You are on page 1of 18

I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Tujuan Percobaan
dan (3) Prinsip Percobaan dan (4) Aplikasi dalam Bidang Pangan
1.1. Latar Belakang
Menurut Institut of Food Technologi, 1974, Umur simpan produk pangan adalah
selang waktu antara saat produksi hingga saat konsemsi, sedang kondisi produk masih
memuaskan pada sifat-sifat : penampakan, rasa-aroma, tekstur, dan nilai gizi . Umur
simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam kondisi
penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu
(Floros, 1993).

Penyimpanan atau pemasaran produk mengalami penurunan mutu. Untuk


mengetahui apakah mutunya masih sama dengan produk baku, maka pengujian
perlu dilakukan (Soekarto, 1985).
Pengujian daya tahan simpan ini sekaligus juga untuk menetapkan masa
simpan atau pemasaran yang tepat sebelum mutunya menurun. Pengujian terhadap
produk dilakukan dengan selang waktu yang sama selama penyimpanan atau
pemasaran. Sebagai produk pembanding digunakan produk segar, artinya yang
baru diproses atau produk yang sama tetapi yang disimpan dalam kondisi yang
dapat mempertahankan mutu, misalnya yang disimpan dalam ruang pendingin
(Soekarto, 1985).

1.2. Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan melatih kemampuan seseorang untuk mengetahui
perubahan yang akan terjadi pada bahan atau produk pangan dan menentukkan
masa kadaluarsa bahan atau produk pangan.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan penentuan umur simpan produk pangan berdasarkan
pengujian organoleptik adalah berdasarkan perubahan terhadap karakteristik
bahan pangan setelah penyimpanan yang di uji secara organoleptik.
1.4. Aplikasi Dalam Bidang Pangan
Aplikasi dalam bidang pangan praktikum ini sebagai batas waktu daya tahan
simpan produk pangan dalam menetapkan masa simpan atau pemasaran yang
tepat sebelum mutunya menurun. Sebagai indikator pada produsen untuk menarik
kembali produk pangan yang telah habis masa simpannya

II BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN

Bab ini menguraikan mengenai: (1) bahan-bahan Percobaan, (2) Alat-alat


Percobaan dan (3) Metode Percobaan.
2.1. Bahan-bahan Percobaan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan penentuan umur simpan
produk pangan berdasarkan pengujian organoleptik ini adalah selada dan roti
tawar.
2.2. Alat-alat Percobaan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan penentuan umur simpan produk
pangan berdasarkan pengujian organoleptik ini adalah plastik.
2.3. Metode Percobaan
2.3.1. Deskripsi Percobaan
Diperiksa semua contoh dan dibuat daftar dari warna, tekstur, aroma,
kecerahan, keremahan dan ukuran. Sampel dimasukkan kedalam wadah plastik
contoh tersebut, kemudian diberi label pada setiap wadah plastik yang berisi
contoh, kemudian simpan. Diperiksa kembali selama disimpan setiap dua hari
hingga sepuluh hari untuk mengetahui adanya perubahan sifat dari sampel yang
diujikan.

III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan mengenai: (1) Hasil Percobaan dan (2) Pembahasan.
3.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Umur Simpan Makanan Berdasarkan Pengujian
Organoleptik (Selada)
Atribut
Penilaian

Warna

Hari ke
0

Hijau
segar

Hijau kuning
bercak hitam

Hijau
sebagian
busuk

Hijau tua

Layu

Layu

Layu

8
-

Berserat
tegar
Khas
selada

Khas
selada

Khas
selada

Khas
selada

Kecerahan

Cerah

Kusam

Kusam

Kusam

Ukuran

Sedang

Menyusut

Menyusut

Menyusut

Tekstur
Aroma

Komentar :
Berdasarkan pengamatan pada hari kedua selada sudah mengalami
perubahan dan sudah tidak layak dikonsumsi.
(Sumber : Galuh Permata Sari, kelompok D, Meja 16, 2014).

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa selada telah


mengalami perubahan pada pengamatan hari kedua, selada sudah nampak tidak
segar dan kusam. Dari ukuran juga sudah terlihat bahwa selada sudah menyusut,
hal ini dikarenakan selada ditaruh pada wadah plastik sehingga oksigen untuk
selada sudah habis.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Umur Simpan Makanan Berdasarkan Pengujian


Organoleptik (Roti Tawar)
Atribut
Penilaian

Hari ke

Warna

Broken
White
Lunak

Broken
White
Lunak

Broken
White
Lunak

Tekstur

Broken
White
Lunak

Aroma

Khas roti
tawar

Khas roti
tawar

Khas roti
tawar

Khas roti
tawar

Kecerahan

Cerah

Cerah

Agak
pudar

Agak
pudar

Keremahan

Sedikit
remah

Sedikit
remah

Komentar :
Berdasarkan pengamatan pada hari keempat roti tawar sudah mengalami
perubahan dan sudah tidak layak dikonsumsi.
(Sumber : Galuh Permata Sari, kelompok D, Meja 16, 2014).

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa roti tawar telah


mengalami perubahan pada pengamatan hari keempat, roti tawar sudah nampak
agak kusam dari warna pada hari pertama. Dilihat dari keremahan juga sudah
mulai terlihat, dimana roti tawar sudah ada keremahan dalam intensitas sedikit.

3.2. Pembahasan
Menurut Institut of Food Technologi, 1974, Umur simpan produk pangan adalah
selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi, sedang kondisi produk masih
memuaskan pada sifat-sifat : penampakan, rasa-aroma, tekstur, dan nilai gizi . Umur
simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam kondisi
penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu
(Floros, 1993).

Informasi umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak, baik produsen,
konsumen, penjual, dan distributor. Konsumen tidak hanya dapat mengetahui tingkat
keamanan dan kelayakan produk untuk dikonsumsi, tetapi juga dapat memberikan
petunjuk terjadinya perubahan citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk tersebut.
Penulisan Umur Simpan (masa kadaluwarsa) pangan diatur dalam PP No.69 tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan.
Pasal 31 :
1) Tanggal, bulan, tahun kadaluwarsa wajib dicantumkan secara jelas
2) Pencantuman dilakukan setelah tulisan Baik digunakan sebelum : .......
3) Untuk produk pangan yang kadaluwarsanya lebih dari 3 bulan,

diperbolehkan

untuk hanya mencantumkan bulan dan tahun kadaluwarsa.


Pasal 28 :
Dilarang memperdagangkan pangan yang sudah melampaui tanggal, bulan dan
tahun kadaluwarsa sebagaimana dicantumkan pada label.
Pasal 29 :
Setiap orang dilarang menukar tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa pangan
yang diedarkan.

Adapun amandemen tentang Food Labelling Regulation yang dikeluarkan oleh


Codex Alimentarius Commission (CAC) ,1999. Untuk produk yang kadaluwarsanya
kurang dari 3 bulan :
1) wajib mencantuman tanggal, bulan, tahun kadaluwarsa
2) pencantumannya setelah kata Best before .......... diikuti tanggal, bulan, tahun
kadaluwarsa

Untuk produk yang kadaluwarsanya lebih dari 3 bulan :


1) wajib mencantuman tanggal, bulan, tahun kadaluwarsa
2) pencantumannya setelah kata Best before end .......... diikuti tanggal, bulan,
tahun kadaluwarsa
Sedangkan tujuh jenis produk pangan yang tidak memerlukan pencantuman
tanggal, bulan, tahun kadaluwarsa :
1) buah, sayuran segar, kentang yang belum dikupas
2) minuman mengandung alkohol 10% (v/v)
3) makanan yang diproduksi untuk dikonsumsi kurang dari 24 jam
4) vinegar
5) garam meja
6) gula pasir
7) produk konvensionary yang bahan bakunya hanya berupa gula + flavor atau
gula + pewarna

Cara penyimpanan bahan pangan selama berbagai proses pengolahan dan


pada tingkat penjualan merupakan hal yang utama dalam menentukan keamanan
dan mutu dari aspek mirobiologi (Buckle, 1987). Untuk memperpanjang umur
simpan pada bahan pangan dapat dilakukan dengan penyimpanan suhu rendah,
melakukan waxing (pelilinan), melakukan pengemasan, serta melakukan
bleaching.
Beberapa faktor yang dapat mengendalikan tipe dan besarnya kerusakan
makanan yang disebabkan oleh mikroba adalah kadar air, suhu, kadar oksigen, zat
gizi yang tersedia, derajat kontaminasi oleh organisme pembusuk, dan adanya zat

penghambat pertumbuhan. Pada umumnya satu atau lebih faktor-faktor ini dapat
mengendalikan kebusukan yang disebabkan oleh mikroba. Penyimpanan makanan
olahan di daerah panas tanpa adanya oksigen juga akan menciptakan kondisi bagi
terjadinya pembusukan (Desrosier, 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan dapat dibagi menjadi dua kategori,
yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah sifat akhir dari produk
jadi, yang meliputi aktivitas air (water activity, aw), pH dan total asam, potensial redoks
(Eh), ketersediaan oksigen, nutrisi, mikroflora alami, komponen biokimia alami dalam
produk (enzim, pereaksi kimia), dan penggunaan pengawet. Faktor ekstrinsik adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi produk akhir ketika terjadi rantai makanan atau
distribusi makanan. Faktor-faktor ekstrinsik selama proses produksi, penyimpanan, dan
distribusi makanan terdiri dari pengendalian suhu, kelembaban relatif, paparan cahaya
(UV dan infra merah), mikroba di lingkungan, komposisi udara dalam kemasan,
perlakuan suhu (contohnya pemanasan kembali atau pemasakan), dan penanganan
konsumen (Anonim, 2014).

Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah-buahan


tertentu, dimana selama proses ini terjadi serangkaian perubahan biologis yang
diawali dengan pembentukan etilen. Proses ini ditandai dengan dimulainya proses
pematangan. Pada proses pematangan, terjadi perubahan-perubahan warna dari
hijau menjadi kuning atau merah, rasa asam menjadi manis, tekstur menjadi lebih
lunak,

terbentuknya

(Syarief dan Halid, 1993).

vitamin,

dan

timbulnya

aroma

yang

khas

Buah-buahan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu buah non-klimakterik


dan buah klimakterik. Buah non-klimakterik secara singkat diartikan bahwa buah tersebut
tidak mampu melanjutkan proses ripening (pemasakan) seketika setelah dipanen.
Sedangkan buah klimakterik sebaliknya dapat dipanen pada saat matang maupun pada
saat masak. Beberapa contoh buah klimakterik dan non-klimakterik sebagai berikut:
a. Buah klimakterik : apel, pir, alpukat, buah kiwi, pisang, mangga, pepaya, jambu biji,
markisa.
b. Buah non-klimakterik : Kelompok berri-berrian (strawberry, cranberry, raspberry,
blackberry), anggur, seri, lemon, jeruk, jeruk Mandarin, tangerin, nenas, lychee
(Ayimada,2008).
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dijelaskan sebagai
berikut
a. Ketersediaan substrat
Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju
yang rendah pula. Demikian sebaliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka
laju respirasi akan meningkat.
b. Ketersediaan Oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh
tersebut berbeda bagi masing-masing spesies. Bahkan, pengaruh oksigen berbeda antara
organ satu dengan yang lain pada tumbuhan yang sama.
c. Suhu
Umumnya, laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 0C.
Namun, hal ini tergantung pada masing-masing spesies.

d. Tipe dan umur tumbuhan


Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme sehingga kebutuhan
tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda
menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan tumbuhan yang tua
(Zulkarnaen,2009).

Pada prakteknya, ada bebrapa pendekatan yang dapat digunakan untuk


menduga masa kadaluarsa, yaitu :
1. Distribution Turn Over
Merupakan

cara

menentukkan umur simpan produk pangan

berdasarkan informasi produk sejenis yang terdapat di pasaran.


Pendekatan ini dapat digunakan pada produk pangan yang proses
pengolahannya, komposisi bahan yang digunakan dan aspek lain sama
dengan produk sejenis di pasaran dan telah ditentukkan umur simpannya.
2. Distribution Abuse Test
Merupakan cara penentuan umur simpan produk berdasarkan hasil
analisi produk selama penyimpanan dan distribusi di lapangan, atau
mempercepat proses penurunan mutu dengan penyimpanan pada kondisi
ekstrim (Abuse Test).
3. ASS (Accelerated Storagge Studies) Penentuan umur simpan produk
dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat
mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan. Salah satu
keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat (3-4 bulan), namun
ketepatan dan akurasinya.

4. Nilai Pustaka

Berdasarkan nilai pustaka adalah menentukan umur simpan suatu


produk dengan mengetahui umur simpan produk-produk sebelumnya
melalui referensi dari buku atau penelitian (pustaka) yang sudah ada.
5. Consumen Plain
Berdasarkan consumen complain yaitu menentukan umur simpan
produk dengan melihat waktu terdekat complain konsumen terhadap
produk.
6. Accerelated self life testing
Berdasarka Accerelated self life testing yaitu menentukan umur
simpan produk dengan melakukan karantina pada produk dan
menyimpannya hingga produk rusak.Lalu menentukan waktu terdekat
sebelum produk rusak agar aman dikonsumsi.
7. ESS ( Extended Storage Studie )
Sering disebut sebagai metode konterversial, merupakan penentu tanggal
kadaluarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal
sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutu (usable quality)
hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat,
namun pada awal penemuan dan penggunaan metode ini dianggap
memerlukan waktu yang panjang dan analisis parameter mutu yang relative
banyak serta mahal. Metode ESS sering digunakan untuk produk yang
mempunyai masa kedaluwarsa kurang dari 3 bulan. Metode konvensional

biasanya digunakan untuk mengukur umur simpan produk pangan yang telah siap
edar atau produk yang masih dalam tahap penelitian (Anonim, 2014).
Selada memiliki nama latin lactuca sativa dan termasuk ke dalam
keluarga Asteraceae. Selada memiliki beberapa jenis varian, namun yang dikenal
secara luas hanya 5 jenis saja. Mereka adalah butterhead (Boston), selada cina,
crisphead (Iceberg), looseleaf, Romaine, dan Summer Crisp (Batavia)
(Anonim,2014).
Daun selada mengandung lutein, beta-karoten, vitamin C, vitamin K,
kalsium, serat, folat, zat besi, vitamin A dan B6, asam folat likopen, kalium, dan
zeaxanthin. Selada mengandung alkaloid yang memberikan efek terapeutik.
Mengkonsumsi selada mentah sangat baik bagi kesehatan. Hanya saja, daun yang
satu ini paling cepat rusak bila penyimpanannya tidak benar dan apabila terkena
air akan cepat membusuk.

Pada pengamatan selada sudah mengalami perubahan pada saat umur


simpan pada hari kedua, penurunan mutu erat halnya dengan sifat genetis
yaitu proses respirasi dan transpirasi selama penyimpanan di mana akan
menyebabkan susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan), cita
rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai
konsumen; susut nilai gizi yang berpengaruh terhadap kualitas selada.
Buah dan sayur memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah
dan sayur dikenal sebagai bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini
sangat berpengaruh terhadap kualitas masa simpan. Mutu simpan buah dan
sayur akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan transpirasi

dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan suhu


udara. Pada umumnya komoditas yang mempunyai umur simpan pendek
mempunyai laju respirasi tinggi atau peka terhadap suhu rendah
(Tranggono 1990).
Perubahan warna pada selada yaitu timbul bercak-bercak hitam
merupakan salah satu tanda terjadinya respirasi dan transpirasi serta kehilangan
air pada selada. Dimana, selada telah mengalami perubahan pada umur simpan
hari kedua.Tekstur pada selada telah mengalami perubahan menjadi layu, hal ini
dikarenakan sudah tidak adanya air, akibat selada yang ditaruh pada plastik.

Gambar 1. Selada

Roti merupakan salah satu bentuk makanan pokok yang cukup diminati
masyarakat Indonesia. Sebagai contoh roti tawar ataupun sejenis roti basah yang
seringdikonsumsi oleh sebagian masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal diwilayah
perkotaan. Umumnya mereka memiliki roti karena roti dapat dijadikan makanan
alternatif pengganti nasi. Selain itu roti merupakan makanan instan yang siap saji
(Anonim, 2004).
Roti merupakan produk olahan terigu yang mempunyai umur simpan yang
relative singkat.. Roti pada umumnya hanya bertahan selama 1 hari pada keadaan

terbuka. Kemudian muncul ide untuk dikemas. Dan hasilnya daya simpan roti
bisa bertahan lebih lama. Seiring dengan kemajuan tekhnologi pangan muncul
adanya bahan pengawet untuk roti. Dengan adanya pengawet tidak serta merta
akan membuat roti bisa bertahan selama 4-5 hari. Hal ini juga dipengaruhi oleh
kondisi penyimpanan dan tentu juga kemasan. Masalah yang sering timbul adalah
roti sudah rusak sebelum waktunya.
Roti yang dikemas pada suhu yang ralatif tinggi akan mengurangi umur
simpan, karena bahan yang masih panas akan mengeluarkan uap panas. Uap
panas tersebut akan terperangkap dalam bahan pengemas, sehingga kondisi dari
udara dalam kemasan juga lembab bahkan mungkin basah. Dengan kondisi
demikian tentu akan memudahkan mikroba untuk merusak roti. Selain suhu
mungkin juga waktu. Waktu yang terlalu lama akan menyebabkan Roti
merupakan produk pangan yang mudah rusak. Terutama karena adanya kapang
yang mampu tumbuh pada keadaan aw rendah. Untuk itu dibuat bagaimana agar
umur simpan dari roti dapat bertahan lebih lama. Umur simpan roti rata-rata
adalah berkisar antara 2-3 hari (tanpa pengawet dan kondisi penyimpanan benar).
Pada pengamatan roti tawar mulai mengalami perubahan pada hari keempat,
dimana kecerahan roti yang sudah agak pudar dan keremahan yang sudah terlihat.
Menurut pengamatan handfeel roti masih dalam keadaan layak untuk dikonsumsi.
Roti mengalami perubahan akibat sifat genetis dari bahan pembuatannya, dimana
roti terdiri dai tepung terigu serta air yang dapat dengan mudah dirusak oleh
mikroba, sehingga umur simpan roti tidak teralu lama.

Gambar 2. Roti Tawar

IV KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan penentuan umur simpan pada selada dapat
disimpulkan bahwa selada sudah mengalami penurunan mutu dan rusak pada hari
ke 2 dan rusak sepenuhnya pada hari ke 6 ditandai dengan warna yang menjadi
hijau tua serta aroma busuk dan ukuran yang menyusut.
Berdasarkan hasil pengamatan penentuan umur simpan pada roti tawar dapat
disimpulkan bahwa pisang sudah mengalami penurunan mutu dan rusak pada hari
ke 4 ditandai dengan kecerahan yang menurun serta keremahan.
4.2. Saran
Sebaiknya saat pengamatan dilakukan dengan baik dan jangan sampai data
yang didapat tidak lengkap, karena akan berpengaruh pada hasil akhir.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2014), Umur Simpan, http://id.wikipedia. Indonesia. org/wiki/umur
simpan.co.id, di akses 21 Maret 2014.
Anonim, (2014), Pendugaan Umur Simpan, http://pdf.kq5.org/PENENTUANUMUR-SIMPAN-PADA -PRODUK-PANGAN.html, di akses 21 Maret
2014.
Ayimada,2008, Pemasakan Buah, http://ayimada006084.files.wordpress.com/
2008/11/pemasakan-buah3.doc, di akses 21 Maret 2014.
Buckle, K.A. (1987). Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Floros,J.D. and Gnanasekharan, 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods :
Chemical Biological, Physical, and Nutritional Aspects. G. Chlaralambous
(Ed.) Elvisier Publ., London.
Kartika, B., Pudji H., Wahyu S., (1988), Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Soekarno, S.T.,(1985), Penilaian Organoleptik, Bhratara, Jakarta.
Syarief, R.dan Halid H, 1993, Teknologi Penyimpanan Pangan, Penerbit Arcan,
Jakarta.
Tranggoro. 1990. Biokimia dan teknolohi Pasca panen. Yogyakarta : Gadjah
mada University Press.
Zulkarnaen. 2009. Dasar-dasar Holtikultura. Jakarta : Bumi Aksar.

LAMPIRAN SOAL DISKUSI

1. Apakah perubahan sifat organoleptik tesebut ada kaitannya dengan


perubahan kimia dari bahan atau produk pangan, jelaskan argument
saudara.
Ya, karena rangsangan yang dirasakan terhadap produk adalah bentuk
identitas kimia, fisik mau pun biologis dari suatu produk jika rangsangan
yang dirasakan berubah dari rangsangan awal maka dapat disimpulkan
telah terjadi suatu perubahan juga terhadap produk pangan tersebut.
2. Adakah penentuan masa kadaluarsa yang saudara ketahui dengan metode
lain, jelaskan prinsipnya.
Tidak, saya hanya mengetahui penentuan umur simpan dengan
pengujian organoleptik dengan prinsip berdasarkan perubahan terhadap
karakteristik bahan pangan setelah penyimpanan yang diuji secara
organoleptik.
3. Bandingkan dengan metode yang telah saudara coba dan jelaskan
kelebihan dan kekuranganya.
Kelebihannya kita dapat mengetahui perubahan dari produk pangan
yang kita uji dari waktu ke waktu
Kekurangannya kita membutuhkan waktu yang lama untuk menarik
kesimpulan dan menentukan umur simpan dari produk tersebut.

You might also like