You are on page 1of 27

1

LAPORAN KASUS
APPENDICEAL MASS

Pembimbing: dr. Asrul, Sp.B-(K)BD


Disusun oleh:
Agustina

(090100020)

DRammesh Dharma Dass

(090100453)

Parvinaa Palanisamy

(090100450)

Phaychai Amma @ Amithra Verasagaran (090100442)


Siti Suhana Ali Anwar

(090100374)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2014

DAFTAR ISI

Daftar Isi .. i
BAB I Pendahuluan ....... 1
1.1 Latar belakang.. 1
1.2 Tujuan... 2
BAB II Tinjauan Pustaka.. 3
2.1 Definisi Appendiceal Mass....... 3
2.2 Anatomi Appendiks....3
2.3 Fisiologi Appendiks........5
2.4 Etiologi Appendiceal Mass......5
2.5 Patofisiologi Appendiceal Mass.........6
2.6 Gejala Klinis7
2.7 Pemeriksaan Penunjang...9
2.7.1 Pemeriksaan Fisik..9
2.7.2 Pemeriksaan Laborotrium.....10
2.7.3 Pemeriksaan Radiologis...10
2.7.3.1 Foto Polos Abdomen.10
2.7.3.2 Ultrasonografi atau CTscan..10
2.8 Diagnosis..11
2.9 Penatalaksanaan ..12
2.10 Komplikasi.15

BAB III Laporan Kasus...............................................................................................17


BAB IV Kesimpulan ....26
Daftar Pustaka...

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Appendicitis adalah peradangan pada organ appendix vermiformis atau yang dikenal
juga sebagai usus buntu. Berdasarkan onsetnya, appendicitis dibagi menjadi beberapa
macam, dari appendicitis akut hingga kronis. Appendicitis akut sendiri adalah salah satu
penyebab keadaan bedah emergensi terbanyak, yang ditandai dengan gejala berupa nyeri
perut pada ulu hati / epigastrium yang menjalar ke kuadran kanan bawah. Hingga saat
ini penyebab keadaan akut abdomen di negara negara (Negara berkembang dan negara
maju) terbanyak adalah appendicitis akut ini.1,2
Peradangan pada appendix ini dapat ditemukan pada masyarakat dari berbagai usia,
dan juga dari berbagai kalangan yang berbeda pula. Terdapat sekitar 250.000 kasus
appendicitisyang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada
anak usia 6 10 tahun. Di Indonesia sendiri belum ada data pasti yang menyatakan
jumlah insiden appendicitis, namun insiden terbanyak terjadi pada usia 10 30 tahun,
dengan jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita. Walaupun appendicitis ini
dapat ditemukan pada berbagai usia, namun angka komplikasi tertinggi ada pada
penderita pada rentang usia muda (anak anak) dan usia tua, di mana angka komplikasi
berupa perforasi appendix diikuti dengan peritonitis generalisata cukup tinggi.1,2
Sejalan dengan waktu, insiden appendicitis ini terus meningkat, hal ini diduga
berkaitan dengan pola makan yang semakin rendah serat, di mana menyebabkan
terbentuknya faeses yang keras dan kemudian menyebabkan sumbatan pada lumen
appendix sehingga terjadi peradangan.1,2
Terapi definitif dari appendicitis, baik akut maupun kronis adalah dengan
melakukan pengangkatan appendix yang meradang. Tindakan ini dilakukan secara
bedah, dan dapat dilakukan dengan beberapa metode, baik laparotomy, laparoscopy,
maupun dengan simple appendectomy (insisi pada McBurney) sesuai dengan
indikasinya. Appendicitis akut yang tidak ditangani dengan adekuat / definitif maka
akan dapat menyebabkan perforasi diikuti dengan peritonitis yang dapat menyebabkan
shock dan akhirnya bisa menyebabkan kematian. Namun dengan penanganan segera dan
cepat maka prognosis dari appendicitis adalah sangat baik.1,2

Insiden

gangrene dan

perforasi appendicitis

dalam

sejumlah

laporan

memperlihatkan hanya sedikit fluktuasi dalam 30 tahun terakhir, stabil pada 25-30%.
Appendicitis dengan masa teraba terdapat pada 1-13% dari penderita appendicitis.3
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang appendiceal mass yang merupakan
komplikasi dari sppendisitis akut serta bagaimana penatalaksanaan awal yang
berhubungan dengan tindakan operasi yang dilakukan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi olehomentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk
massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering
dijumpai pada pasien berumur lima tahunatau lebih karena daya tahan tubuh telah
berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang.3
2.2 Anatomi Appendix
Appendix vermicularis adalah divertikulum intestinal yang berukuran kurang
lebih 6 10 cm dan terletak pada caecum. Organ ini berbentuk tabung dengan lumen
yang sempit pada bagian proximal dan melebar pada bagian distal, kapasitas appendix
sendiri kurang lebih 0,1 ml. Organ ini tersusun dari jaringan limfoid dan merupakan
bagian integral dari GALT (Gut-Associated Lymphoid Tissue). Lokasi appendix
terbanyak berasal dari bagian posteromedial caecum, di bawah ileocaecal junction.
Appendix sendiri memiliki mesenterium yang mengelilinginya, yang disebut
mesoappendix, yang berasal dari bagian posterior mesenterium yang mengelilingi ileum
terminalis. Posisi terbanyak dari appendix sendiri adalah retrocaecal, namun demikian
ada variasi dari lokasi appendix ini.1,265% dari posisi appendix terletak intraperitoneal
sementara sisanya retroperitoneal. Di sini variasi posisi appendix menentukan gejala
yang akan muncul saat terjadi peradangan. Beberapa variasi posisi appendix terhadap
caecum. Antaranya adalah retrocaecal, pelvinal, antecaecal, preileal dan postileal.

Gambar 1. Variasi Posisi Appendix


Posisi terbanyak adalah retrocaecal, namun demikian posisi appendix dapat ditemukan
dengan menelusuri ketiga taenia yang terdapat pada caecum (dan colon), yaitu taenia
colica, taenia libera, dan taenia omental.1,2
Vaskularisasi appendix berasal dari arteri ileocolica yang merupakan cabang dari
arteri mesenterika superior. Cabang arteri ileokolika ini disebut arteri appendicularis,
dengan aliran venanya berasal dari vena ileocolica dan akan kembali ke vena
mesenterika superior. A. appendicularis ini tidak memiliki kolateral sehingga ketika
terjadi oklusi apapun penyebabnya, maka mudah terjadi iskemia dan gangren, hingga
akhirnya perforasi. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti
a. mesenterica superior dan a. appendicularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar
umbilicus.1,2

2.3 Fisiologi Appendix


Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari.Lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.Lendir itu normalnya dicurahkan
kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.2,3
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid
tissue ) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan
limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan
seluruh tubuh.2,3
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah
lahir. Jumlahnya meningkat selama masa pubertas, dan menetap saat dewasa dan
kemudian berkurang mengikuti umur. 2,3

2.4 Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan
penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan
limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus
termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan
inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat
adanya trauma atau stasis fekal. 2,8 Frekuensi obstruksi meningkat dengan
memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut,
sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus
apendisitis gangrenous dengan rupture.4,5
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan
peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.4,5

2.5 Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.4,5
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang
distensi.Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan.Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.
Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat
meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari
sedikit binatang yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi
sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.4,5,6
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena
terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas
dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien
karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.4,5,6
Bila arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan
lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga
timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.4,5,6
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam

10

pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat. 4,5,6
Penyakit ini sering dijumpai pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan
apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.4,5,6
2.6 Gejala Klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula
dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah.
Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan atau batuk. 6
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif. Apendisitis
akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks
yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke
kanan bawah ketitik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena bias mempermudah terjadinya perforasi. Bila
terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan
atau batuk. Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada
saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. 5,6

11

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan


gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena
rangsangan dindingnya. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis
sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut
pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan.
Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan
timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang
tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90
% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 5,6
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang
terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis
setelah perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual,
dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong
ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke
regio lumbal kanan. Gejala klinis pada massa apendiks sama dengan gejala klasik
apendiks akut yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka kanan dan
disertai dengan demam.5,6
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Pemeriksaan Fisik
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendisitis
infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan
bawah. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut
kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. 7,8
Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri. Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau
usus lain yang dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada

12

fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses)
juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa
dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT (Rectal
Touche) sebagai massa yang hangat. Peristalsis usus sering normal, peristalsis
dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. 7,8
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak
dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m.
psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk
melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul
pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. Psoas sign.
Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa
meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha
kanan (tanda bintang). Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami
peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver
(pemeriksaan). Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada
tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur
kedalam. Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak
dengan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.7,8
2.7.2

Pemeriksaan Laboratorium

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak denganappendicitis
akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara12.000-18.000/mm.
Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left)dengan jumlah normal leukosit
menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan
pada pasien dengan appendicitis. Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan
appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria
ringan dan pyuriadapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter. 7,8

13

2.7.3

Pemeriksaan Radiologis

2.7.3.1 Foto polos abdomen


Foto polos abdomen dilakukan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik
meragukan.Pada foto polos abdomen tampak gambaran perselubungan pada ileus atau
caecal ileus (gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum) dan patogmonik
bila terlihat gambar fekalit.7,8
2.7.3.2 Ultrasonografi atau CTScan
USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau nyeri pada
pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan
ukuran apendiks lebih dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada
kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal,
divertikulummeckels, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat
menyebabkan positif palsu pada hasil USG.7,8
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain
dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari 6 mm)
juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi untuk apendisitis akut pemeriksaan
barium enema merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture apendiks.7,8
2.8 Diagnosis
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di
region iliakakanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses
apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun
penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma sekum, penyakit
Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga disingkirkan
kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa,dan kelainan ginekolog
seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan Kista Ovarium terpuntir . 8
Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas. Tumor caecum,
biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek, anemia dan turunnya
berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test. 8

14

Pada anak-anak tumor caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar
mesenterium. Pada apendisitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang
tidak begitu hebat disebelah kanan perut,dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan
dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan
rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa. 8
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan
umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi, pemeriksaan lokal pada
abdomen kuadran kanan bawah masih

jelas terdapat tanda-tanda peritonitis,

laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke
kiri. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan
keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi,
pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan, laboratorium hitung lekosit
dan hitung jenis normal.8

2.9 Penatalaksanaan

15

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh
omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk
tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi
dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak
dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis
umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi
segera menjadi abses yang jelas batasnya. 9,10
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan
yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih
terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abses yang dapat mudah didrainase. 9.10
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus
keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata.
Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi
untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa
periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk
dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukositnormal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3
bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.
Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit. 9,10
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan
tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan
terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus
dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada
pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. Pada periapendikular infiltrat,
dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukanakan lebih sulit dan

16

perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan
terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. Terapi sementara untuk 8-12
minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut,
jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses,dianjurkan
operasi secepatnya. Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat
maka luka operasi ditutup lagi,apendiks dibiarkan saja. 9.10
Terapi konservatif pada periapendikular infiltrate adalah total bed rest posisi
fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi,diet lunak bubur saring, antibiotika
parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan
apendiktomi. 11
Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan
setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun,
dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses,
dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah. Analgesik diberikan hanya kalau
perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala
menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy.
Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari
ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. 11
Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus
segera dibuka dan didrainase. Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut
sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai
secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik
ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat
dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses
didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut.
Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari,drai
dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik
sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan
abses tiap hari penderita di RT. Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6
minggu tentang : LED, Jumlah leukosit, Massa. 10,11
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila dari anamesa penderita sudah
tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen, dari

pemeriksaan fisik keadaan umum

17

penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler), tidak
terdapat lagi tanda-tanda apendisitis dan massa sudah mengecil atau menghilang, atau
massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula serta dari hasil laborotrium 10,11
LED kurang dari 20 dan leukosit normal. Indikasi untuk operasi periapendikular
infiltrat adalah bila LED telah menurun kurang dari 40,tidak didapatkan leukositosisdan
pada pemeriksaan berulang tidak didapatkan massa atau massa sudah tidak mengecil
lagi. 10.11
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa apakah penderita sudah bed rest
total, pemberian makanan penderita,pemakaian antibiotik penderita, kemungkinan
adanya sebab lain.Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau
tidak ada perbaikan, operasitetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang
menetap, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.10,11
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa
massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi
dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata.11
Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah nyeri lokal pada fossa iliaka kanan
berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh, suhu tubuh naik tinggi sekali nadi
semakin cepat, defance muskular yang menyeluruh, bising usus berkurang,distensi
perut. Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya pelvic abscess,
subphrenic absess, intra peritoneal abses local. Peritonitis merupakan infeksi yang
berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan
organ dan kematian.11

BAB 3
LAPORAN KASUS

18

Identitas Pasien
Nama

: Dodi Sitanggang

Jenis Kelamin

: Lelaki

Umur

: 16 tahun 2 bulan

Alamat

: Kuta Gmber Kec. Tanah Pinem

Status

: Belum Menikah

Status Pendidikan

: SMA

Agama

: Kristen

Suku

: Batak

Pekerjaan

: Mahasiswa

Tanggal Masuk

: 6 Agustus 2014

BB

: 50kg

TB

: 165cm

Anamnesa
Keluhan Utama: Nyeri perut kanan bawah
Telaah: Hal ini dialami pasien 14 hari sebelum masuk rumah sakit, Nyeri bersifat
menetap, awalnya nyeri berasal dari ulu hati. Sebelumnya pasien sudah berobat ke
puskemas dan diberi obat. Riwayat demam dijumpai, mual dijumpai, muntah dijumpai.
BAK/BAB normal.
RPT: Tidak jelas
RPO: Tidak jelas

Pemeriksaan Fisik
Kepala

: Mata: Konjungtiva palpebra inf.sup pucat (-/-), skelera ikterik(-/-)

19

T/H/M: tidak ada kelainan


Leher

: Trakea medial, Jejas (-), Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax

: Look Simetris, Jejas (-), ketinggalan nafas (-), Bulging (-),


Listen - SP Vesikular, ST (-)
Feel - sonor pada kedua lapangan paru

Abdomen

: Look Simetris, distensi (+), jejas (-)


Listen Peristaltik (+)
Feel

Genitalia

soepal, teraba massa di iliaka kanan, ukuran 10x 8cm

: Laki-laki tidak ada kelainan

Pemeriksaan Rectal Examination : Perineum - normal, tonus sphinchter ani ketat,


mukosa licin, nyeri tekan arah jarum jam 9 samapi 11, ampula recti kosong, sarung
tangan : darah (-), feces (+), lendir (-).
Pemeriksaan Penunjang :
- Laboratorium
- Foto thoraks AP
- Foto polos abdomen supine/erect
- CT Scan Abdomen
Diagnosa sementara : Susp. Appenditial Mass
Diagnosa banding

: Tumor caecum

Penatalaksanaan :
- IVFD RL 20/gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12jam
- Inj. Metronidazol 500mg/8jam
- Inj. Ketorolac 80mg/8jam
- Inj. Ranitidine 50mg/8jam
- Paracetamol 3x500mg

Laboratorium
Darah lengkap

20

- Hemoglobin :14.6 0 gr%


- Leukosit

:26.73x103/mm3

- Hematokrit :41.40%
- Trombosit

:46.0x103/mm3

Kimia Klinic :
- Albumin

: 3.7 mg/dL

- Ureum

: 56.0 mg/dL

- Kreatinin

: 1.10 mg/dL

Elektrolit :
Na

: 126 mEq/L

: 4.1 mEq/L

Cl

: 96 mEq/L

Follow up

21

Tanggal
5 Agustus
2014

6 Agustus
2014

7 Agustus
2014

S
Nyeri
perut

P
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
R/ cek DR/LED
USG Appendix
Pasang NGT
Koreksi Albumin : (3-2.5)x
0.8x50=20g
(1fls Albumin 20%)
-Nyeri Koreksi hemodinamika Diffuse Peritonitis - IVFD RL 20 gtt/i
perut
stabil
d/t Appendisitis - Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
TD : 120/77mmHg
Perforasi
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
HR : 110 x/i
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
RR 16 x/i
- Inj Metronidazole 500mg/8j
Abdomen :
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
I simetris,distensi,
Rencana operasi laparatomi
defans maskular
P - soepel, NT (+)
P timpani
A Peristaltik (-)
TD : 113/75mmHg
Post explorasi - IVFD RL 20 gtt/i
HR : 94 x/i
laparotomy a/I - Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
RR 20 x/i
Appendisitis - Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
Abdomen : I simetris,
Perforasi
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
luka tertutup kasa
+Adheolisis - Inj Metronidazole 500mg/8j
P - soepel, NT (-)
( H+1)
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
P timpani
R/ konsul anestesi
A Peristaltik (-)
pemasangan CVC

8 Agustus
2014

9 Agustus
2014

10 Agustus

O
A
Koreksi hemodinamika Appendisial mass
stabil
TD : 120/77mmHg
HR : 110 x/i
RR 16 x/i
Abdomen : I simetris,
P - soepel, NT (+)
P timpani
A Peristaltik (+)

TD : 118/75mmHg
HR : 84 x/i
RR 18 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg

Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi

- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam

Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi

- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam

Post explorasi

- IVFD RL 20 gtt/i

22

2014

11 Agustus
2014

12 Agustus
2014

12 Agustus
2014

13 Agustus
2014

14 Agustus
2014

15 Agustus
2014

HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i

laparotomy a/I - Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam


Appendisitis - Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
Perforasi
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi

- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam

Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi

- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam

Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi

- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam

Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi

- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam

Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi

- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Mobilisasi

Post explorasi - IVFD RL 20 gtt/i


laparotomy a/I - Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
Appendisitis - Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam

23

16 Agustus
2014

Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)
TD : 120/70mmHg
HR : 107 x/i
RR 19 x/i
Abdomen : I simetris,
luka tertutup kasa
P - soepel, NT (-)
P timpani
A Peristaltik (+)

Perforasi

- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam


- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Mobilisasi

Post explorasi
laparotomy a/I
Appendisitis
Perforasi

- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj.Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj.Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Metronidazole 500mg/8j
- Inj. Gentamizin 80mg//12jam
Mobilisasi
Rencana PBJ

Hasil Laboratorium Tanggal 06-08-2014


Darah lengkap :
Hb

: 13.70 g% (N : 11-15,5)

Eritrosit

: 4.73x 106/mm3 ((N : 4,20-4,57)

Leukosit

: 14.59 x 103/mm3 ((N : 4,5-11)

Hematokrit

: 40.10 % (43-49)

Trombosit

: 374 x 103mm3 ((N : 150-450)

Hitung jenis :
Neutrofil

: 80.70 % (37-80)

Limfosit

: 10,00 % (20-40)

Monosit

: 8.40% (2-8)

Eosinofil

: 0.70 % (1-6)

Basofil

: 0,200 % (0-1)

Hasil Laboratorium Tanggal 07-08-2014


Darah lengkap :

24

Hb

: 12.6 g% (N : 11-15,5)

Eritrosit

: 4.37x 106/mm3 ((N : 4,20-4,57)

Leukosit

: 23.65 x 103/mm3 ((N : 4,5-11)

Hematokrit

: 37.00 % (43-49)

Trombosit

: 413 x 103mm3 ((N : 150-450)

Hitung jenis :
Neutrofil

: 95.17 % (37-80)

Limfosit

: 2.90 % (20-40)

Monosit

: 1.30% (2-8)

Eosinofil

: 0.00 % (1-6)

Basofil

: 0,100 % (0-1)

Hasil Laboratorium Tanggal 08-08-2014


Darah lengkap :
Hb

: 9.90 g% (N : 11-15,5)

Eritrosit

: 3.49 x 106/mm3 ((N : 4,20-4,57)

Leukosit

: 11.35 x 103/mm3 ((N : 4,5-11)

Hematokrit

: 30.20% (43-49)

Trombosit

: 387 x 103/mm3 ((N : 150-450)

Hitung jenis :
Neutrofil

: 85.20 % (37-80)

Limfosit

: 7.90 % (20-40)

Monosit

: 6.10% (2-8)

Eosinofil

: 0.40 % (1-6)

25

Basofil

: 0,400 % (0-1)

Hasil Laboratorium Tanggal 13-08-2014


Darah lengkap :
Hb

: 10.60 g% (N : 11-15,5)

Eritrosit

: 3.68 x 106/mm3 ((N : 4,20-4,57)

Leukosit

: 9.98 x 103/mm3 ((N : 4,5-11)

Hematokrit

: 31.10 % (43-49)

Trombosit

: 490 x 103/mm3 ((N : 150-450)

Hitung jenis :
Neutrofil

: 66.00 % (37-80)

Limfosit

: 19.90 % (20-40)

Monosit

: 11.20% (2-8)

Eosinofil

: 2.6 % (1-6)

Basofil

: 0,300 % (0-1)

BAB 4
KESIMPULAN
Apendisitis infiltrat merupakan komplikasi dari apendisitis akut. Apendisitis
infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak

26

peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering
dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah
berkembang

dengan

baik

dan

omentum

telah

cukup

panjang

dan

tebal

untuk membungkus proses radang.


Etiologi dan patofisiologi appendisitis infiltrat diawali oleh adanya apendisitis
akut. Dimulai dari acute focal gangrenous appendicitis, acute suppurative appendicitis.
Appendicitis dapat (tahap pertama dari apendisitis yang mengalami komplikasi) terjadi
tiga kemungkinan pertama, perforated appendicitis yaitu terjadi penyebaran kontaminasi
didalam ruang atau rongga peritoneumakan menimbulkan peritonitis generalisata,kedua.
terjadi apendisitis infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama kelamaan akan
mengecil dan menghilang) dan ketiga apendisitis kronis, merupakan serangan
ulang apendisitis yang telah sembuh.
Appendisitis

infiltrat

dapat

didiagnosis

dengan

didasari

anamnesis

adanya riwayat apendisitis akut dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik dan penunjang
yang mendukung. Diagnosis apendisitis infiltrat dapat dibingungkan dengan penyakit
lain pada kuadran kanan abdomen dengan massa diantaranya tumor cekum, lymfoma
maligna intra abdomen, apendisitis tuberkulosa, amuboma, penyakit crohn, dan juga
kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun kista ovarium terpuntir.
Terapi appendisitis infiltrat adalah operasi elektif appendiktomy jika massa
dianggap tenang dengan sebelumnya diberikan terapi konservatif dengan kombinasi
antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob selama 6-8 minggu. Apabila
massa mengecil pembedahan dapat dibatalkan tetapi apabila massa tetap dan nyeri perut
pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan massa harus segera dibuka dan
dilakukan drainase.
Komplikasi

yang

dapat

terjadi

yaitu

perforasi

apendisitis

yang

dapat mengakibatkan peritonitis yang pada akhirnya akan terjadi kegagalan organ dan
kematian. Komplikasi terjadi biasanya akibat keterlambatan diagnosa apendisitis akut.
DAFTAR PUSTAKA
1

Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

27

Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition.
Mc-Graw Hilla Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma
Electronic Publication.

Gray, H.(1826-1861). 1918. Anatomy of The Human Body.www.Bartleby.com

Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran


UNAIR. Surabaya.

Lugo,. V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol.23


No.03 September 2004.
http://home.coqui.net/titolugo/PSU23304.PDF#search=periappendiceal %20
mass

Anonim, 2006. Appendix Mass. GP Note Book


http://www.gpnotebook.co.uh/cache/1738145813.htm

Anonim,2006.Appendicitis.http://www.meddean.lun.edu/lumen/Meded/Radio/N
uc_med?Appendicitis/Natural.htm.

De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.

Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 1015.www.emedmag.com

10

Anonim, 2005. Appendix. PathologyOutlines. http://www.patholoyoutlines.com

11

Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services.


NationalInstitute of Health. NIH Publication No. 044547.June 2004
www.digestive.niddk.nih.gov

You might also like