You are on page 1of 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Dasar Teori
COD (Chemical Oxygen Demand) atau kebutuhan
oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar
bahan buangan di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi
kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi
oleh Kalium Dikromat menjadi gas CO2 dan H2O serta jumlah
ion kromat. Kalium Dikromat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai
sumber oksigen (oxidizing agent).
BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan
oksigen biologi adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar
bahan-bahan organik di dalam air buangan dapat terurai oleh
mikroorganisme.
Analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun
perbandingan antara COD dengan angka BOD dapat
ditetapkan. Perbandingan antara COD dan BOD adalah
berbanding lurus. Semakin tinggi nilai COD maka semakin
tinggi nilai BOD. Sebenarnya hal ini disebabkan, apabila nilai
COD tinggi maka dalam air buangan tersebut terdapat banyak
bahan organik, jika dilakukan analisa BOD maka hasilnya juga
akan tinggi. Dalam tabel berikut tercantum perbandingan
angka tersebut untuk beberapa jenis air.
Tabel II.1. Perbandingan rata-rata angka BOD/COD untuk
beberapa jenis air
Jenis Air
BOD5/COD
Air buangan domestic
0,40-0,60
Air buangan domestik setelah pengendapan
0,60
II - 1

Air buangan domestik setelah pengolahan


secara biologis
Air sungai

0,20
0,10

Angka perbandingan yang lebih rendah dari yang


seharusnya, misalnya untuk air buangan penduduk (domestik)
< 0,20, menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun bagi
mikroorganisme. Tidak semua zat-zat organik dalam air
buangan maupun air permukaan dapat dioksidasikan melalui
tes COD atau BOD. Tabel di bawah ini menunjukkan jenis zat
organik/anorganik yang tidak atau dapat dioksidasikan melalui
tes COD dan BOD.
Tabel II.2. Jenis zat-zat yang tidak atau dapat dioksidasikan
melalui test COD dan BOD
Jenis Zat Organik/Anorganik

Dapat
dioksidasikan
melalui tes
COD
BOD

Zat organik yang Biodegradablea


(protein, gula dan sebagainya)
Selulosa dan sebagainya

Nitrogen
organik
yang
biode
gradablea (protein dan sebagainya)
Nitrogen
organik
yang
non
2+
23+
biodegradable(NO2 , Fe , S , Mn )
NH4 bebas (nitrifikasi)
Hidrokarbon aromatik dan rantai
c
Keterangan:
a
: Biodegradable (dapat dicerna atau diuraikan)

b
-

b
c

: Mulai setelah 4 hari dan dapat dicegah dengan


pemberian inhibitor
: Dapat dioksidasikan karena adanya katalisator Ag2SO4

(Literatur: Alaerts. G dan Santika, Sri Sumestri, Metode Penelitian Air


, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, 1998)

Theoritical Oxygen Demand (ThOD) atau kebutuhan


oksigen teoritis adalah kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi
zat organik dalam air yang dihitung secara teoritis. Jumlah
oksigen tersebut dihitung bila komposii zat organik terlarut
telah diketahui dan dianggap semua C, H dan N habis
teroksidasi menjadi CO2, H2O dan NH3. Dan untuk masingmasing jenis air (air sungai, air buangan penduduk, air limbah
industri) terdapat perbandingan angka ThOD, COD dan BOD
yang tertentu. Tabel I.3. menunjukkan perbandingan angkaangka tersebut untuk air buangan penduduk.
Tabel II.3. Perbandingan angka kebutuhan oksigen teoritis,
kimia dan biologis untuk air buangan penduduk
ThOD
COD (Metode standard)
COD (Tes cepat)
BOD ultimate dengan nitrifikasi
BOD ultimate tanpa nitrifikasi
BOD5 dengan nitrifikasi
BOD5 tanpa nitrifikasi

100%
83%
70%
69%
59%
48%
42%

Total Suspended Solid (TSS) merupakan jumlah zat


padat yang tersuspensi dalam larutan baik itu organik maupun
anorganik. Padatan tersebut tidak larut dan tidak juga
mengendap dalam larutan akan tetapi padatan tersebut
tersuspensi dalam larutan. Bahan-bahan organik yang terdapat

dalam limbah sebagian besar tersuspensi, oleh karena itu


parameter digunakan dalam pengolahan limbah selain COD
dan BOD juga TSS. Secara khusus tidak ada hubungan kolerasi
antara BOD, COD dan TSS akan tetapi apabila nilai COD dan
BOD tinggi maka nilai TSS juga akan tinggi. Hal ini berarti
apabila COD dan BOD yang tinggi maka bahan-bahan organik
baik yang tersuspensi maupun yang terlarut juga akan tinggi
sehingga secara otomatis TSS juga akan tinggi.

Pandangan Umum
COD tes banyak digunakan untuk pengukuran kadar
atau jumlah zat organik dari limbah industri dan rumah tangga.
Tes ini merupakan pengukuran limbah dalam arti jumlah total
oksigen yang dibutuhkan untuk oksidasi karbondioksida dan
air, sesuai dengan persamaan:
CnHaObNc + (n + a/4 b/2 3c/4)O2 nCO2 + (a/2 3c/2)H2O +
CNH3
Hal ini didasarkan atas semua senyawa zat organik
dapat dioksidasi oleh agen pengoksidasi dibawah kondisi
asam. Amino nitrogen (bilangan oksidasi 3) akan diubah
menjadi nitrogen ammonia. Jadi nitrogen organik jika pada
kondisi oksidasi tinggi, akan diubah menjadi nitrat.
Selama penentuan COD, zat organic diubah menjadi
karbondioksida dan air. Sebagai contoh, glukosa dan lignin
teroksidasi sempurna. Sebagai hasilnya, nilai COD lebih besar
dari nilai BOD, dan mungkin lebih besar ketika ada jumlah yang
berarti dari hambatan biologis zat organik. Limbah kayu dan
pulp merupakan contoh yang tepat karena mempunyai kadar
lignin yang besar. Sebagai hasilnya material COD seperti
glukosa selalu lebih besar nilai BOD. Manfaat utama dari COD

dapat diinterpretasikan dalam nilai BOD setelah data


diakumulasi untuk mencari faktor korelasi.
(Literatur: Alaerts. G dan Santika, Sri Sumestri, Metode Penelitian Air
, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, 1998)

Sejarah Pengujian COD


Zat pengoksidasi kimia telah lama digunakan untuk
pengukuran oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi
pada air yang terpolusi. Larutan potasium permanganat sudah
lama digunakan dan hasilnya menunjukkan oksigen yang
dikonsumsi dari permanganat. Oksidasi disebabkan oleh
permanganat merupakan variabel besar yang bertanggung
jawab pada berbagai macam senyawa dan derajat oksidasi
sebanding dengan jumlah reagen yang digunakan. Nilai
oksigen dibutuhkan kurang dari 5 hari dari nilai BOD. Fakta ini
menunjukkan ketidakmampuan dari permanganat untuk
mengoksidasi partikel sampai titik terakhir.
Ceric Sulfat, pottasium iodat dan potassium dikromat
adalah zat pengoksidasi lain yang telah lama dipelajari untuk
penentuan COD. Pottasium dikromat telah ditemukan paling
praktis dari semua zat pengoksidasi. Sejak potassium dikromat
mampu mengoksidasi dengan hampir sempurna semua jenis
senyawa organik menjadi karbon dioksida dan air. Hal ini relatif
mudah untuk mengukur potassium dikromat berlebih.
Karena potassium dikromat mengoksidasi bahan
organik secara sempurna, maka larutannya harus asam kuat
dan pada kondisi temperatur naik. Sebagai hasilnya bahan
yang mudah menguap dapat dicegah karena menguap.
Kondensor refluks digunakan untuk tujuan memanaskan
sampel dan mencegah kehilangan zat organik yang mudah
menguap.

Senyawa organik tertentu khususnya molekul asam


lemak yang mempunyai berat molekul rendah tidak dapat
teroksidasi oleh dikromat, kecuali terdapat suatu katalis. Telah
ditemukan bahwa ion perak dapat digunakan sebagai katalis
pada keadaan ini. Hidrokarbon aromatis dan senyawa pyridin
tidak dapat dioksidasi oleh berbagai keadaan.
(Literatur : Agustiani, E., Ir., M.Eng. Diktat Kuliah PLIK. Program Studi
D3 Teknik Kimia FTI-ITS. Surabaya. 2002)

COD oleh dikromat


Pottasium merupakan senyawa yang murah dimana
dapat diperoleh pada keadaan murni. Senyawa ini bahan
pereaksi untuk analisis yang bermutu tinggi. Setelah
pengeringan pada suhu 103oC, dapat digunakan untuk
menyiapkan atau membuat larutan dengan normalitas yang
tepat. Ion dikromat merupakan pengoksidasi kuat pada larutan
asam kuat. Reaksi melibatkan kasus yang biasa dimana semua
organik nitrogen tereduksi, seperti pada persamaan berikut:
CnHaObNc + dCr2O72- + (8d + c)H+ nCO2 + (a + 8d 3c/2)H2O +
CNH4+ + 2dCr3+
Dimana:
d= 2n/3+a/6-b/3-c/2
merupakan reagen dikromat yang dibutuhkan pada
pengukuran.
Prinsip Analisa
Sebagian besar zat organik melalui tes COD ini
dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang
mendidih (reaksi 1):
CaHbOc +
Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+ + Ag2SO4
(Zat organik) (warna kuning)

Selama reaksi yang berlangsung kurang lebih 2 jam ini,


uap direfluks dengan kondensor, agar zat organik volatil tidak
lenyap keluar. Perak sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai
katalisator untuk mempercepat reaksi. Sedang merkuri sulfat
ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang
pada umumnya ada pada air buangan.
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik
habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus
tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang tersisa didalam larutan
tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang
telah habis terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui
titrasi dengan ferro ammonium sulfat (FAS), dimana reaksi
adalah sebagai berikut:
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Indikator feroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi
yaitu disaat warna hijau-biru larutan berubah menjadi coklatmerah. Sisa K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko tidak
mengandung zat organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7.
(Literatur: Alaerts. G dan Santika, Sri Sumestri, Metode Penelitian Air
, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, 1998)

Gangguan, Keuntungan dan Kekurangan tes COD


a. Gangguan
Kadar klorida (Cl-) sampai 2000 mg/l dalam sampel
dapat mengganggu bekerjanya katalisator Ag2SO4 dan
pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat
sesuai dengan reaksi dibawah ini:
6Cl- + Cr2O72- + 14H+ 6Cl2 + 2Cr3+ + 7H2O

Gangguan ini dihilangkan dengan penambahan


merkuri sulfat (Ag2SO4) pada sampel, sebelum
penambahan reagen lainnya. Ion merkuri bergabung
dengan ion klorida membentuk merkuri klorida, sesuai
dengan reaksi dibawah ini:
Hg2+ + 2Cl=
HgCl2
Dengan adanya ion Hg2+ ini, konsentrasi ion Clmenjadi sangat kecil dan tidak mengganggu oksidasi zat
organik dalam tes COD.
Nitrit (NO2) juga teroksidasi menjadi nitrat (NO3-).
1mg NO2 N ~ 1,1mg COD. Kalau konsentrasi NO2 N >
2mg/l, maka harus ada penambahan 10mg asam sulfamat
per mg NO2 N baik dalam sampel maupun dalam blanko.
b. Keuntungan tes COD dibandingkan tes BOD
Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3
jam, sedangkan analisa BOD memerlukan waktu 5 hari.
Untuk menganalisa COD antara 50 sampai 800mg/l, tidak
dibutuhkan pengenceran sampel sedang pada umumnya
analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran.
Ketelitian dan ketepatan (reproducibility) tes COD
dua sampel adalah 3 kali lebih tinggi dari tes BOD.
Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap
mikroorganisme pada tes BOD tidak menjadi masalah pada
tes COD.
c. Kekurangan
Test COD hanya merupakan suatu analisa yang
menggunakan suatu reaksi oksida kimia yang menirukan

oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi di alam),


sehingga merupakan suatu pendekatan saja. Karena hal
tersebut diatas maka test COD tidak dapat membedakan
antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert)
dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis.

Ketelitian Test COD


Penyimpangan baku antar laboratorium adalah 13 mg
O2/l. Penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam suatu
laboratorium sebesar 5% masih diperkenankan.

Indikator Pencemaran Air


Indikator pencemaran air atau tanda bahwa air telah
tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat
diamati melalui:
1. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hydrogen. Air
limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri akan
mengubah pH air normal yang pada akhirnya dapat
mengganggu kehidupan organisme di dalam air.
2. Adanya perubahan suhu air. Makin tinggi kenaikan suhu air
makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya.
3. Adanya mikroorganisme. Kalau bahan buangan yang harus
digredagasi cukup banyak berarti mikroorganisme akan
ikut berkembang biak. Pada perkembangbiakan tersebut
tidak tertutup kemungkinan bahwa mikroba pathogen ikut
berkembang biak pula. Mikroba pathogen adalah
penyebab timbulnya berbagai macam penyakit.
4. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hydrogen. Air
limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri akan

mengubah pH air normal yang pada akhirnya dapat


mengganggu kehidupan organisme di dalam air.
5. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa. Air dalam
keadaan normal dan bersih tidak berwarna, tidak berbau,
dan tidak berasa. Bahan buangan dan air limbah industri
dapat larut dalam air, maka akan terjadi perubahan warna
air. Mikroba di dalam air maka akan mengubah bahan
buangan organik terutama gugus protein, secara degradasi
menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Air yang
mempunyai rasa kecuali air laut, maka hal itu telah terjadi
pelarutan sejenis garam-garaman.
6. Timbulnya endapan, koloidal dan bahan terlarut berasal
dari adanya bahan buangan industri yang berbentuk padat.
Kalau bahan buangan industri berupa bahan anorganik
yang dapat larut, maka air akan mendapat tambahan ionion logam yang berasal dari bahan anorganik tersebut.
Banyak yang memberikan ion-ion logam berat yang pada
umumnya dapat bersifat racun, seperti Cd, Cr, Pb.
7. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Walaupun
secara alami radioaktivitas air lingkungan sudah ada sejak
dulu kala namun tidak boleh menambah radioaktivitas
lingkungan dengan membuang secara sembarangan bahan
sisa radioaktif ke lingkungan. Salah satu sumber yang
dapat menaikkan radioaktivitas lingkungan adalah
pembakaran batu bara.
(Wisnu Arya W., Dampak Pencemaran Lingkungan)

Komponen Pencemaran Air


Komponen pencemaran air dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1.

Bahan buangan padat

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bahan buangan organik


Bahan buangan anorganik
Bahan bungan bahan-bahan makanan
Bahan buangan cairan berminyak
Bahan buangan zat kimia
bahan buangan berupa panas

(Wisnu Arya W, Dampak Pencemaran Lingkungan)

Dampak Pencemaran Air


Air yang telah tercemar dapat mengakibatkan kerugian
yang besar pada manusia. Kerugian yang disebabkan oleh
pencemaran air dapat berupa:
1. Air menjadi tidak bermanfaat lagi.
Bentuk kerugian langsung ini antara lain bisa berupa:
a. Air tidak dapat lagi untuk keperluan rumah tangga.
b. Air tidak dapat digunakan untuk keperluan industri. Air
lingkungan yang berminyak tidak lagi digunakan
sebagai solven atau air proses dalam industri kimia. Air
yang banyak ion logam bersifat sadah tidak dapat
dipakai lagi sebagai air ketel uap dan pusat listrik
tenaga uap.
c. Air tidak dapat digunakan lagi untuk keperluan
pertanian. Air yang bersifat terlalu asam atau terlalu
basa akan mematikan tanaman dan hewan air. Selain
itu banyak senyawa anorganik yang bersifat racun yang
menyebabkan kematian.
2. Air menjadi penyebab penyakit
Penyakit yang ditimbulkan oleh pencemaran air ini dapat
berupa:
a. Penyakit menular:
Hepatitis A

Polliomyelitis
Cholera
Thypus Abdominalis
Dysentri amoeba
Ascariasis
Trachoma
Scabies
b. Penyakit tidak menular:
Keracunan Kadmium
Keracunan Kobalt
(Wisnu Arya W, Dampak Pencemaran Lingkungan)

Pengelolaan Limbah
Pemilihan dan perencanaan sarana pengolahan air
limbah adalah berdasarkan penelaan mengenai ciri ciri dari
air limbah :
1. Air yang harus diolah.
2. Mutu yang harus dijaga dalam lingkungan dimana air
limbah yang akan dibuang atau penggunaan kembali
air limbah yang bersangkutan.
3. Standart lingkungan yang berlaku atau ketentuan
pembuangan yang harus selalu dipatuhi.
Pengelolaan limbah merupakan salah satu cara
penanggulangan pencemaran limbah secara teknis. Semua
kegiatan industri selalu akan menghasilkan limbah yang
menimbulkan masalah bagi lingkungan. Pengolahan limbah
dari bahan buangan industri dan teknologi dimaksudkan untuk
mengurangi pencemaran lingkungan. Cara pengolahan limbah
sering disebut sebagai waste treatment (waste management).
Cara mengolah limbah industri dan teknologi bergantung pada

sifat dan kandungan limbah serta tergantung pula pada


rencana pembuangan limbah serta tergantung pula pada
rencana pembuangan olahan limbah secara permanent.
Secara umum dikenal tingkatan proses pengelolaan
limbah sebagai berikut:
1. Pengolahan awal (Primary Waste Treatment)
Semua bahan buangan industri ditampung pada suatu
tempat. Pada proses penampungan ini sekaligus
dipisahkan antara bahan buangan organik dan bahan
buangan anorganik. Pada tahap ini juga dilakukan
pemisahan bahan buangan yang masih bisa di daur ulang
dan bahan buangan yang sudah tidak bisa di daur ulang
lagi.
2. Pengolahan lanjutan (Secondary Waste Treatment)
Limbah buangan dari proses pertama yang belum bersih
dan belum bisa dibuang ke lingkungan dimasukkan ke
proses pengolahan lanjutan di mana dilakukan
penambahan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan
buangan (terutama pada bahan organik). Apabila pada
proses kedua ini diperlukan pemisahan antara cairan dan
padatan yang larut atau melayang (sebagai koloidal di
dalamnya, maka diperlukan juga proses pengendapan.
3. Pengolahan akhir (Advanced Waste Treatment)
Pada proses ketiga ini diharapkan bahwa setelah melalui
tahapan akhir, limbah sudah bersih sehingga dapat
dibuang ke lingkungan. Akan tetapi pada proses ini
seringkali masih dijumpai adanya bahan-bahan kimia yang
terlarut dan kalau dibuang ke lingkungan dapat
membahayakan. Walaupun dalam jumlah kecil tetapi jika
membahayakan lingkungan maka bahan-bahan terlarut

tersebut harus tetap aman. Pengurangan bahanbahan


terlarut seperti tersebut di atas, dapat dilakukan dengan
menambahkan karbon aktif untuk mengadsorbsi bahanbahan berbahaya sehingga aman jika dibuang ke
lingkungan.Cara lain dapat dilakukan dengan memakai
resin penukar ion yang dimasukkan ke dalam air limbah
yang belum bersih untuk menangkap bahan-bahan
terlarut.
(Wisnu Arya W, Dampak Pencemaran Lingkungan)

Pengambilan dan Pengawetan Sampel


Gunakan botol kaca bila memungkinkan. Penggunaan
botol plastik harus dari zat-zat organik yang mungkin masih
tersisa didalamnya. Sampel yang mengandung Lumpur harus
dikocok sampai merata sebelum dianalisa, karena Lumpur juga
terdiri zat-zat organik yang harus dioksidasi dalam tes COD
untuk mendapatkan angka COD yang benar. Sampel yang tidak
stabil yaitu sampel yang mempunyai kadar bakteri atau Fe2+
tinggi, harus dianalisa segera.Sampel dapat diawetkan dengan
penambahan larutan H2SO4 pekat sampai pH kira-kira (kira-kira
0,8ml H2SO4/l sample).
(Literatur: Alaerts. G dan Santika, Sri Sumestri, Metode
Penelitian Air , Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, 1998)
Kita harus bisa membedakan dengan hati-hati antara
irigasi limbah dan pembuangan limbah ke tanah. Irigasi limbah
harus melibatkan penggunaan air buangan atau aliran limbah
secara menguntungkan dalam memelihara tanaman-tanaman.
Pembuangan limbah, air buangan dan sampah industri ke
tanah dapat dilakukan dengan dua metode yang berbeda :
1. Irigasi, dimana limbah, air buangan atau sampah
industri yang cocok digunakan untuk memelihara

tanaman-tanaman yang menguntungkan dan sekaligus


menghasilkan pembuangan yang higienis dan
memuaskan.
2. Infiltrasi, air buangan atau sisa-sisa industri ke tanah
yang dipersiapkan hanya untuk infiltrasi dan
pembuangan saja, tanpa ditanami tumbuh-tumbuhan
tertentu atau yang menguntungkan.
Nilai pH air normal adalah sekitar netral, yaitu antara
pH 6 8. Pada industri industri makanan, peningkatan
keasaman air umumnya disebabkan oleh kandungan asam
asam organik. Air buangan industri industri organik pada
umunya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi
sehingga keasamnnya juga tinggi atau rendah. Adanya FeS2
akan meningkatkan keasaman, karena FeS2 dengan udara dan
air akan membentuk H2SO4 dan besi (Fe) yang larut. Tingginya
kadar asam yang membuat pH rendah bersifat sangat korosif
terhadap baja dan sering mengakibatkan perkaratan pada pipa
pipa besi.

Suhu
Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam
berbagai proses industri. Air pendingin tersebut setelah
digunakan akan mendapatkan panas dari media yang
didinginkan tersebut, kemudian dikembalikan keasalnya yaitu
sungai maupun laut. Jadi air buangan tersebut jelas
mempunyai suhu lebih tinggi dari asalnya.
Kenaikan suhu akan menimbulkan akibat :
1. Jumlah oksigen terlarut dalam air menurun
2. Kecepatan reaksi kimia meningkat
3. Kehidupan ikan dan hewan lain terganggu

4. Jika batas suhu terlampaui, ikan dan hewan lain


akan mati

Warna, bau dan rasa


Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi,
misalnya air rawa-rawa berwarna kuning, coklat atau
kehijauan. Air sungai biasanya berwarna kuning karena
mengandung lumpur dan air buangan yang mengandung
besi/tanin dalam jumlah tinggi berwarna merah kecoklatan
(Fardiaz, 1992). Warna air yang tidak normal biasanya
menunjukkan adanya polusi.
Warna air dapat dibedakan atas dua macam yaitu
warna sejati yang disebabkan oleh adanya bahan-bahan
terlarut dan warna semu yang selain disebabkan oleh adanya
zat terlarut juga disebabkan karena adanya bahan-bahan
tersuspensi termasuk didalamnya yang bersifat koloid. Bau air
tergantung sumber asalnya, bau air dapat disebabkan karena
bahan bahan kimia, ganggang, plankton atau tumbuhan dan
hewan air baik yang hidup maupun yang sudah mati (Fardiaz,
1992). Timbulnya rasa pada air dapat disebabkan oleh adanya
polusi, tetapi pengujian terhadap rasa jarang digunakan. Air
yang tidakk normal juga dianggap mempunyai rasa yang tidak
normal pula (Fardiaz, 1992).

II. 2 Aplikasi Industri

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR USAHA PETERNAKAN SAPI


PERAH MELALUI PENERAPAN KONSEP PRODUKSI
BERSIH
Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran
yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik
berupa limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan
(Soehadji, 1992). Ditambahkan oleh Soehadji (1992), limbah
peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan
yang bersifat padat, cair dan gas. Limbah padat merupakan
semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat
(kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari
pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang
berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau
urine, air pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah
semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas.
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Data primer adalah data sampel air untuk mengukur
kadar polutan yang terkandung dalam limbah cair sapi perah.
Sampel air ini diambil tiga kali sebulan pada keluaran bak
sedimentasi 1, II, dan III (Gambar 2). Data sekunder berupa
manajemen usaha ternak, usaha budidaya padi sawah,
budidaya ikan dan proses penanganan limbah ternak, yang
akan digunakan untuk melihat berapa besar manfaat sistem
usaha peternakan dengan pendekatan konsep produksi bersih
yang dilakukan.
Kegiatan
pembangunan
peternakan
perlu
memperhatikan daya dukung dan kualitas lingkungan. Usaha
peternakan sapi perah dengan skala usaha lebih dari 20 ekor

dan relatif terlokalisasi akan menimbulkan pencemaran


terhadap lingkungan. Pencemaran ini disebabkan oleh
pengelolaan limbah yang belum dilakukan dengan baik, tetapi
kalau dikelola dengan baik, limbah tersebut memberikan nilai
tambah bagi usaha peternakan dan lingkungan di sekitarnya.
Sistem usaha peternakan dengan penerapan produksi bersih
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam
meminimisasi limbah ternak. Penelitian tentang Pengelolaan
Limbah Cair Sapi Perah Melalui Penerapan Produksi Bersih ini
telah dilakukan di CV. Lembah Hijau Multifarm (LHM) Solo,
Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pengelolaan limbah padat dan cair sapi perah
melalui penerapan produksi bersih dan berapa besar kadar
polutan dalam limbah cair ternak dapat diminimisasi. Data
yang dikumpulkan meliputi proses daur hidup sistem usaha
peternakan, sistem pengelolaan limbahnya dan karateristik
limbah cair sapi perah. Contoh air diambil sebanyak tiga kali
dan dianalisis di Lab. Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Solo dan
dibandingkan dengan baku mutu limbah cair. Hasil penelitian
menunjukkan daur hidup sistem usahatani yang dilakukan
mampu meningkatkan keuntungan bagi sistem tersebut (B/C
Ratio >1) dan mengurangi limbah yang terbuang ke
lingkungan. Hasil analisis kualitas air adalah Derajat Keasaman
(pH) = 7,25; Total Dissolved Suspention (TDS) = 804 mg/L; Total
Solid Suspention (TSS) = 356 mg/L; Chemistry Oxigen Demand
(COD) = 483 mg/L; Biology Oxigen Demand (BOD) = 240 mg/L;
Nitrit = 0,003 mg/L; Nitrat = 0,09 mg/L; NH3-N = 0,39 mg/L; H2S
= 0,54 mg/L. Kadar polutan dalam limbah cair tersebut
semuanya masih berada di bawah baku mutu limbah cair
maksimum yang diperbolehkan.

PENENTUAN STATUS KUALITAS PERAIRAN SUNGAI


BRANTAS HULU DENGAN BIOMONITORING
MAKROZOOBENTOS: TINJAUAN DARI PENCEMARAN BAHAN
ORGANIK.
Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang di Jawa
Timur, dengan panjang 320 km dengan daerah aliran seluas
12.000 km2, atau lebih kurang seperempat luas wilayah
propinsi Jawa Timur. Sungai Brantas bersumber pada lereng
Gunung Arjuna dan Anjasmara bermuara di selat Madura.
Jumlah penduduk di wilayah ini 14 juta jiwa (40 % dari
penduduk Jawa Timur), dimana sebagian besar bergantung
pada sumberdaya air, yang merupakan sumber utama bagi
kebutuhan air baku untuk konsumsi domestik, irigasi, industri,
rekreasi, pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain.
Penambahan bahan organik maupun anorganik berupa
limbah ke dalam perairan selain akan mengubah susunan kimia
air, juga akan mempengaruhi sifat-sifat biologi dari perairan
tersebut. Banyaknya bahan organik di dalam perairan akan
menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut di dalam
perairan dan jika keadaan ini berlangsung lama akan
menyebabkan perairan menjadi anaerob, sehingga organisme
aerob akan mati. Selain itu diketahui juga bahwa banyak

senyawa organic yang bersifat toksik seperti fenol, pestisida,


surfaktan, dan lain-lain dapat menimbulkan kematian
organisme seperti plankton, bentos dan ikan.
Makrozoobentos terdapat diseluruh badan sungai
mulai dari hulu sampai ke hilir. Dengan keberadaan
makrobentos yang hidupnya menetap dengan waktu yang
relative lama, maka makrobentos ini dapat digunakan untuk
menduga status suatu perairan. Penggunaan makrobentos
sebagai penduga
kualitas air dapat digunakan untuk kepentingan pendugaan
pencemaran baik yang berasal dari point source pollution
maupun diffuse source pollution.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat
klassifikasi Sungai Brantas bagian hulu berdasarkan komunitas
hewan makrozoobentosnya serta menentukan status kualitas
perairan Sungai Brantas akibat buangan organik (diffuse source
pollution dan non point source pollution) di sungai bagian hulu.
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Juli
2000, pada 8 stasiun pengamatan. Penentuan stasiun
pengamatan ini berdasarkan tata guna lahan di sekitar
lingkungan perairan Sungai Brantas bagian hulu. Pengambilan
sample kualitas air dan makrozoobentos masingmasing
dilakukan setiap bulan selama 5 bulan. Untuk
mengklasifikasikan sungai Brantas bagian hulu berdasarkan
makrozoobentos digunakan FORTRAN program TWINSPAN,
sedangkan untuk menentukan status perairannya digunakan
Indeks BMWP. Bedasarkan program koputer TWINSPAN
sungai Brantas bagian hulu selama penelitian dapat
diklasifikasikan menjadi 10 site of groups (A, B, C, .., J). Pada
site of group A, B, C, E, dan G ditemukan makrozoobentos dari
famili Baetidae, Leptophlebiidae, Chloroperliidae, dan

Gastropoda yang mempunyai substrat dasar kerikil, pasir, dan


batuan dengan kecepatan arus cepat (0,5-1 m/det), suhu 17-27
C, kadar BOD 6,7-7,5 mg/l, dan kandungan COD 5,2-11,2 mg/l.
Pada site of group D, F, H, I, dan J ditemukan makrozoobentos
antara lain dari famili Hydropsychidae, Chironomidae, dan
Lumbricullidae dimana site of group ini mempunyai substrat
dasar berupa lumpur, dan pasir, dengan kecepatan arus lambat
(0,15-0,5 m/det), suhu 20-25 C, kadar BOD 4,7-7,9 mg/l, dan
kandungan
COD 9-12,4 mg/l.. Sedangkan status perairannya yang
ditentukan dengan menggunakan Indeks BMWP pada
penelitian ini memberi hasil sebagai berikut : Site of group A, B,
C, D, F, I, dan J mempunyai status perairan kotor sedang
dengan nilai ASPT berkisar antara 4,8 sampai dengan 6,3. Site
of group E, G, dan H mempunyai status perairan kotor berat
dengan nilai ASPT berkisar antara 4 sampai dengan 4,5.

You might also like