Professional Documents
Culture Documents
I. Definisi
Persalinan pervaginam dengan bekas seksio sesarea atau Vaginal Birth
After Cesarean-section (VBAC) adalah proses melahirkan normal setelah pernah
melakukan seksio sesarea.
Seksio sesarea merupakan salah satu tindakan operasi yang tertua dan
terpenting dalam bidang obstetri. Operasi ini bertujuan mengeluarkan janin
melalui suatu jalan yang dibuat pada dinding perut dan uterus.1 Seksio sesaria
merupakan suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram.2,3 Luka sayat di perut dapat transversal
(Pfannenstiel) maupun vertikal (mediana); sedangkan di uterus dapat transversal
(SC Transperitonealis Profunda) maupun insisi vertikal (SC klasik/corporal).4
Leveno, dkk (2003) menyatakan bahwa definisi ini tidak mencakup pengeluaran
janin dari rongga abdomen pada kasus ruptur uterus atau pada kasus kehamilan
abdomen.3
II. Insidensi
Pada tahun-tahun terakhir ini, kelahiran seksio sesaria meningkat tajam,
sebagian besar karena meluasnya pengenalan tanda dan gejala gawat janin secara
dini. Salah satu alasan utama peningkatan ini adalah seksio sesaria ulangan pada
bekas seksio sesaria itu sendiri. Kemungkinan sebab lain peningkatan frekuensi
seksio sesaria adalah penurunan paritas pada kebanyakan wanita hamil. Hampir
separuh wanita adalah nullipara. Dengan demikian dapat diperkirakan
meningkatnya tindakan seksio sesaria pada keadaan-keadaan yang memang lebih
sering dijumpai pada nullipara.1,2
Angka seksio sesaria di Amerika Serikat pada tahun 1984 sebesar 21%,
24,7% pada tahun 1988 dan menjadi 30% pada tahun 2000. Indikasi untuk
melakukan seksio sesaria secara statistik adalah pernah seksio sesaria (36%),
distosia (30%), malpresentasi (11%), gawat janin (10%). Di Inggris angka seksio
sesar sebesar 13% pada tahun 1992 dan di Belanda pada tahun 1991 sebesar 7,9%,
III. Indikasi
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun
1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang
direncanakan untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Menurut
Cunningham FG (2001) kriteria seleksinya adalah berikut :
a. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
b. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
c. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
d. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio sesarea emergensi.
e. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea
darurat1,3,5
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :
a. Parut uterus yang tidak diketahui
b. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
c. Kehamilan kembar
d. Letak sungsang
e. Kehamilan lewat waktu
f. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram1,5
Sementara berdasarkan POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia),
dilakukan persalinan pervaginam jika: 4
a. Imbang feto pelvik baik
b. Perjalanan persalinan normal
Karakteristik
Skor
- tidak ada
Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit dalam keadaan
Inpartu:
- 75 %
- 25 75 %
- < 25 %
Interpretasi:
Skor
Angka Keberhasilan
0-2
42-49%
59-60%
64-67%
77-79%
88-89%
93%
8-10
95-99%
total
74-75%
Tidak
Ya
1. Bishop Score 4
Malpresentasi,Preeklampsi/Eklampsi, Kembar
Makrosemia, IUGR
IV. Kontraindikasi
Kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
a. Bekas seksio sesarea klasik
b. Bekas seksio sesarea dengan insisi T
c. Bekas ruptur uteri
d. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
e. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
f. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
g. Pasien menolak persalinan pervaginal
h. Panggul sempit
V. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi setelah tindakan seksio sesarea sebagai berikut:
a. Infeksi Puerperal (nifas)
Infeksi puerperal terbagi 3 tingkatan, yaitu:
a. Ringan: kenaikan suhu tubuh beberapa hari saja
b. Sedang: kenaikan suhu tubuh lebih tinggi, disertai dehidrasi dan sedikit
kembung.
c. Berat: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai
pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal
karena ketuban yang telah pecah terlalu lama. 4
b. Perdarahan
Perdarahan dapat disebabkan karena banyaknya pembuluh darah yang terputus
dan terbuka, atonia uteri, dan perdarahan pada placental bed. Perdarahan
dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan darah pada pembuluh darah
balik di kaki dan rongga panggul.4
c. Luka Kandung Kemih
Perdarahan pervaginal
VI. Diagnosis
VBAC dapat didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yaitu
dengan adanya parut luka di perut.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi VBAC
a. Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan tipe
insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya.
Bekas seksio sesaria klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada
seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas merupakan
kontraindikasi melakukan VBAC.1
b. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya
maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih,
sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik
dibandingkan persalinan pervaginal.1
c. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Insisi uterus dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea
klasik dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak
dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan atau
persalinan berikutnya.1
d. Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu
Tabel 3. Hubungan indikasi seksio sesarea lalu dengan keberhasilan
penanganan VBAC
Indikasi seksio yang lalu
Letak sungsang
80.5
Fetal distress
80.7
Solusio plasenta
100
Plasenta previa
100
Gagal induksi
79.6
Disfungsi persalinan
63.4
e. Usia Maternal
Dari penelitian didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun
mempunyai angka seksio sesarea yang lebih tinggi.1
f. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya
Pada usia kehamilan <37 minggu dan belum inpartu misalnya pada
plasenta previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna
kemungkinan insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat mengenai
bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi pada seksio
sesarea klasik.1
g. Riwayat persalinan pervaginal
Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan
pervaginal memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien tanpa persalinan pervaginal.1
VII. Tatalaksana
Apabila VBAC tidak memungkinkan, maka dilakukan persalinan dengan
Seksio Sesaria. Teknik-teknik yang bisa dilakukan adalah:
I. Teknik Seksio Sesaria Klasik (Corporal)
a. Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi
dipersempit dengan kain suci hama
b. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang
12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum
peritoneal terbuka.
c. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi
d. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim,
kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting
e. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan
dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir
seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit.
f.
otot segmen atas rahim sangat tebal) dengan cat gut khromik.
Lapisan III
gut biasa.
Lapisan II
Lapisan III
h. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding
perut dijahit.2,3
Teknik ini diindikasikan untuk:
a. Indikasi ibu
Solusio plasenta
b. Indikasi janin
Gawat janin
adneksadari arah belakang. Dengan cara ini ureter akan terhindar dari
kemungkinan terpotong.
d. Melalui lubang pada ligamentum latum ini, tuba falopii, ligamentum
uteroovarica, dan pembuluh darah dalam jaringan tersebut dijepit dengan 2
cunam oshner lengkung dan di sisi rahim dengan cunam Kocher. Jaringan
di antaranya kemudian digunting dengan gunting Mayo. Jaringan yang
terpotong diikat dengan jahitan transfiks untuk hemostasis dengan catgut
no. 0.
e. Jaringan ligamentum latum yang sebagian adalah avaskular dipotong
secara tajam ke arah serviks. Setelah pemotongan ligamentum latum
sampai di daerah serviks, kandung kencing disisihkan jauh ke bawah dan
samping.
f. Pada ligamentum kardinale dan jaringan paraservical dilakukan penjepitan
dengan cunam Oshner lengkung secara ganda, dan pada tempat yang sama
di sisi rahim dijepit dengan cunam Kocher lurus. Kemusian jaringan di
antaranya digunting dengan gunting mayo. Tindakan ini dilakukan pada
beberapa tahap sehingga ligamentum kardinale terpotong seluruhnya.
Punctum ligamentum kardinale dijahit transfiks secara ganda dengan
benang catgut khromik no. 0
g. Demikian juga ligamentum sakrouterina kiri dan kanan dipotong dengan
cara yang sama dan diligasi secara transfiks dengan benang catgut
khromik no. 0
h. Setelah mencapai di atas dinding vagina serviks, pada sisi dcepan serbiks
dibuat irisan sagital dengan pisau, kemudian melaui insisi tersebut dinding
vagina dijepit dengan cunam Oshner melingkari serviks dan dinding
vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan dinding vagina dapat
dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim akhirnya dapat diangkat.
i. Puntung vagina dijepit beberapa cunam Kocher untuk hemostasis. Mulamula puntung kedua ligamentum kardinane dijahitkan pada ujung kiri dan
kanan puntung vagina, sehingga terjadi hemostasis pada kedua ujung
puntung vagina. Puntung vagina dijahit secara jelujur untuk hemostasis
DAFTAR PUSTAKA
14. Martin ME. Vaginal birth after cesarean delivery. Clin Perinatal 1996;23:141153
15. Miller DA, Diaz FG, Paul RH. Vaginal birth after cesarean: a 10 years
experience. Obste Gynecol 1994;84:255-258
16. Flamm BL. Vaginal birth after cesarean reducing medical and legal risk. Clin
Obstet Gynecol 2001;44:622-629
17. Cheung VYT, Constantinescu OC, Ahluwalia BS, 2004. Sonographic
evaluation of the lower uterine segment in patients with previous cesarean
delivery. J Ultrasound Med 2004;23:1441-7
18. Sambaziotis H, Conway C, Figueroa R, Elimian A, Garry D. Second trimester
sonographic comparison of the lower uterine segment in pregnant women with
and without a previous cesarean delivery. J Ultrasound Med 2004;23:907-11
19. Asakura H, Nakai A, Ishikawa G, Suzuki S, Araki T. Prediction of uterine
dehiscence by measuring lower uterine segment thickness prior to onset of
labor. Evaluation by transvaginal ultrasonography. J Nippon Med Sch 2000.p
352-6.
20. Gotoh H, Masuzaki H, Yoshida A, Yoshimura S, Miyamura T. Ishimaru T.
Predicting incomplete uterine rupture with vaginal sonography during the late
second trimester in women with prior cesarean. Department of Obstetrics and
Gynecology, Nagasaki UniversitySchool of Medicine, Nagasaki, Japan.p 5969.
21. Anonymous. 1998. Premature Rupture of Membranes. No. 1. American
College of Obstetricians and Gynecologists Practice Bulletin: USA.
(http:/medical-library/journals/e_publish/secure/log.html, diakses 21 Oktober
2012).