendahnya resiko gangguan pendengaran.
Namun, intervensi bedah diterapkan jika seluruh CRMs/latihan telah dicoba dan gagal.
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Obat rutin seperti vestibular supresan (misalnya antihistamin dan benzodiazepine) tidak
dianjurkan pada pasien BPPV. Dokter dapat memberikan obat untuk 1) mengurangi sensasi
berputar dari vertigo atau 2) mengurangi gejala pusing yang menyertai. Namun, tidak ada
vestibular supresan yang efektif seperti CRMs untuk BPPV dan tidak dapat digunakan sebagai
pengganti untuk maneuver reposisi.
Obat anti vertigo, seperti dimenhydrinate (Dramamine), belladonna alkaloid
scopolamine (Transderm-Scop), dan benzodiazepine (Valium), diindikasikan untuk
mengurangi gejala pusing dan mual sebelum melakukan CRM.
PROGNOSIS DAN KEKAMBUHAN
Vertigo sering berulang pada BPPV, dengan tingkat kekambuhan dilaporkan 15-37%
setelah efektifitas awal CRMs. Pada studi terbaru, tingkat kekambuhan 50% untuk rata-rata 10
tahun periode follow-up. Kekambuhan terbanyak (80%) terjadi pada masa tahun pertama setelah
pengobatan.
Faktor yang berhubungan dengan tingkat kekambuhan yang tinggi yaitu wanita, adanya
penyakit sebelumnya seperti trauma, labyrinthitis dan hidrops endolimfatik, adanya
osteopeni/osteoporosis, HC-BPPV dan riwayat tiga atau lebih serangan BPPV sebelum
pengobatan.

You might also like