Professional Documents
Culture Documents
I.
PENDAHULUAN
Pupuk organik sudah lama dikenal para petani, jauh sebelum revolusi Hijau berlangsung di Indonesia
pada tahun 1960-an. Sedangkan pupuk hayati dikenal para petani sejak proyek intensifikasi kedelai
pada tahun 1980-an. Namun sejak Revolusi Hijau petani mulai banyak menggunakan pupuk buatan
karena praktis penggunaannya dan sebagian besar varietas unggul memang membutuhkan hara
makro (NPK) yang tinggi dan harus cepat tersedia
Secara umum organisme tanah dikelompokkan menjadi dua macam yaitu fauna dan flora
tanah. Fauna tanh merupakan bagian penting dalam ekosistem, termasuk pertanian, karena fauna
tanah terlibat dalam berbagai proses tanah antara lain degradasi bahan organik, mineralisasi unsur
hara, pengendalian populasi organisme patogen, memperbaiki struktur tanah dan mencampur
bahan organik dengan tanah ( Handayanto dan Hairiah, 2007).
Peranan organisme dalam tanah bermacam-macam. Ada yang menguntungkaan, merugikan
dan ada pula yang tidak berpengaruh sama sekali.Perubahan organik menjadi humus hanya dapat
terjadi dengan bantuan organisme dalam tanah. Semakin banyak organisme dalam tanah berarti
semakin tinggi kadarair tanah tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi biota atau kehidupan
tanah di antaranya adalah iklim, vegetasi, suhu, kelembaban dan keasaman (Soepardi, 1983).
II.
PEMBAHASAN
Pertanian organik semakin berkembang dengan sejalan dengan timbulnya kesadaran akan petingnya
menjaga kelestarian lingkungan dan kebutuhan bahan makanan yang relatif lebih sehat.dalam
pertanian organik yang tidak meggunakan bahan kimia buatan seperti pupuk kimia buatan dan
pestisida, biofertilizer atau pupuk hayati menjadi salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan.
Beberapa mikroba tanah seperti Rhizobium, Azaosprillium, Azotobacter mikoriza perombak sellulosa
dan efektif mikroorgnisme dapat dimanfaatkan sebagai biofertilizer pada pertanian organik,
biofertilizer tersebut fungsinya antara lain membantu penyediaan hara pada tanaman,
mempermudah penyediaan hara bagi tanaman membantu dekomposisi bahan organik, meyediakan
lingkungn rhizosfer sehingga pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan produksi
peningkatan tanaman.
Pada dasarnya pupuk hayati berbeda dengan pupuk anorganik, seperti Urea, SP 36, atau MOP
sehingga dalam aplikasinya tidak dapat menggantikan seluruh hara yang dibutuhkan tanaman.
Produk tersebut memiliki bahan aktif yang mampu menghasilkan senyawa yang berperan dalam
proses pelarutan hara dalam tanah. Fungsi senyawa tersebut yaitu membantu penyediaan hara dari
udara dan mematahkan ikatan-ikatan yang menyebabkan unsur hara tertentu tidak tersedia bagi
tanaman. Melalui mekanisme tersebut penyediaan unsur hara bagi tanaman akan meningkat.
Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfir akar (rhizobakteri) disebut sebagai
rhizobakteri pemacu tanaman (plant growth-promoting rhizobacteria=PGPR). Kelompok ini
mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat Njuga; (2) menghasilkan hormon tumbuh
(seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah
dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase, sianida; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya
(Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995; Kloepper, 1993; Kloepper et al., 1991).
Peranan pupuk hayati dalam pertanian di bidang pengaplikasiannya memang tidak secara langsung
kita ketahui, karna dalam pengaplikasiannya terdapat didalam tanah. Penggunaan pupuk hayati
sangat jarang dilakukan oleh para petani, dikarenakan rumitnya teknologi dalam pengaplikasiannya
ke tanah maupun tanaman. Dalam penggunaan pupuk hayati ini kita juga harus memperhatikan
masa kadaluarsa dari pupuk ini. Mikroba yang terdapat didalmnya dapat berpengaruh pada saat
pemberian ke tanah. Pada media yang bagus, mikroba dapat hidup dalam waktu lama yaitu kurang
lebih satu tahun, sebaliknya jika media yang digunakan oleh mikroba tersebut tidak bagus maupun
tidak pas, maka mikroba yang hidup didalamnya hanya bisa bertahan hidup dalam hitungan hari
ataupun bulan saja.
Penggunaan pupuk hayati dalam meningkatkan produksi tanaman sangat menguntungkan dan
menghasilkan, hal ini dikarenakan pengaruh yang diberikan oleh mikroba-mikroba tersebut ke
tanaman sangat sesuai, sehingga membuat tanaman dapat tumbuh baik dan menghasilkan produksi
yang maksimal. Seperti kita contohkan yaitu pada produksi tanaman padi dan jagung. Pada salah
satu penelitian yang telah ada, dilihat dari perkembangan tanaman, pupuk hayati yang didalmnya
mengandung mikroorganisme bacillus sp, azetobacter sp dan pseudomonas sp telah memberikan
perngaruh baik dalam peningkatan biji, akar, serta pertumbuhan tingga dari tanamn jagung dan
padi, dibandingkan dengan tanaman yang hanya diberi perlakuan control. Hal ini menunjukkan
bahwa pupuk hayati memberikan pengaruh positf bagi tanaman.
Penggunaan pupuk hayati pernah terdata dengan baik beberapa
waktu, yaituketika pupuk hayati (inokulan rhizobia) merupakan salah satu komponen paket produksi
untuk proyek intensifikasi kedelai pemerintah. Pemerintah mengadakan kontrak
pesanan inokulan untuk seluruh areal intensifikasi kedelai. Karena adanya
sistem kontrak ini beberapa pabrik
inokulan berdiri karena dengan sistem iniproduksi inokulan mereka terjamin pembelinya. Jika
penggunaan pupuk hayati ini digalakkan dengan baik serta penggunaan yang sesuai bisa membuat
produksi dari hasil pertanianlebih meningkat, mempengarui produktivitas tanaman, seta
menguntungkan dari segi sector ekonomi.
Secara garis besar fungsi-fungsi menguntungkan dari pupuk hayati adalah sebagai berikut (Gunalan,
1996) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Dan secara umum jenis dan manfaat yang dihasilkan mikroorganisme (biofertilizer) adalah sebagai
berikut :
a)
Bakteri Rhizobium
Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh keompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia
hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi
akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen
atmosfer bila berada dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terdapat
pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman
inangnya.
Suatu pigmen merah yang disebut Leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroit dan
selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah Leghemeglobin di dalam bintil akar memiliki
hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi (Rao, 1994)
Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100-300 kg N/ha dalam satu
musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasalahan yang perlu
diperhatikan adalah efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu. Rhizobium mampu
mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10%-25%.
Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergangtung pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli
(Sutanto, 2002).
b)
Ada beberapa jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran tanaman. Bakteri
yang mampu meningkatkan hasil tanaman tertentu apabila diinokulasikan pada tanah pertanian
dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Azospirillum dan Azotobacter.
Azospirillum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati. Bakteri ini
banyak dijumpai berasosiasi dengen tanaman jenis rerumputan, termasuk beberapa jenis serealia,
jagung, cantel, dan gandum. Sampai saat ini ada tiga spesies yang telah ditemukan dan mempunyai
kemampuan sama dalam menambat nitrogen yaitu Azospirillum brasilense, Azospirillum lipoferum,
dan Azospirillum amazonese. Azospirillum merupakan salah satu mikroba di daerah perakaran.
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran,
meningkatkan jumlah akar rambut, menyebabakan percabangan akar lebih berperan dalam
penyerapan hara.
Keuntungan lain dari bakteri ini, bahwa apabila saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat
menambat nitrogen, maka pengaruhnya adlah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di
dalam tanah. Dalam hal ini pemanfaatan bakteri ini tidak berkelanjutan, tetapi apabila Azospirillum
yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat nitrogen, maka keberadaan
nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang reatif panjang.
Ada dua pengaruh positif Azotobacter terhadap pertumbuhan tanaman yaitu mempengaruhi
perkecambahan benih dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Kenaikan hasil tanaman setelah
diinokulasi Azotobacter sudah banyak diteliti. Di India inokulasi Azospirillum pada tanaman jagung,
gandum, cantel, padi, bawang putih, tomat, terong dan gubis ternyata mampu menignkatkan hasil
tanaman tersebut.
Apabila Azospirillum dan Azotobacter diinokulasikan secara bersama, maka Azospirillum lebih efektif
dalam meningkatkan hasil tanaman. Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup besar pada tanaman
jagung, gandum dan cantel (Sutanto, 2002).
c)
Kebanyakan tanah di wilayah tropika yang beraksi asam ditandai kahat fosfat. Sebagian besar bentuk
fosfat tersemat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanamam. Pada kebanyakan tanah
tropika diperkirakan hanya 25% fosfat yang diberikan dalam bentuk superfosfat yang diserap
tanaman dan sebagian besar atau 75% diikat tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman (Sutanto,
2002).
d)
Mikoriza
Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan mikoriza.
Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis
sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara teratur
dari tanaman (Rao, 1994).
III.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pupuk Hayati adalah pupuk yang berasal dari makhluk hidup yang dimanfaatkan untuk
mengurangi pemakaian pupuk kimia.
2. Biasanya pupuk hayati memiliki simbiosis dengan mikroba dan akar tanaman sehingga
penggunaannya dapat menambah ketersediaan unsur hara.
3.
Di Indonesia, penggunaan pupuk hayati yaitu dalam bentuk inokulan bintil akar.
4. Umumnya tanaman yang ditambahkan pupuk hayati dapat meningkatkan efisiensi unsur hara
N, P, K, Ca, Mg, dan S.
5. Bakteri penambat N (Rhizobhium) merupakan isolat dan pupuk hayati pertama yang
dikembangkan didunia.
DAFTAR PUSTAKA
Cattelan, A.J., P.G. Hartel, and J.J. Fuhrmann. 1999. Screening for plant growth-promoting
rhizobacteria to promote early soybean growth. Soil Sci.Soc.Am.J. 63: 1.670-1.680.
Glick, B.R. 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria. Can. J. Microbial. 4: 109117.
Hadayanto E, Hairiah K.2007. BiologiTanah. Malang: Pustaka Adipura.
Kloepper, J.W. 1993. Plant growth-promoting rhizobacteria as biological control agents. p. 255-274.
In F.Blaine Metting, Jr. (Ed.). Soil Microbiology Ecology, Applications in Agricultural and
Environmental Management. Marcel Dekker, Inc., New York.
Kloepper, J.W., R.M. Zablotowicz, E.M. Tipping, and R. Lifshitz. 1991. Plant growth promotion
mediated by bacterial rhizosphere colonizers. p. 315-326. In D.L. Keister and P.B. Cregan (Eds.). The
Rhizosphere and Plant Growth. Kluwer Academic Pub., Dordrecht.
Rao, N.S.S. 1994. Soil Microorganism and Plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co. (Terjemahan
H. Susilo. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press)
Soepardi, Goeswono.1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor.
Yuwono, T. 2006. Bioteknologi Pertanian. Universitas Gadjah mada Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press.