You are on page 1of 6

Gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah.

Ada
dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac
output) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan merangsang respon
hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing
Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon
tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan
merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi kortisol kedalam sirkulasi darah.
Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan mengakibatkan peningkatan renin
plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan pembuluh darah terhadap
katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Selain itu hipotalamus juga
berfungsi sebagi pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem
simpatis dan sistem parasimpatis. Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan
yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang
sangat berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis
sehingga akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut
jantung. Pada kecemasan yang kronis, kadar adrenalin terus meninggi, sehingga
kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah
meninggi.Pada gangguan anxietas menyeluruh yang terutama berperan adalah
neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin,
yaitu : 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 . Menurut Kabo reseptor 5-HT1 bersifat sebagai
inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat sebagai eksitator.
Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan sedangkan
aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.
Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR :
a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,
sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau
kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)
b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
c. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini
(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi
selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :
1. Kegelisahan
2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidak
memuaskan)

d. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I,


misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan
panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada
fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh
dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas perpisahan),
penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik
berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti
pada hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata
selama gangguan stres pasca trauma.
e. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lain.
f. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu
zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood,
gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.
Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai
berikut :
Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas
atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free
floating atau mengambang)
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dan sebagainya);
(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
(c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebardebar, seska napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan sebagainya).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau
gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis
umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan
pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid.
Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia,
kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan anxiolitik.

Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada


gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan
anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat
didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis,
gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma.
Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga pasien berusaha
untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak terdapat objek tertentu yang
menimbulkan kecemasan.
Gangguan obsesif kompulsif
Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang
(kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan pada GAD, pasien sulit
untuk menghilangkan kecemasannya, kecuali pada saat tidur.
Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit
serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan berusaha
datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan
gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang
dirasakannya.
Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan sutau peristiwa
ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada GAD
kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
a. Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis
terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan
dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek
yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan
masa tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek
anti-anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif.
Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain :
Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg 9im/iv),
broadspectrum
Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum
Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien
dengan kelainan hati dan ginjal
Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, psychomotor

performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang
masih ingin tetap aktif
Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe
antisipatorik, onset of action lebih cepat dan mempunyai komponen efek antidepresi
b. Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam
memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik. Tidak menyebabkan
withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya
baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah
menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan
Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan
Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat
efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal
2. Psikoterapi
a. Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia
terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana proses kognisi
akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa
dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir,
merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa,
memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus
pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif
menjadi positif. Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien
menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang
bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan
kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan
perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan
pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
b. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan
belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi
sosial dan pekerjaannya.
c. Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,
menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan
komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh
mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita
memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

PROGNOSIS
Perjalanan klinis dan prognosis gangguan adalah sukar untuk diperkirakan. Namun
demikian, beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset
gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas
meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan
berat-ringannya gangguan tersebut.
Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin
berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi gejala dan
perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Karena tingginya insidensi
gangguan mental komorbid pada pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh,
perjalanan klinis dan prognosis gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan.
Namun demikian, beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan
berhubungan dengan onset gangguan kecemasan umum. Terjadinya beberapa
peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan
terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan kecemasan
umum adalah suatu keadaan kronis yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25%
penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan
depresi mayor.
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat bahwa
banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan dinamika
terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks. Keadaan penderita,
lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam
menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.
Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah menunjukkan
kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi sosialnya,
maka prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak menemui
kesulitan dalam pergaulan, kurang percaya diri, dan mempunyai sifat tergantung pada
orang lain. Kematangan kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang
dalam menanggapi kenyataan-kenyataan, keseimbangan dalam memadukan
keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan-tuntutan masyarakat, integrasi perasaan
dengan perbuatan, kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan lain
sebagainya. Semakin matang kepribadian premorbidnya, maka prognosis gangguan
cemas menyeluruh juga semakin baik.
Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada gangguan
kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian pula
dengan situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan
situasinya, maka hasilnya akan lebih baik dan akan mempengaruhi prognosisnya.
Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum gejala-gejala menjadi alat untuk
mendapatkan keuntungan-keuntungan sampingan misalnya untuk mendapatkan
simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala
sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka
kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis akan menjadi lebih jelek.

Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh. Jika
stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas menyeluruh relatif ringan,
maka prognosis akan lebih baik karena penderita akan lebih mampu mengatasinya.
Kalau dilihat dari lingkungan hidup penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga
berpengaruh terhadap prognosis. Sikap yang mengejek akan memperberat
penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan meringankan penderita.
Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita misalnya kehilangan
orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang besar akan
memperjelek prognosisnya.

You might also like