Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
APPENDICEAL MASS
(090100020)
(090100453)
Parvinaa Palanisamy
(090100450)
(090100374)
DAFTAR ISI
Daftar Isi .. i
BAB I Pendahuluan ....... 1
1.1 Latar belakang.. 1
1.2 Tujuan... 2
BAB II Tinjauan Pustaka.. 3
2.1 Definisi Appendiceal Mass....... 3
2.2 Anatomi Appendiks....3
2.3 Fisiologi Appendiks........5
2.4 Etiologi Appendiceal Mass......5
2.5 Patofisiologi Appendiceal Mass.........6
2.6 Gejala Klinis7
2.7 Pemeriksaan Penunjang...9
2.7.1 Pemeriksaan Fisik..9
2.7.2 Pemeriksaan Laborotrium.....10
2.7.3 Pemeriksaan Radiologis...10
2.7.3.1 Foto Polos Abdomen.10
2.7.3.2 Ultrasonografi atau CTscan..10
2.8 Diagnosis..11
2.9 Penatalaksanaan ..12
2.10 Komplikasi.15
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Appendicitis adalah peradangan pada organ appendix vermiformis atau yang dikenal
juga sebagai usus buntu. Berdasarkan onsetnya, appendicitis dibagi menjadi beberapa
macam, dari appendicitis akut hingga kronis. Appendicitis akut sendiri adalah salah satu
penyebab keadaan bedah emergensi terbanyak, yang ditandai dengan gejala berupa nyeri
perut pada ulu hati / epigastrium yang menjalar ke kuadran kanan bawah. Hingga saat
ini penyebab keadaan akut abdomen di negara negara (Negara berkembang dan negara
maju) terbanyak adalah appendicitis akut ini.1,2
Peradangan pada appendix ini dapat ditemukan pada masyarakat dari berbagai usia,
dan juga dari berbagai kalangan yang berbeda pula. Terdapat sekitar 250.000 kasus
appendicitisyang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada
anak usia 6 10 tahun. Di Indonesia sendiri belum ada data pasti yang menyatakan
jumlah insiden appendicitis, namun insiden terbanyak terjadi pada usia 10 30 tahun,
dengan jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita. Walaupun appendicitis ini
dapat ditemukan pada berbagai usia, namun angka komplikasi tertinggi ada pada
penderita pada rentang usia muda (anak anak) dan usia tua, di mana angka komplikasi
berupa perforasi appendix diikuti dengan peritonitis generalisata cukup tinggi.1,2
Sejalan dengan waktu, insiden appendicitis ini terus meningkat, hal ini diduga
berkaitan dengan pola makan yang semakin rendah serat, di mana menyebabkan
terbentuknya faeses yang keras dan kemudian menyebabkan sumbatan pada lumen
appendix sehingga terjadi peradangan.1,2
Terapi definitif dari appendicitis, baik akut maupun kronis adalah dengan
melakukan pengangkatan appendix yang meradang. Tindakan ini dilakukan secara
bedah, dan dapat dilakukan dengan beberapa metode, baik laparotomy, laparoscopy,
maupun dengan simple appendectomy (insisi pada McBurney) sesuai dengan
indikasinya. Appendicitis akut yang tidak ditangani dengan adekuat / definitif maka
akan dapat menyebabkan perforasi diikuti dengan peritonitis yang dapat menyebabkan
shock dan akhirnya bisa menyebabkan kematian. Namun dengan penanganan segera dan
cepat maka prognosis dari appendicitis adalah sangat baik.1,2
Insiden
gangrene dan
perforasi appendicitis
dalam
sejumlah
laporan
memperlihatkan hanya sedikit fluktuasi dalam 30 tahun terakhir, stabil pada 25-30%.
Appendicitis dengan masa teraba terdapat pada 1-13% dari penderita appendicitis.3
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang appendiceal mass yang merupakan
komplikasi dari sppendisitis akut serta bagaimana penatalaksanaan awal yang
berhubungan dengan tindakan operasi yang dilakukan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi olehomentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk
massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering
dijumpai pada pasien berumur lima tahunatau lebih karena daya tahan tubuh telah
berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang.3
2.2 Anatomi Appendix
Appendix vermicularis adalah divertikulum intestinal yang berukuran kurang
lebih 6 10 cm dan terletak pada caecum. Organ ini berbentuk tabung dengan lumen
yang sempit pada bagian proximal dan melebar pada bagian distal, kapasitas appendix
sendiri kurang lebih 0,1 ml. Organ ini tersusun dari jaringan limfoid dan merupakan
bagian integral dari GALT (Gut-Associated Lymphoid Tissue). Lokasi appendix
terbanyak berasal dari bagian posteromedial caecum, di bawah ileocaecal junction.
Appendix sendiri memiliki mesenterium yang mengelilinginya, yang disebut
mesoappendix, yang berasal dari bagian posterior mesenterium yang mengelilingi ileum
terminalis. Posisi terbanyak dari appendix sendiri adalah retrocaecal, namun demikian
ada variasi dari lokasi appendix ini.1,265% dari posisi appendix terletak intraperitoneal
sementara sisanya retroperitoneal. Di sini variasi posisi appendix menentukan gejala
yang akan muncul saat terjadi peradangan. Beberapa variasi posisi appendix terhadap
caecum. Antaranya adalah retrocaecal, pelvinal, antecaecal, preileal dan postileal.
2.4 Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan
penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan
limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus
termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan
inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat
adanya trauma atau stasis fekal. 2,8 Frekuensi obstruksi meningkat dengan
memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut,
sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus
apendisitis gangrenous dengan rupture.4,5
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan
peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.4,5
2.5 Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.4,5
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang
distensi.Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan.Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.
Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat
meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari
sedikit binatang yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi
sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.4,5,6
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena
terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas
dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien
karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.4,5,6
Bila arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan
lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga
timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.4,5,6
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
10
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat. 4,5,6
Penyakit ini sering dijumpai pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan
apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.4,5,6
2.6 Gejala Klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula
dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah.
Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan atau batuk. 6
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif. Apendisitis
akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks
yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke
kanan bawah ketitik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena bias mempermudah terjadinya perforasi. Bila
terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan
atau batuk. Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada
saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. 5,6
11
12
fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses)
juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa
dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT (Rectal
Touche) sebagai massa yang hangat. Peristalsis usus sering normal, peristalsis
dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. 7,8
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak
dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m.
psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk
melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul
pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. Psoas sign.
Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa
meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha
kanan (tanda bintang). Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami
peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver
(pemeriksaan). Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada
tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur
kedalam. Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak
dengan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.7,8
2.7.2
Pemeriksaan Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak denganappendicitis
akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara12.000-18.000/mm.
Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left)dengan jumlah normal leukosit
menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan
pada pasien dengan appendicitis. Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan
appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria
ringan dan pyuriadapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter. 7,8
13
2.7.3
Pemeriksaan Radiologis
14
Pada anak-anak tumor caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar
mesenterium. Pada apendisitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang
tidak begitu hebat disebelah kanan perut,dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan
dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan
rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa. 8
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan
umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi, pemeriksaan lokal pada
abdomen kuadran kanan bawah masih
laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke
kiri. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan
keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi,
pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan, laboratorium hitung lekosit
dan hitung jenis normal.8
2.9 Penatalaksanaan
15
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh
omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk
tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi
dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak
dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis
umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi
segera menjadi abses yang jelas batasnya. 9,10
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan
yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih
terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abses yang dapat mudah didrainase. 9.10
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus
keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata.
Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi
untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa
periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk
dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukositnormal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3
bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.
Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit. 9,10
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan
tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan
terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus
dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada
pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. Pada periapendikular infiltrat,
dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukanakan lebih sulit dan
16
perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan
terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. Terapi sementara untuk 8-12
minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut,
jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses,dianjurkan
operasi secepatnya. Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat
maka luka operasi ditutup lagi,apendiks dibiarkan saja. 9.10
Terapi konservatif pada periapendikular infiltrate adalah total bed rest posisi
fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi,diet lunak bubur saring, antibiotika
parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan
apendiktomi. 11
Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan
setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun,
dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses,
dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah. Analgesik diberikan hanya kalau
perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala
menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy.
Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari
ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. 11
Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus
segera dibuka dan didrainase. Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut
sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai
secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik
ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat
dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses
didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut.
Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari,drai
dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik
sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan
abses tiap hari penderita di RT. Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6
minggu tentang : LED, Jumlah leukosit, Massa. 10,11
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila dari anamesa penderita sudah
tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen, dari
17
penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler), tidak
terdapat lagi tanda-tanda apendisitis dan massa sudah mengecil atau menghilang, atau
massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula serta dari hasil laborotrium 10,11
LED kurang dari 20 dan leukosit normal. Indikasi untuk operasi periapendikular
infiltrat adalah bila LED telah menurun kurang dari 40,tidak didapatkan leukositosisdan
pada pemeriksaan berulang tidak didapatkan massa atau massa sudah tidak mengecil
lagi. 10.11
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa apakah penderita sudah bed rest
total, pemberian makanan penderita,pemakaian antibiotik penderita, kemungkinan
adanya sebab lain.Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau
tidak ada perbaikan, operasitetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang
menetap, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.10,11
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa
massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi
dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata.11
Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah nyeri lokal pada fossa iliaka kanan
berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh, suhu tubuh naik tinggi sekali nadi
semakin cepat, defance muskular yang menyeluruh, bising usus berkurang,distensi
perut. Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya pelvic abscess,
subphrenic absess, intra peritoneal abses local. Peritonitis merupakan infeksi yang
berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan
organ dan kematian.11
BAB 3
LAPORAN KASUS
18
Identitas Pasien
Nama
: Dodi Sitanggang
Jenis Kelamin
: Lelaki
Umur
: 16 tahun 2 bulan
Alamat
Status
: Belum Menikah
Status Pendidikan
: SMA
Agama
: Kristen
Suku
: Batak
Pekerjaan
: Mahasiswa
Tanggal Masuk
: 6 Agustus 2014
BB
: 50kg
TB
: 165cm
Anamnesa
Keluhan Utama: Nyeri perut kanan bawah
Telaah: Hal ini dialami pasien 14 hari sebelum masuk rumah sakit, Nyeri bersifat
menetap, awalnya nyeri berasal dari ulu hati. Sebelumnya pasien sudah berobat ke
puskemas dan diberi obat. Riwayat demam dijumpai, mual dijumpai, muntah dijumpai.
BAK/BAB normal.
RPT: Tidak jelas
RPO: Tidak jelas
Pemeriksaan Fisik
Kepala
19
Thorax
Abdomen
Genitalia
: Tumor caecum
Penatalaksanaan :
- IVFD RL 20/gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12jam
- Inj. Metronidazol 500mg/8jam
- Inj. Ketorolac 80mg/8jam
- Inj. Ranitidine 50mg/8jam
- Paracetamol 3x500mg
Laboratorium
Darah lengkap
20
:26.73x103/mm3
- Hematokrit :41.40%
- Trombosit
:46.0x103/mm3
Kimia Klinic :
- Albumin
: 3.7 mg/dL
- Ureum
: 56.0 mg/dL
- Kreatinin
: 1.10 mg/dL
Elektrolit :
Na
: 126 mEq/L
: 4.1 mEq/L
Cl
: 96 mEq/L
Follow up
21
Tanggal
5 Agustus
2014
6 Agustus
2014
7 Agustus
2014
S
Nyeri
perut
P
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
R/ cek DR/LED
USG Appendix
Pasang NGT
Koreksi Albumin : (3-2.5)x
0.8x50=20g
(1fls Albumin 20%)
-Nyeri Koreksi hemodinamika Diffuse Peritonitis - IVFD RL 20 gtt/i
perut
stabil
d/t Appendisitis - Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
TD : 120/77mmHg
Perforasi
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
HR : 110 x/i
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
RR 16 x/i
- Inj Metronidazole 500mg/8j
Abdomen :
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
I simetris,distensi,
Rencana operasi laparatomi
defans maskular
P - soepel, NT (+)
P timpani
A Peristaltik (-)
TD : 113/75mmHg
Post explorasi - IVFD RL 20 gtt/i
HR : 94 x/i
laparotomy a/I - Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
RR 20 x/i
Appendisitis - Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
Abdomen : I simetris,
Perforasi
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
luka tertutup kasa
+Adheolisis - Inj Metronidazole 500mg/8j
P - soepel, NT (-)
( H+1)
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
P timpani
R/ konsul anestesi
A Peristaltik (-)
pemasangan CVC
8 Agustus
2014
9 Agustus
2014
10 Agustus
O
A
Koreksi hemodinamika Appendisial mass
stabil
TD : 120/77mmHg
HR : 110 x/i
RR 16 x/i
Abdomen : I simetris,
P - soepel, NT (+)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 118/75mmHg
HR : 84 x/i
RR 18 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Post explorasi
- IVFD RL 20 gtt/i
22
2014
11 Agustus
2014
12 Agustus
2014
12 Agustus
2014
13 Agustus
2014
14 Agustus
2014
15 Agustus
2014
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Mobilisasi
23
16 Agustus
2014
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
Perforasi
Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Mobilisasi
Rencana PBJ
: 13.70 g% (N : 11-15,5)
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
: 40.10 % (43-49)
Trombosit
Hitung jenis :
Neutrofil
: 80.70 % (37-80)
Limfosit
: 10,00 % (20-40)
Monosit
: 8.40% (2-8)
Eosinofil
: 0.70 % (1-6)
Basofil
: 0,200 % (0-1)
24
Hb
: 12.6 g% (N : 11-15,5)
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
: 37.00 % (43-49)
Trombosit
Hitung jenis :
Neutrofil
: 95.17 % (37-80)
Limfosit
: 2.90 % (20-40)
Monosit
: 1.30% (2-8)
Eosinofil
: 0.00 % (1-6)
Basofil
: 0,100 % (0-1)
: 9.90 g% (N : 11-15,5)
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
: 30.20% (43-49)
Trombosit
Hitung jenis :
Neutrofil
: 85.20 % (37-80)
Limfosit
: 7.90 % (20-40)
Monosit
: 6.10% (2-8)
Eosinofil
: 0.40 % (1-6)
25
Basofil
: 0,400 % (0-1)
: 10.60 g% (N : 11-15,5)
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
: 31.10 % (43-49)
Trombosit
Hitung jenis :
Neutrofil
: 66.00 % (37-80)
Limfosit
: 19.90 % (20-40)
Monosit
: 11.20% (2-8)
Eosinofil
: 2.6 % (1-6)
Basofil
: 0,300 % (0-1)
BAB 4
KESIMPULAN
Apendisitis infiltrat merupakan komplikasi dari apendisitis akut. Apendisitis
infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak
26
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering
dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah
berkembang
dengan
baik
dan
omentum
telah
cukup
panjang
dan
tebal
infiltrat
dapat
didiagnosis
dengan
didasari
anamnesis
adanya riwayat apendisitis akut dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik dan penunjang
yang mendukung. Diagnosis apendisitis infiltrat dapat dibingungkan dengan penyakit
lain pada kuadran kanan abdomen dengan massa diantaranya tumor cekum, lymfoma
maligna intra abdomen, apendisitis tuberkulosa, amuboma, penyakit crohn, dan juga
kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun kista ovarium terpuntir.
Terapi appendisitis infiltrat adalah operasi elektif appendiktomy jika massa
dianggap tenang dengan sebelumnya diberikan terapi konservatif dengan kombinasi
antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob selama 6-8 minggu. Apabila
massa mengecil pembedahan dapat dibatalkan tetapi apabila massa tetap dan nyeri perut
pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan massa harus segera dibuka dan
dilakukan drainase.
Komplikasi
yang
dapat
terjadi
yaitu
perforasi
apendisitis
yang
dapat mengakibatkan peritonitis yang pada akhirnya akan terjadi kegagalan organ dan
kematian. Komplikasi terjadi biasanya akibat keterlambatan diagnosa apendisitis akut.
DAFTAR PUSTAKA
1
Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
27
Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition.
Mc-Graw Hilla Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma
Electronic Publication.
Anonim,2006.Appendicitis.http://www.meddean.lun.edu/lumen/Meded/Radio/N
uc_med?Appendicitis/Natural.htm.
De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 1015.www.emedmag.com
10
11