Professional Documents
Culture Documents
konsumen
yang
secara
serius
dan
bertanggung
jawab
menghindarkan bahan kimia (pestisida dan herbisisda) dan pupuk kimia yang
bersifat metacuni lingkungan dengan tujuan memperoleh kondisi lingkungan yang
sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang
berkelanjutan
dengan
cara
memperbaiki
kesuburan
tanah
menggunakan
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahanbahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama
pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan
pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak
lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional
yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman
dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional
attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen
seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat
pesat.
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan
sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam,
potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia
meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian
organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk
memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
b. Peluang Pertanian Organik di Indonesia
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar.
Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar
25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian
organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh
bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi
pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan
yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan
yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan
pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa
konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang
diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara
maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian
organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang,
Taiwan dan Korea.
Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya
terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi
antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk
pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus
memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada
kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.
Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas
yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing
sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian
organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta
hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian
organik internasional di samping produk peternakan.
Wilayah
Australia dan Oceania
1
Eropa
4,20
Amerika Latin
3,70
Amerika Utara
1,30
Asia
0,09
Afrika
0,06
2
3
4
5
6
Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional
walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara
lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk
mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung
pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa
olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.
Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk
memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik
seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor
cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia
mengakibatkan
meningkatnya
temperatur;
dan
kembali
semakin
meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai
mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan
sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang
melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2.
Gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh kegiatan manusia (antropogenik)
yang penting adalah CO2 , kloroflurokarbon (CFC), CH4, N2O, dan ozon
(Mathias, 1996; Mathias and Bohn, 1996, Soemarwoto, 2001, Boer, 2002).
Diantara gas-gas tersebut, maka CO2 merupakan gas rumah kaca terpenting
karena kadarnya yang tertinggi. Menurut penelitian Intergovernmental Panel on
Climate Change, emisi CO2 antropogenik total adalah 7,1 Giga ton (Gt) karbon
per tahun, dimana 5,5 Gt berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan produksi
semen, dan 1,6 Gt dari perubahan tata guna lahan. Sumbangan Indonesia pada
emisi CO2 sedunia adalah sekitar 1,3%, dan sumbangan ini terus meningkat
karena meningkatnya konsumsi energi, menyusutnya luas lahan hutan, dan
kebakaran hutan. Kadar CO2 dalam atmosfer pelan-pelan naik, dari 280 ppmv
dalam periode praindustri yaitu sebelum tahun 1750, menjadi 358 ppmv pada
tahun 1994 (Soemarwoto, 2001 ).
A. SUMBER SUMBER GAS RUMAH KACA
Gas rumah kaca dari emisi antropogenik berasal dari beberapa sumber.
Untuk memahami emisi carbon dioksida yang penting bagi gas rumah kaca perlu
memahami siklus karbon.
Siklus carbon menggambarkan pergerakan carbon dari atmosfer ke
permukaan bumi. Di permukaan bumi, carbon disimpan dalam biomass pada
setiap organisme. Carbon dioksida juga larut dalam air permukaan, hal ini juga
terjadi pada laut. Carbon dioksida terkumpul sebagai carbon ketika tanaman
tumbuh, dan carbon dioksida terkumpul sebagai carbon dalam jaringan tubuh
tanaman. Contoh: sebuah tanaman kira-kira kira-kira mengandung carbon
sebanyak 50% dari berat. Ketika hewan memakan tanaman, carbon tertransfer dari
biomass tanaman menjadi biomass pada hewan. Ketika tanaman atau hewan mati,
mereka akan terurai dimana kombinasi antara carbon dengan oksigen akan
membentuk carbon dioksida, dimana CO2 akan kembali ke atmosfer, CO2 diserap
pada tumbuhan baru berkembang.
Aktivitas antropogenik, seperti pembakaran bahan bakar atau hutan
mempengaruhi keseimbangan siklus karbon, dan menyebabkan bertambahnya CO 2
di atmosfer. Bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam
berasal dari sisa fosil tanaman pada zaman pra sejarah. Bahan bakar tersebut
menggambarkan kandungan karbon, dan pembakarannya mningkatkan kandungan
CO2 diatmosfer. Begitupula ketika hutan di tebangi, tak terkecuali kandungan
carbon yang terdapat pada produk kayu (furniture, kertas dll) akhirnya terbagi-bagi
dan carbon dilepaskan ke atmosfer sebagai CO2. Kurang lebih 50% dari biomass
pada tanaman menjadi kandungan dalam kayu atau produknya, perusakan hutan
berupa penebangan dan pembakaran, maka semua carbon berubah menjadi CO2
dan efek rumah kaca semakin nyata. Ketika hutan ditanami kembali, CO 2
diambil/dimanfaatkan kembali dari atmosfer. Implikasi ini merupakan tantangan
yang signifikan bagi lingkungan dalam penggunaan bahan bakar biomass.
Contohnya: jika
kandungan
karbon.
Saat
pembakaran
ethanol
dari
tanaman
mempresentasikan siklus karbon. Walaupun hutan alam yang dewasa terdiri dari
biomass yang lebih banyak per acre dibandingkan dengan hutan yang baru
10
chloroflourcarbons
(CFCs)
dan
ozon
depletion
dibahas
11
12
fungsi pelepasan carbon. Untuk saat ini kapasitas pelepasan sampai dengan
penyerapan karbon tidak diketahui.
Aktivitas antropogenik yang lain mungkin dapat meningkatkan efek dari
global warming. Emisi dari partikulat, seperti aerosol sulfate (aerosol adalah
partikulat yang sangat halus dari dari pada partikulat suspended di atmosfer).
dapat menghalangi sinar matahari, dimana ini sangat berdampak pada pendinginan
permukaan.
Keraguan tentang pendapat yang berkaitan dengan waktu pemanasan dan
emisi carbon masih merupakan pertentangan. Kemungkinan peningkatan suhu
dimulai sejak tahun 1940-an.
Salah satu studi tentang global warming dilakukan oleh National Research
Councils Board of Atmosferic Science and Climete, dimana memprediksi
(berdasarkan peningkatan duakali lipat CO2 di atmosfer) pemanasan mencapai
(1,5-4,5) oC (NAS, 1991). Schneider (1991) cit Sukowati 2002 memperdalam
tentang prediksi perubahan iklim global dan predikasi keberadaannya. Schneider
percaya bahwa prediksi global sangat kuat tetapi bagaimana terjadinya perubahan
akan terdistribusi secara regional.
Studi lanjut oleh Wigley dan Rapier mengadopsi dugaan efek pemanasan.
Mereka memprediksi pemanasan dari tahun 1990 sampai 2100 dengan
peningkatan CO2 di atmosfer duakalinya akan meningkatkan suhu antara (1,73,8)oC. Prediksi ini berada diantara prediksi yang dilakukan oleh National
Research Council, tetapi batas bawahnya lebih tinggi. Perbedaan utama dari ke
dua studi ini adalah dalam studi yang dilakukan oleh Wigley dan Rapier
menghitung juga total carbon yang bergabung dengan CO 2 fertilization dari
tanaman
tidak
13
14
15
Perubahan yang diperkirakan, jika terjadi dalam pola hujan dan suhu
dengan kadar CO2 yang tinggi akan menguntungkan produksi tanaman pangan
beririgasi. Pertambahan areal pertanian beririgasi di Amerika terjadi di delta
misisipi dan dataran utara. Hal serupa terjadi di India, China dan Rusia bagian
selatan. Di USA, area tanam jagung dan gandum musim dingin akan bergeser ke
utara dan akan digantikan sorgum dan padi-padian.
Ketiga, pemanasan global mempengaruhi variabel yang berpengaruh
terhadap produktifitas pertanian. Hal ini akan sangat penting bagi pertanian yang
terkait zona suhu, baik bagi pertambahan maupun intensitas masa tanam atau
satuan tingkat pertumbuhan. Perhatian petani akan tertuju pada perbedaan
musiman dan antar tahun pada curah hujan, salju, lama musim tanam, dan beda
suhu dalam hari-hari yang berpengaruh pada tahap pertumbuhan. Stabilitas dan
keandalan produksi adalah sama pentingnya dengan besaran jumlah produksi itu
sendiri.
Keprihatinan akan perubahan iklim dimasa depan dan perubahan yang
lebih besar lagi akan diimbangi dengan penelitian mengenai manfaat peningkatan
CO2 bagi fotosintesis dan berkurangnya kebutuhan tanaman akan air, dan tetap
meningkatnya hasil. Selama 70 tahuan, perubahan cuaca, mencerminkan bahwa
hasil tanam di USA, Rusia, India, China, Argentina, Canada dan Australia,
memungkinkan negara dengan cuaca baik dapat menjaga keamanan pangan negara
dari cuaca yang buruk. Kekeringan secara menyeluruh di dunia hampir tak pernah
terjadi saat ini.
Walau ada kepastian bahwa pertanian dunia dapat mengantisipasi
perubahan iklim, perubahan itu akan menambah masalah yang harus ditangani
dalam dasa warsa kedepan. Masalah lain adalah Kelangkaan air dan kualitas air,
tanah yang menjadi gersang, pengadaan energi dari bahan bakar fosil serta
kelangsungan praktek pertanian yang sekarang ada. Beberapa praktek yang
membahayakan kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan harus diubah
bersamaan dengan tingkat produksi yang aman dan dapat diandalkan juga harus
16
17
dan ditambah hasil penelitiannya sendiri bahwa tanaman tomat mencapai usia
dewasa dan hasil produksi yang menguntungkan dalam rumah kaca yang
diperkaya CO2. Sementara Strain dan Cure menyusun Bibliographi literature
mengenai pengayaan CO2 dan efeknya terhadap lingkungan dan tanaman yang
lengkap. Kimball dkk. pada tahun 1983, 1985 dan 1996 mengumpulkan 770
penelitian mengenai hasil tanaman dalam rumah kaca dengan pengayaan CO2, dan
terbukti hasil tanaman tersebut meningkat 32%.
Pada tahun 1982 diselenggarakan Konferensi Internasional yang bertujuan
mengidentifikasi makalah yang terkait dengan pengaruh biologis langsung dari
pengaruh peningkatan CO2 pada produktifitas tanaman, sebagai sesuatu yang tak
terpisahkan dengan efisiensi photositensis, efisiensi penggunaan air, Penyerapan
Nitrogen biologis terkait dengan sumberdaya iklim seperti cahaya, suhu dan
kelembaban. Fokus makalah ini dibuat dengan mengacu kepada tindak konferensi
tersebut. Dokumentasi yang lebih lengkap mengenai efek langsung CO2 terhadap
produkstifitas tanaman diterbitkan Departemen Energi USA pada Tahun 19851987 secara berseri, makalah Wittwer tahun 1985 dan 1992. Itu semua dilengkapi
oleh materi yang diedit oleh Enoch dan Kimball pada 1968 mengenai Pengayaan
Karbondioksida Pada Tanaman Rumah Kaca meliputi status dan sumber CO2,
physiologi, hasil daan ekonomi. Juga telah dilakukan riset selama 35 tahun oleh
sebuah grup dalam Komisi Tanaman Terlindung pada International Society for
Holticultural Science, yang membuktikan bahwa pengayaan CO2 menambah hasil
sebesar 12-13 %, dibanding pada kadar atmosfir biasa sebesar 335 ppm.
Pengaruh paling mencolok dari pengayaan tersebut dalah efisiensi fotosintesis dan
Penggunaan Air yang lebih efisien.
b. Efisiensi Fotosintesis
Hanya sedikit keraguan bahwa kadar CO2 dalam atmosfir adalah kurang
optimal bagi fototosintesis ketika faktor lain yang berpengaruh terhadap tanaman
(cahaya, air, suhu dan unsur hara) mencukupi. Fotosintesa Netto adalah jumlah
18
19
Indonesia). Juga tentu dinegara-negara temur tengah, afrika utara dan sub sahara.
Satu faktor penting yang berpengaruh terhadap produksi tanaman namun masih
merupakan misteri adalah pola musim kering yang terjadi. Kekeringan adalah hal
yang paling ditakuti oleh para petani diberbagai negara produsen pangan.
Kebutuhan akan air menjadi semakin penting dan kritis, di USA, 8085 %
konsumsi air bersih adalah untuk pertanian. Sepertiga persediaan tanaman pangan
sekarang tumbuh padi 18% lahan beririgasi.
Aspek penting dari peningkatan kadar CO2 dalam atmosfir adalah
kecenderungan tanaman untuk menutup sebagian dari stomata pada daunnya.
Dengan tertutupnya stomata ini penguapan air akan menjadi perkurang, dan
dengan itu berarti efisiensi penggunaan air meningkat. Kekurangan air adalah
faktor pembatas utama dari produktifitas tanaman. Bukti yang selama ini
dikumpulkan menunjukan bahwa peningkatan CO2 di atmosfir meningkatkan
efisiensi penggunaan air. Hal ini adalah penemuan yang penting bagi bidang
pertanian dan juga bagi ekologi. Implikasi dari hal itu bermacam-macam, salah
satunya adalah peningkatan daya tahan terhadap kekeringan dan berkurangnya
kebutuhan air untuk pertanian.
Efek langsung dari kadar CO2 dalam atmosfir terhadap fotosintesis
tanaman C4 adalah meningkatkan efisiensi air dalam fotosintesa. Dan pada
tanaman C4 dan C3 mengurangi membukanya stomata, hal ini ditunjukan oleh
Roger et al. pada tanaman kedelai. Tanaman dengan cara fotosintesa C3 mendapat
keuntungan dengan 3 cara. Pertama meluasnya ukuran daun, kedua peningkatan
tingkat fotosintesis perunit luas daun, dan terakhir efisiensi penggunaan air.
d. Produksi Tanaman Pangan Beririgasi
Perubahan yang telah diperkirakan mengenai penguapan dan suhu akibat
efek rumah kaca dan pemanasan global sepertinya akan menguntungkan lahan
pertanian beririgasi. Di USA, luas areal pertanian beririgasi akan meluas sampai
dataran utara dan delta Missisipi, hal ini juga berlaku untuk Cina, India dan negara
20
lain. Dimana lingkungan lebih lembab dan diperuntukkan untuk tanaman bijibijian dan kacang-kacangan. Kecenderungan ini telah terjadi di USA, China, dan
India. Jagung dan Gandum kini bergeser mendekati daerah yang dingin dan lebih
lembab. Produksi Sorgum dan padi-padian akan menggeser posisi areal gandum
dan jagung tersebut. Diharapkan juga, dimasa mendatang model dari atmosfir dan
iklim akan lebih berkembang dan melengakapi dari apa yang sekarang telah
dikembangkan, sehingga sensitivitas tanaman terhadap perubahan iklim lebih
dapat diketahui.
2. Pertumbuhan dan Produkstifitas Tanaman: Kemampuan Adaptasi terhadap
Sumberdaya Iklim di Bumi
Banyak tanaman pangan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim. Di
bumi padi, ubikayu, ubijalar dan jagung dapat tumbuh dimana saja kelembaban
dan suhu sesuai. Jagung mampu tumbuh di areal yang beraneka ragam
kelembaban, suhu, dan ketinggian dibumi ini. Areal produksinya di USA telah
meluas ke utara sampai 800 km selam lima puluh tahun ini. Kedelai dan Kacang
tanah dapat tumbuh di daerah tropik sampai lintang 450 LU dan 400 LS. Gandum
musim dingin yang lebih produktif dari gandum musim semi areal tanamnya telah
meluas keutara sejauh 360 km. Ditambah dengan kemampuan rekayasa genetik
yang kita miliki perluasan areal tanam akan semakin mungkin dan cepat
terealisasi.
Diperkirakan penggandaan kadar CO2 akan meningkatkan produktivitas
tanaman di Amerika Utara, hal serupa juga terjadi di Sovyet, Eropa dan propinsi
bagian utara China. Tanaman hortikultura dapat berkembang bebearapa musim
diseluruh negara bagian USA. Tanaman seperti Tebu dan Kapas semakin meluas
areal tanamnya dengan dimanfaatkannya mulsa dan pelindung plastik. Pemanasan
global akan lebih menguntungkan dibanding dengan kembalinya era es
21
sebagaimana
dibahas
diatas,
namun
bila
terjadi kekeringan
sebagaimana ramalan hasil permodelan iklim yang sekarang, hasil pertanian tak
dapat dipastikan. Namun secara garis besar dampak yang terjadi masih dapat kita
kendalikan. Tindakan dari petani, ilmuwan dan kebijkan pemerintah lebih
diperlukan dibandingkan dengan perubahan pola hidup kita.
Prakiraan pengaruh CO2 terhadap iklim menimbulkan banyak spekulasi,
dan beberapa riset telah dimulai untuk meneliti dampaknya terhadap hubungan
hama dan tanaman dan strategi perlindungan tanaman. Gulma, Serangga,
nematoda dan wabah berdampak sangat merugikan bagi pertanian. Perubahan
Iklim yang mungkin akan berdampak pada hubungan tumbuhan hasil panen
hama, dan ekosistem lain. Peningkatan kandungan karbohidrat dan akumulasi
22
nitrogen akan berpengaruh terhadap pola makan serangga, ini telah ditunjukan
dalam beberapa eksperimen. Pengendalian hama memasuki era baru, dengan
pengintegrasian penanganan hama.
23