You are on page 1of 2

Berikut dipaparkan sejarah perkembangan HAM di Indonesia dalam tiga masa periode, yaitu:

1. Masa Orde Lama


Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia pernah mengalami perubahan konstitusi dari UUD
1945 menjadi konstitusi RIS (1949), yang di dalamnya memuat ketentuan hak-hak asasi manusia
yang tercantum dalam Pasal 7 sampai dengan 33. Sedangkan setelah konstitusi RIS berubah
menjadi UUDS (1950), ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia dimuat dalam Pasal 7 sampai
dengan 34. Kedua konstitusi yang disebut terakhir dirancang oleh Soepomo yang muatan hak
asasinya banyak mencontoh Piagam Hak Asasi yang dihasilkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,
yaitu The Universal Declaration of human Rights tahun 1948 yang berisikan 30 Pasal.
Dengan Dekrit Presiden RI tanggal 5 juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku lagi dan
UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku. Hal ini berarti ketentuan-ketentuan yang mengatur hak-hak
asasi manusia Indonesia yang berlaku adalah sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945.
Pemahaman atas hak-hak asasi manusia antara tahun 1959 hingga tahun 1965 menjadi amat
terbatas karena pelaksanaan UUD 1945 dikaitkan dengan paham NASAKOM yang membuang
paham yang berbau Barat. Dalam masa Orde Lama ini banyak terjadi penyimpanganpenyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang suasananya diliputi penuh pertentangan
antara golongan politik dan puncaknya terjadi pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965. Hal ini
mendorong lahirnya Orde Baru tahun 1966 sebagai koreksi terhadap Orde Lama
2. Masa Orde Baru
Dalam awal masa Orde baru pernah diusahakan untuk menelaah kembali masalah HAM, yang
melahirkan sebuah rancangan Ketetapan MPRS, yaitu berupa rancangan Pimpinan MPRS RI
No. A3/I/Ad Hoc B/MPRS/1966, yang terdiri dari Mukadimah dan 31 Pasal tentang HAM. Namun
rancangan ini tidak berhasil disepakati menjadi suatu ketetapan.
3. Masa Reformasi
Akhirnya ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara adanya HAM itu dapat
diwujudkan dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama Sidang Istimewa MPR yangberlangsung
dari tanggal 10 sampai dengan 13 November 1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13
November 1988, telah diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988 tentang Hak
Asasi Manusia. Kemudian Ketetapan MPR tersebut menjadi salah satu acuan dasar bagi lahirnya
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan pada tanggal 23 september
1999. Undang-Undang ini kemudian diikuti lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1999 yang
kemudian disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia.
2.1

Pelanggaran HAM
Penegakan Hukum Pidana merupakan salah satu perwujudan penegakan HAM oleh pemerintah,

karena melindungi HAM korban dan masyarakat / kepentingan umum. Namun, apabila dalam
menegakkan upaya paksa dalam proses penegakan HAM tersebut oleh penegak hukum terjadi
pelanggaran atau tidak sesuai prosedur yang ditentukan UU, maka terjadi apa yang disebut
Pelanggaran HAM.
Pelanggaran HAM yaitu perbuatan orang atau sekelompok orang termasuk aparat negara baik
sengaja atau tidak atau kelalaian secara melawan hukum mengurangi / menghalangi / membatasi /

mencabut HAM orang / kelompok orang yang dijamin oleh UU dan tidak mendapat / dikhawatirkan
tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar.
Upaya paksa yang rawan terjadi pelanggaran HAM yaitu:
Penangkapan
Penahanan
Penggeledahan
Penyitaan
2.2

Mempertahankan Nilai-nilai dan Prinsip-prinsip HAM dalam Menegakkan Hukum di


Indonesia
Berdasarkan pemahaman tentang akar HAM, dalam sejarah perjuangan bangsa itu, persoalan

penegakan HAM haruslah dilihat dari cita-cita bangsa untuk mengangkat harkat dan martabat manusia
Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa penyalahgunaan Kekuasaan Negara (abuse of power)
merupakan ancaman paling efektif terhadap hak-hak asasi yang merendahkan martabat manusia
sebagaimana dibuktikan selama 40 tahun terakhir. Terutama kecenderungan penguasa untuk
membangun kekuasaan yang absolute. Cita-cita bangsa untuk mengangkat harkat dan martabat manusia
Indonesia tersebut dapat bahkan harus dijadikan alat ukur untuk menakar rejim-rejim yang pernah
berkuasa setelah Indonesia merdeka. Adanya perlakuan sewenang-wenang terhadap hak asasi manusia
oleh penguasa dalam empat puluh tahun terakhir, baik dalam masa Orde Lama maupun Orde Baru,
sudah menyimpang dari cita-cita bangsa untuk mengangkat martabat manusia Indonesia.
Secara sosial, HAM dikualifikasikan sebagai paham individualistik yang bertentangan dengan
watak dan kepribadian bangsa Indonesia yang kolektivistik. Secara politik HAM distigmatisasi sebagai
paham liberalistik yang bertentangan dengan Pancasila dan secara budaya diajukan argument
partikularistik bahwa bangsa Indonesia memiliki hak-hak asasi sendiri yang didasarkan pada budaya
bangsa. Pemikiran partikularistik tersebut dipakai untuk menolak watak universal dari HAM yang
secara efektif memungkinkan dilahirkannya kebijakan politik, termasuk di bidang hukum, yang
mengabaikan hak-hak asasi manusia. Kecenderungan semacam itu mewarnai zaman Orde Lama
memungkinkan terjadi filosofi kenegaraan, staatssidee integralistik dari Soepomo, yang menjiwai UUD
1945 waktu itu, yang pada dasarnya menolak hak-hak asasi manusia, kendati di dalamnya ada beberapa
pasal mengenai hak-hak warganegara. Seperti kita ketahui, hasil dari kecenderungan itu adalah
absolutisme kekuasaan negara yang dipegang kepala negara (presiden).
Dalam segi hukum, sepuluh tahun terakhir ini ada sejumlah kemajuan penting mengenai upaya
bangsa ini untuk melindungi HAM. Seperti diketahui, ada sejumlah produk politik yang penting
tentang HAM. Tercatat mulai dikeluarkannya TAP MPR No. XVII/1998, kemudian amandemen UUD
1945 yang secara eksplisit sudah memasukkan pasal-pasal cukup mendasar mengenai hak-hak asasi
manusia, UU No, 39/1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia, dan UU No.26/2000 tentang Pengadilan
HAM. Setelah dilakukannya amandemen dengan sendirinya UUD 1945 sebenarnya sudah dapat
dijadikan dasar konstitusional untuk memperkokoh upaya peningkatan perlindungan HAM. Adanya
undang-undang tentang HAM dan peradilan HAM, merupakan perangkat organik untuk menegakkan
hukum dalam kerangka perlindungan HAM atau sebaliknya penegakan supremasi hukum dalam rangka
perlindungan HAM.

You might also like