Professional Documents
Culture Documents
IMUNOLOGI IKAN
NAMA
NIM
KELOMPOK
ASISTEN
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kekebalan tubuh. Imunologi
berasal dari kata imun yang berarti kebal dan logos yang berarti ilmu. Imunitas
adalah perlindungan dari penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sel-sel dan molekulmolekul yang terlibat didalam perlindungan membentuk sistem imun. Sedangkan
respon untuk menyambut agen asing disebut respon imun (Febrianti, 2014).
Udang windu merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan, namun
ketersediaannya di Indonesia untuk memenuhi komoditas unggulan ekspor non
migas dari perikanan masih belum dapat mencapai target yang diharapkan
(Mahasri, 2008 dalam Nurul, 2012). Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi
budidaya udang windu salah satunya adalah meningkatkan daya tahan tubuh udang
melalui pemberian immunostimulan. Pemberian immunostimulan bagi ikan maupun
udang biasanya diberikan sebelum terjangkit penyakit, cara pemberiannya dapat
melalui penyuntikan, pakan (oral), dan perendaman (immersi), namun pemberian
melalui pakan dinilai paling praktis karena tidak menyebabkan stress bagi
ikan/udang. Ketepatan dosis juga merupakan tolak ukur keberhasilan pemberian
immunostimulan, pada dosis yang tinggi dapat menekan mekanisme pertahanan
tubuh dan pada dosis rendah tidak efektif (Anderson, 1992 dalam Nurul, 2012).
Ketepatan
lama
pemberian
immunostimulan
juga
sangat
penting
untuk
penurunan nafsu makan), insang merah (adanya warna merah pada insang udang),
dan nekrosis (adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh,
terutama pada ekor) (Polengs, 2011).
Mekanisme pertahanan tubuh krustasea sebagian besar bergantung pada
sel-sel darah dan proses hemolim (Maynard, 1960 dalam Syahailatua, 2009).
Hemosit merupakan faktor yang sangat penting dalam sistem pertahanan seluler
yang bersifat non spesifik. Smith et al. (2003) menyebutkan bahwa hemosit
menyimpan immune reactive (seperti peroxinectin, antibacterial peptide, dan clotting
components) dalam tubuh udang, sehingga kenaikan jumlah total hemosit (THC)
merupakan salah satu indikator peningkatan daya tahan tubuh udang. Kemampuan
hemosit dalam aktivitas fagositosis yang dapat meningkat pada kejadian infeksi,
sehingga menunjukkan pertahanan tubuh yang bersifat seluler. Adanya infeksi
tersebut akan merangsang sistem pertahanan non spesifik seluler untuk menangkal
serangan penyakit. Meningkatnya ketahanan tubuh udang juga dapat diketahui dari
meningkatnya aktivitas fagositosis (AF) sel-sel hemosit. Fagositosis merupakan
mekanisme pertahanan non spesifik yang secara umum dapat melindungi adanya
serangan patogen (Fontaine dan Lightner, 1974 dalam Syahailatua, 2009).
Karakteristik
yang
digunakan
untuk
mengetahui
pengaruh
penambahan
immunostimulan pada udang adalah jumlah total hemosit, differensial hemosit, dan
aktifitas fagositosis (Kajita et al., 1990). Upaya dalam meningkatkan pertahanan
tubuh udang dapat menggunakan immunostimulan yaitu berasal dari dinding sel
bakteri
dan
jamur
seperti
-glukan,
lipopolisakarida
dan
peptidoglikan
Domain: Eukaryota
Kingdom: Animalia
Subkingdom: Bilateria
Branch: Protostomia
Infrakingdom: Ecdysozoa
Superphylum: Panarthropoda
Phylum: Arthropoda
Subphylum: Pancrustacea
Infraphylum: Crustaceomorpha
Superclass: Crustacea
Epiclass: Eucrustacea
Subclass: Eumalacostraca
Superorder: Eucarida
Order: Decapoda
Suborder: Dendrobranchiata
Superfamily: Penaeoidea
Family: Penaeidae
Genus: Penaeus
Morfologi
Udang windu adalah suatu binatang laut yang memiliki kulit agak keras, dan
dibesarkan dalam budidaya secara luas untuk makanan. Tubuh udang dibagi
kedalam tiga bagian, yaitu: 1) kepala-dada (Cephalothorax) yang tertutup oleh satu
kelopak yang disebut karapks, 2) badan (abdomen), dan 3) ekor. Pada kepala
terdapat lima ruas dan delapan ruas dibagian dada, masing-masing ruas mempunyai
sepasang anggota badan yang memiliki fungsi tersendiri. Bagian dada terdapat
sepasang anggota badan yang disebut pereopoda, bagian ujungnya berjepit yang
berfungsi sebagai penangkap makanan. Bagian perut (abdomen) terdapat lima
pasang kaki renang (pleopoda) yang tumbuh dari setiap ruas badan tersebut. Di
belakang badan terdapat satu ruas lagi yang beranggotakan dua pasang ekor kipas
(uropoda) yang berfungsi sebagai kemudi saat udang sedang berenang. Udang
windu mempunyai ciri-ciri : 1) kulit tebal dan keras, 2) warna hijau kebiruan dengan
garis melintang lebih gelap, 3) ada juga yang berwarna kemerahan dengan garis
melintang berwarna kecoklatan (Digilib, 2014).
payau yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan bakau yang berlumpur dengan
campuran pasir yang subur. Menjelang dewasa udang yuwana akan berpindah
kearah laut dalam (Digilib, 2014).
Siklus hidup Udang Windu (Penaeus monodon) menurut Wyban dan
Sweeney (1991) dalam Nugroho (2011) adalah udang betina bertelur naupli
protozoea mysis postlarva juvenil udang dewasa (Gambar2).
Telur yang yang telah dibuahi akan menetas dalam waktu 12 sampai 15 jam
dan berkembang menjadi larva (Martosudarmo dan Ranoemihardjo 1979 dalam
Nugroho, 2011). Larva masih memiliki cadangan makanan dalam tubuh berupa
kuning telur. Stadia zoea terdiri dari tiga substadia yang berlangsung selama enam
hari dan mengalami alih bentuk tiga kali. Stadia mysis dicirikan oleh bentuk larva
yang mulai menyerupai udang dewasa. Pleopod dan telson mulai berkembang dan
larva bergerak mundur. Selanjutnya stadia mysis mengalami alih bentuk menjadi
postlarva. Selama lima hari pertama stadia postlarva udang bersifat plaktonis, dan
pada postlarva-VI udang mulai merayap di dasar (Rahmatun dan Ahmad, 1989
dalam Nugroho, 2011).
B. Sistem Imun
Secara umum sistem imun manusia terbagi dalam dua, yaitu : alamiah dan
adaptif (spesifik). Sistem imun alamiah terentang luas, mulai dari air mata, air liur,
keringat (dengan pHnya yang rendah/asam), bulu hidung, kulit, selaput lendir,
laktoferin dan asam neuraminik (pada air susu ibu), sampai asam lambung termasuk
di dalamnya. Secara lebih mendetail di dalam cairan tubuh seperti air mata atau
darah terdapat komponen sistem imun alamiah yang antara lain terdiri dari fasa cair
seperti IgA (Imunoglobulin A), Interferon, Komplemen, Lisozim, ataupun c-reactive
protein (CRP). Sementara fasa seluler terdiri dari sel-sel pemangsa (fagosit) seperti
sel darah putih (polymorpho nuclear/PMN), sel-sel mono nuklear (monosit atau
makrofag), sel pembunuh alamiah (Natural Killer), dan sel-sel dendritik. Sedangkan
pada sistem imun adaptif terdapat sistem dan struktur fungsi yang lebih kompleks
dan beragam. Sistem imun adaptif terdiri dari sub sistem seluler yaitu keluarga sel
limfosit T (T penolong dan T sitotoksik) dan keluarga sel mono nuklear (berinti
tunggal). Sub sistem kedua adalah sub sistem humoral, yang terdiri dari kelompok
protein globulin terlarut yaitu: Imunoglobulin G, A, M, D, dan E. Imunoglobulin
dihasilkan oleh sel limfosit B melalui suatu proses aktivasi khusus, bergantung
kepada karakteristik antigen yang dihadapi. Secara berkesinambunangan dalam
jalinan koordinasi yang harmonis, sistem imun baik yang alamiah maupun adapatif
senantiasa bahu-membahu menjaga keselarasan interaksi antara sistem tubuh
manusia dengan media hidupnya (ekosistem) (Freakz, 2012).
Keberadaan mikroba patogen dapat menimbulkan dampak-dampak yang
tidak diharapkan akan memicu sistem imun untuk melakukan tindakan dengan
urutan mekanisme sebagai berikut : introduksi, persuasi, dan represi (Freakz, 2012).
Meskipun komplemen dapat diasosiasikan sesuai artinya, yaitu pelengkap,
namun sesungguhnya fungsinya amatlah vital. Faktor komplemen bertugas untuk
menganalisa masalah untuk selanjutnya mengenalkannya kepada imunoglobulin,
budidaya udang windu salah satunya adalah meningkatkan daya tahan tubuh udang
melalui pemberian immunostimulan. Pemberian immunostimulan bagi ikan maupun
udang biasanya diberikan sebelum terjangkit penyakit, cara pemberiannya dapat
melalui penyuntikan, pakan (oral), dan perendaman (immersi), namun pemberian
melalui pakan dinilai paling praktis karena tidak menyebabkan stress bagi
ikan/udang. Ketepatan dosis juga merupakan tolak ukur keberhasilan pemberian
immunostimulan, pada dosis yang tinggi dapat menekan mekanisme pertahanan
tubuh dan pada dosis rendah tidak efektif (Anderson, 1992 dalam Nurul, 2012).
Ketepatan
lama
pemberian
immunostimulan
juga
sangat
penting
untuk
tersebut akan merangsang sistem pertahanan non spesifik seluler untuk menangkal
serangan penyakit. Meningkatnya ketahanan tubuh udang juga dapat diketahui dari
meningkatnya aktivitas fagositosis (AF) sel-sel hemosit. Fagositosis merupakan
mekanisme pertahanan non spesifik yang secara umum dapat melindungi adanya
serangan patogen (Fontaine dan Lightner, 1974 dalam Syahailatua, 2009).
Karakteristik
yang
digunakan
untuk
mengetahui
pengaruh
penambahan
immunostimulan pada udang adalah jumlah total hemosit, differensial hemosit, dan
aktifitas fagositosis (Kajita et al., 1990). Upaya dalam meningkatkan pertahanan
tubuh udang dapat menggunakan immunostimulan yaitu berasal dari dinding sel
bakteri
dan
jamur
seperti
-glukan,
lipopolisakarida
dan
peptidoglikan
Prosedur Kerja
Prosedur kerja praktikum Sistem Imun Pada Udang Windu (Penaeus
monodon) adalah sebagai berikut :
Hasil
Teknik Pewarnaan
Teknik Pewarnaan sel darah merah pada Ikan Nila maka bentuk sel darah
merah Ikan Nila terlihat pada Gambar 2 dan 3
1
2
Keterangan :
1. Membran sel
2. Sitoplasma
Gambar 2. Sel darah merah ikan nila (Oreochromis niloticus) setelah diberi
pewarnaan eousin
1
2
3
Keterangan :
1. Membran sel
2. Inti sel
3. Sitoplasma
Gambar 3. Bentuk sel darah merah (eritrosit) ikan nila (Oreochromis niloticus)
setelah diberi pewarnaan hematoxylin.
umpalan ara
= 1 cm
= 1,5 cm
anjan
umpalan ara
anjan otal umpalan ara
Hasil
1,5 cm
1cm
67
= N x 104sel/mL
= 7 x 104sel/mL
Pembahasan
Teknik Pewarnaan
Darah pada berbagai hewan vertebrata memerlukan sistem sirkulasi yang
terdiri atas kapiler-kapiler dan jantung sebagai pemompa aliran darah agar dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, dapat diketahui bahwa pengambilan darah pada
hewan dapat melalui kapiler darah atau jantung (Adinegara, 2012). Dari teori
tersebut, maka pada pengambilan sampel darah pada ikan Nila (Oreochromis
niloticus) pada bagian insang atau di sekitar jantung.
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa keadaan sel darah merah ikan Nila
(Oreochromis niloticus) setelah di celupkan ke dalam eosin adalah eritrosit masih
berwarna merah berbentuk lonjong. Ikan sebagaimana vertebrata lain, memiliki sel
darah merah (eritrosit) berinti dengan bentuk dan ukuran bervariasi antara satu
dengan yang lainnya (Fujaya, 2008). Gambar tersebut diatas menunjukan bentuk sel
darah yang diambil dari darah ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan diamati dibawah
mikroskop. Pada percobaan ini kita menggunakan eosin dan hematoxylin sebagai
zat pewarna, karena eosin dapat mewarnai plasma darah sehingga kita dapat
melihat bentuk dari plasma tersebut. Eosin dapat mewarnai plasma darah karena
adanya perbedaan sifat keasaman antara plasma dengan eosin dimana plasma
darah bersifat basa sementara plasma darah bersifat asam.
Pada Gambar 3, setelah dicelupkan pada hematoxylin jelas tampak pada
pengamatan inti sel berwarna biru kehijauan sedangkan membran sel masih
berwarna merah dan berbentuk lonjong. Pada gambar di atas diperlihatkan bahwa
setelah dicelupkan pada hematoxylin jelas tampak pada pengamatan inti sel
berwarna biru sedangkan membran sel masih berwarna merah dan berbentuk
lonjong. Dimana hematoxylin digunakan untuk melihat inti plasma karena
hematoxylin dapat mewarnai inti plasma darah. Hematoxylin dapat mewarnai inti
plasma karena hematoxylin bersifat basa sementara inti sel bersifat asam.
Teknik Pemisahan Sel Darah dan Plasma Darah
Fungsi utama dari sel-sel darah merah, yang juga dikenal sebagai eritrosit
adalah mengangkut hemoglobin, dan seterusnya mengangkut oksigen dari paruparu ke jaringan. Selain mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah juga
mempunyai
fungsi
lain.
Contohnya,
ia
mengandung
banyak
sekali
Cepatnya reaksi ini membuat air dalam darah bereaksi dengan banyak sekali karbon
dioksida, dan dengan demikian mengangkutnya dari jaringan menuju paru-paru
dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-). Hemoglobin yang terdapat sel dalam sel juga
merupakan dapur asam-basa (seperti juga pada kebanyakan protein), sehingga sel
darah merah bertanggung jawab untuk sebagian besar daya pendapatan seluruh
darah. Setelah sel darah pada ikan nila dipisahkan dengan plasma darah
(sentrifugasi) yang diletakkan pada mikrohematokrit dan dilakukan pengukuran,
maka diperoleh data bahwa panjang total darah yaitu 1 cm, panjang gumpalan darah
yaitu 1,5 cm serta persentase gumpalan darah yaitu mencapai 67 (Fujaya, 2008).
Apabila ikan terkena penyakit atau nafsu makannya menurun, maka nilai
hematokrit darahnya menjadi tidak normal, jika nilai hematokrit rendah maka jumlah
eritrosit pun rendah (Alamanda dkk., 2006). Berdasarkan dari hasil pengamatan di
ketahui bahwa ikan nila di dapatkan hasil persentase gumpalan darah sebanyak 67
ini berarti ikan Nila dalam keadaan sehat karena persentase gumpalan darahnya
lebih besar dari standar volume gumpalan darah yang di tentukan.
dalam
darah
merupakan
alat
transportasi
oksigen,
Total eritrosit yang diperoleh dari darah ikan nila adalah 70.000 sel/mm3.
Jumlah eritrosit normal adalah 20.000-3.000.000 sel/mm3. Hal ini menunjukkan
bahwa darah Ikan Nila yang digunakan sebagai bahan praktikum masih dalam taraf
normal. Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh, variasi
harian, dan keadaan stress pada ikan yang menyerang (Adinegara, 2012).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan di laboratorium fisiologi
hewan air, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sel darah merah (eritrosit) pada ikan Nila berbentuk oval dan berinti dengan
membran sel dan membran inti yang nampak terlihat dan bergerigi. Plasma
berwarna merah dan inti sel berwarna biru tua.
2. Persentase gumpalan darah yaitu 67, sehingga dapat disimpulkan ikan
dalam keadaan sehat.
3. Jumlah total eritrosit yang didapatkan adalah 70.000 sel/mL, sehingga dapat
dikatakan bahwa ikan tersebut dalam keadaan normal.
Saran
Laboratorium
Kalau bisa, laboratorium dapat dilengkapi dengan alat kebersihan agar tidak
kesulitan lagi saat membersihkan laboratorium serta peralatan praktikum yang
diperbarui.
Praktikum
Sebaiknya praktikum benar-benar di lakukan sesuai prosedur dan melengkapi alat
dan bahan tepat waktu sesuai jadwal praktikum.
Asisten
Andi Masriah, S.pi :
Pertahankan ketegasan dan kedisiplinannya kakak.
Yusrifaat Amran :
Kakak iyus tolong banyak bicara dan lebih aktif lagi terhadap praktikan.
Mulkan Arsyuddin:
Kakak Mulkan pertahankan kebaikan dan keramahannya.
DAFTAR PUSTAKA