You are on page 1of 19

LAPORAN PRAKTIKUM

IMUNOLOGI IKAN

SISTEM IMUN PADA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

NAMA
NIM
KELOMPOK
ASISTEN

: NURUL FADHILLAH AZIS


: L221 12 103
: III (TIGA)
: GUSMI FEBRIANA, S.Pi

LABORATORIUM PARASIT DAN PENYAKIT IKAN


PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kekebalan tubuh. Imunologi
berasal dari kata imun yang berarti kebal dan logos yang berarti ilmu. Imunitas
adalah perlindungan dari penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sel-sel dan molekulmolekul yang terlibat didalam perlindungan membentuk sistem imun. Sedangkan
respon untuk menyambut agen asing disebut respon imun (Febrianti, 2014).
Udang windu merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan, namun
ketersediaannya di Indonesia untuk memenuhi komoditas unggulan ekspor non
migas dari perikanan masih belum dapat mencapai target yang diharapkan
(Mahasri, 2008 dalam Nurul, 2012). Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi
budidaya udang windu salah satunya adalah meningkatkan daya tahan tubuh udang
melalui pemberian immunostimulan. Pemberian immunostimulan bagi ikan maupun
udang biasanya diberikan sebelum terjangkit penyakit, cara pemberiannya dapat
melalui penyuntikan, pakan (oral), dan perendaman (immersi), namun pemberian
melalui pakan dinilai paling praktis karena tidak menyebabkan stress bagi
ikan/udang. Ketepatan dosis juga merupakan tolak ukur keberhasilan pemberian
immunostimulan, pada dosis yang tinggi dapat menekan mekanisme pertahanan
tubuh dan pada dosis rendah tidak efektif (Anderson, 1992 dalam Nurul, 2012).
Ketepatan

lama

pemberian

immunostimulan

juga

sangat

penting

untuk

menghasilkan respon imunitas optimal sebab pemberian imunostimulan dalam


waktu yang berkepanjangan dapat menekan resistensi ikan dan udang terhadap
penyakit dan pertumbuhan (Li dan Galtin, 2006 dalam Nurul, 2012).
Adapun beberapa penyakit yang sering menyerang udang windu yaitu bintik
putih (adanya bintik putih di cangkang), bintik hitam (adanya bintik hitam di
karapaks), kotoran putih/mencret (adanya kotoran putih di daerah pojok tambak dan

penurunan nafsu makan), insang merah (adanya warna merah pada insang udang),
dan nekrosis (adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh,
terutama pada ekor) (Polengs, 2011).
Mekanisme pertahanan tubuh krustasea sebagian besar bergantung pada
sel-sel darah dan proses hemolim (Maynard, 1960 dalam Syahailatua, 2009).
Hemosit merupakan faktor yang sangat penting dalam sistem pertahanan seluler
yang bersifat non spesifik. Smith et al. (2003) menyebutkan bahwa hemosit
menyimpan immune reactive (seperti peroxinectin, antibacterial peptide, dan clotting
components) dalam tubuh udang, sehingga kenaikan jumlah total hemosit (THC)
merupakan salah satu indikator peningkatan daya tahan tubuh udang. Kemampuan
hemosit dalam aktivitas fagositosis yang dapat meningkat pada kejadian infeksi,
sehingga menunjukkan pertahanan tubuh yang bersifat seluler. Adanya infeksi
tersebut akan merangsang sistem pertahanan non spesifik seluler untuk menangkal
serangan penyakit. Meningkatnya ketahanan tubuh udang juga dapat diketahui dari
meningkatnya aktivitas fagositosis (AF) sel-sel hemosit. Fagositosis merupakan
mekanisme pertahanan non spesifik yang secara umum dapat melindungi adanya
serangan patogen (Fontaine dan Lightner, 1974 dalam Syahailatua, 2009).
Karakteristik

yang

digunakan

untuk

mengetahui

pengaruh

penambahan

immunostimulan pada udang adalah jumlah total hemosit, differensial hemosit, dan
aktifitas fagositosis (Kajita et al., 1990). Upaya dalam meningkatkan pertahanan
tubuh udang dapat menggunakan immunostimulan yaitu berasal dari dinding sel
bakteri

dan

jamur

seperti

-glukan,

lipopolisakarida

dan

peptidoglikan

(Syahailatula, 2009 dalam Nurul, 2012).


Berdasarkan uraian di atas, untuk mengetahui dan melihat haemosit pada
udang windu serta mengetahui sel-sel yang bekerja lebih perlu dilakukan praktikum
mengenai sistem imun pada udang windu untuk membandingkan teori yang ada
dengan praktik yang dilakukan.

Tujuan Dan Kegunaan


Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui haemosit pada udang
windu (Penaeus monodon).
Kegunaan praktikum ini agar mahasiswa dapat mengetahui sel-sel yang
bekerja pada sistem imun udang windu (Penaeus monodon).

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi dan Klasifikasi

Gambar Udang Windu (Penaeus monodon)

Gambar 1. Udang Windu (Penaeus monodon) (Polengs, 2011).

Klasifikasi Udang Windu (Penaeus monodon)


Domain: Eukaryota
Kingdom: Animalia
Subkingdom: Bilateria
Branch: Protostomia
Infrakingdom: Ecdysozoa
Superphylum: Panarthropoda
Phylum: Arthropoda
Subphylum: Pancrustacea
Infraphylum: Crustaceomorpha
Superclass: Crustacea
Epiclass: Eucrustacea
Subclass: Eumalacostraca
Superorder: Eucarida

Order: Decapoda
Suborder: Dendrobranchiata
Superfamily: Penaeoidea
Family: Penaeidae
Genus: Penaeus
Specific name: monodon - Fabricius
Scientific name: - Penaeus monodon Fabricius (www.zipcodezoo.com)

Morfologi Udang Windu (Penaeus monodon)


Udang windu adalah suatu binatang laut yang memiliki kulit agak keras, dan

dibesarkan dalam budidaya secara luas untuk makanan. Tubuh udang dibagi
kedalam tiga bagian, yaitu: 1) kepala-dada (Cephalothorax) yang tertutup oleh satu
kelopak yang disebut karapks, 2) badan (abdomen), dan 3) ekor. Pada kepala
terdapat lima ruas dan delapan ruas dibagian dada, masing-masing ruas mempunyai
sepasang anggota badan yang memiliki fungsi tersendiri. Bagian dada terdapat
sepasang anggota badan yang disebut pereopoda, bagian ujungnya berjepit yang
berfungsi sebagai penangkap makanan. Bagian perut (abdomen) terdapat lima
pasang kaki renang (pleopoda) yang tumbuh dari setiap ruas badan tersebut. Di
belakang badan terdapat satu ruas lagi yang beranggotakan dua pasang ekor kipas
(uropoda) yang berfungsi sebagai kemudi saat udang sedang berenang. Udang
windu mempunyai ciri-ciri : 1) kulit tebal dan keras, 2) warna hijau kebiruan dengan
garis melintang lebih gelap, 3) ada juga yang berwarna kemerahan dengan garis
melintang berwarna kecoklatan (Juliadi, 2014).

Habitat dan Siklus Hidup Udang Windu (Penaeus monodon)


Habitat udang windu muda (stadia yuwana) adalah daerah pantai berair

payau yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan bakau yang berlumpur dengan
campuran pasir yang subur. Menjelang dewasa udang yuwana akan berpindah
kearah laut dalam (Juliadi, 2014).

Siklus hidup Udang Windu (Penaeus monodon) menurut Wyban dan


Sweeney (1991) dalam Nugroho (2011) adalah udang betina bertelur naupli
protozoea mysis postlarva juvenil udang dewasa (Gambar2).

Gambar 2. Siklus hidup Udang Windu (Penaeus monodon) (Wyban dan


Sweeney, 1991 dalam Nugroho, 2011) Keterangan: 1. Udang betina
bertelur; 2. Telur; 3. Naupli; 4. Zoea; 5. Mysis; 6. Post larva; 7. Juvenil (Wyban,
dan Sweeney, 1991 dalam Nugroho, 2011).

Telur yang yang telah dibuahi akan menetas dalam waktu 12 sampai 15 jam
dan berkembang menjadi larva (Martosudarmo dan Ranoemihardjo 1979 dalam
Nugroho, 2011). Larva masih memiliki cadangan makanan dalam tubuh berupa
kuning telur. Stadia zoea terdiri dari tiga substadia yang berlangsung selama enam
hari dan mengalami alih bentuk tiga kali. Stadia mysis dicirikan oleh bentuk larva
yang mulai menyerupai udang dewasa. Pleopod dan telson mulai berkembang dan
larva bergerak mundur. Selanjutnya stadia mysis mengalami alih bentuk menjadi
postlarva. Selama lima hari pertama stadia postlarva udang bersifat plaktonis, dan
pada postlarva-VI udang mulai merayap di dasar (Rahmatun dan Ahmad, 1989
dalam Nugroho, 2011).

B. Sistem Imun

Sistem imun secara umum


Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk

mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang


dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Freakz, 2012).
Secara umum sistem imun manusia terbagi dalam dua, yaitu : alamiah dan
adaptif (spesifik). Sistem imun alamiah terentang luas, mulai dari air mata, air liur,
keringat (dengan pHnya yang rendah/asam), bulu hidung, kulit, selaput lendir,
laktoferin dan asam neuraminik (pada air susu ibu), sampai asam lambung termasuk
di dalamnya. Secara lebih mendetail di dalam cairan tubuh seperti air mata atau
darah terdapat komponen sistem imun alamiah yang antara lain terdiri dari fasa cair
seperti IgA (Imunoglobulin A), Interferon, Komplemen, Lisozim, ataupun c-reactive
protein (CRP). Sementara fasa seluler terdiri dari sel-sel pemangsa (fagosit) seperti
sel darah putih (polymorpho nuclear/PMN), sel-sel mono nuklear (monosit atau
makrofag), sel pembunuh alamiah (Natural Killer), dan sel-sel dendritik. Sedangkan
pada sistem imun adaptif terdapat sistem dan struktur fungsi yang lebih kompleks
dan beragam. Sistem imun adaptif terdiri dari sub sistem seluler yaitu keluarga sel
limfosit T (T penolong dan T sitotoksik) dan keluarga sel mono nuklear (berinti
tunggal). Sub sistem kedua adalah sub sistem humoral, yang terdiri dari kelompok
protein globulin terlarut yaitu: Imunoglobulin G, A, M, D, dan E. Imunoglobulin
dihasilkan oleh sel limfosit B melalui suatu proses aktivasi khusus, bergantung
kepada karakteristik antigen yang dihadapi. Secara berkesinambunangan dalam
jalinan koordinasi yang harmonis, sistem imun baik yang alamiah maupun adapatif
senantiasa bahu-membahu menjaga keselarasan interaksi antara sistem tubuh
manusia dengan media hidupnya (ekosistem) (Freakz, 2012).

Keberadaan mikroba patogen dapat menimbulkan dampak-dampak yang


tidak diharapkan akan memicu sistem imun untuk melakukan tindakan dengan
urutan mekanisme sebagai berikut : introduksi, persuasi, dan represi (Freakz, 2012).
Meskipun komplemen dapat diasosiasikan sesuai artinya, yaitu pelengkap,
namun sesungguhnya fungsinya amatlah vital. Faktor komplemen bertugas untuk
menganalisa masalah untuk selanjutnya mengenalkannya kepada imunoglobulin,
untuk selanjutnya akan diolah dandipecah-pecah menjadi bagian-bagian molekul
yang tidak berbahaya bagi tubuh. Setelah itu limfosit T bekerja dengan memakan
mikroba patogen. Sel limfosit terdiri dari dua spesies besar, yaitu limfosit T dan B.
Bila limfosit B kelak akan bermetamorfosa menjadi sel plasma dan selanjutnya akan
menghasilkan imunoglobulin (G,A,M,D,E), maka sel T akan menjadi divisi T helper,
T sitotoksik, dan T supresor (Freakz, 2012).
Dalam kondisi yang berat akan terjadi beberapa proses berikut : sel limfosit T
akan meminimalisasi efek patogenik dari mikroba patogen dengan cara bekerjasama
dengan antibodi untuk mengenali dan merubah antigen dari mikroba patogen
menjadi serpihan asam amino melalui sebuah mekanisme yang disebut Antibody
Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC). Selain itu sel limfosit T bersama dengan sel NK
(Natural Killer) dan sel-sel dendritik dapat bertindak langsung secara represif untuk
menghentikan kegiatan mikroba patogen yang destruktif melalui aktivitas kimiawi
zat yang disebut perforin. Dalam beberapa kondisi khusus, sel limfosit T dapat
memperoleh bantuan dari sel makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting
Cell (APC) alias sel penyaji antigen. Sedangkan Sel limfosit B bertugas untuk
membangun sistem manajemen komunikasi terpadu di wilayah cairan tubuh
(imunitas humoral). Bila ada antigen dari unsur asing yang masuk, maka sel limfosit
B akan merespon dengan cara membentuk sel plasma yang spesifik untuk

menghasilkan molekul imunoglobulin yang sesuai dengan karakteristik antigen dari


unsur asing tersebut (Freakz, 2012).

Sistem imun pada udang windu (Penaeus monodon)


Udang windu merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan, namun

ketersediaannya di Indonesia untuk memenuhi komoditas unggulan ekspor non


migas dari perikanan masih belum dapat mencapai target yang diharapkan
(Mahasri, 2008 dalam Nurul, 2012). Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi
budidaya udang windu salah satunya adalah meningkatkan daya tahan tubuh udang
melalui pemberian immunostimulan. Pemberian immunostimulan bagi ikan maupun
udang biasanya diberikan sebelum terjangkit penyakit, cara pemberiannya dapat
melalui penyuntikan, pakan (oral), dan perendaman (immersi), namun pemberian
melalui pakan dinilai paling praktis karena tidak menyebabkan stress bagi
ikan/udang. Ketepatan dosis juga merupakan tolak ukur keberhasilan pemberian
immunostimulan, pada dosis yang tinggi dapat menekan mekanisme pertahanan
tubuh dan pada dosis rendah tidak efektif (Anderson, 1992 dalam Nurul, 2012).
Ketepatan

lama

pemberian

immunostimulan

juga

sangat

penting

untuk

menghasilkan respon imunitas optimal sebab pemberian imunostimulan dalam


waktu yang berkepanjangan dapat menekan resistensi ikan dan udang terhadap
penyakit dan pertumbuhan (Li dan Galtin, 2006 dalam Nurul, 2012).
Adapun beberapa penyakit yang sering menyerang udang windu yaitu bintik
putih (adanya bintik putih di cangkang), bintik hitam (adanya bintik hitam di
karapaks), kotoran putih/mencret (adanya kotoran putih di daerah pojok tambak dan
penurunan nafsu makan), insang merah (adanya warna merah pada insang udang),
dan nekrosis (adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh,
terutama pada ekor) (Polengs, 2011).

Mekanisme pertahanan tubuh krustasea sebagian besar bergantung pada


sel-sel darah dan proses hemolim (Maynard, 1960 dalam Syahailatua, 2009).
Hemosit merupakan faktor yang sangat penting dalam sistem pertahanan seluler
yang bersifat non spesifik. Smith et al. (2003) menyebutkan bahwa hemosit
menyimpan immune reactive (seperti peroxinectin, antibacterial peptide, dan clotting
components) dalam tubuh udang, sehingga kenaikan jumlah total hemosit (THC)
merupakan salah satu indikator peningkatan daya tahan tubuh udang. Kemampuan
hemosit dalam aktivitas fagositosis yang dapat meningkat pada kejadian infeksi,
sehingga menunjukkan pertahanan tubuh yang bersifat seluler. Adanya infeksi
tersebut akan merangsang sistem pertahanan non spesifik seluler untuk menangkal
serangan penyakit. Meningkatnya ketahanan tubuh udang juga dapat diketahui dari
meningkatnya aktivitas fagositosis (AF) sel-sel hemosit. Fagositosis merupakan
mekanisme pertahanan non spesifik yang secara umum dapat melindungi adanya
serangan patogen (Fontaine dan Lightner, 1974 dalam Syahailatua, 2009).
Karakteristik

yang

digunakan

untuk

mengetahui

pengaruh

penambahan

immunostimulan pada udang adalah jumlah total hemosit, differensial hemosit, dan
aktifitas fagositosis (Kajita et al., 1990). Upaya dalam meningkatkan pertahanan
tubuh udang dapat menggunakan immunostimulan yaitu berasal dari dinding sel
bakteri

dan

jamur

seperti

-glukan,

(Syahailatula, 2009 dalam Nurul, 2012).

lipopolisakarida

dan

peptidoglikan

III. METODELOGI PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat


Praktikum Sistem Imun Pada Udang Windu (Penaeus monodon) ini
dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 26 November 2014, pada pukul 14.00 15.30
WITA, bertempat di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan, Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan, Jurusan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Sistem Imun Pada Udang
Windu (Penaeus monodon), antara lain:
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum Sistem Imun Pada Udang Windu
(Penaeus monodon) serta fungsinya.
No.
Alat
Kegunaan
1. Alat tulis
Menulis hasil dan pembahasan.
2. Spoit 1 mL
Mengambil darah pada udang.
3. Objek glass
Tempat diletakkannya darah udang.
4. Baskom
Tempat penyimpanan udang.
5. Pipet tetes
Mengambil larutan.
6. Mikroskop
Melihat sel.
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum Sistem Imun Pada Udang Windu
(Penaeus monodon) serta fungsinya.
No.
Bahan
Kegunaan
1.
Udang Windu (Penaeus Bahan pengamatan.
monodon)
2
Larutan gymesa
Larutan pewarnaan.
3.
EDTA
Anti koagulan darah.

Prosedur Kerja
Prosedur kerja praktikum Sistem Imun Pada Udang Windu (Penaeus
monodon) adalah sebagai berikut :
Memasukkan sampel pada wadah baskom.
Menyediakan jarum spoit 1 mL.

Mengambil larutan EDTA sebanyak 0,1 mL.


Menyuntikkan udang dibagian kaki renang kelima untuk mendapatkan cairan
haemolifnya.
Meletakkan cairan haemolif pada objek glass.
Menambahkan larutan gymesa sebanyak 1 tetes.
Mengeringkan objek glass.
Mencuci objek glass dibawah air mengalir.
Mengeringkan lagi, kemudian mengamati di bawah mikroskop.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Hasil dari pengamatan preparat sel hemocyte pada Udang Windu (Penaeus
monodon) adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Hyaline cells (Tantu, 2013)

Gambar 4. Semi (small) granular hematocytes (Tantu, 2013)

Gambar 5. Granular hematocytes (Tantu, 2013)


Pembahasan
Hemosit udang yang berperan untuk sistim kekebalan tubuh, dibedakan
menjadi tiga yaitu, sel hyaline, semigranular dan granular, yang terdiri dari sistem
pertahanan seluler serta sistem pertahanan tubuh hormonal. Masing-masing tipe
sel aktif dalamreaksi kekebalan tubuh. Hemosit merupakan faktor pertahanan
seluler dan humoral yang penting sebagai pertahanan tubuh melawan serangan
organisme patogen yang dimiliki udang.
Respon seluler atau pertahanan seluler pada sel hemosit yakni pertama,
hemosit

mengeluarkan partikel

enkapsulasi

dan

aggregasi

asing

dalam

nodular.

hemocoel

Kedua, hemosit

melalui

fagositosis,

berperan

penyembuhan luka melalui cellular clumping serta membawa dan

dalam

melepaskan

prophenoloxidase system (proPO). Hemosit juga berperan dalam sintesa dan


pelepasan molekul penting hemolim seperti 2-macroglubulin (2M),agglutinin, dan
peptida antibakteri (Sabban, 2014).
Pada Gambar 1. dapat dilihat bentuk sel hyalin. Sel hialin berfungsi dalam
aktifitas fagositosis, yaitu proses sel darah yang melindungi tubuh dengan
memakan/menghancurkan partikel asing (antigen) (Cornick dan Stewart, 1978,

Jasmanindar

2009 dalam Anonim3, 2014). Sel hyalin merupakan tipe sel yang

paling kecil dengan ratio nukleus sitoplasma tinggi dan tanpa atau hanya sedikit
granula sitoplasma. Proses fagositosis dimulai

dengan perlekatan (attachment)

dan penelanan (ingestion) partikel mikroba ke dalam sel fagosit. Sel fagosit
kemudian membentuk vacuola pencernaan (digestive vacuola) yang disebut
fagosom. Lisosom (granula dalam sitoplasma fagosit) kemudian menyatu dengan
fagosom membentuk fagolisosom. Mikroorganisme selanjutnya dihancurkan dan
debris mikroba dikeluarkan dari dalam sel melalui proses egestion. Pemusnahan
partikel mikroba yang difagosit melibatkan pelepasan enzim ke dalam fagosom dan
produksi ROI (reactive oxygen intermediate) yang kini disebut respiratory burst
(Sabban, 2014).
Pada Gambar 2. terlihat sel semi granular. semi granular merupakan tipe sel
diantara hyalin dan granular. sel semi granular aktif dalam enkapsulasi. Hemosit
berfungsi dalam enkapsulasi. Hal ini, terjadi pada organisme yang memiliki tubuh
terlalu besar untuk fagositosis. Pada saat hemosit mengelilingi tubuh benda asing
yang

besar, bagian sel terluar dari hemosit tetap berbentuk oval atau bulat

sedangkan bagian

tengah sel menjadi datar dan pada fase berikutnya dilisis

membentuk kapsul tebal berwarna coklat dan keras. Kapsul tersebut tidak diserap
kembali dan tetap sebagai tanda enkapsulasi meskipun sudah tidak ada hemosit
yang dikenal disitu. Hemosit juga berfungsi dalam formasi melanin pada fase akhir
penyembuhan atau perbaikan luka. Enzim yang terlibat dalam formasi melanin
adalah phenoloxidase (PO) dan telah ditemukan terdapat dalam hemolim dan kulit
arthropoda (Sabban, 2014).
Pada Gambar 3. terlihat bentuk sel granular. dimana sel granular
merupakan tipe sel paling besar dengan nukleus yang lebih kecil dan terbungkus
dengan granula. sel granular aktif dalam penyimpanan dan pelepasan proPO
system dan sitotoksisiti. ProPO berperan dalam sistem pertahan tubuh, yang

dihasilkan oleh sel granular. Granula sekretori pada hemosit mengandung


phenoloksidase (PO), prophenoloksidase (proPO) dan serin protease yang berperan
dalam respon humoral (Alifuddin, 2002).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hemosit udang yang berperan untuk sistim kekebalan tubuh, dibedakan


menjadi tiga yaitu, sel hyaline,

sel semigranular dan sel granular. Sel hyalin

merupakan tipe sel yang paling kecil dengan ratio nukleus sitoplasma tinggi dan
tanpa atau hanya sedikit granula sitoplasma. sel hyalin terlibat dalam fagositosis.
Sel semi granular merupakan tipe sel diantara hyalin dan granular. sel

semi

granular aktif dalam enkapsulasi. sel granular merupakan tipe sel paling besar
dengan nukleus yang lebih kecil dan terbungkus dengan granula. sel granular aktif
dalam penyimpanan dan pelepasan proPO system dan sitotoksisiti.

Saran
Laboratorium
Kebersihan laboratorium sudah baik, namun alat-alat yang masih diatas meja
kerja praktikum, sebaiknya disimpan ditempat khusus agar tetap aman dan praktikan
tdk kesulitan untuk bekerja.
Asisten
Gusmi Febriana, S.Pi:
Baik, ramah dan lucu. Pertahankan sikapnya kak. Dan terima kasih sudah
membimbing kami. Dan juga selamat atas gelar sarjananya kak, cepat kerja dan
nikah, amin.

DAFTAR PUSTAKA

Alifuddin, M. 2002. Jurnal Imunostimulasi Pada Hewan Akuatik. Jurusan Budidaya


Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor:
Bogor
Febrianti, Oky. 2014.Imunologi Adalah Ilmu Yang Mempelajari Tentang Kekebalan
Tubuh. Online pada https://www.scribd.com. Diakses pada Sabtu, 29
November 2014. Pukul 20:00 WITA. Makassar.
Freakz, Freaknie. 2012. Respon Tubuh Terhadap Tantangan Imunologik. Online
pada http://freaknie1.blogspot.com. Diakses pada Sabtu, 29 November 2014.
Pukul 23:00 WITA. Makassar.
Juliadi. 2014. Morfologi Udang. Online pada http://digilib.ump.ac.id. Diakses pada
Sabtu, 29 November 2014. Pukul 21:00 WITA. Makassar.
Nugroho, M. 2011. Histopatologi Benih Udang Windu. Online pada
repository.unhas.ac.id. Diakses pada Sabtu, 29 November 2014. Pukul 21:30
WITA. Makassar.
Nurul, Alina. 2012. Jurnal Pengaruh Penambahan Ekstrak Kunyit Putih (Kaempferia
rotunda) Terhadap Jumlah Total Hemosit Dan Aktifitas Fagositosis Udang
Windu (Penaeus monodon). Program Studi Budidaya Perairan. Jurusan
Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilm Kelautan. Universitas Diponegoro:
Semarang.
Polengs, 2011. Budidaya Udang. Online pada http://budidayanews.blogspot.com.
Diakses pada Sabtu, 29 November 2014. Pukul 20:15 WITA. Makassar.
Sabban, I. F. 2014. Mekanisme Respon Imun Pada Udang. Pasca Biologi. Online
pada http://www.akademia.edu.com. Diakses pada Minggu, 30 November
2014. Pukul 20:12 WITA. Makassar.
Tantu, Gusti. 2013. Pengantar Biologi Udang. Online pada http://www.slideshare.net.
Diakses pada Minggu, 30 November 2014. Pukul 22:12 WITA. Makassar.
Zipcodezoo.com. Diakses pada Sabtu, 29 November 2014. Pukul 19:30 WITA.
Makassar.

You might also like