You are on page 1of 25

LEARNING OBJECTIVE :

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai penyakit ginjal, hipertensi,


dan endokarditis (etiologi, gejala, patofisiologi, dan tata laksana)
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskanmengenai penyakit kardiovaskuler
dan ginjal yang berisiko di rongga mulut dan manifestasinya ( tanda dan gejala)
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tindakan dokter gigi dalam
penanganan terhadap pasien penderita penyakit kardiovaskuler, ginjal dan hipertensi

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai penyakit ginjal,


hipertensi, dan endokarditis (etiologi, gejala, patofisiologi, dan tata laksana)

A. Penyakit Ginjal

Gagal ginjal
Etiologi:Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang di dedrita
oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal.
Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :
Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension) Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes
Mellitus) Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)
Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik Menderita penyakit kanker
(cancer) Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu
sendiri (polycystic kidney disease) Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat
peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya
disebut sebagai glomerulonephritis. Adapun penyakit lainnya yang juga dapat
menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila tidak cepat ditangani antara lain adalah:
Kehilangan carian banyak yang mendadak (muntaber, perdarahan, luka bakar), serta
penyakit lainnya seperti penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria, Hepatitis, Preeklampsia,
Obat-obatan dan Amiloidosis. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah
yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana
funngsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal dua macam jenis serangan gagal ginjal, akut
dan kronik.

Gejala: Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara
akut antara lain: Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit,
demam, kencing sedikit, kencing merah/darah, sering kencing. Kelainan Urin: Protein,
Darah/Eritrosit, Sel Darah Putih/Lekosit, Bakteri. Sedangkan tanda dan gejala yang
mungkin timbul oleh adanya gagal ginjal kronik antara lain: Lemas, tidak ada tenaga,
nafsu makan kurang, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang, gatal, sesak napas,
pucat/anemi.

Patofisiologi :Dimulai dari beberapa faktor risiko seperti Diabetes Melitus, dimana akan
terjadi hiperglikemia (kadar glukosa melebihi batas normal) dalam pembuluh darah,
sehingga akan terjadi hiperperfusi dan hiperfiltrasi yang mengakibatkan dilatasi arteri
afferen ke glomerulus karena kelebihan tampungan glukosa. Akibatnya tekanan di
glomerulus akan meningkat. Seiring dengan berjalannya tingkat keparahan penyakit
maka glomerulus akan rusak. Hal tsb menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR).

Hiperurisemia juga dapat menjadi faktor risiko dimana terdapat kelebihan kadar asam
urat di darah misalnya pada penderita arthritis Gout. Asam urat ini akan meningkatkan
konsentrasi plasma darah yang difiltrasi ginjal dan mengendap di lumen tubulus,
akibatnya semakin lama akan terjadi penyumbatan, peningkatan tekanan intrarenal, dan
akhirnya aliran darah yang terfiltrasi (GFR) turun serta menimbulkan reaksi inflamasi.

Ada juga faktor risiko hipertensi atau tekanan darah tinggi dimana pembuluh darah dapat
mengalami kerusakan sehingga terjadi penurunan aliran darah untuk difiltrasi glomerulus.
Hal ini akan menyebabkan jatuhnya laju filtrasi (GFR). GFR turun menyebabkan oliguria
bahkan anuria.
Dari ketiga faktor risiko di atas yang semuanya menyebabkan penurunan GFR, timbul
beberapa proses baru, seperti:
1. penurunan ekskresi K+ yang akan menyebabkan penumpukan ion K+ di darah
(hiperkalemia).

2. penurunan ekskresi fosfat (P) sehingga terjadi hiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan


menghambat aktivasi vitamin D menjadi kalsitriol untuk meningkatkan reabsorbsi Ca2+
di usus. Akibatnya di dalam plasma darah akan kekurangan Ca2+ sehingga terjadi
aktivasi hormon paratiroid (PTH) yang akan mengambil Ca2+ dari tulang ke darah untuk
memenuhi kadarnya di plasma darah. Ca2+ di tulang menurun sehingga tulang lebih
mudah rapuh dan pematangan sel darah akan terganggu. Selain itu fosfat berlebih yang
menumpuk di kulit dapat menyebabkan pruritus (gatal kulit).

3. penurunan ekskeresi zat buangan dari tubuh, dapat menimbulkan uremia (urea dalam
darah) yang akan meningkatkan keasaman darah, dapat mengiritasi lambung. Apabila
terjadi iritasi sampai perdarahan dapat timbul melena. Perdarahan berkepanjangan akan
menyebabkan anemia.

4. terjadinya kerusakan ginjal kronis yang dapat menyebabkan diantaranya:


a. sklerosis glomerulus dan fibrosis - protein tidak terfiltrasi - proteinuria - akibatnya
tubuh hipoalbuminemia - pembuluh darah menjadi lebih permeabel - plasma darah
ekstravasasi ke interstitial edema
b. overaktivitas sistem renin angiotensin aldosteron - peningkatan tekanan darah dan
retensi Na+ & air karena aldosteron - vasokonstriksi arteriola eferen saat retensi - GFR
meningkat - lama-lama glomerulus rusak
c. produksi eritropoietin menurun - anemia - kekurangan Hb - hipoksia jaringan peningkatan pembentukan H+ tetapi,
d. penurunan ekskresi H+ untuk keseimbangan asam basa - asidosis metabolik

Tata Laksana :Tatalaksana dalam kasus gagal ginjal akut dapat berupa terapi suportif,
diantaranya:

1.

Hidrasi cairan yang mengandung elektrolit sampai tercapai hidrasi yang baik,

pengawasan elektrolit dan kesetimbangan cairan per 24 jam;

2.

Administrasi deuritika (jika bisa yang bersifat hemat kalium karena

kemungkinan

adanya

peningkatan

hormon

kortisol

dan

aldosteron

yang

meningkatkan ekskresi kalium), untuk mengubah tipe oligouria menjadi poliuria


(memperbaiki prognosis);

3.

Administrasi agen dopaminergik untuk memperbaiki perfusi ginjal;

4.

Peptida natriuretik atrial;

5.

Untuk preservasi integritas sel: calcium channel blocker

6.

Stimulasi generasi sel (asam amino termasuk glisin dan growth factor)

B. Penyakit Endokarditis
Etiologi: Endokarditis merupakan peradangan pada katup dan permukaan endotel
jantung. Endokarditis bisa bersifat endokarditis rematik dan endokarditis infeksi.
Terjadinya endokarditis rematik disebabkan langsung oleh demam rematik yang
merupakan

penyakit

sistemikkarena

infeksi

streptokokus.

Endokarditis

infeksi

(endokarditis bakterial) adalah infeksi yang disebabkan oleh invasi langsung oleh bakteri
atau organisme lain, sehingga menyebabkan deformitas bilah katup. Mikroorganisme
penyebabnya mencakup: streptokokus, enterokokus, pneumokokus, stapilokokus,
fungi/jamur, riketsia, dan streptokokus viridans.
Endokarditis infeksi yang sering terjadi pada manula mungkin terjadi akibat
menurunnya respons imunologi terhadap infeksi, perubahan metabilisme akibat penuaan,
dan meningkatnya prosedur diagnostik invasif, khususnya pada penyakit genitourinaria.
Terjadi insiden yang tinggi pada endokarditis stapilokokus diantara pemakai obat
intravena, penyakit yang terjadi paling sering pada orang-orang yang secara umum sehat.
Endokarditis yang didapat di rumah sakit terjadi paling sering pada klien dengan penyakit
yang melemahkan, yang menggunakan kateter indweler, dan yang menggunakan terapi
intravena atau antibiotik jangka panjang. Klien yang diberi pengobatan imunosupresif
atau steroid dapat mengalami endokarditis fungi.

Gejala: Sering penderita tidak mengetahui dengan jelas. Sejak kapan penyakitnya mulai
timbul , misalnya sesudah cabut gigi, mulai kapan demam, letih-lesu, keringat malam
banyak, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit sendi, sakit dada, sakit perut,
hematuria, buta mendadak, sakit pada ekstremitas (jari tangan dan kaki), dan sakit pada
kulit.

Gejala umum

Demam dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur sama
sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang disertai menggigil dan
keringat banyak. Anemia ditemukan bila infeksi telah berlangsung lama. pada sebagian
penderita ditemukan pembesaran hati dan limpha.

Gejala Emboli dan Vaskuler

Ptekia timbul pada mukosa tenggorok, muka dan kulit (bagian dada). umumya sukar
dibedakan dengan angioma. Ptekia di kulit akan berubah menjadi kecoklatan dan
kemudian hilang, ada juga yang berlanjut sampai pada masa penyembuhan. Emboli yang
timbul di bawah kuku jari tangan (splinter hemorrhagic).

Gejala Jantung
Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan adanya kelainan

katub atau kelainan bawaan seperti stenosis mitral, insufficiency aorta, patent ductus
arteriosus (PDA), ventricular septal defect (VCD), sub-aortic stenosis, prolap katub
mitral. Sebagian besar endocarditis didahului oleh penyakit jantung, tanda-tanda yang
ditemukan ialah sesak napas, takikardi, palpasi, sianosis, atau jari tabuh (clubbing of the
finger). Perubahan murmur menolong sekali untuk menegakkan diagnosis, penyakit yang

sudah berjalan menahun, perubahan murmur dapat disebabkan karena anemia . Gagal
jantung terjadi pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada
insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan
trikuspid serta penyakit jantung bawaan non valvular .
Patofisiologis: Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans
yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran napas bagian atas. Sebelum ditemuklan
antibiotik, maka 90 - 95 % endokarditis infeksi disebabkan oleh strptokokus viridans,
tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50 % penyebab infeksi endokarditis
yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang
lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut.
Penyebab lainnya adalah streptokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif
aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida.
Faktor-faktor prediposisi dan faktor pencetus:
Faktor predisposisi diawali dengan penyakit-penyakit kelainan jantung dapat berupa
penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, katub jantung prostetik, penyakit
jantung sklerotik, prolaps katub mitral, post operasi jantung, miokardiopati hipertrof
obstruksi.
Endokarditi infeksi sering timbul pada penyakit jantung rematik dengan fibrilasi dan
gagal jantung. Infeksi sering pada katub mitral dan katub aorta. Penyakit jantung bawaan
yang terkena endokarditis adalah penyakit jantung bawaan tanpa ciyanosis, dengan
deformitas katub dan tetralogi fallop. Bila ada kelainan organik pada jantung, maka
sebagai faktor predisposisi endokarditis infeksi adalah akibat pemakaian obat
imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau peritonial dialisis, serosis hepatis,

diabetis militus, penyakit paru obstruktif menahun, penyakit ginjal, lupus eritematosus,
penyakit gout, dan penyalahan narkotik intravena.
Faktor pencetus endokarditis infeksi adalah ekstrasi gigi atau tindakan lain pada gigi dan
mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstretrik ginekologik dan radang saluran
pernapasan.
Kuman paling sering masuk melalui saluran napas bagian atas selain itu juga melalui alat
genital dan saluran pencernaan, serta pembuluh darah dan kulit. Endokard yang rusak
dengan permukaannya tidak rata mudah sekali terinfeksi dan menimbulakan vegetasi
yang terdiri atas trombosis dan fibrin. Vaskularisasi jaringan tersebut biasanya tidak baik,
sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan menambah
kerusakan katub dan endokard, kuman yang sangat patogen dapat menyebabkan
robeknya katub hingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudah meluas ke jaringan
sekitarnya, menimbulkan abses miokard atau aneurisme nekrotik. Bila infeksi mengenai
korda tendinae maka dapat terjadi ruptur yang mengakibatkan terjadinya kebocoran
katub.
Tata laksana: Pemberian obat yang sesuai dengan uji resistensi dipakai obat yang
diperkirakan sensitif terhadap mikroorganisme yang diduga. Bila penyebabnya
streptokokus viridan yang sensitif terhadpa penicillin G , diberikan dosis 2,4 - 6 juta unit
per hari selama 4 minggu, parenteral untuk dua minggu, kemudian dapat diberikan
parenteral / peroral penicillin V karena efek sirnegis dengan streptomicin, dapat ditambah
0,5 gram tiap 12 jam untuk dua minggu . Kuman streptokokous fecalis (post operasi obsgin) relatif resisten terhadap penisilin sering kambuh dan resiko emboli lebih besar oleh
karena itu digunakan penisilin bersama dengan gentamisin yang merupakan obat pilihan.

Dengan dosis penisilin G 12 - 24 juta unit/hari,dan gentamisin 3 - 5 mg/kgBB dibagi


dalam 2 - 3 dosis. Ampisilin dapat dipakai untuk pengganti penisilin G dengan dosis 6 12 gr/hari . Lama pengobatan 4 minggu dan dianjurkan sampai 6 minggu. Bila kuman
resisten dapat dipakai sefalotin 1,5 gr tiap jam (IV) atau nafcilin 1,5 gr tiap 4 jam atau
oksasilin 12 gr/hari atau vankomisin 0,5 gram/6 jam, eritromisin 0,5 gr/8 jam lama
pemberian obat adalah 4 minggu. Untuk kuman gram negatif diberikan obat golongan
aminoglikosid : gentamisin 5 - 7 mg/kgBB per hari, gentamisin sering dikombinsaikan
dengan sefalotin, sefazolia 2 - 4 gr/hari , ampisilin dan karbenisilin. Untuk penyebab
jamur dipakai amfoterisin B 0,5 - 1,2 mg/kgB per hari (IV) dan flucitosin 150 mg/Kg BB
per hari peroral dapat dipakai sendiri atua kombinasi. Infeksi yang terjadi katub prostetik
tidak dapat diatasi oleh obat biasa, biasanya memerlukan tindakan bedah. Selain
pengobatan dengan antibiotik penting sekali mengobati penyakit lain yang menyertai
seperti : gagal Jantung . Juga keseimbangan elektrolit, dan intake yang cukup .

C. Penyakit Hipertensi
Etiologi: Penyebab Hipertensi
Berdasarkan penyebab hipertensi, dapat diklasifikasikan sebagai :
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer didefinisikan sebagai hipertensi yang tidak disebabkan oleh
adanya gangguan organ lain seperti ginjal dan jantung. Hipertensi ini dapat disebabkan
oleh kondisi lingkungan seperti faktor keturunan, pola hidup yang tidak seimbang,

keramaian, stress, dan pekerjaan. Sikap yang dapat menyebabkan hipertensi seperti
konsumsi tinggi lemak, garam, aktivitas yang rendah, kebiasaan merokok, konsumsi
alkohol dan kafein. Sebagian besar hipertensi primer disebabkan oleh faktor stress.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang disebabkan oleh gangguan ginjal, endokrin, dan kekakuan dari
aorta. Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena saat
seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa hormon yang akan
menyebabkan penyempitan dari pembuluh darah, dan

pengeluaran cairan lambung

yang berlebihan, akibatnya seseorang akan mengalami mual, muntah, mudah kenyang,
nyeri lambung yang berulang, dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus menerus dapat
menyebabkan komplikasi hipertensi pula. Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan
sikap hidup yang tidak tepat komposisi antara asupan makanan, olahraga dan istirahat,
sehingga menimbulkan gejala awal seperti obesitas yang selanjutnya dapat menyebabkan
gangguan lain seperti kencing manis, dan gangguan jantung. Konsumsi garam berlebihan,
dapat menimbulkan darah tinggi diakibatkan oleh peningkatan kekentalan dari darah,
sehingga jantung membutuhkan tenaga yang lebih untuk mendorong darah sampai ke
jaringan

paling

kecil.

Kebiasaan konsumsi alkohol, kafein, merokok dapat menyebabkan kekakuan dari


pembuluh darah sehingga kemampuan elastisitas pada saat mengalami tekanan yang
tinggi menjadi hilang.
Gejala: Kebanyakan orang dengan tekanan darah tinggi tidak memiliki tanda atau
mengalami gejala, meskipun tekanan darah mencapai level tinggi yang membahayakan

kesehatan.

Meskipun beberapa orang dengan hipertensi tahap awal mungkin mengalami dull
headaches, pusing atau beberapa lagi mimisan, tanda dan gejala ini biasanya tidak
muncul sampai hipertensi mencapai tahap yang berat bahkan tingkat yang mengancam
nyawa.
Secara umum orang dengan hipertensi terlihat sejat dan sebagian besar tidak
menimbulkan gejala. Tapi ada pula gejala awal yang mungkin timbul dari hipertensi
yaitu:

Sakit kepala

Perdarahan dari hidung

Pusing

Wajah kemerahan

Kelelahan

Patofisiologi:

Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan

konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua
factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system


pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

Tata Laksana: Dalam pengobatannya hipertensi tidak dilakukan begitu saja. Ada
tahapan yang harus diperhatikan sebelum menentukan terapi apa yang tepat. Bahkan
untuk pengobatan ada yang tidak harus memerlukan obat-obatan.

Hal yang perlu diketahui dalam penatalaksanaan hipertensi adalah bahwa perbedaan
patofisiologis penderita hipertensi berbeda-beda. Pada umumnya penatalaksanaan
hipertensi dilakukan melalui 2 cara, yaitu non farmakologi dan farmakologi.

Non farmakologi, yaitu dengan cara mengatur pola hidup untuk mendapatkan hasil.
Semua penderita hipertensi harus melakukan perubahan pola hidup, seperti olahraga
teratur, menurunkan berat badan untuk penderita yang memiliki berat badan berlebih,
mengurangi asupan garam, dan lainnya.

Setelah penggunaan terapi farmakologi biasanya akan dilakukan dengan atau tanpa terapi
farmakologi, hal ini tergantung tingkat keparahan hipertensi dan kondisi pasien (seperti
adanya penyakit lain yang diderita).

Obat antihipertensi perlu dimulai berdasarkan pada 2 kriteria yaitu tingkat tekanan darah
sistolik dan diastolik, serta tingkatan resiko kardiovaskular. Tujuan penggunaan obat
hipertensi adalah menurunkan dan mencegah kejadian kardioserebrovaskular dan renal,
melalui tekanan darah dan juga pengendalian dan pengobatan faktor-faktor resiko yang
reversible.

1. Diuretik (thiazid)
Biasanya obat pilihan utama yang diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik
membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan
diseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan berkurang. Yag harus diperhatikan dalam
pemberian diuretik adalah kehilangan kalium dalam tubuh, sehingga harus diberikan
tambahan kalium atau obat penahan kalium.
Contoh obat : Hidroklortiazid (HCT), Furosemide, Spironolakton (hemat kalium),
Manitol

2. ACE Inhibitor
Merupakan obat yang memperlambat aktivitas enzim ACE, yang mengurangi produksi
dari angiotensin II. Sehingga mengakibatkan melebarnya pembuluh darah dan tekanan
darah berukurang.
Contoh : Enapril, Kaptopril, Lisinopril, Benazepril, Quinapril

3. Beta bloker
Obat ini bekerja dengan menghalangi noreprin dan eprinefrin mengikat pada reseptor beta
pada syaraf. Terutama adalah beta 1 dan beta 2. Sehingga akan mengurangi denyut
jantug, tekanan darah serta melebarkan pembuluh darah.
Contoh : Atenolol, Propanolol, Acebutolol, Bisoprolol

4. Kalsium Antagonis

Menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-benar


berbeda. Kalsium antagonis menghalangi gerakan kalsium dari jantung dan arteri menuju
otot. Kalsium antagonis menyebabkan kekuatan pompa jantung berkurang dan
mengendurkan otot-otot dinding arteri, sehingga tekanan darah akan menurun.
Contoh: Amlodipine, Felodipine, Nifedipine

5. Alfa bloker
Menurunkan tekanan darah dengan menghalangi reseptor-reseptor alfa pada otot polos
arteri peripheral diseluruh jaringan.
Contoh: Terazosin, Doxazosin

6. Alfa beta bloker


Alfa beta bloker bekerja dengan kombinasi, yaitu sama dengan kerja alfa bloker tetapi
diikuti dengan menurunnya denyut jantung seperti pada beta bloker.
Contoh: Labetalol, Carvedilol

7. Angiotensin reseptor bloker


Obat ini menghalangi angiotensin II mengikat pada reseptor-reseptor angiotensin II di
pembuluh darah. Sehingga pembuluh darah akan melebar, darah mengalir lancar yang
mengakibatkan tekanan darah menurun.
Contoh: Losartan, Irbesartan, Valsartan

8. Vasodilator

Langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari golongan ini hampir
selalu digunakan sebagai tambahan obat anti hipertensi lainnya. Merelaksasi sel-sel otot
polos yang mengelilingi dinding pembuluh darah.
Contoh: Hidralazin, Minoksidil, Diazoksid

2. Mahasiswa

mampu

memahami

dan

menjelaskan

mengenai

penyakit

kardiovaskuler dan ginjal yang berisiko di rongga mulut dan manifestasinya (


tanda dan gejala)

Manifestasi di Rongga Mulut Akibat Gagal Ginjal Kronik

Penurunan fungsi ginjal menyebabkan laju filtrasi glomerulus (LFG) menurun.


Hal ini menimbulkan perubahan dalam rongga mulut. Beberapa perubahan dalam rongga
mulut yang terjadi yaitu: uremik stomatitis, peningkatan penyakit periodontal,
peningkatan deposit kalkulus, penurunan aliran saliva dan napas berbau ammonia.

Adapun

manifestasi

di

rongga

Dry mouth
Mucosal ulceration
Bacterial and fungal plaques
Pallor of the mucosa ( anaemia )
Oral purpura
White plaque ( uraemic stomatitis )

mulut

karena

gagal

ginjal

kronik,

yaitu:

Giant cell lessions (osteolytic lession in jaws)


Giant cell lesions pada rahang dapat terjadi sama seperti yang disebabkan oleh
hyperparathyroidism. Hyperparathyroidism secondary diakibatkan karena gagal ginjal
kronik atau karena lamanya dialysis dan akan meningkatkan lesi oral yang
mengakibatkan

terjadinya

osteolytic

lession

pada

tulang.

Pada pasien yang mengalami dialysis, akses ke sirkulasi pasien terutama melalui
arteriovenous shunt, biasanya pada lengan bawah, dan mudah terinfeksi sehingga
mengakibatkan bakteraemia dan pada akhirnya penderita memerlukan AB prophylaxis.

Penyakit Periodontal dan Penyakit Kardiovaskuler

Pasien dengan penyakit gusi yang mengalami gusi berdarah harus lebih berhati-hati
karena darah yang keluar dapat membawa bakteri pathogen dalam gigi dan mulut
kemudian ikut masuk ke aliran darah melalui jantung.

Bakteri yang beredar tersebut

dapat menyebabkan peradangan pada dinding pembuluh darah koroner yang dapat
menimbulkan aterosklerosis. Infeksi dari struktur periodontal dapat mempercepat
pembentukan aterosklerosis dengan cara menimbulkan inflamasi sistemik melalui
pelepasan endotoksin, protein, atau reaktor fase-akut.1

Infeksi gusi yang berdarah, menyebabkan bakteri dapat memasuki aliran darah dan
selanjutnya terjadi peningkatan kadar faktor-faktor peradangan dalam darah seperti
fibrinogen, C-reaktif protein, dan beberapa hormone protein. Bakteri dalam aliran darah
juga dapat tersangkut pada katup jantung abnormal atau kerusakan jantung lain. Jika itu

terjadi, maka dapat menyebabkan endokarditis bakterialis yang dapat merusak atau
menghancurkan katup jantung.3

Gigi yang lepas berkaitan dengan peningkatan resiko penyakit vaskuler seperti penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, dan penyakit pada arteri perifer. Satu cara
potensial yang menghubungkan antara gigi yang lepas dengan resiko penyakit vaskuler
adalah inflamasi akibat infeksi oral yang berkaitan dengan penyakit periodontal. Penyakit
periodontal, sebuah infeksi bakteri kronik lokal pada rongga mulut, dapat menyebabkan
disfungsi endotel, pembentukan plak pada arteri carotis, atau penurunan sifat
antiaterogenik dari HDL. Cara yang kedua adalah bahwa gigi yang lepas dapat
mempengaruhi kualitas asupan makanan dan nutrisi, yang akan menyebabkan
peningkatan resiko penyakit vaskuler.

Penyakit Periodontal dan Hipertensi

Meskipun terdapat prevalensi yang tinggi untuk hipertensi pada populasi secara umum
dan kepentingan prognostiknya, namun hanya sedikit penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara tekanan darah dan penyakit periodontal. Pada satu
penelitian, didapatkan hasil bahwa tekanan darah sistolik meningkat progresif sejalan
dengan keparahan penyakit periodontal, sedangkan tekanan darah diastolik tidak
menunjukkan perubahan yang signifikan.1 Berikut ini akan disampaikan beberapa
mekanisme yang menghubungkan antara penyakit periodontal dan hipertensi,
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Castelli et al., ditemukan proliferasi tunika intima
dengan penyempitan lumen pembuluh darah yang mendarahi membran periodontal pada
subjek penelitian yang menderita hipertensi. Sementara pada penelitian lain, diketahui
bahwa posisi dan pergerakan gigi dipengaruhi oleh kekuatan tekanan darah yang melalui
pembuluh darah periodontal.

Massa ventrikel kiri jatung meningkat secara abnormal pada sekitar 1/3 orang yang
menderita hipertensi, dan hipertrofi ventrikel kiri (LVH) berkaitan dengan peningkatan
resiko komplikasi kardiovaskuler akibat tekanan darah dan faktor resiko lainnya. Massa
ventrikel kiri juga menunjukkan peningkatan progresif dengan keparahan penyakit
periodontal. Pada subjek yang menderita hipertensi, jantung yang mengalami hipertrofi
dan periodontium dapat bersama-sama mengalami disfungsi mikrosirkulasi dan penipisan
dinding arteriol dan kapiler. Tekanan berlebihan dapat menyebabkan timbulnya LVH dan
menyebabkan penyempitan diameter lumen pembuluh darah kecil secara menyeluruh.
Penipisan vaskuler yang terjadi dapat menyebabkan iskemi pada jantung dan jaringan
periodontal.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tindakan dokter gigi dalam


penanganan terhadap pasien penderita penyakit kardiovaskuler, ginjal dan
hipertensi

Tindakan Kedokteran Gigi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang persisten sebagai akibat meningkatnya
tekanan darah arteri. Hipertensi juga didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah sistol

lebih dari 140 mmHg atau kenaikan diastole lebih dari 90 mmHg. Diagnosis didasarkan
pada hasil pemeriksaan tekanan darah saat kunjungan kedua dan ketiga menunjukkan
hasil yang sama.

Berdasarkan etiologi, hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Hipertensi primer atau esensial

Hipertensi primer tidak diketahui etiologinya secara pasti, namun diduga disebabkan oleh
faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan seperti diet tinggi sodium, kegemukan,
stress, dapat memicu munculnya hipertensi pada orang yang memiliki riwayat hipertensi.
Diagnosis hipertensi primer tergantung dari kenaikan sistol dan/atau diastole tanpa
adanya penyebab sekunder. Lebih dari 80% kasus berasal dari hipertensi tipe ini
(Chestnutt, 2007).

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder sering dikatikan dengan stenosis arteri ginjal, hiperaldosteron, dan
penggunaan obat kontrasepsi oral, simpatomimetik, kortikosteroid, dll.

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa sesuai JNC-7

Klasifikasi tekanan darah

Sistole (mmHg)

Diastole (mmHg)

Normal

< 120

< 80

Prehipertensi

120 139

80 89

Hipertensi stage 1

140 159

90 99

Hipertensi stage 2

>160

> 100

2.1 Penatalaksanaan Perawatan Gigi dan Mulut Pasien Hipertensi

Secara umum, tujuan pengobatan dan penglolaan hipertensi adalah untuk menurunkan
resiko morbiditas dan mortalitas. Secara khusus dalam perawatan bidang kedokteran gigi
adalah untuk mengembangkan dan memberikan perawatan yang sesuai dengan kondisi
fisik dan emosi pasien.

Pengelolaan pasien hipertensi memerlukan rencana perawatan atau strategi tertentu untuk
menjaga kestabilan tekanan darah ketika tindakan terutama tindakan yang memerlukan
anestesi lokal yang mngandung vasokonstriktor. Dua strategi yang dapat diterapkan yaitu,
strategi preventif dan kuratif.

A. Strategi Preventif

Strategi ini meliputi semua tindakan untuk mengontrol tekanan darah pasien selama
perawatan maupun selama tindakan preventif kedokteran gigi seperti kontrol plak, flouridasi,
dll. Tindakan preventif yang efektif yaitu dengan menghilangkan penyebab meningkatnya
tekanan darah pasien seperti pemilihan anestesi, bahan anestesi, dan kontrol kecemasan.
Tindakan preventif lainnya, antara lain:

1. Prosedur dental yang lama dan stressful sebaiknya dihindarkan


2. Pemberian sedatif peroral membantu mengurangi kecemasan. Sedatif peroral yang
digunakan adalah benzodiazepine 5 mg, diminum malam sebelum tidur dan 1 jam
sebelum tindakan.

3. Penggunaan sedasi Nitrous oxide menurunkan tekanan darah sistol-diastole hingga 5-10
mmHg.
4. Pemilihan waktu perawatan gigi. Kenaikan tekanan darah pada pasien hipertensi sering
terjadi saat bangun pagi, mencapai puncak pada tengah hari, kemudian menurun di sore
hari, sehingga waktu yang dianjurkan untuk melakukan perawatan adalah sore hari.
5. Penggunaan anestesi lokal akan lebih baik dibandingkan anestesi umum.
6. Pemberian anestesi harus pelan dan hindari penyuntikan intravascular.

Dalam hubungan pasien hipertensi dengan tindakan perawatan menggunakan anestesi lokal
yang mengandung vasokonstriktor, harus diingat bahwa bahan vasokonstriktor pada anestesi
lokal bermacam-macam. Noradrenalin dan levonordefrin merupakan kontraindikasi untuk
pasien hipertensi. Sedangkan adrenalin lebih aman digunakan karena tidak akan
meningkatkan tekanan darah secara dramatis.

B. Strategi Kuratif

Penerapan strategi ini disesuaikan dengan kondisi kondisi fisik dan kemampuan emosi pasien
untuk menerima dan merespon terhadap perawatan yang diberikan. Keadaan pasien ini
diklasifikasikan menurut status resiko pasien menjadi ASA I, II, III, IV, dan V.

2.2 Perawatan Bedah Mulut Pasien Hipertensi

Banyak komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hipertensi. Oleh karena itu, sebelum
melakukan tindakan bedah, sebaiknya pasien konsultasi dahulu dengan dokter penyakit
dalam yang merawat penderita. Jika keadaan pasien memungkinkan untuk dilakukan
tindakan pembedahan, maka segala kondisi yang menimbulkan kecemasan atau stress

sebaiknya dihilangkan. Penggunaan obat penenang sehari sebelumnya dianjurkan. Apabila


keadaan pasien sudah lebih tenang, pembedahan dapat dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa
tekanan darah pasien saat tindakan harus dalam keadaan tensi yang terkontrol. Jika perlu,
upaya pembedahan dilakukan dam bentuk tim karena selain ada hipertensi esensial,
kemungkinan pasien juga menderita hipertensi sekunder yang merupakan komplikasi
penyakit lain.

Tindakan dokter gigi terhadap pasien penyakit kardiovaskuler


Penyakit kardiovaskular adalah penyakit sistemik yang melibatkan jantung dan pembuluh
darah. Ada banyak penyebab penyakit kardiovaskular, antara lain: faktor keturunan, penyakit
infeksi, gaya hidup yang tidak sehat, suka merokok, dan berbagai faktor resiko lainnya.
Kadang-kadang, tindakan perawatan gigi dan pemakaian obat-obatan tertentu dapat
mempengaruhi kondisi medis pasien dengan penyakit kardiovaskular. Bahkan, tindakan
perawatan gigi tertentu dapat menjadi penyebab terjadinya bacterial endocarditis pada pasien
yang rentan. Oleh karena itu, selain pembuatan anamnese, dokter gigi juga harus dapat
mengenali tanda-tanda klinis penyakit kardiovaskular supaya dokter gigi dapat mengetahui
dengan pasti apakah pasiennya menderita penyakit kardiovaskular atau tidak. Apabila pasien
tersebut benar-benar penderita penyakit kardiovaskular, maka dokter gigi harus berhati-hati
dalam melakukan tindakan perawatan gigi dan dalam penggunaan obat-obatan terutama obatobat anestetik. Selain itu, penderita penyakit kardiovaskular yang berat terkadang memiliki
kondisi medis yang mudah sekali dipengaruhi oleh emosinya, karena itu, dokter gigi harus
berusaha sebisa mungkin untuk mengurangi rasa cemas pasien selama tindakan perawatan
gigi dilakukan. Sangat dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter yang selama ini
merawat pasien untuk mengetahui dengan jelas bagaimana kondisi medis pasien saat ini,

obat-obat apa saja yang dipergunakan oleh pasien, dan apa saja yang harus dihindarkan
selama dilakukan tindakan perawatan gigi pada pasien penderita penyakit kardiovaskular
tersebut Bagaimanapun, kewaspadaan dan ketelitian dokter gigi dalam menangani pasien
penderita penyakit kardiovaskular sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya hal-hal
yang dapat memperburuk kondisi medis pasien penderita penyakit kardiovaskular.

You might also like